Ngeri-Ngeri Sedap Berburu Pikachu

Berbahayakah Pokémon GO? Sampai sejauh ini, peristiwa kriminal dan kecelakaan tersebut hanya terjadi di luar negeri. Tapi yang jelas, ada bahaya lebih laten saat bermain Pokémon GO.


LELAKI tambun berusia 40 tahun itu berjalan sambil menatap layar smartphone, lalu tiba-tiba jarinya bergerak cepat. Hap! Ia berhasil menangkap satu! Skor bertambah dan ia makin semangat menuju Pokéstop berikutnya.


Lelaki itu bernama Dennis Cornelius. Ia penggemar online game yang ikut mengunduh Pokémon GO karena penasaran. Begitu ia mulai memainkannya, ia merasakan permainan ini menyodorkan adventure yang seru dibanding game yang biasa ia mainkan. Yang tadinya ia lebih banyak menghabiskan main game di TV, tapi kini ia memainkan game di jalanan dan seakan-akan Pokémon memang ada untuk ditangkap di sekitar perumahan BSD tempat tinggalnya.



Dennis tak sendiri. Masih ada Aryanata Razki, pengunduh Pokémon GO yang usianya jauh lebih muda dibanding Dennis. Aryan, 27 tahun, bahkan sudah gandrung Pokémon selagi masih berupa serial animasi 10 tahun lalu. Sama seperti Dennis, Aryan merasakan permainan ini lebih menantang dan karena banyak yang memainkannya, ia tidak canggung untuk bermain ke sana kemari untuk menangkap Pokémon kesukaannya.


Rupanya rentang usia bukan masalah. Bahkan kini tua muda gandrung Pokémon GO. Sontak di mana-mana, ramai kisah orang bermain Pokémon GO. Padahal usia Pokémon GO ini belum ada sebulan. Siapakah yang paling gembira hatinya dari Pokémon GO ini selain para pemain?


Tentu saja kreatornya, John Hanke.


Jalan Panjang Sukses Pokémon GO


Permainan Pokémon GO kreasi John Hanke memecahkan semua rekor unduhan aplikasi digital yang pernah ada. Tercatat lebih dari 10 juta pengunduh PokemonGO dalam minggu pertama, melampaui jumlah pengguna aktif Twitter setiap hari dan lama waktu yang dihabiskan di atas rata-rata pengguna Facebook, Snapchat, Instagram dan Whatsapp. Prestasi Pokémon GO atas semua aplikasi digital itu tentu barang langka dan jelas bukan sukses sekejab mata.


pokemon-index


Yang tak banyak orang tahu, John Hanke menunggu waktu 20 tahun untuk bisa segembira hari ini. Bermula dari menciptakan permainan MMO (massively multiplayer online game) bernama “Meridian 69″ pada 1996, John meniti jalannya sebagai inventor dan kreator dunia digital. Ia jugalah orang yang mencipta Keyhole, di kemudian hari dilirik Google dan menjadi cikal bakal Google Earth. Tahun 2004-2010, John membuat Google Maps dan Google Street View. Dari sanalah ia merekrut programmer untuk Niantic Labs, startup-bisnis dengan fokus permainan berbasis GPS yang didirikan John pada tahun 2010.


Dengan suntikan modal dari Google, John dengan Niantic Labs meluncurkan permainan Ingress pada tahun 2012 yang memadukan peta digtal dan GPS. Ingress cukup terkenal di kalangan online gamer termasuk di Indonesia. Barulah pada tahun ini, John mendapat 25 juta dolar AS dari Google, Nintendo dan Pokémon untuk membentuk tim berjumlah 40 orang lebih yang melahirkan Pokémon GO yang juga berbasis Geo-MMO seperti Ingress diluncurkan dan mendunia.


Sukses Pokémon GO tak hanya dinikmati John Hanke. Dengan lahirnya Pokéstop, pengusaha kedai/warung makan bisa menawarkan tempat istirahat bagi mereka yang lelah mencari Pokémon. Di Indonesia, ojek dan tempat wisata mulai aktif mengajak para pemain untuk menggunakan jasanya agar bisa leluasa mencari Pokémon.


pokemon-1


Bahaya bermain game maya di dunia nyata


Namun Dennis mengaku hanya kuat sehari memainkan Pokémon GO. Ia memutuskan untuk uninstall setelah ia berpikir, sekalipun seru, bermain Pokémon GO di dunia nyata bisa membahayakan.


Ia merasakan bahwa ia kehilangan kewaspadaan. Sekalipun ia terbiasa memakai peta digital untuk membantu menyetir, tetapi bermain Pokémon GO membutuhkan konsentrasi terus-terusan untuk menatap layar smartphone dan ini akan mengakibatkan pemain tidak peka pada sekitarnya.


Dennis juga mengamati Pokémon GO mengubah interaksi para pemain. Sekalipun para pemain berkumpul di satu Pokéstop, tapi satu-sama lain tidak tegur sapa. Berita-berita yang ia baca mengenai kecelakaan, pemain terjebak di kuburan karena terlalu asyik mencari Pokémon, perampokan juga mempengaruhi keputusannya untuk berhenti bermain Pokémon GO.


Kini timbul pertanyaan: berbahayakah Pokémon GO? Sampai sejauh ini, peristiwa kriminal dan kecelakaan tersebut hanya terjadi di luar negeri. Mungkin sebabnya karena Pokémon GO belum bisa diunduh resmi di Indonesia dibanding negara-negara lain. Kemungkinan lain, kejadian tersebut masih bisa dihindarkan di Indonesia.


Tapi yang jelas, ada bahaya lebih laten saat bermain Pokémon GO.


Persoalan pelanggaran privasi yang sempat mencuat saat bermain Pokémon GO. Bila masuk ke permainan dengan Google+ ada ketakutan para pengguna bahwa Pokémon GO bisa mengambil metadata pengguna akun Gmail dan membahayakan privasi pengguna. Sekalipun Google telah melakukan proteksi agar Pokémon GO tidak bisa membaca email-email pengguna, perlu dipikirkan persoalan bahaya lain yang mungkin timbul dari permainan Pokémon GO ini.


Pertama, diaktifkannya geolokasi pemain Pokémon GO. Karena berbasis Geo-MMO maka pemain memang harus senantiasa mengaktifkan geolokasi di smartphonenya dan ini telah lama dituding menjadi semacam “mata-mata” aktivitas mobilitas pengguna.


Sejarah mobilitas pengguna akan terekam dan tentu saja ini dapat menciptakan pola-pola yang bila jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggungjawab dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan tindak kejahatan. Orang yang mengaktifkan geolokasi akan lebih mudah diamati pergerakannya, dibanding yang tidak mengaktifkannya.


Kedua, dunia maya sudah cukup banyak menjerat penggunanya dengan ancaman pidana penjara. Dalam catatan SAFENET/Southeast Asia Freedom of Expression Network, di Indonesia sendiri, kegagapan berekspresi di dunia maya telah menjerat lebih dari 180 netizen yang dilaporkan ke polisi dengan pasal-pasal karet di dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sekalipun belum ada yang tersangkut karena permainan Pokémon GO, tetapi selalu ada celah pengguna aplikasi digital bisa ikut terpidana hanya gara-gara main Pokémon GO.


Sesimpel kejadian mengubah status Facebook saja sudah pernah menyebabkan 2 netizen bernama Hilda Puspita dan Tommy Virginanda mendekam di penjara Wirogunan, Yogyakarta. Gara-gara iseng mengubah status facebook menjadi “married to” Tommy Virginanda, mantan suami Hilda Puspita, Drs. Yana Karyana melaporkan Hilda Puspita dan Tommy Virginanda ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama. Di persidangan, Hilda diputus bersalah 3 bulan dan 7 hari penjara. Sedang Tommy diputus pidana penjara 2 bulan dan denda Rp 1 juta / 1 bulan kurungan. Apalagi kalau nanti gara-gara main Pokémon GO ada yang mengolok-olok di media sosial dan ada yang tersinggung, lalu berujung dengan tuntutan hukum berdasar pencemaran nama di UU ITE.


Tentu saja, jangan sampai bahaya buruk ini terjadi. Karena pasti akan sangat mengurangi serunya menangkap Pikachu!


[dam]


Artikel ini telah dimuat di portal Netz Indonesia. https://netz.id/news/2016/07/16/00316...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 16, 2016 05:11
No comments have been added yet.