Through close scrutiny of empirical materials and interviews, this book uniquely analyzes all the episodes of long-running, widespread communal violence that erupted during Indonesia’s post-New Order transition. Indonesia democratised after the long and authoritarian New Order regime ended in May 1998. But the transition was far less peaceful than is often thought. It claimed about 10,000 lives in communal (ethnic and religious) violence, and nearly as many as that again in separatist violence in Aceh and East Timor. Taking a comprehensive look at the communal violence that arose after the New Order regime, this book will be of interest to students of Southeast Asian studies, social movements, political violence and ethnicity.
Gerry van Klinken is an honorary research fellow at KITLV, where he worked as a senior researcher until 2018, and at the University of Queensland in Brisbane, Australia. Gerry became professor by special appointment of Southeast Asian Social and Economic History at the University of Amsterdam in 2013, and emeritus upon his retirement in 2018.
Gerry’s current research is moving towards the comparative history and politics of climate change adaptation in Asia (Indonesia, Japan, the Philippines and India). He coordinated international research projects on the provincial middle class in Indonesia (In Search of Middle Indonesia, 2006-2011), on citizenship and democratisation in Indonesia (From Clients to Citizens? 2012-2016), and on digital humanities (Elite Network Shifts, 2012-2016).
After gaining a MSc in geophysics (Macquarie University, Sydney, 1978), Van Klinken taught physics in universities in Malaysia and Indonesia (1979-91). Thereafter he moved into Asian Studies and earned a PhD in Indonesian history from Griffith University in Brisbane in 1996. After that he taught and researched in this field at universities in Brisbane, Sydney, Canberra, Yogyakarta (Indonesia), and now Leiden and Amsterdam.
In 1998 he became a frequent media commentator on Indonesian current affairs in Australia. He was editor of the Australian quarterly magazine Inside Indonesia between 1996 and 2002 and remains on the editorial board. From late 1999 to 2002 he was resident director in Yogyakarta for the Australian Consortium of In-Country Indonesian Studies (Acicis). In 2002-2004 he also spent nine months as research advisor to the Commission for Reception, Truth and Reconciliation in East Timor (CAVR).
Berbeda dengan pandangan umum mengenai kerusuhan atau kekerasan komunal di Indonesia yang cenderung antropoligis atau sosiologis, Klinken dalam buku ini mengenalkan sudut pandang politik untuk menganalisa kekerasana komunal di indonesia. buku ini membandingkan empat lokasi kerusuhan dengan eskalasi yang beragam yaitu di Poso, Ambon, Maluku Utara dan Kalimantan tengah. perbandingan tersebut dirangkai oleh klinken dalam satu model teori contentius politics yang diperkenalkan oleh Charles Tilly. Klinken berusaha mengurai berbagai kemungkinan, kronologi, spekulasi, pendapat dan fenomena nasional yang saling berkaitan dengan setiap kasus kerusuhan. titik tolak buku ini adalah pertanyaan mengapa setelah Orde Baru kerusuhan dan kekerasan komunal merebak dengan eskalasi yang cepat. menariknya, buku ini juga melakukan bantahan terhadap berbagai asusmsi populer seperti Konspirasi militer, karakter etnis dan perbedaan sebagai bibit kerusuhan. Kinken tidak memisah misahkannya melainkan menjalinnya dalam rajutan yang rumit dengan mengaitkan kejadian dengan praktik politik lokal di Indonesia. Buku ini dapat dijadikan referensi yang kuat dalam menganalisa kekerasan komunal di indonesia. saya sendiri sudah menghasilkan 2 tulisan yang di inspirasi oleh buku ini,
Buku "Perang Kota Kecil" karya Gerry van Klinken mengungkap sisi transisi menuju demokrasi di Indonesia setelah rezim Orde Baru. Dalam buku ini, penulis menganalisis episode-episode kekerasan komunal yang melanda Indonesia dengan skala yang besar dan berkepanjangan. Buku ini memberikan pemahaman komprehensif tentang peristiwa-peristiwa ini dan menjelaskan akar penyebabnya dengan pendekatan politik perseteruan. Anda akan menemukan analisis mendalam tentang episode kekerasan komunal di berbagai wilayah Indonesia.
Kesan pertama setelah membaca buku ini ialah penulis sangat memahami pembaca. Informasi serta thesis yang terkandung sangat mudah dicermati, sehingga pembaca tidak tersesat. Selain itu buku yang berfokus pada kajian sosiologi dan antropologi ini sangat membantu dalam membangun sintesa bahwa Orde Baru tak hanya jahat di sektor politik dan ekonomi.