Jump to ratings and reviews
Rate this book

Manusia Langit

Rate this book
MAHENDRA, seorang arkeolog muda, berusaha melepaskan diri dari kungkungan peradaban kampus. Ia kabur ke Banuaha, sebuah kampung di pedalaman Pulau Nias, yang diyakini penduduk aslinya sebagai tempat turunnya manusia dari langit. Di sana ia banyak belajar soal persamaan dan perbedaan antara dua dunia: dunia kampus di Yogyakarta dan dunia orang Nias di Banuaha. Persamaan dan perbadaan yang menyangkut prinsip hidup - mati, harga diri, pesta, juga soal... perempuan

Bagaimana kegundahan hati Mahendra saat jatuh cinta pada Saita, gadis Nias yang ternyata sudah dibeli pemuda kampung tetangga? Bagaimana kelanjutan nasib Yasmin, gadis asal Lombok, mahasiswinya di Yogyakarta? Bagaimana pula Mahendra akhirnya sampai pada kesadaran diri sebagai manusia langit?

Novel yang membawa kita menyelamai kultur Nias yang eksotik sekaligus hanyut dalam dunia kampus yang penuh romantika. Sebuah kisah cinta yang mengharukan dengan latar beragam budaya yang berbeda

224 pages

First published September 1, 2010

14 people are currently reading
108 people want to read

About the author

Jajang Agus Sonjaya

5 books15 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
19 (18%)
4 stars
40 (38%)
3 stars
36 (34%)
2 stars
9 (8%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 24 of 24 reviews
Profile Image for Mahisa Ajy.
24 reviews1 follower
August 28, 2013
PETUALANGAN saya dengan sebuah buku saya mulai kembali 4 hari yang lalu. Tak terasa 2 hari sesudahnya petualangan tersebut sudah berakhir. Buku yang saya baca kali ini yaitu berjudul Manusia Langit, buah karya dari J. A. Sonjaya. Dari judulnya saja mungkin sudah dapat ditebak, bahwa buku tersebut adalah sebuah novel. Ohya, jarang-jarang pula loh saya membaca sebuah novel hehe. Novel ini termasuk ke dalam kategori Novel Etnografis.

Apa itu Etnografis?

Menurut pencarian di lembah Google, kata Etnografi berasal dari bahasa Yunani. Ethnos dan Graphia. Ethnos yang berarti rakyat, dan Graphia yang berarti tulisan. Tepat sekali! Berarti Etnografi adalah tulisan tentang rakyat.

“Dari mereka, aku banyak belajar tentang esensi persamaan dan perbedaan, tentang diriku yang kutemukan dalam diri mereka, tentang diri mereka yang kutemukan dalam diriku, utamanya tentang harga diri yang di satu tempat dijunjung tinggi, tapi di tempat lain ternyata tak ada arti…”

Novel ini menceritakan mengenai kehidupan seorang pemuda bernama Mahendra. Mahendra adalah salah satu dosen di salah satu universitas yang berada di kota Yogyakarta. Di kota tersebutlah tersimpan sebuah cerita mengenai kehidupan kampusnya dengan salah seorang mahasiswinya, Yasmin. Namun, lama kelamaan ia harus menjauhi kota tersebut, kemudian “kabur” ke Banuaha, yaitu sebuah kampung yang berada di pedalaman Pulau Nias.

Kampung tersebut diyakini oleh penduduk aslinya sebagai tempat turunnya manusia dari langit. Di sana ia belajar soal persamaan dan perbedaan antara dua dunia: dunia kampus di Yogyakarta dan dunia orang Nias di Banuaha. Persamaan dan perbedaan yang menyangkut prinsip hidup-mati, harga diri, pesta, juga soal perempuan.

Tanpa disadari, lewat novel ini saya mempelajari sedikit banyak mengenai kehidupan di Nias. Misalnya, seperti penyembelihan babi yang sering sekali dilakukan untuk suatu kepentingan, yang biasanya menyangkut masalah harga diri. Semakin banyak babi yang dipotong maka semakin tinggi harga diri orang tersebut. Bahkan untuk meminang perempuan disana kita harus menyembelih puluhan ekor babi untuk sebuah pesta pernikahan. Apalagi kalau perempuan tersebut termasuk keluarga terpandang, maka semakin bertambah banyak pula syarat-syarat yang harus dipatuhi.

Terkadang, saya suka membandingkan kehidupan di Nias dengan kehidupan di Jawa. Misalnya, lelaki Nias tak boleh sembarangan berdekatan dengan salah seorang perempuan. Tak boleh memandangi perempuan terlalu lama, apalagi menciumnya, bisa-bisa masa disana yang bertindak. Syaratnya hanya satu, yaitu harus menikah terlebih dahulu. Dan menariknya orang Nias pun sangat patuh terhadap aturan tersebut. Di kehidupan di sekitar kita malah (katanya) terjadi hal yang sebaliknya, tidak hanya sekedar menatap, hal yang lain-lainnya pun bisa saja terjadi.

Mengenai manusia langit, saya baru sadar ternyata manusia langit adalah kita-kita yang sudah sangat nyaman sekali tinggal di “langit”, tinggal di kehidupan yang serba ada. Coba bandingkan dengan manusia bumi, mereka masih harus terus berusaha dan berusaha lagi untuk melangsungkan hidupnya

“Ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kampus melejit ke langit bagai roket, tetapi masyarakat di Banuaha tidak pernah merasakan manfaatnya. Orang kampus bisa dengan mudah masuk ke desa-desa dan mengakses informasi dari masyarakat melakui penelitian-penelitian. Namun, sebaliknya, orang desa sangat sulit mengakses informasi dari kampus. Bagi mereka, jarak ke kampus seperti antara bumi dan langit.”

Wahai manusia langit..

Tebarkanlah seluruh ilmu mu ke bumi, dimana sahabatmu manusia bumi berada. Jalinlah persahabatan dengan baik, bentuklah sebuah kisah menarik, dan ceritakanlah kepada seluruh sahabatmu yang ada di langit. Kemudian ajak mereka turun untuk bersama-sama membangun sebuah kehidupan bersama.

Maaf apabila ternyata terdapat informasi yang kurang tepat. Tulisan saya sepenuhnya bersumber pada novel manusia langit.
Profile Image for Iis Nisa.
10 reviews
Read
November 7, 2025
Novel Manusia Langit berkisah tentang masyarakat Nias melalui sudut pandang tokoh di luar Nias. Tokoh yang membuka kehidupan masyarakat Nias ialah Mahendra, seorang arkeolog yang juga merupakan dosen di salah satu universitas di Yogyakarta. Kandasnya kisah cinta juga kungkungan peradaban kampus yang membelenggu membuatnya memutuskan untuk pergi ke Banuaha, sebuah kampung di pedalaman Nias, Sumatera Utara.

Di Banuaha, ia diterima oleh keluarga Ama Budi yang memiliki dua anak bernama Budi dan Sayani. Hendra mengiringi pelariannya dengan mendaftarkan diri menjadi relawan gempa untuk membantu masyarakat Nias. Tidak hanya itu, Hendra juga melakukan penelitian ke situs yang belum pernah diungkap oleh para arkeolog dan menjadi guru di sekolah setempat. Pengalaman dalam berbagai peran yang ia jalani di Nias tersebut membuka pandangannya. Hendra melihat perbedaan-perbedaan yang menciptakan jurang pemisah antara Kampung Banuaha dan Yogyakarta sebagai tempat tinggalnya dahulu. Jurang pemisah tersebut melahirkan kontras yang signifikan antara wilayah manusia bumi dan langit. Hendra selalu merekam hal yang ditemuinya di Nias dengan menuliskan di buku catatan. Dalam perjalanan pulang Hendra ke Yogyakarta, kapal yang ditumpanginya diterjang badai. Hendra menitipkan pesan terakhir kepada salah satu penumpang yang selamat, yaitu menuliskan kembali catatannya agar dapat dibaca manusia langit.

Manusia langit dalam novel memiliki dua makna yang berbeda sehingga berpotensi menimbulkan ambiguitas persepsi pembaca. Berikut uraian penjelasan kedua maksud dari manusia langit. Manusia langit yang pertama dimaksud ialah sebutan masyarakat Nias terhadap asal-usul nenek moyang mereka.
“Dalam salah satu hoho asal kejadian manusia Nias disebutkan bahwa Sirao, leluhur Nias, diturunkan ke bumi dari langit…” (ML, hlm. 110).
Masyarakat Nias percaya bahwa nenek moyang mereka merupakan penduduk keturunan manusia langit yang turun ke bumi. Hal itu juga disampaikan oleh Hammerle (2001, hlm. 75) bahwa manusia langit diturunkan ke Tano Niha, nama asli dari Pulau Nias yang berarti ‘tanah manusia’, menjadi leluhur mado-mado atau ‘marga-marga orang Nias’.

Maksud kedua dari manusia langit ialah manusia yang hidup di kota, terutama mengarah kepada mereka yang dapat mengenyam pendidikan tinggi dan pembuat kebijakan negeri. Manusia langit versi ini merupakan konsep yang berasal dari ide sang penulis. Hal ini tergambarkan dalam kutipan berikut, “…ulah manusia langit di Jakarta” (ML, hlm. 108). Dari kutipan tersebut terlihat bahwa manusia langit merupakan manusia yang hidup di perkotaan, seperti Jakarta.

Selain itu, Sonjaya (dalam Maulita, 2011) mengatakan bahwa mitos manusia langit selaras dengan idenya tentang orang-orang kampus yang seharusnya membumi. Lebih lanjut Sonjaya mengungkapkan bahwa berangkat dari hal tersebut, ia menulis kedua dunia itu dalam perspektif antarbudaya yang reflektif. Perspektif manusia langit menurut Sonjaya ini menarik untuk ditelusuri lebih lanjut karena dapat mengungkapkan hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Sementara itu, manusia bumi merupakan masyarakat yang hidup di lingkungan yang menjadi latar novel ini, yaitu pedalaman Pulau Nias, khususnya di Kampung Banuaha dan Gunung Sitoli. Manusia bumi lahir dan dibesarkan di lingkungan yang terikat oleh adat istiadat Nias. Dua kelompok tersebut memperlihatkan sejumlah perbedaan signifikan yang menggambarkan kekontrasan di antara keduanya. Dari sinopsis cerita di atas, terlihat bahwa terdapat problem kontras sosial yang disuarakan melaliui para tokoh dan latar yang menjadi setting cerita.
Profile Image for andrea.
27 reviews
June 29, 2025
Literally I have no Idea what that ending was. The main character was also lowkey playing victim, when all of the things that happened was almost all consequences of his actions ?! Make it make sense. It's giving privilleged.
Profile Image for Grasia Lingga.
5 reviews102 followers
June 12, 2015
Buku "Manusia Langit" berkisah tentang seorang arkeolog muda, Mahendra, yang berjuang melepaskan diri dari ikatan peradaban kampus. Ia kabur ke Banuaha, sebuah kampung di pedalaman Pulau Nias, yang diyakini penduduk aslinya sebagai tempat turunnya manusia langit.

Di sana ia banyak belajar soal persamaan dan perbedaan antara dua dunia: dunia kampus di Yogyakarta dan dunia orang Nias di Banuaha. Persamaan dan perbedaan yang menyangkut prinsip hidup-mati, harga diri, pesta bahkan juga soal perempuan.

Novel yang membawa kita menyelami kultur Nias yang eksotik sekaligus hanyut dalam kehidupan dunia kampus yang penuh dengan romantika. Hingga sampai pada sebuah kisah cinta mengharukan dengan latar beragam budaya yang berbeda.

Buku yang diberi judul "Manusia Langit" merupakan novel etnografis yang di suguhkan Jajang A. sonjaya yang seorang akademisi, dan berhasil memadukan antara fiksi dan fakta. Dengan di latarbelakangi realitas etnografis yang sangat menarik. Mulai dari isu gender, pertahanan lingkungan sosial, bahkan perbedaan-perbedaan yang pelik karena keberagaman budaya.

Seperti yang tertulis pada salah satu bagian dalam cerita:
"benarkah kak yasmin bunuh diri ,bang?"
"Sepertinya begitu," jawabku lemah. "aku tidak tahu kelanjutan ceritanya karena aku langsung melarikan diri ke sini."
"kenapa kak yasmin nekat berbuat seperti itu ya?"
"demi melindungiku, Sayani, demi menjaga harga diriku."
"Tapi,harga diri seorang lelaki kan urusan lelaki, perempuan biarlah mengurus dirinya sendiri," sanggah Sayani. "kalau di sini, justru laki-laki yang harus melindungi perempuan, bukan sebaliknya; jatuh harga diri kita jika tidak bisa melindungi perempuan."

Dalam dialog tersebut, menjelaskan bagaimana peradaan pandangan dan nilai terhadap satu aspek kehidupan, yang dilatar belakangi jenis kelamin. Bagaimana seharusnya nilai-nilai itu dijaga oleh masyarakat pedalaman, sedangkan Mahendra yang dari kota menganggapnya sebagai hal yang biasa, walaupun di dasar hati, dia juga ingin melindungi

Dialog yang lain:
"Dahulu kala, orang jawa pun mengukur sensualitas perempuan bukan dari dada, melainkan betis. Kamu pernah dengar tentang Ken Arok?"
Pernah, waktu pelajaran sejarah di SMA dulu," terang Sayani, "Ada apa dengan Ken Arok?"
"ken Arok tertarik pada ken Dedes ketika melihat betis perempuan cantik itu yang tersingkap. ken Arok sama sekali tak tertarik pada buah dadanya, karena ia sudah biasa melihat perempuan bertelanjang dada dalam keseharian. hingga abad ke-19 para perempuan di Jawa, Bali, dan Lombok masih biasa bertelanjang dada. Setelah bisa menerima kehadiran agama, para perempuan di jawa mulai menutupi dada mereka dengan kain. Namun beberapa tempat, seperti Bali, mereka masih bertelanjang dada di tempat-tempat umum tertentu, misalnya ketika mandi, dan mencuci di sungai,"
Sayani hanya terkekeh."berari Bali sama seperti di sini."
"begitulah Sayani, sensualitas dan moral itu sangat di pengaruhi oleh kebiasaan,"
"Tapi," kata sayani mengingatkan, "jika abang menatap buah dada itu dengan tatapan penuh birahi, Abang akan kena denda."
"tentu, Sayani, aku tahu itu," aku memotong. "Itulah hebatnya di sini, orang Banuaha mempunyai kontrol sosial yang kuat yang mengalahkan hukum positif di kota. di sana banyak sekali persdlingkuhan dan perkosaan, sedangkan di sini tidak ada, bukankah begitu?"

Dari dialog tersebut, kita boleh mengerti bahwa bagaimana nilai-nilai yang harus dijaga, sebenarnya sudah bergeser. Bagaimana sisi baik dari masyarakat tradisional adalah menjaga dan tidak mengabaikan hal-hal yang menjadi bagian penting dalam struktural masyarakat, yaitu hukum yang di berlakukan untuk mengontrol perbuatan sosial, dan jika di banding dengan masyarakat perkotaan, mungkin hukum pidana pun sudah tidak menjadi hukum yang menakutkan lagi.

Dari pengalaman yang luar biasa, kita di ajarkan tentang esensi persamaan dan perbedaan tentang diri kita yang kita temukan dalam diri orang lain, tentang diri orang lain yang kita temukan dalam diri kita,utamanya tentang harga diri yang di satu tempat di junjung tinggi, tapi di tempat lain ternyata tidak ada arti.
Profile Image for Rae Hutapea.
16 reviews3 followers
July 14, 2013
Indonesia memiliki keragaman suku bangsa, adat sitiadat, keanekaragaman lainnya. Turunan kembali dari suku juga ada sub suku yang tidak mau disamakan dengan sub suku lainnya. Jika dihitung-hitung akan banyak sekali keragaman etnis dan budaya yang harus dipelajari untuk mengenal negara kita sendiri. Namun, akan terasa membosankan jika disajikan dengan monoton seperti pelajaran-pelajaran Antropologi atau pelajaran mengenai berbagai suku di Indonesia.

Manusia langit adalah salah satu novel etnografis yang mengambil latar belakang kehidupan di daerah Nias tepatnya di Banuaha. Sama seperti novel biasanya mengisahkan sesuatu tapi dengan unsur etnis Banuaha. Cerita yang ditulis tidak hanya berkisar dalam kehidupan di Banuaha tapi juga dikaitkan dengan kisah cinta dan kehidupan Mahendra, seorang arkeolog muda dari Tanah Jawa. Dalam cerita tersebut digambarkan bagaimana tradisi-tradisi yang ada di Banuaha, mulai dari kematian, pernikahan dan acara-acara adat lainnya yang menggunakan babi dan hewan ternak lainnya sebagai bentuk persembahan dan jamuan makan bagi tamu.

Selain sisi etnografisnya, novel ini di beberapa bagian menonjolkan unsur cinta. Mahendra yang tiba-tiba teringat dengan mantan kekasihnya yang seorang mahasiswinya sendiri di kampus dikaitkan dengan mitos yang berkembang di Banuaha. Dalam perjalannya di Banuaha juga, ia kembali jatuh cinta dengan seorang gadis disana. Namun, untuk mendapatkannya ia harus membayar sesuai dengan adat Banuaha untuk mendapatkan gadis tersebut.

Walaupun penulis merupakan seorang arkeolog, novel etnografis ini bagi saya lebih menonjolkan sisi antropologisnya daripada arkeologis karena hanya sedikit yang dikisahkan tentang penemuan benda zaman dulu oleh Mahendra. Penceritaan penemuan lebih dikisahkan diawal, tapi itu juga banyak bumbu antropologi. Di cerita antropologi lainnya, ia menceritakan benar-benar kehidupan dan peraturan adat lainnya di Banuaha yang mengakibatkan beberapa orang yang memilih keluar dari daerah tersebut untuk melakukan apa yang ia inginkan seperti. Sayangnya, beberapa istilah Nias dipaparkan di akhir cerita sehingga membuat pembaca harus membolak-balik kembali bagian yang sedang dibaca dengan daftar istilah. Terkadang saya bisa memahami istilah tersebut karena membaca bagian selanjutnya. Melalui novel ini, pembaca benar-benar dibawa ke dalam kehidupan di Pulau Nias tepatnya di Kampung Banuaha.
Profile Image for Manikmaya.
99 reviews40 followers
August 28, 2013
Kelebihan buku ini adalah :

1. Kekuatan utama buku ini bukanlah kata-kata yang terangkai indah melainkan setting budaya Niasnya yang bagus.

2. Penggambaran kondisi para sukarelawan di luar Pulau Jawa yang sangat jelas dan memukau.

3. Buku ini membeberkan kenyataan sebuah ironi bernama tradisi dari dua sisi yang berlainan. Selama ini opini yang berkembang hanya melihat tradisi dari 'sisi baiknya'. Sebuah usaha 'putus asa' dari para pecinta tradisi yang sayangnya tidak terlalu berhasil menarik kembali minat kaum muda kepada tradisi. Mengetahui sisi baik dan sisi buruk dari tradisi justru akan membuat tradisi tetap bertahan. Biarlah kaum muda mempertahankan apa yang baik dari tradisi dan meninggalkan yang tidak baik.

4. Jumlah halaman yang pas, tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal.

Kekurangannya adalah :

1. Akhir cerita yang terlalu dibuat-buat. Berbeda dengan akhir cerita di novel Bilangan Fu yang juga mengkisahkan perjalanan seseorang dalam kampung yang penuh tradisi, akhir cerita dalam novel ini terkesan dipaksakan.

2. Kutipan yang dipilih sebagai 'promosi' di cover kurang mengena. Ada banyak kutipan lain yang lebih mengena di dalam buku ini yang dapat ditampilkan di cover.
Profile Image for Reinita Afif Aulia.
33 reviews1 follower
December 9, 2011
Mahendra, seorang dosen antropologi, "melarikan diri" ke Nias setelah kekasihnya, Yasmin, bunuh diri. Di Kampung Banuaha, dia dihadapkan dengan kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan kampus, dimana adat di sana masih dijunjung tinggi walaupun terdapat pengaruh gereja juga. Di sana, dia menemukan cinta yang baru, Saita, seorang gadis lokal, yang ternyata 'sudah ditawar'.

Secara keseluruhan, ini novel yang lumayan ringan, yang habis aku baca hanya dalam waktu 2 jam saja. Bahasanya juga enak dan mengalir, walaupun kadang terasa seolah melompat dan baru kemudian ternyata tidak. *ngerti maksudnya?

Dari novel ini, gambaran seperti apa kehidupan suku Nias (yang terkenal lompat batunya di uang seribuan biru dulu) bisa dipelajari tanpa ada kesan menggurui. Yah, rasanya beribu-ribu kali lebih menyenangkan daripada membaca buku pelajaran, yang jelas. :)

Satu lagi yang saya setuju adalah filosofi menggiring bebek, terutama sebagai mahasiswa yang sering mengantuk di kelas saat dijejali berbagai ilmu (yang sebenarnya memang perlu). Saya rasa ilmu memang akan lebih mengena, diingat, dan diresapi ketika berdasar pada pengamatan dan pengalaman.

Terakhir, saya sih sebetulnya berharap ada peta sisipan Pulau Nias, buat yang males buka Atlas atau Google Maps, hahaha...
Profile Image for Muamaroh.
73 reviews1 follower
April 25, 2015
Novel ini sarat makna dan nilai budaya. Mampu membuka mata kita yang selama ini setengah tertutup dan tidak mampu melihat ke Bumi.

Sonjaya menggambarkan kita yang berada di lingkungan pendidikan tinggi seolah manusia langit. Sedangkan masyarakat, terutama yang berada di daerah pedalaman, sebagai manusia bumi. Kehidupan di "langit" kampus mempelajari dan menjadi sok tahu tentang kehidupan di bumi tanpa pernah benar-benar turun ke bumi.

Melalui novel ini, kita dapat mengetahui lebih dalam mengenai seluk beluk budaya Nias yang segala sesuatunya diukur dari seberapa besar pesta yang diadakan dan seberapa banyak babi yang bisa dipotong. Tentang bagaimana harga diri menjadi hal yang sangat krusial sampai-sampai seorang kepala desa rela jatuh miskin dan berhutang babi ke sana ke mari agar dihormati di masyaraktnya. Tentang bagaimana wanita nias sangat mahal harganya. Dan tentang bagaimana beratnya tugas seorang istri di nias. Sonjaya juga membuat perbandingan-perbandingan antara adat nias dengan adat di perguruan tinggi, yang berbeda namun ternyata serupa.

Sayang, alur cerita dalam novel ini terkesan terlalu dipaksakan di bagian akhir cerita. Bahkan tokoh-tokoh penting, termasuk tokoh utama, mati begitu saja.
Profile Image for Sukma Indah.
28 reviews3 followers
January 23, 2016
membaca novel antropologi biasanya akan terasa berat. Karena walaupun bentuknya novel, tetap saja ini adalah bentuk presentasi dari sebuah penelitian ilmiah.
Tapi, Jajang mampu menyajikannya dengan ringan. Saya pun menyelesaikannya dalam waktu sehari, efektif 3 jam.

Alur waktu yang maju-mundur, memang menguatkan pesan yang akan disampaikan.

Makin memahami bagaimana lain ladang lain belalang, akan lain pula pupuknya :) harga diri, identitas, dan gagasan pun muncul sebagai refleksi dari latar belakang yang berbeda-beda. Novel ini menyadarkan kita betapa harga tiap diri manusia adalah sama dalam hal nilai, tapi akan jadi sangat berbeda dalam satuannya.
Membaca dan menyelesaikan novel ini membuat saya makin bersyukur dengan nilai yang saya anut dan saya yakini.

Satu yang menurut saya mungkin akan lebih membantu pembaca adalah, sebaiknya penulis memberi catatan kaki langsung di halamannya langsung. Bukan di halaman tersendiri di bagian akhir. Berhubung banyak bahasa dan istilah daerah, jadi kadang tak fokus karena harus membolak-balik halaman ke halaman belakang.

Terlepas dari... mungkin saya termasuk pembaca yang malas..hehe..^.^
Profile Image for Ceisarpurba Purba.
36 reviews5 followers
February 6, 2013
Lumayanlah... memorablenya itu krn buku ini bisa sekaligus belajar budaya. Memang benar2 novel etnografis. IMO novel ini based on research di Pulau Nias, ttg budayanya, adat dan tempat2nya trus diambil benang merah melalui cerita. Yakin ane. Hoho...

Ceritanya sendiri sih klise, dosen UGM yang 'kabur' dari Jogja krn pacarnya yang MBC bunuh diri, trus dia menemukan 'hidup' di Nias yang berkedok penelitian. Mendapat pengalaman2 berharga dengan budaya nias dan menemukan kembali jati dirinya untuk kembali lagi.

Point yang bagus adalah bahwa manusia sering terikat dengan adat yang akan menyusahkan diri sendiri bahkan gak relevan lagi dengan dunia sekarang. Dan manusia punya pilihan, ikutin adat dan mendapat pengakuan namun susah krn pride itu sendiri, atau keluar dari adat yang jauh lebih mudah tapi akan dikucilkan. Sounds familiar.
Profile Image for Meita.
48 reviews8 followers
July 23, 2011
Buku ini sangat menarik untuk sebuah novel. Alur ceritanya jelas walau kadang ada flashback flashback ke masa lalu Hendra (sang tokoh utama). Tapi tetap tidak mengurangi fokus saya sebagai pembaca untuk mengikuti ceritanya.
Yang menarik dari novel ini adalah settingnya dengan tempat dan kebudayaan Nias. Buat saya, Nias termasuk tempat di antah berantah yang saya belum kenal walaupun itu masih tempat di Indonesia. Dengan membaca novel ini, saya jadi punya gambaran seperti apa kehidupan orang orang di Nias sana.
Sepertinya, setelah googling, memang itulah tujuan dari novel etnografi. selain untuk menyajikan sebuah kisah, juga memperkenalkan budaya yang menjadi latar dari cerita tersebut. Jadi buat saya,, tujuan novel ini tercapai.
Profile Image for Awal Hidayat.
195 reviews35 followers
July 12, 2013
Cool. The first etnography book i ever read.
Baru pertama baca yang beginian, langsung jatuh hati. So much love :*

Tentang kebudayaan; tentang romansa; semuanya jadi paket komplit all-in-one dalam buku ini. J.A. Sonjaya, (ga nyangka) seorang akademisi -yang jago nulis bisa bikin saya feel comfort buat membaca kata per kata yang dirangkai di kesatuan "Manusia Langit". Mahendra, dengan kisahnya yang berlatar Yogya, Nias, & tengah laut dikelilingi keluarga angkatnya, mantan kekasihnya, wanita yang sedang disukainya, orang-orang yang tidak disukainya benar-benar memberikan kesan mendalam tentang banyak anything.

Gaya kepenulisannya juga keren. Bahasanya yang cukup ringan, tapi masih terkesan mengkritisi keadaan yang ada. 4 stars for the book.
Profile Image for Hanny.
52 reviews
November 20, 2011
Well... Bukunya tergolong 'ringan' dan cepat diselesaikan. Jadi lebih dari seminggu ini pun karena tidak disentuh berhari-hari. Isinya menarik, membuka wawasan saya tentang kebudayaan Nias (sekaligus membuka luka lama presentasi Sistem Kalender Nias saya dulu yang dianggap kurang sempurna -_-). Tapi, saya malah kehilangan 'greget' di bab-bab terakhir buku ini. Ada beberapa bagian ceritanya yang terkesan seperti ingin cepat-cepat selesai.
Profile Image for Fauzi Atma.
Author 2 books3 followers
October 13, 2012
Mahendra pergi ke Nias untuk meneliti suku Banuaha di sana. Ada indikasi bahwa dulu terjadi pembantaian bayi, yang orang-orang sekitar bilang setanlah pelakunya. Kenyataan diungkapkan. Orang-orang tak menerima. Semakin lama Hendra, panggilan akrab Mahendra, di sana, semakin terkuaklah bahwa adat hanyalah sesuatu yang sia-sia, terlalu banyak mudaratnya. Kemudian ternyata pelariannya ke Nias juga untuk menghindari masa lalu kelamnya, yang kemudian berimbas ke kehidupannya saat itu.
Profile Image for Lita Nala Fadhila.
5 reviews1 follower
March 15, 2015
wow...awesome!!!!
wajib baca bagi yg ngaku cinta indonesia, karena manusia langit membuka mata dan pikiran kita bahwa Indonesia bukan cuma Jawa saja. Indonesia sangat beragam dan menakjubkan. Keberagaman sukunya mungkin tidak akan habis dikaji dalam sebuah disiplin ilmu mana pun. Akan ada hal yang dapat dikaji terus dan lebih mendalam...kereeeen buku ini!!!!jadi pengen menjelajahi pulau2 kecil dan terpencil yang bahkan tidak terpikirkan sama sekali...:D
Profile Image for Faaqih Irfan.
35 reviews4 followers
February 16, 2013
Novel arkeologis seorang pemuda Jawa yang mencoba menjadi orang Nias, objek arkeologis yang ditelitinya. Sebuah kisah yang secara tersirat memberikan pemahaman arkeologis dan antropologis mengenai suku bangsa Nias di dekat Sumatera yang percaya bahwa mereka berasal dari langit. Kisah yang juga dipenuhi dengan intrik-intrik sosial si pemuda dengan suku Nias itu sendiri. Sebuah kisah yang sejujurnya berawal dari pelarian dirinya dari kehidupan di Yogyakarta.
Profile Image for Niken Anggrek.
Author 1 book3 followers
November 11, 2011
Menyenangkan ada novel yang berlatar kedaerahan seperti ini. Membaca buku ini memberi pengetahuan tentang adat istiadat suku nias.

Kekurangannya, novel ini malah lebih mirip semacam tulisan perjalanan (kisah nyata) dibandingkan dengan novel. Agak tanggung untuk memisahkan kehidupan nyata penulisnya dan bumbu novelnya yang menurut saya terlampau dipaksakan.
Profile Image for Famega Putri.
Author 1 book12 followers
November 20, 2012
Beli buku ini karena diskon pameran buku, ternyata bukunya bagus! Suka sekali dengan latar etnografi dan arkeologinya, juga cerita kehidupan kampus di Jogja. Tapi endingnya agak nyebelin (karena aku penggemar happyending) tapi bagus karena nggak biasa dan tak diduga (tapi kenapa bisa begitu.. agak maksa sih).
Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
December 26, 2012
3.5 bintang.

Banyak pertanyaan yang timbul saat saya menyelesaikan membaca buku ini, pertanyaan seputar sikap Mahendra, pemuda Jawa yang cukup terpelajar (dia itu dosen, kan?) namun terasa tidak punya akar saat menapak di bumi Nias.

Pertanyaan2 yang yah... kapan2 saja lah saya tanya, kalo ketemu yang bisa jawab :p
Profile Image for Nadira Erawan.
48 reviews20 followers
January 26, 2011
Jempolan. Suka tema etnografis yg diangkat. Apalagi ttg suku di pedalaman Nias. Membawa vision baru aja :)
The best part nya adl novel ini tetep ga membosankan dan alur cerita masih jelas.
Profile Image for Her.
8 reviews
July 23, 2013
gambaran kebudayaan di Nias tersaji apik di alur ceritanya.
berasa belajar sejarah tapi dengan bacaan yang nggak membosankan :)
Profile Image for Anna Windri.
7 reviews66 followers
August 12, 2017
detail banget nyeritain buadaya nias. tp sayangnya budaya lompat batu tidak diceritakan. waaaah jadi pengen ke nias ^^
Displaying 1 - 24 of 24 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.