Jump to ratings and reviews
Rate this book

Maut dan Cinta

Rate this book
Roman yang berupa jalinan cerita percintaan, petualangan dan perjuangan ini menampilkan dengan jelas keinginan asasi pengarangnya yang hendak mengingatkan kembali para pembaca kepada dasar-dasar perjuangan di awal revolusi di mana setiap orang ikhlas menyerahkan jiwa raganya untuk revolusi, dan percaya bahwa para pemimpin tak mungkin menyeleweng untuk kepentingan pribadi.

Paperback

First published January 1, 1977

16 people are currently reading
186 people want to read

About the author

Mochtar Lubis

92 books200 followers
Mochtar Lubis lahir tanggal 7 Maret 1922 di Padang. Mendapat pendidikan di Sekolah Ekonomi INS Kayu Tanam, Sumatera serta Jefferson Fellowship East and West Center, Universitas Hawai. Aktif sebagai penerbit dan Pemimpin Redaksi Harian Indonesia Raya Jakarta. Memperoleh Magsaysay Award untuk jurnalistik dan kesusasteraan, Golden Pen Award dari International Association of Editors and Publishers, Hadiah Sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional, Hadiah Penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia, Hadiah dari Departemen P dan K tahun 1975 bagi novelnya "Harimau! Harimau!", dan Hadiah sastra dari Yayasan Jaya Raya untuk buku terbaik tahun 1977-1978, tanggal 15 Desember 1979, untuk romannya "Maut dan Cinta".

Buku-bukunya yang telah terbit antara lain: "Senja di Jakarta", "Jalan Tak Ada Ujung" (terbit dalam berbagai bahasa), dan "Etika Pegawai Negeri" (ed.bersama James Scott). Selain itu ada juga buku-buku tentang liputan dan pers, bacaan anak-anak, dan dua ceramah yang diterbitkan sebagai buku, yaitu "Manusia Indonesia" dan "Bangsa Indonesia". Semasa hidupnya beliau menjadi Anggota banyak lembaga penting, seperti Pimpinan Umum majalah Horison, Editor majalah Media (yang diterbitkan di Hongkong oleh Press Foundation of Asia); anggota Board of the International Association for Cultural Freedom, dan anggota Board of the International Press Institute (Zurich).

Beliau juga banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah lingkungan hidup dan masalah-masalah ekologi. Mengalami tahanan penjara selama 9 tahun (1956-1965) dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno; dan pada tahun 1974 mengalami dua bulan tahanan setelah terjadinya peristiwa "Malari" bersamaan waktunya dengan pembreidelan Indonesia Raya. Beliau juga pernah menjadi Direktur Yayasaan Obor Indonesia.

Bibliography:
* Tidak Ada Esok (novel, 1951)
* Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (1950)
* Teknik Mengarang (1951)
* Teknik Menulis Skenario Film (1952)
* Harta Karun (cerita anak, 1964)
* Tanah Gersang (novel, 1966)
* Senja di Jakarta (novel, 1970)
* Judar Bersaudara (children story, 1971)
* Penyamun dalam Rimba (children story, 1972)
* Manusia Indonesia (1977)
* Berkelana dalam Rimba (children story, 1980)
* Kuli Kontrak (1982)
* Bromocorah (1983)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
30 (26%)
4 stars
37 (33%)
3 stars
36 (32%)
2 stars
7 (6%)
1 star
2 (1%)
Displaying 1 - 16 of 16 reviews
Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
October 21, 2020
Padahal saya udah bersiap untuk akhir kisah yang begitu dramatis dan revolusioner... Eh taunya, ehehee...

Mungkin mendiang Pak Mochtar dulu udah kelamaan pegang naskah ini gak kelar kelar. Mulai ditulis sejak dipenjara oleh rezim Sukarno tahun 1965, dan baru terbit tahun 1977... mungkin gairah awal tentang romantisme nasionalis yang tadinya menggebu-gebu jadi terkikis.

Garis besar cerita, ternyata Indonesia punya kisah tokoh a la James Bond Agen 007. Namanya Mayor Sadeli, agen intelijen yang di awal tahun 1947 ditempatkan di Singapura sebagai "jangkar" untuk menjaga hubungan internasional pemerintah RI yang baru merdeka. Sadeli atau Eddy, pertama punya tugas melacak Kapten Umar Yunus agen sebelumnya yang menyeleweng dari dinas. Selain itu, ia juga harus mendapatkan dana serta dukungan militer bagi republik kita tercinta. Macam Mr Bond, Mr Sadeli juga loncat-loncat lokasi dari Singapura ke Bangkok, Hongkong, hingga Makau, untuk berkontak dengan perwakilan negara lain, baik yang terbuka macam Inspektur Hawkins dari Inggris, para tentara bayaran veteran Perang Dunia, maupun pelarian politik dari Cina Komunis. Ada pula adegan kejar-kejaran dengan kapal perang Belanda di perairan pulau-pulau kecil sekitar Selat Malaka. Ditambah lagi, pertemuan dengan perempuan-perempuan aneka bangsa yang menggoda fisik dan batin.

Tetap sih, begitu banyak dialog dan perenungan tokoh di dalamnya yang begitu mencerminkan pikiran nasionalis Pak Mochtar tentang alam kemerdekaan. Hal-hal yang membuat saya merinding, karena apa yang dulu beliau pikirkan, terjadi sekarang, tahun 2020 ini.

Bintangnya nggak bisa 4 penuh, akibat kacaunya penyuntingan yang berantakan saat edisi cetak tahun 1992 ini dipindahkan menjadi buku digital, mungkin tanpa ada penyelaras aksara. Sayang banget.
Profile Image for Vaya Fitria.
7 reviews
July 28, 2012
Pemimpin Indonesia harus banget baca ini, Dimana quote-quote kepercayaan pada pemimpin bangsanya dimasa yang akan datang ada sangat-banyak-halaman dalam buku ini.
Profile Image for dhit.
44 reviews2 followers
July 24, 2021
I find Indonesian historical fiction exciting! Looking at post-proclamation Indonesia from a different perspective than the school books we were force-fed. Personally, to me, This book is a product of its time. Reading it as a woman in the year 2021 doesn’t make it easy. You can see from the phrasing that its Unbearably In The Male Gaze. But even if you take that aspect away, objectively, the writing wasn’t that compelling. Every philosophical debate the characters engage are repetitive. Nothing challenged the main character. Sadeli is idealistic, optimist, and his ideas are utopic. Sadeli is a good character to boost morale, but he isn’t a realistic character, or at least almost inapplicable in modern standards. But no seriously the conversations were so repetitive the characters literally say THE same thing they said 10 pages ago.
1 review2 followers
Read
September 24, 2008
this is a very good story..........it got special attraction 4 u 2 continue reading it!!!!!!!!!!
Profile Image for Nina Majasari.
133 reviews3 followers
June 29, 2024
Buku yang saya punya merupakan cetakan kedua tahun 2018, dengan desain sampul yang bagus dan kekinian, beda jauh dengan sampul lawas yang tercantum di Goodreads.

Novel ini kayaknya perlu dibaca generasi muda deh. Untuk mengingatkan kalau kemerdekaan yang kita nikmati sekarang adalah hasil dari perjuangan panjang dan melelahkan. Begitu banyak pertarungan antara hidup dan mati.

Mochtar Lubis menceritakan suasana pasca kemerdekaan, sekitar tahun 1947, 3 tahun setelah Indonesia merdeka, dengan sudut pandang yang tidak kita dapatkan dalam pelajaran sejarah di bangku sekolah.

Bercerita tentang Mayor Sadeli atau Eddy, seorang anggota dinas intelijen Indonesia yang ditugaskan ke Singapura untuk menyelidiki Kapten Umar Yunus, intel sebelumnya yang ditugaskan ke Singapura dan dicurigai menyelewengkan dana revolusi.

Selain itu, Sadeli juga ditugaskan untuk memperluas jaringan kerja sama dan dukungan militer, seperti negosiasi dengan orang-orang asing di Singapura untuk pengadaan perlengkapan senjata dan alat komunikasi.

Tidak hanya berkutat di Singapura, Sadeli juga berpindah-pindah ke Thailand, Hongkong sampai Macau.

Novel ini juga terdapat adegan action. Adegan tembak-tembakan, kejar-kejaran dengan kapal perang Belanda di perairan pulau-pulau kecil sekitar Selat Malaka hingga berdarah-darah.

Tidak hanya adegan yang heroik, bahkan renungan Sadeli pun heroik. Bisa dibilang 50% novel ini isinya renungan Sadeli tentang nasionalisme yang dalem banget, sampai saya aja tercengang.

Waduh, saya baca novel ini sampai malu sendiri. Jarang sekali hari ini generasi kita yang sampai overthinking seperti Sadeli, punya jiwa patriotisme yang tinggi dan terus menerus mikirin bangsa. Seserius itu si Sadeli. Eh, mungkin begitulah tentara ya.

Namun, namanya pria lajang, disela-sela mikirin bangsa, dia juga sering berpikir mesum sambil memikirkan nasibnya sebagai kaum jomblo.

Dalam kesendiriannya Sadeli bertanya-tanya, mengapa ia tak seperti Ali Nurdin yang sudah siap menikah dengan Nani? Apakah ia terlalu menomorsatukan pekerjaannya? Ataukah memang belum ada wanita yang bisa membuatnya jatuh cinta?

Padahal ya, kelakuannya udah kayak James Bond kw, sok cool gitu, yang setiap saat gonta-ganti dengan banyak wanita. Sumpah, banyak banget, hampir di tiap bab muncul nama wanita baru. Sampe males ngitung totalnya.

Terus terang saya butuh waktu berminggu-minggu untuk baca buku yang lumayan tebal ini. Buat saya rada membosankan akibat bahasanya lumayan jadul. Mungkin juga karena tidak ada editornya, jadi begitulah hehe..

Sebelumnya saya sudah baca bukunya Mochtar Lubis yang “Harimau! Harimau!” dan “Jalan Tak Ada Ujung.” Kedua buku tersebut saya kasih nilai 5/5, walaupun belum saya ulas di Goodreads.

Jadi espektasi saya cukup tinggi ketika baca ini, dan berujung kecewa dong. Bukan tidak bagus, tapi saya kelelahan dengan bahasanya bertele-tele, tidak sat set seperti 2 buku sebelumnya yang saya baca.
Profile Image for Maya Murti.
205 reviews8 followers
June 30, 2023
Skor: 3,5/5

Buku ini barangkali menjadi salah satu buku yang paling mendekati dalam penggambaran suasana pasca-kemerdekaan. Bercerita dari sudut pandang Sadeli, seorang anggota dinas intelijen yang bertugas dalam jual-beli senjata dan alat komunikasi. Ia terbang ke Singapura, Thailand, Hong Kong, dan Macau. Dalam suasana ketegangan antara Indonesia dan Belanda, Sadeli harus mengontak beberapa orang yang mau bekerja sama mengangkut barang-barang "belanjaan" kebutuhan revolusi.

Dalam upaya mengontak orang-orang itu, Sadeli dihadapkan pada pertanyaan, apakah pemimpin-pemimpin kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Amir, dll akan sanggup mempertahankan integritasnya setelah Indonesia lepas dari ancaman Belanda. Bukankah mudah sekali bagi orang yang memegang tampuk kekuasaan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, terlebih keadaan negeri saat itu miskin dan kacau balau? Sadeli selalu menampik keraguan orang-orang ini, dan menjawab bahwa para pemimpin itu sudah terbukti rela berkorban saat kemerdekaan. Ia yakin sepenuhnya terhadap masa depan Indonesia yang cerah.

"...Begitulah, Eddy, kemerdekaan negara saja belum cukup, Bukan jaminan akan terciptanya kebebasan dari ketakutan, kebebasan dari kelaparan, kebebasan menyatakan pikiran, kebebasan beragama. ..."


Selain ketaatannya pada tugas, kisah Sadeli juga diwarnai dengan interaksi bersama wanita. Banyak wanita yang singgah dan memercik gairahnya hingga menghabiskan malam-malam bersama mereka. Namun Sadeli juga akhinya bertanya-tanya, mengapa ia tak seperti Ali Nurdin yang sudah akan menikah dengan Nani? Apakah ia terlalu mengedepankan tugas? Ataukah ia memang belum bertemu si dambaan hati?

Jika pembaca tahu latar belakang Mochtar Lubis, maka buku ini akan terasa secara riil memuat pengalamannya saat hidup di era kemerdekaan dan pasca-kemerdekaan. Juga profesinya sebagai jurnalis dan kegemarannya pada penerbangan. Serta pemikirannya mengenai karakter bangsa Indonesia yang sudah dituangkannya dalam Manusia Indonesia. Buat saya, buku ini juga ibarat data tangan pertama tentang pemikiran-pemikiran 'Indonesia kaya akan sumberdaya alamnya, maka dari itu harus dimanfaatkan untuk pembangunan'. Sebuah pemikiran yang saya dengar dan baca waktu masih di bangku sekolah, yang kini mulai terdengar naif dengan munculnya berbagai kajian ekonomi dan lingkungan.

Saya sempat berharap Sadeli akan menemukan realita pahit dari idealisme perjuangannya. Ternyata, penulis memutuskan menjadi lebih pemurah untuk Sadeli, walaupun ia telah menulis prakata yang mengungkapkan betapa herannya ia pada seorang pemimpin yang dulu ia kagumi kemudian berubah menjadi nyaris diktator.
Profile Image for Kurnia Dwi Aprilia.
216 reviews4 followers
December 24, 2020
Baca novel ini di Ipusnas. Setelah 5x pinjam, akhirnya selesai juga. Sepertinya ini buku terkahir di tahun ini yg bisa terselesaikan. Jadi, dari target 45 buku, hanya 12 yg selesai dibaca di 2020. Padahal 2020 banyak stay at home. It's okay, mungkin bukan hanya kuantitasnya yg harus direvisi, melainkan kualitas bacaannya.
Buku ini rekomendid sih buat yg suka cerita sejarah dan perjuangan. Jadi isinya itu tentang kisah perjuangan seorang pemuda bernama Sadeli yg mempersembahkan dirinya untuk perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Banyak pesan2 kemerdekaan di novel ini. Ttg ketamakan manusia, ttg kemerdekaan, ttg ramalan akan perilaku pemimpin setelah berhasil merebut kemerdekaan, dll, dan ternyata ramalan2 akan kekhawatiran2 tsb sebagian besar memang terjadi saat ini setelah sekian tahun kemerdekaan Indonesia diraih.
Ada juga kisah tentang bagaimana Indonesia menjual hasil buminya ke luar negeri dimana dana hasil penjualannya digunakan untuk perang. Bagaimana proses penyelundupan senjata dan radio ke Indonesia, bagaiamana mematamatai pergerakan musuh dari Singapura, bagaimana membangun relasi dengan luar negeri, bagaimana mendatangkan pesawat untuk Indonesia, dll.
Banyak part2 heroik juga dalam novel ini. Saat Sadeli dan teman2nya berjuang melawan pasukan Belanda di perbatasan perairan Pulau Sumatera hingga berdarah-darah.
Bagi saya yg malah agak mengganggu dari novel ini adalah kisah petualangan cinta si Sadeli. Ntah kenapa, gara2 kisah cintanya saya jadi agak memandang buruk pejuang dari segi itu. Kayak yg 'menggampangkan' gitu lah.
Tp kisah cinta Nani dan Ali Nurdin malah bikin sedih. Ya, begitulah takdir.
"Tak ada perjuangan yg tidak minta korban. Jika manusia hendak mengubah nasibnya, maka dia harus berani dan mau memberikan pengorbanan. Jika perlu sampai mengorbankan nyawanya sendiri."
(Halaman 209)
Profile Image for Rina Noviyanti.
Author 1 book5 followers
March 4, 2020
Mengingatkan kita bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini diraih dengan pertarungan hebat hidup dan mati. Mochtar Lubis menyajikan peristiwa sejarah lengkap dengan kesan dan intensitas kejadiannya, sesuatu yang tak kita dapati di bangku sekolah ketika membahas sejarah. Selain hal semikro perasaan, ia pun tak luput menghubungkan peristiwa lokal dengan peristiwa global. Saya pribadi selalu tertarik mengenai perasaan universal yang ada dalam setiap karya sastra, betapa dari karya abad lalu seperti Hugo dan Dostoevsky, kemudian Pram, Tohari dan Lubis, saya masih merasakan perasaan-perasaan yang sama dengan yang dialami tokohnya. Betapa manusia bisa berubah dan tak berubah secara bersamaan.
Profile Image for Sana Azzahro.
14 reviews8 followers
March 4, 2019
Maut dan Cinta ini menceritakan tentang revolusi, perjuangan, juga kisah cinta yang sangat bagus. :)
Seru deh!
Profile Image for Nok Asna.
4 reviews1 follower
April 7, 2019
Buku ini recommended sekali. Berhasil mengaduk-ngaduk emosi saya sebagai pembaca.
21 reviews1 follower
October 15, 2019
When I read this, it felt like sarcasm and irony to current situation in Indonesia. This kind of books should have been introduced earlier in our education system.
Profile Image for Hendra Putra.
31 reviews2 followers
August 23, 2021
Bisa jadi karena beliau memang pernah hidup di zaman Belanda, Jepang, Kemerdekaan, dan mendapatkan beberapa tugas jurnalistik selama masa tersebut, beliau bisa menggambarkan dengan sangat baik perjuangan para pejuang saat itu. Dalam hal ini, Mochtar Lubis spesifik membahas tentang intelejen Indonesia yang bertugas membeli senjata gelap dari Singapura dengan cara menjual gula, dimana memang produksi gula Indonesia sangat besar saat itu berkat pabrik-pabrik bekas Belanda yang ada di Jawa.

Yang paling penting adalah, buku ini didedikasikan untuk para pilot asing yang ikut membantu perjuangan Republik Indonesia dalam menyelundupkan senjata dan berbagai kebutuhan perjuangan lainnya. Senjata tidak hanya dibeli dari Singapura, melainkan Hongkong, Burma, Thailand, dan berbagai tempat di Asia Tenggara lainnya.

Sebagian asing itupun ada yang gugur saat bertugas, walaupun mereka bukan orang Indonesia, setidaknya mereka mau membantu perjuangan orang yang berbeda ras dengan mereka.
Profile Image for Nanto.
702 reviews102 followers
September 30, 2007
Isinya tidak se-geuleuh judulnya kok. humanisme universal yang diulang-ulang dalam beberapa halaman buku ini. Beberapa setting ceritanya sendiri mengingatkan saya akan The other Lubis yang ng-intel itu.
kalo gak salah ditulis waktu Mochtar Lubis dipenjara rumah itu bukan yah?
Profile Image for Cennis.
1 review
September 23, 2016
good
This entire review has been hidden because of spoilers.
Displaying 1 - 16 of 16 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.