Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.
Bagi kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?
Lalu, saat kau berkata, "Aku mencintaimu", aku merasa senja tak lagi membawa cerita bahagia. Mungkinkah kata-katamu itu ambigu? Atau, aku saja yang menganggapnya terlalu saru?
"Aku mencintaimu," katamu. Mengertikah kau apa artinya? Mengertikah kau kalau kita tak pernah bisa berada dalam cerita yang sama, dengan senja yang sewarna?
A woman with passion in both reading and writing and has written a few books in both English and Indonesian. Used to work as a freelance reporter for an in-house magazine and a fashion journalist/contributor in http://www.fasity.com, an Indonesian fashion community.
Some fictions have been published online and in a number of magazines. Her published novels are: Kenangan Abu-Abu (February 2008), Ai (February 2009), Refrain (September 2009), Glam Girls Unbelievable (December 2009), Remember When (March 2011), Unforgettable (January 2012), Truth or Dare (Gagas Duet May 2012), Melbourne: Rewind (2013), SCHOOL Tomodachi (2014), Happily Ever After (2014), Girl Meets Boy (2015). Winna's non-fiction book is Draf 1: Taktik Menulis Fiksi Pertamamu (September 2012). She has also participated in an anthology book about traveling - The Journeys (March 2011).
Currently writing numerous short stories collection and novels.
She enjoys curling up with a good book, with the radio turned on and a cup of tea :)
Winna can be reached via email at winna.efendi@gmail.com or her official blog http://winna-efendi.blogspot.com and Twitter/FB: @WinnaEfendi or fanbase @Winnadict
Duh, telat banget baru baca buku ini. Jadi malu sendiri. Itu pun karena kepengen nonton filmnya, sih. :D
Novel ini berkisah tentang dua pasang remaja SMA yang berbeda karakter. Yang nerd pacaran sama yang nerd dan yang populer pacaran sama yang populer. Kalo secara penilaian sekilas sih ya wajar aja pilihan mereka seperti itu. Tapi setelah melewati waktu pacaran yang cukup lama, mereka merasa membuat pilihan yang salah. Karena sesungguhnya cinta itu seperti magnet. Butuh dua kutub yang saling bertolak belakang untuk bisa nyambung. Bener, kan? Itu sih salah satu tema buku ini.
Selain itu, buku ini memberikan pesan untuk berani bersikap jujur sama perasaan kita yang sesungguhnya, meski, mau tidak mau, kejujuran itu akan menyakiti perasaan orang lain. Jadi menurutku nih, buat anak muda (Ya aku emang gak muda lagi. Setidaknya bukan ABG lagi kayak karakter novel ini, tapi masih suka baca buku ABG sih, lol) mendingan jangan buru-buru ngungkapin perasaan. Apalagi memberikan virginity kamu, seolah kalian berdua akan hidup berdua selamanya. Jalan di depan masih panjang, guys! Masih banyak pilihan lain di luar sana yang mungkin akan bikin kamu ngiler dan berpikir ulang kalo ternyata kamu gak cocok sama pasangan kamu sekarang. Ah, tapi, jangankan ABG. Orang dewasa juga kadang suka salah penilaian sih. Jadi wajar aja mengalami perubahan karena perasaan itu dinamis, seperti halnya politik, haha. Selama kalian gak pacaran yang super bebas seperti salah satu tokoh di novel ini.
Buat novel debut, aku menikmati perjalananku membaca buku ini. Temanya bukan hal baru dalam dunia remaja, tapi ya memang gaya penulisan Winna yang mengalir sangat enak untuk diikuti. Sudut pandangnya dari masing-masing karakter. Ada POV Freya, Gia, Moses, Adrian, dan bahkan Erik.
Bagian favoritku yang ngena banget adalah waktu . Selain itu aku juga suka banget waktu percakapan Gia sama teman bulenya, Kylie. Menurutku itu menohok banget.
Bagian yang paling gak aku suka adalah soal . Terus aku juga bingung gimana ceritanya Gia dan Freya bisa temenan. Awal perkenalannya kurang memuaskan. Secara yang satu nerd dan yang satu populer. Kalo Moses sama Adrian kan emang mamanya udah pada saling kenal. Atau aku ada yang kelewat ya, soalnya pacar mereka kan pada temenan. Jadi apa sejak itu mereka temenan? Seingatku sih gak gitu juga. Hmm, mungkin aku harus baca ulang (Kalo gak males, lol)
Satu hal lagi yang bikin perdebatan pribadi. Ada kalimat ini:
Akhir-akhir ini, memang ada seorang penggemar rahasia yang kerap kali meletakkan sekuntum mawar di dalam loker.
Aku kira akan ada pengungkapan sosok pengagum rahasia itu. Dan aku udah punya dugaan sendiri soal sosok itu. Tapi ternyata gak ada apa-apa di akhir cerita. Malah aku sempat lupa soal ini. Baru inget pas baca ulang bagian yang aku garis bawahi. Apa aku bener-bener ada yang kelewatan ya? :(
gak mau melebih-lebihkan ketika kukatakan kalau buku ini mampu mengaduk - aduk emosi dan perasaanku. Smua emosi kumpul jadi satu, mulai dari senang, bahagia, benci, sedih, kecewa, khawatir,dsb. Kenapa tidak? Ketika kubaca soal Adrian menembak Gia dgn cara yang begitu romantis, aku tersenyum dan tersipu malu seakan aku lah yang sedang ditembak Adrian.
Ketika sampai dibagian Freya yang walau pembawaannya introvert tapi sbenarnya dia ingin sekali dipeluk,berpegangan tangan dengan Moses, dan berkencan layaknya Gia dan Adrian yang gaya pacarannya heboh dan mesra.
Ketika Adrian harus kehilangan orang yang paling berarti dalam hidupnya, ketika dia tak kan bisa lagi melihat senyum orang tersebut.
Ketika Gia dan Moses tau akan kebenaran yang selama ini seakan tertimbun oleh kebohongan dan kepura-puraan.
Ketika akhirnya Gia bisa merelakan semuanya.
Aku menangis
Ketika orang dengan mudahnya bilang, persahabatan lebih penting daripada percintaan, teman lebih penting dari pacar, rasa-rasanya itu tak sepenuhnya benar, walaupun tak berarti salah. Bisakah kita berdiri dengan tegak ketika kita bersama dengan orang yang kita cintai ketika kita tau bahwa dia mencintai orang lain, dan orang lain itu adalah sahabat baik kita.
Cinta tak harus memiliki, ketika kita akhirnya merelakan mereka pergi, kita hanya bisa berharap agar mreka akan bahagia pada akhirnya. Aku rasa itulah arti cinta yang sebenarnya :)
When you make decisions, you deal with consequences. Don't expect anything in return. Tak ada artinya jika tubuhnya berada disamping kita, tapi hatinya tak pernah menjadi milik kita, tak pernah benar-benar ada disamping kita. Jadi ketika tau pada akhirnya Gia merelakan Adrian pergi, hanya satu kata yang bisa kuucapkan : salut. Gak mudah untuk melepaskan orang yang kita kira akan melewati hari hingga tua dengan kita, orang yang kita kira adalah soulmate kita, orang yang sudah menyatu dgn kita baik jiwa maupun raga. pasti sulit banget rasanya.
Being able to live with or without someone is just a matter of perspective.
Diri kita sendiri yang nentuin kita bakal bahagia atau gk. Diri kita jugalah yang nentuin kita sedih atau senang, suka atau duka.
Kasih 5 bintang karena cinta berat ma kovernya, isinya dan halaman kertas serta seni lukisnya di setiap chapter yang indah ^^
Buku ketiga Winna Efendi yang sukses membius setelah Ai dan Refrain, sekali lagi saya tenggelam dalam dunia manis melankolis yang Winna ciptakan. Saya seakan kembali ke masa SMA dan ikut bergaul dan kenal dengan Moses, Freya, Gia dan Adrian, 4 tokoh utama Remember When.
Apa yang paling teringat dari jaman saya masih imut, lucu dan memakai rok abu-abu? *gabolehprotes*
Ospek, Osis, persahabatan, basket, pr sekolah, kantin, perpustakan, ekstra kurikuler, deg-deg ser kala laki-laki yang ditaksir lewat. Winna meramu semua kenangan saya dengan jelas. Kisah sederhana memang memiliki sentuhan yang beda kalau sudah dikisahkan oleh Winna Efendi. Adrian pemain basket, tokoh populer di SMA. Gia, gadis cantik, terkenal, favorit guru-guru dan banyak teman. Moses, lelaki tinggi, serius, pintar. Freya, a girl next door, sederhana dan pintar. Adrian berteman dekat dengan Moses. Gia yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Freya bisa menjadi sahabat karib. Adrian berpacaran dengan Gia, dan Freya sang kutu buku berpacaran dengan Moses, siswa teladan sekolah. Perfect. Sempurna, sampai Adrian tersadar kalau hanya Freya yang bisa mengerti hatinya yang paling dalam. Dan akankah persahabatan mereka ternodai dengan cinta terlarang Adrian - Freya? Find out yourself :)
Curhat dikit ya? Sebagai wanita yang haus akan bacaan *halah*, terkadang saya lelah membaca buku klasik, bosan membaca fantasi, inginnya membaca buku ringan yang setelah kelar dibaca dapat memberikan rasa hangat di dada. Pilihan paling mudah untuk bacaan selingan : chicklit, teen lit, atau drama ringan yang tidak menguras emosi ala Nicholas Sparks. Dan bacaan drama favorit saya adalah buku karangan Winna. Kisah yang sederhana bisa menjadi memorable, tokohnya seakan-akan hidup. Adrian pemain basket SMA, Gia gadis populer, Freya yang pintar namun malu-malu, Moses laki-laki tenang menghanyutkan, mereka semua dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan jaman SMA dulu.
Kesan yang saya dapat setelah membaca ketiga buku karangan Winna, kepintarannya menghidupkan tokoh adalah kelebihannya dari penulis drama lainnya. Tokoh yang 'nyata' membuat kita dengan cepat akrab ikut masuk ke dalam cerita. Sering kali tokoh utama diceritakan sebagai tokoh yang terlalu banyak masalah, konflik terlalu dibuat-buat namun sampai akhir saya tidak mengerti karakter tokoh itu sendiri. Hal yang tidak mungkin terjadi dalam novelnya Winna, saya ikut sedih ketika Freya menahan rasa cinta demi persahabatannya dengan Gia, saya merasakan frustasinya Gia saat ia mengiba Adrian tidak memutuskannya. A must read romance book from Gagas Media, terlebih lagi covernya yang cantik sangat. :)
4 bintang untuk Remember When dan saya pribadi selalu menantikan karya Winna Efendi selanjutnya. Keep writing Winna!
yang saya rasakan sesudah membaca buku ini? sedih. walaupun akhirnya freya dan adrian bertemu dan mengakui perasaan keduanya. tapi saya tetap sedih. banyak luka. terlalu banyak.
bukunya SMA banget. walaupun saya gak merasakan hal-hal tentang cinta di SMA karena orang yang saya suka bukan anak SMA (oh tidaaaakkkk), tapi saya bisa merasakan euforianya di sekitar teman-teman saya. buku winna efendi memang selalu membuat saya terenyuh. entah kenapa di satu bagian pasti ada.
hm. awal yang manis, awal yang bahagia. beneran deh, masalah tuh baru mulai di ujung tombak si novel (atau saya yang merasa di ujung karena sudah terlanjur terlena dengan novel ini? sepertinya iya). disini saya belajar, kalau cinta itu emang gak bisa di paksa. se-ngotot apapun kita, untuk masalah satu ini gak ada yang bisa memaksa. semua datang tiba-tiba dan mungkin juga pergi dengan tiba-tiba. waktu, orang, dan besarnya sudah di atur oleh yang di atas. dan gak ada yang bisa di salahkan dari ke empatnya.
sudut pandang dari ke empat orang di tambah erik jadi berlima membuat suasana semakin mencekam karena saya seperti menyelami masing-masing tokoh. mau menyalahkan si ini, tapi saya tahu bagaimana keadaan dia dan saya juga pasti akan melakukan hal yang sama. mau menyalahkan yang itu, paparan perasaannya membuat saya hanya bisa tercengang. hihihi. bikin saya ketagihan deh pokoknya.
Sudah baca untuk ke-2 kalinya dan masih aja nggak suka dengan jalan cerita mereka. I don't like Adrian, Anggia and Freya. Mereka toxic dan egois parah. Arghhh!
Remember When bercerita mengenai persahabatan antara couple Adrian-Anggia dengan Moses-Freya. Adrian adalah sabahat Moses sedangkan Anggia adalah sahabat Freya. Mereka sering hang out bersama, atau istilah gaulnya double date.
Adrian yang ganteng, populer dan jago basket berpacaran dengan Anggia yang cantik, kaya raya dan ditaksir banyak cowok. Hubungan mereka menjadi idaman para murid lain karena dianggap sempurna. Apalagi mereka juga tak segan pamer kemesraan didepan publik.
Sementara Moses, dia nggak sepopuler Adrian. Tapi Moses memiliki penggemar tersendiri karena dia seorang ketua Osis sekaligus salah satu murid terpintar di sekolahnya. Moses berpacaran dengan Freya yang kalem, kutu buku, nggak neko-neko, dan selalu berada satu peringkat dibawahnya. Berbeda dengan couple AA, Moses dan Freya bukanlah tipe yang suka pamer kemesraan. Hubungan mereka hanya diwarnai dengan belajar bersama, kencan di perpus atau di teras rumah. Nggak ada mesra-mesraan, pegangan tangan, pelukan apalagi ciuman.
Mereka adalah sahabat dan couple yang kompak, walaupun watak mereka bertolak belakang tapi mereka bisa melebur menjadi satu. Tapi apakah mereka tetap akan menjadi sahabat dan pasangan yang solid kalau salah satu dari pasangan masing-masing yaitu Adrian dan Freya mulai menyimpan rasa satu sama lain?
Well, sebenarnya tema novel tentang mencintai sahabat sendiri itu terbilang umum ya. Sama seperti novel ini, saya pribadi engga melihat nilai lebihnya dimana. Kaya standar aja gitu. Bahkan bagi saya pribadi cerita 2 couple tersebut cenderung membosankan dan ngeselin.
Sumpah deh, saya sebel banget sama tokoh-tokohnya yang pada egois. Di bab-bab awal saya sampet kagum dengan Andrian sebenarnya, tapi makin kesini wataknya memuakkan. Ditambah pasangannya yaitu Anggia yang cinta setengah mati pada cowok itu yang padahal suka seenaknya sendiri, membuat saya ingin menyudahi membaca.
Hubungan Andrian-Anggia toxic parah, terutama di Anggianya sih. Saking sayangnya dia sama Andrian, dia sampai merelakan seluruh miliknya. Dia juga cengeng dan egois, mementingkan perasaanya sendiri dan playing victim. Gaya berpacaran mereka nggak cocok buat anak SMA, mungkin anak kuliahan lebih tepat.
Sementara Moses dan Freya, hubungan mereka hambar, nggak ada gregetnya. Freya juga egois. Saya masih nggak ngerti kenapa dia bisa jatuh cinta pada Andrian, padahal dia tahu Andrian sebrengsek apa. Cuma Moses yang waras disini. Saya udah seneng ketika Moses akhirnya berani bertindak sedikit romantis pada Freya. Tapi penulis menghancurkan harapan indah saya dengan datangnya Adrian di kehidupan Freya.
Saya merampungkan novel ini dengan setengah hati. Sebel karena Freya bodoh tapi disisi lain senang juga karena Moses tegas dan bisa mutusin si bodoh itu. Senang karena Anggia bisa terlepas dari hubungan toxicnya tapi sebel karena Andrian berakhir dengan Freya.
Ini nih yang membuat saya kesel, kecewa, sedih dengan akhir kisah mereka. Mosesku yang malang T.T
Kurang apa coba Moses. Baik, perhatian, protektif, nggak pernah ngajak neko-neko, pinter, rela kerja part time buat beliin ceweknya cincin titanium (yang entah gimana itu nasib cincinya, jadi dibeli atau engga, kerja part time juga bablas nggak ada keterangan lagi). Bagi saya dia perfect. Tapi bagi Freya kurang menantang kali ya, cewek good girl sukanya sama cowok bad boy.
Mungkin kalau mereka berempat putus dan engga berakhir dengan siapapun, saya lebih senang bacaya wkwk. Walaupun saya tetap berharap Moses dengan Freya ya. Tapi Freya kan egois. Ya udah deh bener. Freya nggak pantes buat Moses. Biar Moses menjomblo aja, ketemu sama cewek lain di fakultasnya dan keluar dari lingkaran setan itu HAHAHA.
FYI, Remember When udah diangkat jadi film pada tahun 2014. Dan saya juga udah nonton filmnya. Tapi kemiripan film dengan novel kayaknya cuma 30% deh. Tokoh Freya difilm beda banget dengan dinovel. Freya dinovel itu pemalu, nggak banyak bicara. Tapi difilm Freya digambarkan lumayan atraktif, berani beragumen dengan Moses, bahkan dia yang berinisiatif duluan ngajak Moses untuk jalan/kencan.
Lalu tokoh Adrian yang entah mengapa di film justru lebih ditonjolkan ke citra positifnya. Banyak part-part Adrian-Anggia yang dihilangkan. Jadi para penikmat film yang belum pernah membaca novelnya akan secara otomatis mendukung Adrian karena Moses dibuat abu-abu. Moses di film digamarkan hanya seorang laki-laki cuek dan dingin. Padahal Moses yang paling banyak berkorban untuk Freya.
Dan ya, selain tokoh tentu saja jalan cerita dibuat berbeda dengan novel. Baik film Refrain maupun Remember When, saya nggak dapet camestry antar tokohnya. Lebih suka versi novelnya dibanding film.
Sedikit komentar dari teman-teman di Kemudian.com, yang sangat baik memberi komentar, kritik, pujian, dan semangat untuk menulis.
Ringan. Menarik. Lepas. Berasa banget atmosfir sekolahannya...yang baca jadi inget waktu masih pake putih abu-abu. -Layla-w1tch-
“Winna is an extraordinary writer! Kenapa saya bilang begitu? Karena tulisan Winna selalu bikin nyandu!^^” -Ayu Prameswary-
Buku ini menyihir pembaca sejak halaman pertama! Setiap lembarnya menghadirkan kembali kenangan masa-masa terindah saat remaja yang tidak pernah bisa dilupakan. - Windry Ramadhina-
Anak-anak SMA pasti bentar lagi mengidolakan Freya, Gia, Adrian, dan Moses nih ;p -Hanny-splinters-
Ceritanya keren banget. Bahasanya ok.. Asyik dan nggak maksa. Good job!! -Ribka Anastasia-
Kehidupan remaja yang penuh dengan rupa-rupa. - Eagle 2401-
Gw suka cerita ini, sederhana, tapi diceritakan debgan cara yg menarik. Yang biasa bisa jadi ok kalau sudah diramu sama Winna -Julie-
Tulisan kamu gurih, enak and nyandu dibaca kayak nyandu akan coklat ' my fav.. nyam nyam.. Segar dan membawa kita ke dalam pemikiran baru dalam sebuah konflik cinta anak muda, enak dibaca saat sedang travelling dan menyendiri .. -Ayoe-
Cerita remaja yang bagus. Rapi. Enak dibaca. -punk5-
Ceritanya ok banget. Bikin ga sabar nunggu kelanjutan ceritanya. -Ree_na-
2 jempol kaki + 2 jempol tangan.. hehehehe -Bunda Ery-
Dari tagline “Ketika Kau dan aku jatuh cinta” yang tertulis pada sampul depan, saya menebak bahwa ini menceritakan tentang kisah cinta seperti pada umumnya. Dua anak manusia yang bertemu lalu jatuh cinta wajar kan ? Tapi ternyata saya salah, kisah cinta yang dihadirkan tidak sesederhana itu karena cinta ini tumbuh justru saat mereka telah memiliki cinta yang lain. Kisah cinta ini sarat pengorbanan dan penuh duka.
Cerita dimulai dari kisah tentang selembar foto yang bergambar tokoh dalam novel ini --Gia, Moses, Adrian, Freya-- kemudian kita diajak melihat ke belakang, dimulai dari persahabatan mereka sejak awal masa SMA. Selanjutnya diceritakan Gia berpacaran dengan Adrian sedangkan Moses berpacaran dengan Freya. Semua berjalan dengan wajar hingga tanpa mereka sadari, tumbuh benih cinta antara Freya dan Adrian. Bisa ditebak selanjutnya bagaimana kan ? Semua berbeda, tak lagi baik-baik saja.
Saya rasa ending yang dibuat penulis merupakan akhir cerita yang paling tepat karena itu yang paling baik untuk semua, namun jujur saja saya agak kecewa. Mungkin sebagai pembaca kita diarahkan untuk lebih membela Freya karena ia telah mengalah pada awalnya, namun saya justru lebih bersimpati pada Gia. Apa yang dia lakukan menurut saya sangatlah wajar, saya yakin tidak ada satu wanita pun yang akan menerima dengan lapang dada saat sang kekasih mencintai sahabat mereka sendiri dan persaan itu tidak hanya sepihak.
Novel ini mengajak kita untuk menyelami suatu hubungan bernama persahabatan serta kemungkinan-kemungkinan yang menyertainya, seperti jatuh cinta atau saling membenci. Apa yang menimpa Gia dalam novel ini membuat saya belajar untuk lebih berhati-hati dalam memberikan kepercayaan terhadap orang lain sekalipun ia merupakan sahabat atau kekasih kita. Bukankah orang yang begitu dekat dengan kita justru dapat menorehkan luka yang lebih dalam ?
Novel yang bercerita menggunakan sudut pandang masing-masing tokoh ini juga menyadarkan saya bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan, seperti yang tertulis di halaman 223. Diantara kalimat-kalimat apik dan penuh makna yang disusun Winna Efendi ini, saya sangat terkesan dengan perkataan Moses, “Jika suatu saat aku mengenang masa-masa SMU, aku tidak ingin mengatakan aku pernah membenci teman terbaikku.” –hal 127-.
Pokoknya novel ini bagus banget, banyak pelajaran yang dapat saya ambil. Ceritanya mengharu biru dan berhasil membuat saya menangis dahsyat. Saya merasa ikut merasakan apa yang Gia rasakan, saya memahami sakit hati yang ia derita. Untuk yang terakhir, saya merasa bangga dengan Gia yang telah memberikan kebahagiaan untuk orang-orang yang dicintainya, meskipun mereka telah menyakitinya.
novelnya keren banget.. menceritakan sebuah realita yang tak bisa di pungkiri banyak terjadi diantara kita.. persahabatan memang terkadang sulit ketika dikaitkan dengan persoalan hati yang memunculkan cinta diantara sahabat kita.. sebuah pilihan yang sulit memang jika dalam keadaan seperti ini.. namun hati tak bisa di bohongi..
setiap tokoh memiliki karakter kuat yang membangun novel ini menjadi satu kesatuan yang utuh..
saya suka Freya..karena tegas dan mementingkan persahabatanya.. saya suka Adrian..yang berani memilih sesuatu yang dinilainya merupakan kebahagiannya.. saya suka Gia..yang sifatnya universal terhadap semua orang dibalik kekpopulerannya dan kemapanan orang tuanya.. saya suka moses..seorang yang terkesan cuek namun memiliki rasa syang yang kuat.. saya suka erik..lugas, tidak basa-basi dan mampu mengerti orang lain terlebih pada sahabatnya..
Ternyata novel ini udah di film-in ya... baru tau saya...(*gak gaul emang... hehe)
hmmm... bingung nge review nya... karena serius mungkin cerita-cerita anak SMA gak cocok sama saya deh... Soalnya dulu kebayang waktu SMA saya mikir cuma gimana masuk kuliah negeri... haha... gak mikir cinta-cintaan... hehe
Novel ini tentang cinta dan persahabatan di masa SMA...
Berkisah tentang 2 orang pasangan, Moses dan Freya yang pintar dan bintang sekolah, serta Anggia dan Andrian yang artis sekolah karena kecantikan dan ketampanannya...
Mereka berempat bersahabat...
Tapi semua menjadi kacau ketika ibu Andrian meninggal, dan yang berhasil menghiburnya adalah Freya yang mana pernah menghadapi kasus yang sama...
Disinilah Andrian mulai berubah dan merasa sepertinya jatuh cinta sama pacar sahabatnya sendiri, Freya... Konflik ini yang bergulir... persahabatan mereka jadi hancur... dan ya gitu deeeh...
Bukan jenis cerita yang saya sukai... iya sih saya mengerti cinta itu gak ada logika kalo kata agnez monica... tapi pliz deh gak mesti diikutin juga kali...
Awal-awal saya suka dengan karakter andrian... tipe-tipe cowo jago olahraga dan periang gitu... tapi kemudian jadi menyebalkan karena egoisnya dia...
Freya, nampak kurang menonjok karakternya, moses juga... dan anggia yang periang dan menganggap harus terus bersama andrian tuh gak banget deeh...
Yah intinya saya gak cocok aja dengan cerita ini... bukan tipe yang saya sukai... tapi alurnya bagus dan mudah diikuti... jadi gampang nyelesein buku ini... meski ditengah-tengah udah mulai protes hati ini dengan bilang, "Haduuuh, berantem karena cewe tuh gak banget siiih..."..
Remember When adalah kisah tentang empat sahabat, dua pasangan. Gia si bunga sekolah yang berpacaran dengan Adrian ketua tim basket. Moses si ketua OSIS yang berpacaran dengan Freya yang juara umum. Lalu perasaan berubah, waktu berlalu, dan konflik terjadi. Menguji apakah cinta memang lebih penting daripada persahabatan.
Kisahnya sangat SMU. Walaupun mungkin dari alinea di atas karakter-karakternya terdengar kelewat sempurna, tapi dijabarkannya tidak seperti itu. Di masing-masing karakter punya kelebihan-kekurangan mereka sendiri. Dan Winna menjalinnya dengan baik, membuat mereka menjadi believeable, walau karakter favorit saya sendiri adalah Erik, teman baik Freya. Nyeleneh dan apa adanya, rasanya fresh melihat Erik, walau porsi cerita dia tidak banyak.
Sebagai budding writer, saya mengagumi cara pengambilan sudut pandang yang Winna gunakan. Dia berpindah dari sudut pandang Gia, Freya, Adrian, Moses, dan Erik. Tapi saya tidak bingung ketika dia melakukannya. Setiap dia berganti sudut pandang, gaya penulisannya pun berubah. Agak membanyol dan lucu ketika dia menjadi Adrian, gaul dengan gue-lo. Lalu tenang dan understated ketika menjadi Freya. Manja ketika menjadi Gia. Serius dan halus ketika menjadi Moses. Sejauh ini belum ada novel lokal yang berhasil menggunakan sudut pandang seperti ini tapi tidak membingungkan saya. Jadi, ini adalah poin plus.
Ada hal-hal (ralat, tepatnya banyak hal-hal) yang mengingatkan saya pada masa-masa SMU saya sendiri. Ketika rasanya cinta dan persahabatan adalah pusat di mana dunia berputar. Ketika rasanya satu hal kecil yang dilakukan si dia berarti begitu banyak, dan perasaan meluap-luap hingga butuh seseorang untuk dijadikan tempat curhat. Ada juga momen Adrian-Freya yang duduk di lapangan basket menatap langit sore. Saya sendiri ingat melakukannya, dan adegan semacam itu membuat saya kangen. Rindu.
Juga pada bagian di mana Freya yang make-over dan ingin terlihat cantik. Dilema. Untuk seorang anak gadis yang biasanya dicap 'hanya pintar', sebuah make-over bertujuan agar orang yang ia sayang memujinya dan berkata, "Kau cantik sekali hari ini, berbeda dari biasanya." walau bukan itu yang Freya dapat. Rasanya hampir setiap gadis mengerti perasaan bagaimana kau berdandan berjam-jam untuk menyenangkan hatimu dan hati orang yang kausayangi, tapi malah mendapat ejekan, atau amarah. Amarah salah paham yang mengartikan kecantikan barumu adalah titik awal kau meninggalkan mereka. Menurut saya, kemarahan Moses terhadap perubahan Freya (yang padahal positif) adalah bentuk nyata insecurities lelaki itu.
Bagian yang sangat menyentuh untuk saya adalah bagian yang terakhir. Ketika mereka semua bersiap untuk lulus. Di almamater saya tidak ada acara pilox-pilox-an atau spidol-spidolan baju, jadi di bagian itu saya tidak terlalu relate. Tapi ada satu perasaan ketika kelulusan... perasaan di mana tidak ada yang ingin meninggalkan penyesalan. Rasanya dulu saya bisa melakukan apa saja yang tidak pernah berani saya lakukan ketika waktu sekolah biasa berlangsung. Di dalam kepala ada cap yang jelas: jika tidak mengatakan saat itu, mungkin tidak akan pernah lagi. Untuk sebagian orang, kelulusan adalah saat terakhir mereka bertemu muka. Dan itu tidak melebih-lebihkan.
Makanya saya tidak akan kaget jika Winna memutuskan untuk menyelesaikan semua masalah di acara kelulusan ini. Betul sekali kata Moses, ketika ia berkata terlalu menyakitkan jika ia mengingat masa-masa SMU sebagai waktu yang diwarnai kebencian. Namun, Winna tidak begitu saja mengurai semua benang kusut di sana. Dia memberikannya sedikit waktu lagi, mengurainya dengan lebih banyak kesabaran lagi. Yang dihasilkan adalah ending yang menurut saya pas.
Bagi yang sudah membaca Remember When, mungkin akan sekilas berpikir ending-nya tidak realistis. Berapa banyak dari kita yang mengakhiri cinta masa SMU seperti Freya mengakhirinya? Namun sudut terpojok dalam hati saya berkata kalau saya takkan rela jika masalah diselesaikan secara realistis. Rasanya akan tidak tuntas. Rasanya akan mengganjal. Jadi saya setuju dengan Winna untuk menyelesaikan kisahnya seperti itu.
Ada satu-dua typo di dalamnya, tapi yang sempat mengganggu saya adalah penggunaan kata lepas landas. 'Pesawat yang baru lepas landas dari London', padahal pesawatnya maksudnya baru mendarat. Bukankah mendarat itu seharusnya tinggal landas, bukan lepas landas?
Lepas dari kesalahan remeh itu, Remember When adalah kisah teen literature yang mengaduk-ngaduk perasaan --- kisahnya dekat dengan kehidupan kita, memaksa kita bernostalgia jika kita sudah lulus SMU. Ditulis dengan manis, kisah ini mengalir dan nyaman untuk dibaca. Remember When mendapat 4 dari 5 bintang dari saya, karena bagian akhirnya sukses membuat saya meneteskan air mata.
"Bagi Kita, senja selalu sempurna; bukankah sia-sia jika menggenapkan warnanya? Seperti kisahmu, kau dan dia, juga kisahku, aku dan lelakiku. Tak ada bagian yang perlu kita ubah. Tak ada sela yang harus kita isi. Bukankah takdir kita sudah jelas?"
Petikan sinopsis novel Remember When ini cukup mewakili keseluruhan cerita. Begitu sulitnya mengendalikan getar cinta yang muncul tiba-tiba. Betapa sakitnya saat tahu kenyataan tak semudah yang diharapkan.
Tak mudah jika cinta yang kita tunggu selama ini -yang sering dibilang orang sebagai cinta sejati- datang pada waktu yang salah, jatuh pada orang yang tak seharusnya. Adalah diluar kehendak jika kita mencintai orang yang berstatus pacar orang sementara kita sendiri tengah menjalin hubungan dengan orang lain. Tapi biarkanlah takdir membawa cerita kita pada muaranya. Karena dia tahu jalan mana yang baiknya kita lewati. Seperti takdir yang membawa Freya, Gia, Adrian, dan Moses pada keputusan terbaik.
Cerita yang begitu kompleks namun diramu oleh Winna Efendi dengan apik dan menarik. Sederhana namun menghanyutkan. Keren! :)
Satu hal yang saya suka dari novel Gagas Media: sinopsisnya yang selalu dikemas puitis. Membuat kita bertanya-tanya, seperti apakah ceritanya? Apakah sesuai dengan sinopsisnya yang merenyuhkan? Dan saya mendapatkan jawabannya begitu membaca Remember When ini : ya. Walau agak klise, cinta antara 4 sahabat : Freya – Moses, Gia – Adrian, yang akhirnya berujung pada perselingkuhan.
Walaupun happy ending, tapi tetap saja pikiran saya rada kalut selesai membacanya. Terlalu banyak luka. Terlalu banyak pengorbanan. Ini ujian cinta dan persahabatan yang berat.
Saya suka novel ini. Masalah yang simpel namun sebenarnya rumit, dikemas dengan menarik dan menghanyutkan. Juga ‘porsi’ kelima tokoh yang sama dan seimbang, narasi oleh 5 sudut pandang yang berbeda: Freya, Gia, Adrian, Moses, dan Erik. Membuat pembaca tahu isi perasaan masing-masing.
Tahu-tahu, jadi penasaran, gak bisa lepas dan baca sampai akhir. Hehe :D
Bukan tipe cerita yang saya suka. Saya tamatin sampai habis karena tulisan kak Winna ini enjoyable.
Saya nggak paham, apa orang emang seegois ini ya kalo udah berhubungan sama perasaan? karna menurut saya dalam kasus Adrian dan Freya, lebih baik mereka ngebaca keadaan. Oke, mereka harus jujur dengan perasaan mereka sendiri dan unexpectedly mereka saling nyaman satu sama lain. Tapi, apakah itu semua membenarkan tindakan mereka? It's a no no, apapun bentuknya, cheating tetep cheating dan itu melukai perasaan seseorang dan apalagi perasaan itu ya perasaan sahabat mereka sendiri.
[SPOILER!!!]
Dan ending-nya yaampun saya nggak ngerti lagi. Kalau aja ending buku ini Adrian dan Freya saling ngerti satu sama lain kalo lebih baik mereka nggak sama-sama saya bakalan kasih tambahan bintang.
kenapa buku segini tipis tapi bacanya sampe berhari-hari? because it is boooring...you guys are in high school, things shouldn't have to be this complicated! putus ya putus aja, suka ya suka aja, you are not married!
“Hidup itu kayak cuaca. Hari ini bisa hujan, besok bisa cerah. Tapi, lo nggak akan punya hujan selamanya, atau kemarau selamanya. Kita butuh pahit dan manis secara bersamaan, sebuah bentuk keseimbangan.
Nggak ada orang yang seratus persen bahagia, nggak ada juga orang yang seratus persen sedih. Hidup itu kan penuh emosi, makanya dalam satu periode waktu kita bisa ngerasain berbagai emosi berbaur jadi satu. Karena itu, kita seimbang.”
“Waktu hidup manusia itu nggak pasti. Kita nggak punya kemampuan untuk nentuin masa dan arah hidup kita... kalau yang di atas bilang waktu kita selesai, kita harus lepas tangan. Itulah ironisnya kehidupan. Hidup ini milik kita, juga bukan milik kita sendiri.”
Selesai dalam sekali duduk. Novel setebal 250-an halaman ini mampu membuat emosiku campur aduk. Awalnya aku tidak memiliki ekspektasi apa-apa dengan novel ini. Karena aku agak sanksi kalau baca cerita tentang dunia anak remaja. Kadang aku merasa nggak dapat feel saat memebaca kisah remaja. Faktor U kali ya.. Padahal dulu suka banget baca novel teenlit.
Tapiiiiii... Ternyata aku keliru. Dengan senang hati aku bilang, kalau aku jatuh cinta dengan novel ‘Remember When’ karya Winna Efendi ini. Nano-nano rasanya saat baca novel ini. Ya seneng, ya sedih, marah, kecewa, semua tumplek jadi satu.
Sebenarnya konflik yang diambil cukup klise sih.. Konflik cinta dalam sebuah hubungan persahabatan. Hanya saja, si penulis di sini menuliskannya dengan sangat apik. Sederhana tapi berkesan. Ceritanya nggak bertele-tele. Kisah cintanya pun nggak menye-menye. Semua dalam porsi yang pas.
Winna menulis kisah ini dari sudut pandang setiap Tokoh. Jadi kita bisa ngerti dan ngerasain langsung emosi yang sedang dirasakan oleh si Tokoh. Kita jadi bisa memposisikan gimana rasanya jadi si Freya, Gia, Andrian, dan si Moses.
Jadi, Freya, Gia, Adrian, dan Moses ini sahabat. Selain hubungan persahabatan, mereka juga menjalin hubungan percintaan. Freya berpacaran dengan Moses, dan Gia dengan Andrian. Awalnya hubungan mereka baik-baik saja.. Tapi, karena suatu hal, hubungan mereka akhirnya kacau. Kalau kalian ingin tahu kekacauan apa yang terjadi diantara mereka.. Jawabannya harus kalian cari tahu sendiri di novel ini..
Oya ada satu lagi Tokoh namanya Erik, dia ini sahabat Freya sejak kecil. Dia bisa dibilang jadi Tokoh penduduk di novel ini. Porsi cerita dari sudut pandang Erik juga sedikit, karena emang dia hanya sebagai Tokoh pendukung. Cuma kehadiran si Erik di sini cukup menarik. Kita jadi tahu penilaian orang lain tentang konflik yang terjadi diantara empat sekawan tersebut.
Sangat menarik mengikuti kisah mereka berlima dalam mengahadapi konflik yang sedang mereka alami. Bagaimana cara mereka belajar untuk mengerti apa itu cinta, apa itu persahabatan. Tentang bagaimana menerima apa yang terjadi, dan bagaimana cara memaafkan segala yang telah terjadi, hingga menuntun mereka dalam sebuah kesadaran dan kedewasaan.
Aku sangat puas dengan jalan cerita di novel ini. Dan aku juga suka dengan endingnya. Terselesaikan dengan apik. Yang jelas novel ini rekomen banget buat kalian yang cari bacaan ringan, yang bisa kalian selesaikan dalam sekali duduk.. Novel ini jangan sampai kalian lewatkan..
Actual 3.5⭐ Overall, alur ceritanya engaging, tapi engga bisa kasih 4-bintang. Karna dengan begitu berarti gue "melegitimasi" konsep romantisasi perselingkuhan yg jadi topik utama di buku ini. Agree or disagree, this is my very personal opinion, tho.
Tapi gue menyangsikan jika gue bacanya saat remaja yg belum aware dan sensitif terhadap2 hal2 seperti ini, mungkin malah gue jadinya terkagum2 sama ceritanya lol.
Pasti pernah denger soal cinta segitiga kan? Nah, kali ini Mbak Winna 'ngasih lihat' kita soal cinta segiempat! Wew kebayang kan gimana riweuhnya? Dua aja udah riweuh, eh terus ada lagi istilah cinta segitiga, lha ini malahan ada cinta segiempat! Maaakkk tuluuunnnggg! >,,<
Eits, tapi tenang...cerita di dalam novel remaja ini gak rumit untuk diikutin dan dipahamin kok. Bahkan saya udah bisa nebak akan jadi kayak gimana ending ceritanya, huehuehe namanya juga novel remaja buuu...genre romance pulaaa...typical.
Jadi, ini tuh cerita tentang kehidupan masa-masa SMA yang dilakoni oleh Moses, Adrian, Freya, dan Gia. Moses ini sahabatnya Adrian dari kecil. Sedangkan Freya itu sahabatnya Gia di sekolah. Di awal cerita, saya disuguhi prolog yang manis dan indah dari Winna Efendi. Dari sini, keliatan banget kualitas tulisannya Winna itu seperti apa. Singkat, jelas, tapi penuh makna!
Lanjuuut...
Moses sudah cukup lama menyimpan rasa buat Freya, cewek manis dan pinter, teman sebangkunya. Tapi, Moses yang dingin, kaku dan pemalu selalu gak kesulitan buat mengungkapkan perasaan yang sebenernya ke Freya. Beda dengan Moses (si ketua OSIS yang pemalu) Adrian, yang terkenal playboy dan populer di kalangan temen-temennya, akan secepetnya nembak Gia (cewek yang feminin banget), sasaran hatinya. Singkat cerita, mereka berdua akhirnya sukses jadian. Moses dengan Freya. Adrian dengan Gia.
Lho kok cepet banget alurnya? Kok udah jadian aja? Di mana bagian 'galau'nya? Hahaha! Awalnya saya mikir gitu. Di awal saya pikir tadinya akan dikisahkan gimana perjuangan dan kebodohan-kebodohan yang dilakukan seseorang kalo lagi ngejar pujaan hatinya. Tapi, saya ternyata ketipu -_-
Bukan itu yang Winna ingin jabarkan.
Semakin masuk ke dalam bab-bab selanjutnya, saya mulai paham konflik apa yang sebenernya sedang terjadi di antara Moses-Freya dan Adrian-Gia. Moses yang terlalu aktif organisasi dan sama sekali gak romantis, bukanlah cowok yang selama ini Freya impi-impikan. Freya merasa hubungan mereka terlalu datar. Kadang, Freya iri dengan sahabatnya, Gia, yang bisa pulang sekolah bareng sama pacarnya, Adrian. Sedangkan pacar Freya? Kayaknya lebih milih untuk sibuk di sekretariat OSIS.
Di satu sisi, Adrian merasa Gia tipe cewek yang biasa banget. Cantik sih, tapi selama mereka pacaran, Adrian merasa hubungan mereka gak ada gregetnya. Adrian mulai jenuh.
Dari sini, kayaknya ketebak yah bakal jadi kayak apa jalan ceritanya? Yup! Freya dan Adrian yang merasa sama-sama kesepian (dan belakangan baru diketahui bahwa mereka menyukai aliran musik yang sama!) akhirnya jadi saling suka. Tapi mereka merahasiakan soal 'rasa itu' kepada pasangannya masing-masing. Tapi, sejauh apapun Adrian dan Freya mencoba membuang 'rasa itu' jauh-jauh, mereka toh gak bisa membohongi perasaan mereka sendiri.
Nah lhooo...kira-kira mereka bakal kayak gimana nih ke depannya? Melakukan hubungan gelap, mengaku ke pasangan masing-masing... atau...??? Well, apapun itu, Winna mampu menuliskannya dengan ciamik dan bikin greget saya naik turun. Hehehe...
***
Ngeliyat plotnya sih majuuu terus pantang mundur. Dengan alur yang cepet banget di awal, tapi kemudian berubah menjadi tenang menghanyutkan memasuki pertengahan bab. Hal ini pastinya bikin emosi pembaca sukses teraduk-aduk. Novel ini dibagi jadi 5 bab, yang masing-masing bab menggambarkan fase-fase hidup yang mereka lewati. Di antaranya, ada bagian saat mereka jadian, bagian saat konflik itu sendiri terjadi, bagian saat kelulusan sekolah, dan 2 bab lainnya. Pembagian bab ini menurut saya lumayan membantu kita memetakan cerita.
Karena terdiri dari 4 tokoh utama, maka penulisan sudut pandang pun dibagi jadi 4. Dari sisi Moses, Freya, Gia, dan Adrian. Setiap kali pergantian sudut pandang, Winna memilih untuk mencantumkan nama tokohnya sebagai 'judul'. Pilihan yang tepat untuk novel dengan sudut pandang lebih dari satu tokoh utama. Bisa bayangin dong, yang tadinya mau rileks san santai baca novel remaja malah jadi dibikin mikir gara-gara bingung 'ini siapa sih yang lagi giliran bercerita?' huehuehe...
Satu lagi nilai plus novel ini yaitu kavernya! Setuju kan kalo saya bilang gambar di covernya elegan dan suasana romancenya kerasa banget? Terlihat simpel tapi berfilosofis. Menurut saya, kenapa kursi? Karena mungkin di kursi itu sepasang manusia akan berjumpa dan saling bertukar cerita sampai akhirnya timbul cinta. Tsaaah... yah itu sih pure kesimpulan saya sendiri, hehe... Well, apapun itu, kover berbahan doff ini sangat meneduhkan untuk dipandang (dan yang pasti sangat menjual!). Tak lupa seperti kebanyakan novel terbitan Gagas Media lainnya, selalu ada sinopsis cerita berupa sajak cinta yang membuat siapa saja yang membacanya jadi penasaran pengen mbaca isinya (setidaknya saya begitu :p )
Mengenai font, kertas, dan berat bukunya, sangat nyaman banget buat dibawa ke mana-mana. Fontnya gak bikin capek, kertasnya lentur warna kecoklatan (sama sekali gak kaku), serta berbonus pembatas buku menjadi salah satu kelebihan tersendiri di buku ini.
Rate 4/5 untuk buku ini. Cukup bagus untuk ukuran cerita romance remaja. Yang mau atau sedang galau, sila baca... :p
Sempet was-was nih bakalan suka gak sama ceritannya, soalnya waktu penulis ngadain kuis (yang akhirnya ak gak menang, hehehe) sempat cari sedikit banyak tentang reviewnya, dalam bayangan aku sih soal selingkuh, menusuk dari belakang, yah begitulah.
Ceritanya mungkin udah gak asing lagi. cerita SMA, cinta pertama, persahabatan.
Adrian tahu kalau Moses diam-diam suka sama teman sebangkunya, Freya, sedangkan dia sedang mengincar gadis terpopuler di sekolah, Anggia atau Gia, sahabat Freya. Karena hafal sifat sahabatnya itu yang akan terus memendam perasaannya, Adrian pun membuat taruhan siapa yang gagal nembak maka dia harus lari mengelilingi lapangan sebanyak 10x sambil teriak "Giaaa i loveee you" ataupun sebaliknya. 2 tahun berlalu, mereka berpacaran dengan incaran masing-masing. Adrian yang jago basket, anak paling populer disekolah berpacaran dengan Gia, cewek yang juga populer di sekolah, pintar melukis, sekretaris OSIS, pasangan perfect deh. Sedangkang Moses juga berpacaran dengan cewek paling pintar di sekolah, Freya. Lambat laun Freya merasa jenuh, bosan dengan hubungannya dengan Moses yang monoton,kesibukan Moses yang menjadi ketua OSIS, kalau pacaran selalu dibarengi dengan buku, dan pelajaran. Dia merasa iri dengan Gia yang bisa bebas bersenang-senang dengan Adrian. Waktu Adrian menjemput Freya untuk ketemuan dengan yang lain, dia menemukan kecocokan dengan cewek pendiam dan antisosial itu, suka Green Day dan komik silat kacangan. Perasaan mereka mulai beda, tapi takut untuk mengakuinya. Gia mulai merasakan perubahan sikap Adrian semenjak ibunya meninggal, dia tidak pernah konsen diajak bicara. Adrian mulai sadar kalau dia sebenernya mencintai Freya, terlebih lagi waktu ibunya meninggal hanya dia yang benar-benar mengerti perasaannya, Gia lebih menjadi sosok ibunya, malah semakin menginggatkannya kalau ibunya sudah tidak ada, merasa kasihan, bukan itu yang dibutuhkan Adrian dan Moses hanya menepuk bahunya mengisaratkan turut berduaka, seperti kebanyakan orang, bukan sebagai sahabat. Hanya Freya, karena dia juga pernah kehilangan ibunya. Karena tidak ingin melukai satu sama lain, Adrian memutuskan Gia, dan Gia bisa menebak alasannya karena Freya. Freya tidak ingin merusak persahabatan mereka, dia mengalah.
Tokoh favorit siapa? Awalnya aku benci sama Freya, dia itu kayak gak ikhlas pacaran sama Moses, kayak kepaksa tapi waktu dia mengalah akan perasaan sebenernya aku mulai menyukainya. Kalo Adrian aku suka kejujurannya untuk mengakui kalau dia sebenernya suka sama Freya dihadapan sahabatnya. Gia, aku benci, dia egois sekali kalau soal Adrian. sedangkan Moses? Kemana aja selama ini? kenapa baru tahu kalau sahabatnya suka sama pacarnya, si Erik, sahabatnya Freya aja tahu perasaan mereka. Oh ya, kalau ngomong soal Erik, dia cukup menghibur, dia orang luar yang sangat tahu hubungan keempat sahabat itu, sangat tahu perasaan Freya. kayak di hal. 111 waktu bingung beli popcorn rasa asin atau karamel, waktu Erik ditannya dia menjawab, "Alergi jagung."
Adengan paling favorit, waktu Moses pertama kali nyium Freya, dalam hati berontak, dia bilang bukan dia.
Aku juga suka kata-kata Adrian kepada Freya, romantis banget, di hal. 157, "Gue sayang lo, Freya. Mungkin klise, tapi gue nggak main-main," sama di hal. 168, waktu Freya bilang kalau perasaan cinta Adrian itu salah dan dia menjawab, " Mungkin. Tapi sekarang gue yakin, kalau gue emang sayang ama lo. Cuma itu yang penting."
Jujur, sebenernya aku gak terlalu suka karya Winna Efendi, di novel pertamanya AI aku memberi rating satu sayap, Refrain dua sayap dan Unbelivable tiga sayap, perasaan gak suka sama tulisannya juga tergambar waktu awal baca ini, duh bakalan sesuai harapanku gak nih? entahlah, padahal ratingnya tinggi loh di goodreads. awal bikin greget si Freya sama Si Adrian ini, kok gitu sih sama pacar sendiri? tapi makin kebelakang makin menikmati ceritanya. Sudut pandangnya dari ke-5 tokoh, jadi bisa lebih tahu, jelas perasaan masing-masing.
Typo masih ada beberapa, tapi aku suka sama endingnya, bahasanya juga romantis, selalu ngasih quote yang sesuai di tiap bab.
Sebenarnya sudah tahu buku ini sejak lama, termasuk buku Winna yang lain, Refrain. Cuma nggak minat aja bacanya. Pertama, karena teenlit dan minat baca teenlit udah nggak ada. Kedua, pengalaman pertama bersama Winna nggak begitu bagus. Buku pertama yang dibaca adalah Ai dan itu nggak terlalu gue suka. Sampai akhirnya karena lagi nulis teenlit direkomenin baca buku ini. Setelah pinjam dari Adit dan baca ternyata bukunya bagus juga. Remember When bercerita tentang dua pasangan, Adrian dan Gia, serta Moses dan Freya yang saling sahabat, plus satu sahabat sejak kecil Freya, Erik. Mereka sudah dua tahun pacaran. Moses + Freya ini beda banget dengan Adrian + Gia. Moses + Freya bisa dibilang membosankan banget pacarannya, nggak kayak Adrian + Gia yang berwarna. Namun, suatu saat mereka merasa perasaan mereka berubah. Nggak semua sih, cuma dua orang aja. Mereka mulai mencintai pasangan sahabatnya tapi memendam karena selain menghargai sahabat masing-masing, juga karena adanya ikatan lebih di salah satu pasangan. Intinya, buku ini bercerita tentang perasaan yang bisa saja berubah. Perubahan akan pasti terjadi, disadari atau tidak. Termasuk dalam cinta. Ceritanya teenlit banget, termasuk dalam memahami tentang cinta. Bahwa cinta adalah segalanya. Cinta si nomor satu. Ya namanya juga remaja, nggak mikir apa-apa. Termasuk ketika cinta berubah di saat sedang bosan. Sampai sekarang gue merasa kalau cinta di kala jenuh hanya cinta sesaat makanya agak nggak sreg dengan ending novel ini. Gaya penceritaan Winna yang sempat bikin gue mengerutkan dahi di Ai nggak terjadi di sini. I enjoy this book. Winna memakai POV 1 dari lima tokoh and she did it. Dia berhasil melakukan perpindahan POV dengan sangat smooth dan perbedaan karakter kerasa banget. Tanpa ditulis nama pun, kelihatan Gia dan Freya itu beda. Ya yang paling mencolok adalah Adrian sih dengan ‘gue’ yang santai. Masalahnya, gue nggak pernah suka baca cerita dengan ‘gue’ dan prefer aku jadi ya agak-agak gitu sama Adrian. I love Moses. Si kaku pintar yang lurus-lurus lempeng. Kesannya cool. Untung nih ya Moses cuma ketua OSIS, nggak anak basket juga—diwakilin sama Adrian. Soalnya gue males baca teenlit karena cowoknya biasanya sempurna. Semua yang oke-oke diborong, ya pintarlah, ketua OSIS, anak basket, semua diembat sama si tokoh utama. Membaca Moses bikin gue ingat sama Donny, kakak kelas gue yang ketua OSIS. Dan gue bayangin Moses kayak Donny hahaha *yess, ini salah satu momen remember when waktu SMA haha* Yang nggak gue suka itu Gia. Menurut gue dia cemen. Udah tahu Adrian nggak cinta lagi sama dia, masih aja pura-pura buta dan pertahanin Adrian. Gue suka sama Moses yang legowo melepas Freya. Tapi iya sih, karena Gie ngerasa they will be forever and for always gara-gara mereka pernah making love. kalau di kisah dewasa mungkin akan sebodo amat kali ya si Gia tapi buat anak SMA memang berat sik. So, star away from sex ya adek-adek. Mungkin tema ceritanya biasa tapi gaya penceritaannya juara. Itulah nilai tambah novel ini. Jika boleh menyarankan, I hate ending. Duh, kok ya sinetron banget gitu sik? Okelah ya kalau mau bikin Adrian dan Freya bersatu, tapi kenapa harus bawa-bawa Moses? Gue paling nggak suka ending dengan bantuan orang lain kayak gini. Too good to be true. Nggak ada usaha sendiri. Karena ending ini, penilaian gue ke Freya drop. Afterall, Remember When terbukti sukses mengobati kekecewaan gue karena baca Ai. Saran gue, bacalah buku ini sambil dengerin Remember When dari Alan Jackson dan meningat-ingat momen remember when yang pernah terjadi dulu.
Bukannya aku mau menjelek-jelekkan buku ini atau gimana, hal yang kamu sukai bukan berarti harus aku sukai pula kan? Dan itulah yang terjadi.
Remember When? Kesan pertama? TERKENAL BANGET NIH BUKU. Must-to read banget dah, ada movie-nya, ceritanya dari sinopsis belakang buku lumayanlah. Oke, mari kita baca.
Eng-ing-eng, belum pernah Winna Efendi membuatku sebegini kecewanya. :( Aku baca beberapa karyanya yang lain, dan walaupun aku gak sejatuh-cinta itu kayak aku jatuh cinta sama novelnya JK Rowling, aku tetep suka dan bakalan baca lagi yang lain. But this? Setelah aku baca Ai, Refrain, aku sempet nyerah. Persahabatan jadi suka? KLISE BANGET DUH:( Tapi waktu baca sinopsis ini, wah, this might be the one I've been waiting for.
Tapi? Yasudahlah. Mungkin bukan genre nya lagi? Anyway, begini kesan-kesan aku.
Ada suatu hal yang bikin aku gereget di setiap novel romance, penulis kadang merasa kurang perlunya untuk menambahkan plot-twists. Iya, bisalah dimaafkan. (Tapi khusus Remember When, kenapa aku merasa bakalan ada plot-twist ya? Eh malah gak ada duh tambah sedih deh bacanya) Lanjut, ke point selanjutnya. Mungkin yang aku kurang "konek" itu sama karakter-karakternya. Aku ngerasa kalo karakter mereka terlalu flat, mainstream, dan kurang klik lah istilahnya sama aku. Trus Adrian, tokoh yang selalu aku tunggu-tunggu, tiba-tiba jadi tokoh yang "Astaga, sejak kapan dia jadi begini?!" Jadi, nggak ada lagi penghubung aku sama ceritanya, secara karakternya aja udah kurang deep.
Ketiga, konfliknya muter-muter udah kayak bianglala. Dari A ke B ke C ke A lagi. Duh, kapan selesainya? Oke sih, bisa dimaklumin kalau klimaksnya heboh atau gimana, tapi klimaksnya ya gitu aja gak terlalu heboh, jadi kenapa muter-muter gini? Terus yang paling aku keselin itu konfliknya diselesaikan dengan diem-dieman dan ngambekkan. Wut? Maksudnya apa gitu, emang anak kecil kalau gak dikasih permen ngambek? Yaa tokohnya udah pada SMA kan, emang gitu cara anak SMA deal with problems? Aku nggak pernah diem-dieman buat nyelesein masalah karena helo? masalahnya gak selesai kalau diem aja.
Dan ohya. Ada adegan ngerokok tokohnya yang seolah-olah ngerokok itu baik. Kalian bisa temuin itu di bagian awal-awal konfliknya, dan that's disturbing. Aku jujur langsung, "Lah, kok novel ini jadi ngasih tau kalo ngerokok itu nenangin, rileksin pikiran, dll sih? Kan pembacanya bisa tergoda (jujur aku sempet tergoda)".
Okey, cukuplah, kupikir itu bisa jadi masukan juga buat penulisnya. :) Di sisi baiknya, buku ini selalu enjoyable, karena gaya bahasanya Winna yang sebenernya bikin aku tetep semangat baca walaupun hal-hal diatas terjadi. Dan, aku cukup suka sama premisenya, kadang ada beberapa adegan yang terlalu klise, kadang ada yang menurutku cukup bagus.
Segitu aja ya, karena ini reviewnya negatif, aku harap semua bisa maklum kalau ini tuh cuman yang aku rasain doang, apa yang kalian rasain pasti beda deh. Bagi yang penasaran, ya coba aja deh baca, gak ada salahnya kan? Mungkin kalian bisa lebih menikmatinya dibanding aku. ^^
Baru baca awalnya saja cerita ini udah buat saya senyam-senyum sendiri... Apalagi ini memakai 4 POV yaitu Freya, Moses, Adrian dan Gia, eh satu lagi ding Erik... Apalagi waktu Gia ngerjain Adrian waktu nembak dia dengan memasukan 10 bola kedalam basket (?) tapi sayangnya bel dan ternyata tanpa melakukan hal itu udah pasti jawabannya ya hahaha... awawaw Adrian so sweet banget tau gak... tapi masih bingung Adrian ngajak Moses lari keliling lapangan padahal perjanjiannya kalau gak ditrima baru lari kan dua-duanya diterima... :p ternyata freya punya kejutan dibalik sifatnya yang pendiam... Awalnya sih kisah pasangan Freya-Moses dan Adrian-Gia manis-manis saja, namun ketika mamanya Adrian meninggal karena sebuah kecelakaan Adrian tiba-tiba berubah, dia mulai jauh dari Gia. Tapi alasan yang tepat dia menjauh bukanlah kematian ibunya, tetapi lebih kepada perasaan yang timbul pada Freya, apalagi setelah malam kematian ibunya Adrian dimana Adrian dan Freya berpelukan ditengah hujan yang sedang mengguyur. Lama kelamaan perasaan yang tumbuh pada Adrian dan Freya semakin dalam. Dua-duanya merasa ada 'perasaan lebih' di dalam diri mereka, tetapi keduanya takut melukai orang-orang yang menyayangi mereka dalam hal ini Moses dan Gia. Dan terjadilah affair di belakang Moses dan Gia. Apalagi setelah kejadian di dalam mobil dimana Adrian melumat bibir Freya dan baru kali ini Freya merasakan seperti yang orang-orang katakan, perasaannya meledak-ledak, lain halnya ketika waktu Moses mencium sekilas bibirnya, yang terasa hambar padahal itu ciuman pertama. Lama kelamaan gelagat Adrian dan Freya tercium oleh Gia. Dan Adrian mengakuinya. Dari situ Gia marah dengan Freya. Sampai Freya datang meminta maaf ke rumahnya, takut kehilangan Adrian, Gia membeberkan sebuah rahasia she tells to Freya about what happened in Bali dari situ Gia menganggap dirinya menang dan berhasil membuat Freya menjauh. Saat Freya keluar dari rumah Gia disitu dia bertemu dengan Adrian lagi. Dan hendak mengakhiri semua. Pelukan terakhir. Tapi fatal! membuat Moses akhirnya tahu tentang affair mereka. Dari situlah kisah percintaan dan persahabatan mereka berempat kacau! Namun tetap happy ending
Freya: Diam-diam menghanyutkan Adrian: Nafsu -_-v dan kekanak-kanakan Moses: Aaaa... dewasa sih tapi... terlalu lemah jadi cowok -_- Gia: Ini lagi satu egois banget ._. tapi bodoh juga /plak Erik: Rada mubasir sih ._. tapi kayaknya dia penetral deh ._.
cinta itu anugerah maka berbahagialah sebab kita sengsara bila tak punya cinta
sebuah lagu jadul terngiang saat membaca buku ini...
benarkah cinta itu adalah anugerah? anugerahkah itu saat kamu jatuh cinta pada sahabat pacar kamu sendiri? atau anugerahkah itu saat kamu jatuh cinta pada pacar sahabat kamu sendiri? dan anugerahkah itu saat kamu menyadari bukan dirimu yg ada didalam hati org yg kamu cintai?
atau benar kata patkaiy, Cinta.. deritanya tiada akhir ???
Adalah Freya, Gia, Adrian dan Moses, 4 orang yg menjadi sahabat karena cinta dan menjadi jauh karena cinta... Freya tidak pernah memperhatikan penampilannya, introvert, nilai2 sekolahnya selalu tinggi.. sahabatnya adalah Gia, yang gemar melukis, supel, incaran cowok di sma mereka... Moses teman sebangku freya, suka membaca, juara umum.. sahabatnya adalah Adrian yg jagoan basket di sekolah, banyak penggemarnya, sering mendapat surat cinta dan bingkisan di lockernya..
dan ketika freya mejadi pacar moses, gia berpacaran dengan adrian persahabatan mereka dimulai.. dan diantara mereka berempat ada seorang Erik...
Buku ini lebih bikin gw menangis daripada AI.. tapi seperti di AI, di sinipun gw ga suka sama kelakuan tokoh2nya.. dengan gampangnya gw menyalahkan Freya, menyalahkan Gia, menyalahkan Adrian dan Moses... Apa ini cara pengarang menunjukkan tokoh2nya adalah manusia biasa, yg bisa berkhianat, bisa menyakiti org disekelilingnya? Yang bisa terperosok ke dalam lubang yang mereka gali sendiri?
tapi siapa yg berhak menilai cinta yang membuat adrian berpaling adalah bodoh? siapa yg berhak bilang cinta gia untuk adrian menyedihkan? siapa yg berhak menganggap friya bodoh karena jatuh cinta?
bisakah kita memilih untuk jatuh cinta pada seseorang, atau kita tidak bisa memilih untuk tidak jatuh cinta pada orang tidak kita inginkan?....
setiap orang punya kisahnya masing2... kita yg menonton bisa bilang mereka bodoh karena cintanya, tp saat kita menjadi tokoh utama di sebuah kisah cinta, apakah yakin kita tidak akan berbuat seperti mereka yg kita anggap bodoh.. atau bahkan lebih bodoh? siapa yg tau coba :p
dan akhirnya Remember when membawa gw melintasi kenangan masa memakai seragam putih abu-abu.. sedikit kemiripan beberapa tokoh dengan teman-teman di sekeliling gw.. kenangan2 bodoh, konyol, sedih tapi indah untuk dikenang :)
Tadinya pengen ngasih lebih dr 3* tapi sekali lagi pengen endingnya beda, jadi hehehe :D
makasih ya yudha udah ngasih buku ini ^^ *rapihin tissue bekas yang belarakan*
Cerita cinta masa SMU kerap diidentikkan dengan cinta monyet. Tapi tidak sama halnya yang terjadi antara Freya, Moses, Adrian, Gea dan Erik. Sebenarnya agak sulit juga membayangkan anak SMU jaman sekarang bisa mempunyai cinta sekuat itu, tapi love for the first time sepertinya bisa menjadi akar tumbuhnya kesejatian rasa.
Konflik cinta dalam persahabatan menjadi tema utama buku berjudul Remember When ini. Klise, bisa jadi karena tema yang diambil adalah sesuatu yang sudah sering beranak-pinak dalam bentuk buku. Tapi kesan klise akan berubah menjadi menarik jika tema tersebut disajikan dengan cara yang menarik.
Cerita diawali dengan ‘penembakan’ sepasang sahabat, Adrian dan Moses kepada Gea dan Freya yang juga sohib kental. Penembakan diterima dan hasilnya mereka sering jalan bersama-sama. Konflik baru dimulai saat di antara mereka ada yang mulai menyukai pasangan sahabatnya, Freya ternyata menaruh hati pada Adrian. Gayung bersambut ketika Adrian menyadari Freya adalah orang yang mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang yang tersayang karena Freya juga pernah mengalami hal yang sama. Kemudian berhamburanlah perasaan bersalah, keharusan memilih, menimbang rasa, keegoisan remaja, pertengkaran, semua bergelut dalam pikiran para tokoh yang dibalut dengan karakter tokoh yang kuat dan penyampaian Winna yang lembut.
Winna menceritakan cinta versus persahabatan dari sudut pandang masing-masing tokoh. Saya jadi bisa merasakan perbedaan konflik batin antara Freya, Gea, Adrian, dan Moses. Kemudian, masih ada satu lagi tokoh, bernama Arik, sahabat Freya dari kecil. Di sinilah Winna ‘bermain- cantik’ dengan menuturkan konflik dari sudut pandang orang luar. Menarik mengikuti kisah kelima tokoh ini dalam menghadapi problem yang membuat mereka belajar apa itu cinta, apa itu mengalah, apa itu persahabatan, hingga kemudian mempertemukan mereka dengan kedewasaan.
Saya sempat berkaca-kaca ketika membaca jelang akhir cerita, pada bagian Freya yang diceritakan dari sudut pandang Moses. Sejak itu pulalah saya menyukai tokoh Freya dengan segala apa yang dihadapinya. Sayangnya, saya lebih suka jika seandainya akhir cerita dibiarkan menggantung bersama kelulusan masa SMU.
Well, sebagai penutup saya suka sekali dengan petikan kalimat dari sinopsis Remember When ‘Apa pun yang kau katakan, bagaimanapun kau menolaknya, cinta akan tetap berada di sana, menunggumu mengakui keberadaannya.’
Pada awalnya, gua ga berniat buat beli novel karya Winna Efendi ini. Tapi apa daya, covernya begitu menarik.. wkwkwkw... Iya, alasan yang dangkal untuk membeli sebuah novel. Sewaktu gua baca resensinya di balik novel ini pun, kayaknya gua ga bisa menemukan bayangan kayak apa isinya. Yang jelas ceritanya seputar cinta-cintaan. Taglinenya pun sangat sederhana, "Ketika kau dan aku jatuh cinta". Well, a lot of things can happen when you're in love, right. Jadi akhirnya dengan tanpa berharap apa-apa, gua pun membeli novel ini.
Ternyata, novel ini bercerita tentang 5 anak SMA yang saling mencinta. Freya, Gia, Moses, Adrian, dan Erik. Siapa suka siapa sementara yang disuka malah suka sama siapa. Begitulah. Topik yang sangat sederhana dengan setting yang sangat umum pula, jaman SMA. Yang menarik, gua awalnya agak ragu karena gua kan sudah tahunan ga ngerasain jaman SMA (baca:tuir) dan jaman SMA itu feels like decades ago. Hahahaaa.. Tapi Winna Efendi ini sangat pintar bercerita sehingga gap umur itu ga terasa sama sekali. So smart! Detail mengenai jaman SMA hanya berkisar masalah umum saja, sehingga gua masih bisa menikmati dan malah jadi teringat jaman sewaktu gua SMA. Hahahaa.. nice!
Konfliknya juga natural. Sangat realitis sehingga masuk akal dan logika gua sebagai pembaca yang lumayan rewel sama urusan ini.
Endingnya... well, gua sebenernya mengharapkan ending yang lebih dramatis. Hahaha.. tapi novel ini seolah-olah ingin menyampaikan pesan moral bahwa ketika kita mencintai seseorang, kita harus berjuang untuk kebahagiaan orang yang kita cintai tersebut. Apakah dengan melepasnya pergi atau menjaganya tetap di sisi kita, itu tergantung sudut pandang pribadi kita masing-masing. Jadi gua cukup puas dengan ending novel ini yang menurut gua cukup ideal.
Tandas dilahap dalam 4 hari saja, novel setebal 248 halaman ini cukup membuat betah dan penasaran. Gaya bercerita novel ini terdiri dari sudut pandang 5 orang tokoh utamanya. Jadi kita bisa tau siapa berpikir seperti apa. Cukup tricky sih, karena jika penulisnya ga lihai, bisa-bisa malah jatuhnya novel ini akan menjadi membosankan dan udah ga surprise lagi. Tapi lagi-lagi, Winna Efendi lihai sangat memainkan tiap kata dan kalimat sehingga tetap bikin penasaran dan ga ada spoiler. Very nice!
4 bintang karena 1 bintangnya buat selera gua yang susah buat dipenuhi. Hahahaa.. cerita menuju endingnya menurut gua yang kurang greget. Keburu ada spoiler beberapa halaman sebelumnya. Damn!
Barusan kelar baca novel ini. Saya langsung ingat deh perbincangan dengan ka Fitri dan mbak Luluk tentang novelis2 yang keren gitu nulisnya dan sebagian berawalan W. Hahahaha.... Haruskah kita ganti nama pena dengan awalan W juga????
Salah satunya ya Winna ini. Winna emang teope deh kalau soal nulis. Bukunya Draf 1 : Taktik menulis fiksi juga jadi panduan saya buat nyoret2. Ceritanya mau belajar nulis fiksi juga.
Novel ini berjudul cantik. Remember When. Serius.. Saya suka judulnya.
Bercerita tentang murid2 SMU, tokoh utama sih ada 4 : Freya, Adrian, Moses dan Gia. Yess... saya masih hafal tokohnya. Jadi Freya sama Adrian pacaran, Moses dan Gia juga. Freya dan Gia sahabatan, Moses dan Adrian sahabatan juga. Trusss... seiring berkembangnya waktu ada yang berubah dalam rasa di hati mereka. Adrian merasakan sesuatu yang lain untuk Freya.. singkatnya naksir. Freya jugaaa... Jadi lah dilematis antara semuanya gitu.
Tak ingin melukai, tapi juga ingin memperjuangkan perasaannya. Wkwkwkwk.....
Dan novel ini disajikan dengan manis oleh Winna. Sebentar... sebelum membahas gaya nulis Winna, saya mau cerita satu hal dari novel ini yang bisa dijadikan pelajaran penting buat kita para wanita.
Jadi di sana, di novel ini ada salah satu tokoh cewek yang menyerahkan segala-galanya buat sang pacar. Sampai hal yang paling berharga buat seorang wanita. Eaaa.... Ujung2nya malah si pacarnya bosan ama tuh cewek. Nah lho... Jadiiiii... Jaga hal yang berharga itu buat yang halal untukmu saja ya adik2. Nyerahin ke pacar, dia bisa bosan tau ga sebelum berlanjut ke jenjang pernikahan. Demikian ceramah singkat kakak... :))))
Dan saya sebel banget jadinya ama tokoh yang bernama Adrian itu... Haloooo... seenaknya aja dia bilang bosan, pengin putus setelah mendapatkan segalanya. Hey Ian, kamu ke laut ajaaa... *emosi*. Maka... cewek2 harus jaga diri dari cowok model gini.
Oke, sekarang soal penulisan di novel ini. Novel ini menggunakan PoV orang pertama dari ke 4 tokohnya bergantian. Ada juga si dari sudut pandang Erick temannya Freya. Dan dengan menggunakan PoV orang pertama ini untuk masing2 tokoh, jadinya feel buat masing2 tokoh itu dapat banget. Suka deh...
Udah deh, segitu aja komen saya tentang soal penulisannya. Ya Ampyuuun Yantiiii... kirain mau nulis panjang lebar. Dah hampir maghrib cyiiin....
Barusan saya nengok repiunya Ibuu... kata Ibu mending epilognya ga usah ada aja. Anakmu sepakat denganmu Bu... Ga suka endingnya :p
Actually, buku ini sudah begitu lama menganggur di rak buku pribadi. Terlalu banyak buku-buku lain yang menarik perhatian hingga buku ini (yang sempat terdetect seperti apa isinya dari beberapa pendapat teman) sempat terabaikan. Namun setelah menunggu lama, akhirnya kubaca juga wiken terakhir. XD
Kisahnya mungkin sudah dapat diketahui tentang apa bahkan dari membaca beberapa halaman awalnya. Kisah 4 sahabat yang menjadi akrab setelah 'tercipta' hubungan cinta diantara mereka. Moses dengan Adrian sudah lama berteman. Sedangkan Gia dan Freya adalah teman akrab di SMA. Moses jadian dengan Freya dan Adrian dengan Gia. Awalnya hubungan mereka baik-baik saja. Semua berjalan indah. Moses dan Freya dengan gaya berpacaran yang adem-ayem sedangkan Adrian dan Gia adalah pasangan kekasih yang dikagumi oleh banyak orang.
Permasalahan mulai muncul setelah 2 tahun hubungan mereka terjalin. Freya dan Adrian lambat laun mulai dekat. Mereka menemukan kesamaan dan satu persatu kebohongan terucapkan dengan dalih untuk melindungi pasangan mereka masing-masing. Kebohongan yang satu harus ditutupi oleh kebohongan yang lain. Dan bisa diduga apa akhirnya bukan?
Klimaks, saat semua kebenaran terkuak. Penuh air mata untuk para tokoh dan saling tuduh. Egois dan keras kepala demi mempertahankan hubungan yang semu. Kesalahan yang terlanjur dibuat oleh Adrian dan Gia membuat Adrian terikat secara tidak kasat mata dengan Gia dan tak bisa memilih Freya. Sementara Freya memilih persahabatannya, walau Gia memilih untuk memusuhinya. Hubungan yang retak ini berlanjut hingga 2 tahun setelah mereka masuk ke bangku perkuliahan.
Well, endingnya bisa dicicipi dengan membaca sendiri bukunya ya. aku sudah menjelaskan terlalu banyak sepertinya. :)) Yang pasti, yang beda dari kisah ini adalah ketika semua tokoh utama diceritakan perasaan mereka dari sudut pandang masing-masing. Itu unik, btw! XD Dan beberapa typo yang terdeteksi, tak terlalu mengganggu. ;) So, kalau kamu suka cerita yang sweet-romance, kamu mesti cobain baca. ^^ Oh, dan jangan lupa, aku suka sampul covernya. :D
Warning: ini kayaknya lebih tepat disebut curhatan dibanding review.
Remember When menjadi novel keempat Winna Efendi yang saya baca setelah Refrain, Ai dan Unbelievabe. But sorry to say, saya sangat teramat kecewa di novelnya kali ini. Mungkin karena ekspektasi saya yang terlalu tinggi sama dia.
Saya tahu tulisan Winna Efendi sudah digemari banyak pembaca, bahkan ketika membuka sampul novel ini, testimoni yang positif, pujian & rating yang cukup tinggi bikin saya mikir, wah.. sekeren itu ya Remember When ini? Makanya saya begitu antusias baca novelnya.
Tapi bener, harapan & kenyataan itu memang selalu berbanding terbalik! Wanna know what? Novel ini penuh dengan pengkhinatan di dalamnya. Dan saya adalah manusia yang tidak suka pengkhianatan. Saya adalah salah satu pembaca yang tidak respect sama kisah pengkhianatan. Dalam bentuk apapun!
Cinta yang entah datangnya darimana, bikin persahabatan yang sudah dirajut sejak kecil oleh si Adrian rela mengkhianati Moses karena jatuh cinta pada cewek sahabatnya itu. Seolah itu belum cukup, dia juga mengkhianati ceweknya yang telah memberikan ‘segalanya’ untuk dia. Harusnya kan setelah apa yang dia lakukan pada cewenya (Gia), si Adrian bisa lebih bertanggungjawab sama dia, bukan malah bangun chemistry sama cewek lain (Freya). Eh, si Freya juga malah menyambut cinta si Adrian ini. Padahal dia & Gia juga sahabatan. So, kelanjutannya bisa ditebak, bukan?
Ah, klasik memang. that’s why saya begitu kecewa dengan novel Winna Efendi kali ini. Ditambah lagi tokoh novel ini yang anak SMA. Ababil. Alur yang lambat. Ggrrrhhh.. bener-bener menguji kesabaran saat baca ini.
Tapi yah sudahlah. Hak si penulis sih mau nulis kayak apa juga. Satu-satunya yang bikin saya ngasih satu bintang untuk novel ini adalah karena ada banyak quote yang saya suka. That’s all!
waahh sudah lama sekali sejak saya menutup lembar terakhir novel ini. tapi baru sempat nulis reviewnya sekarang.. hihi meskipun begitu, saya masih ingat dengan jelas (setelah berusaha mengingat-ingat kembali) bagaimana alur dan konflik dalam novel ini. Freya, Moses, Gia, dan Adrian. saya masih ingat bagaimana kesalnya saya dengan kebrengs**an Adrian dan Freya, ya tentu karena mereka berdua telah mengkhianati kedua sahabatnya. pas baca novel ini, di pikiran saya tertanamkan: Gia paling dewasa di antara ketiga tokoh lainnya. sementara Freya dan Adrian begitu egois. saya bahkan sempat menyalahkan cinta yang tumbuh di antara Freya dan Adrian, sampai saya teringat sebuah frase bahwa tidak ada yang salah dalam cinta, dan cinta itu tidak dapat dikendalikan subjek dan waktunya. tapi toh saya selesaikan juga, meski endingnya tidak begitu membuat saya puas. ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari novel ini, diantaranya, bahwa tidak selamanya yang menjadi pacar pertama kita itu merupakan orang yang benar-benar kita cintai, seperti halnya Freya yang baru sadar ternyata Moses bukan cinta yang dia inginkan, melainkan Adrian. ya, meskipun pada awalnya saya benci sama Freya dan Adrian, tapi setelah saya mencoba memosisikan diri sebagai mereka, wahh pasti bakalan galau juga, memikirkan antara mementingkan persahabatan atau memperjuangkan cinta sejati, duh. tapi kalau saya memosisikan diri sebagai Moses atau Gia, saya juga akan kesal sekesal kesalnya! haha -_-
intinya, mba Winna sangatlah lihai dalam mengaduk emosi pembacanya! meskipun konfliknya klasik, tapi dikemas dengan sangat hidup. jempol! :D
kemarin saya diajak bapak ke gramedia, sblum berangkat saya sempetin buat melanglang buana ke website gagasmedia buat liat2 ada novel baru apa, dan saya terpukau sama cover buku ini hehe. saya tipe orang yang suka nge-judge buku dari covernya. trus, saya buka goodreads buat liat review pembaca novel "Remember When" ini, oalah.. ternyata yang nulis mbak Winna. sebelumnya, 2 novel buatan mbak Winna yang "Ai" sama "Refrain" sukses membuat saya nangis sampai meler2. hehe
okay stop curcolnya.
maaf saya cuma kasih rate 4 soalnya novel ini nggak sukses membuat saya nangis sampai meler lagi, kaya novel terdahulu. ceritanya gampang ketebak gitu.
ini penilain subjektif lho ya, maaf kalau menyinggung tapi saya suka sekali pelajaran yang tdapat dalam novel ini - meskipun jujur itu kadang bikin oranglain terluka, tapi itu lebih baik daripada bohong - perasaan seseorang itu nggak bisa dipaksa
kutipan yang paling saya suka dari nove "Remember When": Kenapa masih sulit melupakan walaupun sudah terluka? (hlm.218) karena saya mengalaminya :p hehe tukaaan curcol lagi
oke sekian review dari saya.. maaf saya hanya siswi SMA biasa yang sedang mencoba membuat review :) saya tunggu novel barunya, mbak Winna!