Kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.
Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku. Meski, diam-diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu-malu.
Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.
Tergoda gara2 tag "Juara Pertama Kompetisi Menulis 100% Roman Asli Indonesia"-nya. Penasaran, sebagus apa kah buku ini? Gimana ceritanya? Silakan baca review rekan-rekan lain. Saya terlalu males untuk mengetik ulang disini >.<
Mungkin memang saya yang ketinggian ngarep, tapi yang pasti saya sih gak suka sama ceritanya. Banyak plot yang kosong. Karakternya juga gak real. Atau seenggaknya penulis gak berusaha menjelaskan ke-absurd-an karakternya. Seperti Noval deh. Gak jelas apa yang bikin dia berubah dari seorang jerk jadi kekasih impian.
dan si Bintang...kenapa juga dia segitu pemaafnya? Atas nama cinta? Eng...owkay...itu sih hak dia klo mo jadi masochist. Tapi lalu...kenapa dia segampang itu "nendang" noval ketika dia tahu sakitnya? kenapa gak berusaha dibahas? Dan kenapa endingnya kerasa mendadak gitu?
Dan yang bikin saya paling gak ngerti, kenapa juga sih musti ada cerita Bintang wkt SMA? Apa sih signifikansi (is this an Indonesian word?) masa lalu itu pada kisah Bintang - Noval? Kenapa penulis gak mengeksplor lbh dalam aja kisah bintang-noval? (haisss.....diriku emang bawel :p)
Sepertinya si penulis pengen masukkin banyak cerita tp kebatas jumlah halaman ya. Jadi ceritanya terkesan lompat2 gak jelas. "Juara Pertama Kompetisi Menulis 100% Roman Asli Indonesia"? Hmm....sepertinya otak saya sih gak nyampe ke situ :D. Dan yep, saya merasa tak perlu membaca novel milik juara kedua dan ketiga kalo juara pertama-nya aja kayak gini.
Gue enggak terlalu mahir dalam me-review buku. Jadi, sebagai gantinya, gw akan membuat daftar hal-hal yang gue suka dan enggak suka dari novel pemenang lomba GagasMedia ini. Hope I will do this book justice.
Things I like:
+ tema yg cukup berbeda dari alur klise novel-novel roman kebanyakan dan cenderung kontroversial.
+ ending-nya yg cukup tidak terduga. Sama sekali enggak menyangka gue akan melihat tokoh 'itu' kembali di halaman terakhir, dan gue suka cara penulis menutup cerita dengan kalimat yg dipakai itu. Rasanya jadi tidak merupakan sebuah akhir, tapi sebuah awal dari konflik baru. Dan gue suka ending yg seperti itu.
+ puisi-puisi yang disisipkan adalah sentuhan yang bagus banget.
+ judul tiap chapter memberikan kesan misterius.
Things I don't like:
- Penyampaian alur. Gue termasuk orang yang SANGAT memuja alur campuran (maju-mundur) dalam sebuah novel, tapi hanya jika dieksesusikan dengan baik. Bagi gue, cara penulis menggabungkan cerita masa lalu dengan masa sekarang masih kurang rapi. Mungkin sebaiknya bagian "past" dibuat chapter sendiri, bukan digabung ke dalam satu chapter di bagian "present" dengan hanya dibedakan dengan huruf italics.
- entah disengaja atau enggak, tokoh utamanya terasa sangat datar. Bintang sepertinya tidak memiliki emosi sama sekali. Kalaupun ada, rasanya tidak digambarkan dengan jelas sehingga susah sekali untuk bersimpati. Gw benar-benar mengharapkan Bintang melawan -sekecil apa pun bentuk perlawanannya -tp kenyataannya dia lebih sering cuek, diam, dan terkesan tidak punya jiwa. Sulit rasanya untuk mendukung protagonis yang seperti itu.
- banyak tokoh yg muncul tapi kontribusinya kurang. Contoh: Dewa yg tiba-tiba mau menikah; Daniel yg kadang muncul kadang enggak tanpa peran yg cukup signifikan;bahkan Kaila yg seharusnya memegang peranan penting dalam perkembangan karakter Bintang terasa hanya sebagai figuran.
That's all I can think of for now. Mungkin sebenarnya ada lebih banyak yg gue suka dan enggak suka dari buku ini, tapi untuk sekarang hanya ini yg bisa gue inget.
There's something so raw about this book - semua emosi yang dituliskan, juga betapa jujurnya penulis bertutur kata. Sedikit distracting melompat dari masa kini ke flashback masa lalu, namun jika membaca sampai selesai, it's so worth it :) entah karena karakter Bintang mencerminkan sekian banyak perempuan yang rela melakukan apa pun demi cinta, entah karena kesederhanaannya dalam masalah yang begitu rumit, atau karena memang membacanya seperti menemukan sesuatu yang langka.
Seluruh komentar saya tentang buku ini dapat disimpulkan dalam beberapa kalimat di sampul depannya. My favorite manuscript out of the whole bunch in the competition - and there are so many good ones!
Bagus! Walau menang lomba Roman, tapi ceritanya bukan kisah cinta yang menye-menye (makanya menang ;p). Persoalan yang diangkat merupakan hal yang sebenarnya simple. Problemnya pun umum dan sudah ketebak akan seperti apa, cuma saya suka dengan gaya penceritaannya, alur serta penokohannya yang kuat. Lalu bagaimana penulis membawa emosi pembaca dari sebel, benci terus berubah jadi suka. Tokoh Noval kuat banget di kisah ini. Saking kuatnya jadi pengin saya tonjok ^^
Paling yang jadi poin kekurangan menurut saya adalah kurangnya detail penggambaran si tokoh utama, pengin tahu secara fisik dan penampilan, dia seperti apa sih, secantik atau sebiasa apa sih? Lalu tambahan adalah di bagian bab-bab akhir yang seperti bola salju yang didorong turun. Cepat, tiba-tiba membesar, lalu pecah dan hilang. Agak terburu-buru. Sebenarnya banyak kesalahan typo, seperti tidak dipenggalnya kata penunjuk arah, atau spasi yang tidak pas, tapi itu bukan poin utama sih buat saya.
Happy Reading!! *Jeng Natha, saya sudah selesai dalam waktu 2 hari ya. Jarang2 loh ;p
Betul. Ada dua cerita di sini. Cerita tentang Bintang masa SMA dan Bintang masa kuliah, yang dibaurkan dalam cerita yang dituliskan berangkai, seolah bolak balik, atau cerita yang susul menyusul. Seperti rel yang sejajar yang dikira bersama, tapi ternyata yg satu berada jauh di belakang. Agak mengagetkan karena Bintang ini namanya sama dengan si kecilku dan Kaila ini sama dengan nama sepupunya yang setiap weekend main bersama. Kebetulan, ya?
Nama tokohnya Bintang dan Kaila. Mereka teman sebangku SMA, bermain bersama, kemudian menyadari menyukai satu sama lain, dan akhirnya hubungan mereka terhenti karena ketahuan teman-teman sekelas. *** Nama tokohnya Bintang dan Noval. Mereka saling jatuh cinta ketika masa kuliah, kemudian menjalani hari-hari bersama yang penuh gairah, sampai akhirnya mereka berpisah karena Noval yang terlalu mengekang Bintang.
Bukan, bukan alurnya yang akan aku komentari. Cara penceritaan kan bermacam-macam, bisa maju mundur, bisa mundur terus, bisa maju terus, bisa ala sms, bisa via email, bahkan curhatan twitterpun bisa dijadikan buku. Mestinya sih nggak bermasalah.
Cuma kalau alurnya udah unik begitu, sayang paragraf-paragrafnya dalam scene yg sama banyak yang 'kentang', seperti gak dapat eksekusi yang lebih mulus lagi. Kesannya jadi FTV banget, atau film Indonesia yang banyak beredar kini tentang anak muda, banyak scene yg 'kentang'. *ditulis gak ya contohnyaa..*
Tokoh Bintang ini emang datar banget, pasrah banget mau diapain juga sama pacarnya. Satu-satunya kelebihannya adalah dia sebenarnya soliter, yang bisa saja melakukan apa-apa sendiri tanpa pacarnya, dan bisa cuek dan move on sesudahnya, tapi dia tetap penyendiri. Tapi dibandingkan soliternya Zarah Amala, ya bisa dibilang si Bintang ini biasa-biasa aja. Dan tokoh-tokoh lain juga nggak diceritakan dengan serius, siapa itu Noval juga nggak tahu selain kakak kelas Bintang, terus pacaran sama Bintang. Adegan lempar tanahnya juga kentang banget. Dilempar, trus udah. Apalagi tentang Dewa yang muncul satu dua bak figuran. (deuu, padahal biasanya yang namanya Dewa itu ganteng loh, dan pantes dicemburuin). Memang sempat diceritakan sedikit soal Daniel (banyak banget orang namanya ini, yah), aku pikir bakal dapat lebih banyak ketika diceritakan soal mengangkat jamur dari truk, tapi ternyata segitu aja. Adegan Daniel ciuman sama Bintang juga nggak ada ujung pangkalnya juga, gak jelas time waktunya juga di sebelah mananya pestanya si Bintang (tapi aku sih ngerti kenapa Daniel nyium Bintang >ada alasannya ^_^)
Mungkin si penulis terikat dengan aturan lomba harus berapa halaman dan harus happy ending (info ini aku dapat dari seorang peserta yang nggak menang tetapi tetap diterbitkan jadi buku ~ setelah diedit-edit jadi cukup bagus) sehingga kesulitan untuk menjelajah, eh, mengeksplor tokoh-tokohnya lebih jauh. Peran ibunya Bintang yang single parent juga digambarkan cukup pas munculnya, gak kebanyakan, dan gak kekurangan. Kait-kaitan cerita masa lalu dan masa kini juga beberapa cocok, seperti tentang alasan Bintang bisa bermain gitar, atau saat perpisahannya dengan Kaila.
Aku nggak tahu ini buku ke berapanya Wulan, jadi nggak bisa membandingkan dengan karya-karyanya yang lain sih. Apalagi buku segenre yang aku baca cuma karya Winna Efendi, juri lomba ini (ohiya, sama karya Windry Ramadhina). Kalau aku sih suka banget sama karyanya Winna, yang juga suka menulis dengan alur yang berbeda-beda (favoritku masih Ai). Kalau pun ini karya pertama Wulan, as a start, oke laah.
catatan akhir, 'kentang' itu istilah akronim untuk 'kena tanggung' untuk menunjukkan sesuatu yang 'eh, lha, kok udah?' kemungkinan muncul sebelum istilah 'unyu' apalagi 'kowawa.. \\(^_^)//' sebagai makanan sih, aku suka banget sama kentang mau diapa-apain juga.
"Aku dan kamu seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.
Mungkin jalan kita tidak bersimpangan."
Itu alasan pertama, kenapa pada akhirnya saya menginginkan novel ini. Ah, tuh kan saya selalu tertarik menceritakan bagaimana saya berjodoh dengan sebuah buku. Dan perumpamaan tentang hujan dan teduh yang ada di cover belakang novel ini menarik, menarik sekali. Humm, gagas memang selalu bisa membuat saya tertarik dengan cover2nya yang cantik dan manis itu, tidak hanya tampilan warnanya yang saya banget tapi juga kata2nya yang membius. Hihihi….
"Juara pertama 100% roman asli Indonesia."
Label itulah yang tercetak di cover depan novel ini. Dan itu alasan kedua kenapa saya menjemput novel ini. Pengin tahu, gimana sih si jawara itu. Apa saya juga akan berpendapat yang sama dengan para juri kalau naskah itu pantas jadi juara? Ceileee… Siapa elo yan? :p
Singkat kata singkat cerita pada akhirnya novel ini pun menjadi milik saya. Huahahaha…..
Bagaimana setelah membacanya?
Humm… Sebelum membaca saya tengok dulu tuh profil penulis karena nama Wulan Dewatra adalah nama yang asing bagi saya. Dan sepotong wajah manis berjilbab hitam saya jumpai di foto profil tersebut. Melihat tampilan si penulis yang berjilbab. Jujur nih yaa… Saya jadi berharap banget kalau novel ini membawa moral of the story yang cukup kuat sehingga ketika saya selesai membacanya bukan hanya cerita cinta2an saja yang saya dapat tapi juga dapat sesuatu gitu. Oh ya, satu lagi, penulisnya masih muda euy, kelahiran tahun 90.
Qta masuk ke dalam cerita. Jeng… Jeng.. Jeng…
Hujan dan teduh bercerita tentang Bintang, novel ini memakai alur maju mundur. Yang dalam satu chapter, kedua alur bisa muncul beriringan dengan hanya dibedakan huruf miring aja. Rentang waktu yang pendek antara masa lalu dan masa kini, tapi apa yang dialami Bintang banyak sekaliii… Saat SMA konflik berputar tentang Bintang dan sahabatnya Kaila. Sebuah persahabatan yang sangat tidak wajar. Tak wajar? Yaah… sangat2 tidak wajar.
Saat kuliah juga bercerita tentang bagaimana Bintang menjalin asmara dengan Noval yang awalnya adalah musuhnya. Sebuah hubungan antar anak muda yang sangat kebablasan. Saya jadi tercenung sendiri di titik ini, ngeri dengan kebebasan pergaulan yang diceritakan di sini. Tapiii… Wulan Dewatra, sang penulis menuliskannya dalam bahasa yang masih wajar kok.
Trus? Hadeh, saya menahan diri untuk tidak menceritakan secara rinci isi novel ini. Karena disitulah menariknya. Kejutan2 yang diberikan di novel ini membuat saya ingin berlari mengetahui apa selanjutnya yang terjadi. Dan mungkin itu ya salah satu yang bikin novel ini jadi jawara.
Lalu kemudian, adakah moral of the story yang menjadi harapan saya ketika membuka halaman novel ini? Ada. Walau tak langsung. Mengutip twit dari salah satu penerbit tentang manfaat membaca novel yaitu kita bisa belajar sebab-akibat dr pengalaman hidup tokoh, qt jd tahu jika melakukn A maka akan berakibat B.
Yup. Itulah yang bisa kita ambil.. Apa yang dialami Bintang semoga membuat kaum muda (yang tua juga) berpikir. Bahwa… itu ga bagus loooh, juga berdosa. Dosa besar lagi… Mari menjaga diri qta. *kalimat ini terutama ditujukan pada saya*
Dan yang menjadi pertanyaan saya juga selepas membaca novel ini apa begitu mudah ya merubah penyimpangan yang ada dalam diri dalam waktu 2-3 tahun? Seseorang yang dulunya punya ketertarikan dengan sesama jenis bisa stop total gitu? Bisa aja kali ya kalau komitmennya kuat namun keterbatasan halaman di novel ini membuat proses perang batin dalam diri Bintang jadi ga berasa.
Dan jugaaa…. Saya jadi menebak2 apa hubungan jalan cerita dengan tulisan di cover belakang buku tentang hujan dan teduh yang tak bisa berjalan bersama? Mungkin ini tentang hubungan Bintang dan Kaila.. Tapi yang lebih mungkin sepertinya tentang masa lalu dan masa kini yang menjadi alur cerita ini, seperti Hujan dan Teduh.
Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan.
Sudah beberapa kali membacanya, tetap saja nggak ketemu apa yang membuat novel ini spesial. Plot? No, tidak ada hub. sebab-akibat dan latar-belakang apapun yg bisa njelasin knp tokoh2nya mengidap psikoseks dan heteroseksual, juga keterkaitan kisah Bintang-Kaila dan Bintang-Noval, nyaris tidak ada. Karakter? No. Sampai akhir cerita saya nggak bisa dapet gambaran jelas seperti apa karakter fisik kedua tokoh utamanya, kecuali hanya si poni pagar Kayla. Begitupun karakter psikis. Mereka yang mengidap disorientasi seksual seperti kedua tokoh utamanya, biasanya punya kepribadian berbeda dari orang awam yang sayangnya juga tidak dieksplorasi di sini. Atau mungkin emmang tidak ada riset sama sekali tentang itu? Setting? No. Just an ordinary place n description. Tema? No. Well, honestly I'm a type of conservative reader. Namun bukan berarti saya benar2 anti dengan tema2 yang nggak biasa. Namun pendeskripsian tema "itu" di sini dalam bentuk seolah-olah ketidaklaziman itu adalah suatu kelumrahan yang bikin I finally say a big no. So, 1 bintang di sini adalah utk alur maju-mundurnya yang tak biasa dan cover + blurbnya yang keren abiss :D
Jujur saja, saya beli novel ini, pertama karena suka banget sama covernya. Kedua, novel ini ternyata pemenang kompetisi menulis novel roman yang diadakan oleh Gagas Media. Penasaran dong, pastinya. Kayak gimana sih, ceritanya? Baca, baca, baca, dan... saat selesai, sebuah pertanyaan terus-menerus bergema di kepala saya: "Heh, yang kayak gini jadi juara pertama?" Kening saya berkerut jelek sekali.
Novel ini berkisah tentang Bintang, seorang perempuan yang menyukai perempuan. Namanya Kaila, cewek cantik berponi pagar. Kala itu mereka masih duduk di bangku SMA, dan, bagaimana pun, hubungan sesama jenis adalah hal yang tidak membanggakan bagi masyarakat kita. Karenanya mereka berusaha menyembunyikan hubungan mereka. Untuk menambah 'penyamaran', baik Bintang maupun Kaila berpacaran dengan cowok. Namun serapat-rapatnya mereka menyembunyikan hubungan cinta terlarang mereka, akhirnya ketahuan juga oleh Reno, pacar lelaki Kaila. Reno yang tidak suka pada Bintang kemudian menyebarkan foto mesra Bintang dan Kaila di situs jejaring sosial, yang membuat Kaila depresi dan memutuskan untuk bunuh diri.
Pada masa kuliah, Bintang bertemu dengan Noval, dalam suatu peristiwa yang tak menyenangkan. Seiring berjalannya waktu, hubungan Bintang dan Noval menjadi lebih baik, dan mereka berpacaran. Noval adalah lelaki yang baik, pada awalnya. Tapi lama-kelamaan Noval mulai menunjukkan perubahan. Dia menjadi terlalu posesif, egois, gampang marah, serta ringan tangan. Bintang mencoba bersabar menghadapi Noval, karena cewek itu sudah terlanjur sayang padanya. Terlebih lagi, Noval sepertinya kesusahan mengatasi temperamennya, selalu memohon-mohon maaf pada Bintang setiap kali ia mulai marah dan bersikap kasar pada Bintang. Sesabar-sabarnya Bintang, akhirnya ia tak tahan juga dengan perlakuan kasar Noval dan sikapnya yang plin-plan. Saat itulah sosok Dewa hadir. Sosok yang sangat perhatian pada Bintang.
Bisa menebak endingnya? Hohoho. Jangan terlalu cepat menyimpulkan. Endingnya menurut saya tidak terduga lho, walau tak mampu membuat saya senang. Maaf.
Alur cerita dalam novel ini maju-mundur. Bagian yang menceritakan masa lalu Bintang saat SMA dicetak dengan hufuf miring (italic). Saya sebenarnya menyukai cerita yang tak melulu alur maju saja, tapi entah mengapa saya malah merasa terganggu dengan alur cerita dalam novel yang ditulis oleh Wulan Dewatra ini. Konfliknya menurut saya agak dipaksakan. Yang membuat novel ini berbeda dari cerita remaja kebanyakan, adalah keberanian penulis mengangkat hubungan sesama jenis dalam buku pertamanya ini. Untuk hal tersebut saya betul-betul mengacungkan jempol.
Baiklah. Saya akan menuliskan beberapa hal yang membuat kening saya berkerut:
1. Tadinya, saya pikir konflik utama di novel ini adalah tentang hubungan Bintang dan Kaila. Saya pikir, tema lesbianlah yang akan dikupas oleh sang penulis, tentang pergolakan batin Bintang yang mempertanyakan orientasi seksualnya dan sebagainya (apalagi ketika itu Bintang masih SMA kan?). Ternyata saya salah. Kisah Bintang-Kaila hanya sekadar 'tempelan'.
2. Begitu mudahkah bagi seseorang untuk mengubah orientasi seksualnya? Kok rasanya begitu gampang Bintang jatuh cinta pada laki-laki?
3. Saya menyerah. Saya tak paham makna dari judul novel ini. Hujan dan Teduh itu maksudnya apa? Menggambarkan hubungan Bintang dan Kaila? Er... tapi kisah mereka bukan konflik utama, kan? Otak saya memang lemot, Sodara-Sodara. Ada yang bisa menjelaskannya pada saya?
4. Karakter Bintang sangat datar. Untuk orang yang pernah suka perempuan, sikap Bintang terlalu lempeng ketika ia mengalami perlakuan kasar dari lelaki. Masa iya dia nggak berpikir untuk mencari pasangan yang lebih lembut, misalnya mencari 'cewek' lain saja?
5. Karakter Noval terlalu... apa ya namanya... nggak jelas? Dikit-dikit marah, dikit-dikit minta maaf. Plin-plan. Makanya, saat dia muncul lagi di *sensor-takutnya-spoiler* saya sangat meragukan keramahannya. Tak ada yang bisa menjanjikan bahwa sifat Noval sudah berubah.
Well, saya memang bukan seorang profesional dalam menilai suatu bacaan (tentu, karena penilaian saya lebih banyak unsur subjektifnya. Hehe.). Saya sih, tak meragukan kredibilitas para juri Gagas Media yang memilih novel ini sebagai juara. Saya hanyalah orang awam yang berusaha menikmati bacaan saya. Dan, ketika saya tak mampu menikmati suatu bacaan, maka saya tak mau berpura-pura bilang suka. Mungkin saya yang belum mampu menemukan 'permata' dalam novel ini.
Maaf, sekali lagi maaf, saya cuma memberikan 2/5 bintang.
Pertanyaan terbesarnya adalah : apa sebenarnya yang hendak penulis bicarakan melalui novel ini? lalu, mengapa ia bisa menang? hehe
Saya tertarik membli novel ini karena beberapa alasan. Pertama, saya butuh novel remaja untuk saya resensi dalam surat kabar tempat saya bekerja. Kedua, cover dan sinopsisnya cukup menarik. Ketiga, titel "juara pertama" yang berhasil menjual.
Awal saya membaca, saya diantar dengan gaya bahasa yang yaaa..cukup puitis, dengan deskripsi tokoh dan tempat yang sangat minim--untuk tidak mengatakan tidak ada. Maka, imajinasi menjadi hal yang sulit. Lalu, tiba-tiba saya dikejutkan dengan alur cerita yang mengantar kepada kisah cinta sesama jenis sang tokoh utama. Wah, sepertinya mulai menarik nih, pikir saya waktu itu.
Namun, setelah selesai membaca, saya pikir percuma saja pengarang mengumbar-umbar kisah cinta sesama jenis itu, karena toh bukan itu yang jadi pokok persoalan. Alih-alih kisah cinta sesama jenis, pengarang kemudian bercerita tentang hubungan lawan jenis tokoh utama dengan seorang laki-laki. Dengan kata lain, tokoh utama adalah seorang biseks. Masalahnya, suasana batin, latar belakang psikologis sang tokoh utama sangat kurang dieksplorasi oleh penulis sehingga yang saya dapatkan melulu suasana yang datar-datar saja. Selain itu, kurangnya eksplorasi sang tokoh-tokoh juga membuat motif tindakan para tokoh terasa kurang kuat, alias dibuat-buat.
Kemudian, alur cerita episodik yang dipilih pengarang bukanlah tanpa risiko. Saya merasakan masih banyak bolong di sana-sini. Seperti misalnya, mengapa sebenarnya Kaila tiba-tiba meninggal? Lalu mengapa Bintang berkali-kali kembali ke Noval meski ia tahu Noval orang yang penuh dengan kekerasan? Dan yang paling penting, apa sebenarnya signifikansi cerita cinta sesama jenis itu terhadap keseluruhan cerita novel dan suasana psikologis Bintang?
Saya tidak hendak mengatakan bahwa sang pengarang tidak berbakat. Bukan. Menurut hemat saya, pengarang belumlah membaca cukup referensi. Maka, berhati-hatilah membuat cerita.
Udah bnyk novel dengan titel "JUARA 1" yg saya baca n g pernah ada satupun yg bikin saya puas, termasuk novel ini, yg kembali mengambangkan pertanyaan "Apa yg membuat buku ini bisa menjadi juara?" Udah lama sih saya nyerah n g lg ngasih ekspektasi tinggi terhadap buku2 yg berlabel juara 1. Apa yg disampaikan buku ini sebenarnya? Oke, tema yg diambil cukup unik, biseks. Yg sebenernya bikin saya pengen berenti baca karena saya bnr2 g suka dgn tema semacam ini, tp okelah, saya lanjut baca. Masalahnya, penulis kayaknya bhkn g berusaha mendalami karakter bikinannya sendiri. Seriusan, biasanya org2 yg lesbian itu punya alasan, entah karena mereka feminis radikal yg merasa g membutuhkan lelaki atau punya pengalaman masa lalu yg bikin mereka benci dan takut sama laki2 sehingga menemukan kenyamanan dengan sesama jenis. Yg saya tangkap, awalnya Bintang itu kayaknya tough bgt, tipe2 tomboy yg g bkl nerima ditindas org lain. Oh well, ngeliat cara dia maafin Noval berkali2 mlh bikin saya mikir dia cewek tolol g punya otak. Setelah digituin ama satu laki2, msh aja gt bersedia balik. Dna hellow, ada apa dgn karakter Noval yg bajingan tp ending2nya sok2 jd pahlawan gt? Mau bikin ending mengejutkan? G berhasil. Bikin org mencibir yg ada. Trus apaan dgn flashback masa SMA yg g nyambung sama sekali itu? Karena masa lalu itu g ngasih kontribusi apa2 trhdp kehidupang Bintang di masa depan. G ada dampak. Misal, si Bintang itu jd benci laki2 gt, mengingat Reno, pacar si Kaila yg bikin Kaila bunuh diri itu menyebabkan dia kehilangan 'kekasih'-nya. Yg ada si Bintang malah bertekuk lutut bgt ke si Noval. Trus... apa gunanya karakter Daniel? G jelas. Cuma buat jd budak penolong si Bintang. Trus yg foto2 Bintang dan Kaila tersebar, tp pihak sekolah kok kayaknya buta aja gt, jatuhnya malah g logis. Jujur aja, g ada satupun karakter dlm novel ini yg saya suka. Eksekusi novel ini bisa dibilang gagal, pdhl sebenarnya dgn tema yg dipakai, ini novel bisa jd luar biasa. Oh, mgkn karena temanya itu y makanya menang, bukan karena cerita?
Well... dengan berbaris-baris puisi di halaman belakang cover-nya, saya kira saya akan tersenyum puas ketika selesai membaca novel ini. Tapi ternyata tidak. Malah kerutan alis saya dari awal ngga hilang-hilang.
Saya suka ide penulisnya. Saya suka kejutan dari ceritanya—bagaimana ia menjelaskan hubungan Kaila dan Bintang. Saya suka bagaimana ia menceritakan ketidakberdayaan Bintang dalam menghadapi Noval. Tapi itu semua tidak cukup.
Masih banyak kekosongan yang ditimbulkan oleh penulis. Pertama, untuk apa dia susah payah menulis kisah hubungan Bintang dan Kaila. Oke, saya memang kecewa. Tadinya saya pikir hubungan istimewa merekalah yang akan menjadi konflik utama dari novel ini. Walaupun begitu, saya masih berharap penulis memberikan penjelasan lebih mengenai hubungan mereka berdua. Kedua, kenapa Noval yang begitu baik dan manis di awalnya bisa berubah se-Lucifer itu di tengah cerita? Apa penyebabnya? Dan kenapa dia bisa dengan mudahnya berbalik menjadi manis dan baik lagi di ending? Penulis menjelaskan dengan kata-kata bermakna ganda di ceritanya, di saat saya mengharap lebih. Ketiga, karakter Bintang itu sendiri. Mungkin si penulis ingin menceritakan bagaimana complicated-nya sosok Bintang. Tapi menurut saya, penulis malah menghilangkan kekhasan karakter Bintang itu sendiri. Sehingga dia menjadi... yah, characterless?
Semoga penulis bisa terus berkembang dan menghasilkan karya yang lebih bagus lagi. ^^
waktu baca novel ini nggak tau kenapa nggak bisa berhenti dan sampai sekarang nggak tau alasan novel ini bisa memenangkan lomba itu. mungkin karena tema yang masih jarang terjamah. mungkin karena ending yang nggak terduga.
menurutku sendiri novel ini nggak ada "nyawanya" lempeng aja. si tokoh yang sudah ditinggal pacar sesama jenis, hamil diluar nikah, aborsi, kena kanker rahim bener-bener kayak nggak punya nyawa, datar. flat. bahkan waktu si tokoh bilang "Aku pembunuh." masih sangat datar.
dan endingnya jadi terkesan pemaksaan membuat ending yang paling nggak terduga. makanya dipaksa bertemu di sana dengan diakhiri dialog singkat.
entah. mungkin perasaanku aja yang merasa novel ini nggak ada "nyawanya" atau bukan.
Aneh juga buku ini bisa jadi juara 1 lomba novel Gagas Media. Secara tata bahasa lumayan walau agak membosankan karena terlalu banyak deskripsi yang agak lebay. Esensi ceritanya yang kurang saya suka karena menyuguhkan cerita yang terlalu ekstrim untuk remaja seperti skandal cinta sesama jenis (lesbian), bunuh diri, hubungan intim diluar nikah hingga hamil kemudian aborsi. Kenapa cerita seperti ini bisa mendapat juara 1 ???
Personal opinion form a reader who read the book and I got a lot of things to say about this book.
1. Sinopsis. sekarang banyak penerbit yang alih-alih menyuguhkan summary 'tentang apa' di bagian belakang buku, malah memberi puisi atau kalimat mengawang-awang. bagus, oke, tapi apa itu ngasih gambaran tentang isi buku? nope. not at all. aku nggak tau cerita apa yang harus aku antisipasi dari sinopsisnya. as a reader, is it too much to ask for a heads-up?
2. Dialog Ini beberapa contoh dialog yang ada di buku kalau narasi dan deskripsi dari penulis dicabut, ditinggalin rangkaian dialognya aja.
(Hal. 13-14) "Hei, Wa." "Eh, Bintang. Udah selesai?" "Udah." "Kenalin, ini Marsha." "Marsha." "Bintang." "Nih gitarnya. Presentasinya sukses. Thanks, ya." "Sip. Makan dulu, yuk?" "Nggak, ah. Hari ini Ibu dateng." "Oh, lagi ada kunjungan." "Iya. Ya udah, pergi dulu, ya. Udah telat." "OK. Hati-hati." "Thanks." Note: datar, pointless. *sigh
(Hal. 28-29) "Bintang, yang ini bagus, nih." "Iya, bagus. Kalau kamu mau yang itu buat kamu aja, Kai." "Jangan tinggalin gue, ya, Kai." Note: datar, pointless, nggak tau juga kenapa hrs ada dialog ini. yang andai dicabut juga, nggak bakal ngaruh ke jalan cerita.
(Hal. 69) "Argh! Sakit, Val." Note: sumpah, aku pingin ambil stabilo terus aku coret dialog ini dan aku ganti dengan kalimatku sendiri.
Dan masih banyak dialog-dialog pointless, datar, monoton, membosankan lain yang bertebaran di seluruh isi buku.
Hey, you guys are in a story. the world revolve around you guys. and all the thing you have to say is... "Sop buntut satu." ???
Arrrgh! Enough. kill me now. oh, no, change of mind. better kill them both, I'll replace them with characters that will talk about more meaningful things rather than that useless everyday dialogues.
3. Writing Style Komposisi antara deskripsi, narasi, dan dialog (yg meaningful + nggak meaningful) sangat nggak berimbang. narasi dan deskripsi memenuhi isi buku. ada yang berlembar-lembar isinya hanya deskripsi tentang perasaan dan situasi si Bintang yang bla-bla-bla. It appears to me that the author has more things to say than the main characters themselves. dan deskripsi-narasi itu juga... boring. I personally think the author needs to use more 'show, don't tell' formula.
4. Plot I get it. it is two different story. the present and the past. with the only connection is the main player is Bintang. I can talk more and more about the plot, but... all I get to say is the author is daring (or is she gambling?) with the topic a new author will reconsider ten times to use it: a story about bisex.
5. Characters Two dimensional. not memorable. painfully plain.
Good point: it is readable. the cover is eye-catching.
Ok, review selesai. Tutup buku. Juara Pertama 100% Roman Asli Indonesia? Oooh.... Yup, sekarang saatnya membaca juara dua, tiga, harapan satu, harapan dua... oh, wait, change of mind again. I'm not interested.
PERINGATAN: Bahasa campur-campur yang dicetak miring, ocehan dan umpatan tersembunyi (bukan pada bukunya), dan numbered review.
Jelas bukan cangkir teh hijau saya karena:
1. I've read fanfics. I've watched yuri-hinted animes (accidentally, and btw I hate yuri/shoujou-ai). I've read NA. So I'd say there's nothing new to the theme. It's just the 'uncommon in East culture' that sells.
2. Ya, ya, salah saya (lagi) yang baca ini selepas melahap Dark Love-nya Ken Terate yang jauh lebih bernuansa positif, bertujuan jelas dan baik, juga tidak hadir hanya sebagai 'jalan kabur' bagi jiwa-jiwa yang membutuhkan hiburan. Karena saya lebih satu visi dengan Mbak Ken, saya jadi kurang menikmati cerita yang (tampaknya) memang dibuat untuk bacaan semata. Karena hei, manusia tertarik dengan kesedihan, bukan? Buku ini menawarkannya penuh.
3. Latar. Serius, mau itu dibilang di Jakarta, Malang, atau New York sekalipun, saya selalu merasa itu ada di UPI Bandung kampus Bumi Siliwangi. FPBS, halo? (Kebayang kantinnya pasti Kopma) PLP? (Sekarang ganti jadi PPL). Makan batagor? (Gerobak Mang-mang di depan SD Isola).
4. Alur. Mungkin karena ini hanya menceritakan kehidupan seorang Bintang, jadi absennya hubungan antara alur maju dan alur mundur bisa dimengerti. Mungkin.
5. Karakter. Oh, please give me a space for ranting just a second. I HOPE PEOPLE LIKE NOVAL ROT IN HELL. I HOPE WE ALL ARE PROTECTED AND AVOIDED BY THE MIGHTY GOD FROM PREDATORS, D-BAGS, AND FAUX-NICE KIND OF JERKS LIKE HIM. AMEN. Yeah, that's a rant. And we, girls, are blessed by power to stand up for ourselves, not like Bintang. The world has had enough masochists.
6. Gaya menulis penulis dalam mengibaratkan sesuatu dengan konsep sains. Memang saya bukan profesor Biologi atau apa, tapi saya pernah belajar fisiologi, dan rasanya saya belum pernah dengar pori-pori bekerja mengeluarkan keringat. Kelenjarlah yang menghasilkannya. I've spotted many misconceptions that it even irked a lazy sci-edu grad like me. I hope it'll be revised on the next edition.
7. And until the end I didn't see the author's intention on writing this piece. Winning the competition is one, but providing good, educating entertainment is certainly not. I'm SO, SO SORRY I couldn't (cannot) like this story. I wanted to, really (and that's why I read) but no matter how hard I tried, despite the simplicity and rawness of the emotion and language that kept me going, I wasn't able to find this likeable.
Mungkin segitu saja, dan sebetulnya banyak ulasan juga yang sudah menyuarakan hati saya lebih lantang, lugas, dan lengkap. Masalah desain sampul dan blurb, sekali lagi, penerbit telah mengeluarkan yang terbaik.
Saya jauh lebih suka cerpen-cerpennya; dalam, muram, dan lebih memiliki tujuan positif. Buat yang merasa dikecewakan dengan novel ini, coba baca cerpen karangan beliau untuk menghapus rasa itu.
Label juara pertama 100% roman asli indonesia memang layak disematkan pada novel karya Wulan Dewatra ini. Tidak hanya sarat konflik tapi penulis juga bisa meramunya dengan baik, apalagi konflik yang ditawarkan pun terbilang jarang ditemui dalam buku-buku roman Indonesia. Bercerita tentang Bintang, seorang perempuan yang selalu memiliki cinta yang begitu besar pada kekasihnya, hingga dirinya selalu rela memberi dan melakukan apapun. Cerita terbagi menjadi dua alur yang kaitannya ada di diri Bintang.
Alur pertama bercerita tentang masa lalu Bintang. Bersama Kaila, Bintang menjalin hubungan sejenis yang mereka sadari akan dipandang sinis oleh sekitar jika sampai ketahuan. Demi menutupinya, mereka masing-masing memiliki kekasih lelaki. Namun, ternyata hal tersebut malah menimbulkan kecemburuan dan berujung dengan mengenaskan. Ketidakwajaran hubungan sejenis inipun dimanfaatkan untuk menghancurkan mereka.
Kisah Bintang dan Noval menjadi alur kisah yang lain. Tak kalah suramnya dengan masa lalu, hubungan Bintang dengan Noval juga dipenuhi konflik. Proses pacaran mereka yang diawali dengan lemparan lumpur ke muka Noval, tidak berjalan dengan normal. Tak disangka, Noval memiliki “2 wajah” yang kerap membuat Bintang ketakutan. Sedihnya, bagaimanapun dan apapun yang dimaui Noval tidak mampu ditolak Bintang karena cintanya yang begitu besar, bahkan ketika Noval mengambil mahkotanya yang berharga.
Dengan alur maju mundur, konflik terus menerus dihadirkan oleh penulis. Saya termasuk orang yang jarang bisa menikmati novel cinta hasil karya penulis indonesia, tapi untuk yang satu ini saya merasa enjoy dan ingin segera menuntaskannya. Kekurangannya yang membuat kurang sreg adalah karakter dari tokoh Noval yang tanggung. Psikopat, sifat yang sempat terbentuk ketika membaca berbagai perlakukan Noval terhadap Bintang , jadi gak pas begitu sampai di akhir cerita. Kemudian, ada beberapa tokoh “figuran” yang juga tanggung perannya, seperti Daniel, Dewa dan Mei. Terlepas dari kekurangannya, saya suka sekali dengan gaya akhir ceritanya yang dibuat menggantung. Selain itu, desain cover dan layoutnya terlihat cantik, mata jadi betah berlama-lama memandang buku Hujan dan Teduh.
sampulnya indah dan terkesan alami, melihat label "the 1st winner", dan membaca komentar Winna Efendi yg tertera, membuat buku ini langsung naik level dari 5/10 menjadi 9/10 sebagai buku yg wajib to-read ;)
saya sangat menikmati cerita dari awal sampai akhir. bahkan melebihi ekspektasi saya sendiri. saya sempat mengira ceritanya akan fokus tentang persahabatan, sempat mengira juga ini beti (beda tipis) dengan tema-tema cerita dari novelnya si juri (Winna Efendi) hehehe.
novel bergenre seperti memang bukan yg pertama saya baca. tapi buku ini benar-benar beda. meski temanya tak selazim tema romansa lainnya, tapi bahasa yg disuguhkan tak kalah lembut. penulisannya yg halus, mengalir begitu saja, dan sanggup membuat suasana mengharu biru.
ibarat sponge cake, tidak begitu menggigit tapi enak dirasa. sama seperti novel ini. "rasa enak" yang didapat adalah menikmati gejolak emosi selama membacanya dan pesan yg didapat setalah membaca keseluruhan ceritanya.
oleh karena itu, bacalah! ini sangat recomended! ;)
Bintang, jatuh cinta pada teman sebangkunya saat SMA, seorang cewek sama seperti dirinya, bernama Kaila. Mereka bisa menyimpan rahasia itu sampai pada akhirnya Kaila dekat dengan seorang cowok bernama Reno.
Saat kuliah, Bintang jatuh cinta pada Noval, cowok yang justru pada pertemuan pertamanya tidak mengesankan. Mereka pacaran melebihi batas sampai akhirnya Bintang pun hamil. Agak kurang sreg sama cerita pergaulan lewat batasnya, tapi mungkin itulah realitanya sekarang ini kan? Apalagi si Noval ini digambarkan sangat over protektiv. Dan Bintang, saking cintanya nurut aja sama Noval. Sebel aku bacanya.
Aku menyukai sosok Dewa disini, sahabat Bintang yang kesannya perhatian banget. Berharap Dewa lah yang akhirnya jadian ma Bintang. Meski akhirnya bukan Dewa yang jadian dengan Bintang, endingnya lumayan memuaskan buat yang suka menebak-nebak akhir dari sebuah cerita seperti aku.
Ceritanya sendiri ditulis selang seling flashback antara masa SMA Bintang dan masa kuliahnya.Tiga bintang untuk novel yang konfliknya terus-menerus ada.
"Cinta membutuhkan penghargaan melalui kesetiaan. Untuk membentuk sebuah hubungan diperlukan persetujuan dari kedua belah pihak. Tapi untuk memutuskan hubungan hanya diperlukan hilangnya cinta dari satu pihak saja."
Dua hal yang bikin aku suka sama buku ini, pertama ada pada prolognya saja. Ga tau kenapa, awalnya aku kira buku ini bakalan sekeren tulisan di halaman awal, tapi ternyata bintang yang mau aku sematkan sebanyak 5 itu berkurang satu demi satu. kenapa? karena semakin banyak halaman yang terbaca, semakin kecewa dengan jalan cerita antara Bintang dan Noval. Mungkin ini adalah penilaian paling subjektif yang aku tulis disini karena jujur aja aku ga suka sama cerita seorang wanita yang 'kalah' sama lelaki karena alasan - urgh *rolled eyes* - cinta, lantas ia menyerahkan segalanya demi lelaki itu. Aku jadi kesal sendiri.
Hal kedua yang aku suka adalah kisah masa SMA Bintang yang tidak biasa.
Gaya berceritanya mengalir tapi cukup (mudah) ditebak, karakter Bintang kurang digali lebih dalam.
Gelar juara 1 lomba 100% Roman Asli Indonesia yang menempel di cover buku ini mengajarkanku bahwa novel yang ditulis dengan sederhana tapi makna yang disampaikan tercapai bisa menjuarai novel-novel lain dengan beragam kelebihannya. Maka aku tambahkan satu bintang untuk novel ini. ^^
Kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.
Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku. Meski, diam-diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu-malu.
Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan....
WOW!!! cuma kata itu yang berhasil lolos buat di ungkapkan habis baca novel yang satu ini. Cerita dan alur cerita yang benar-benar tidak biasa. Sungguh novel yang luar biasa. Pertama baca, rada bingung karena ngak biasa nemu novel dengan alur maju mundur begini. Tapi justru 'ketidak mudahan dimengerti' ini menjadi nilai tambah. 5 gold star buat Wulan. sungguh berani buat cerita yang tidak biasa. Keren!!!! Salut deh.
Mungkin alasan kenapa buku ini bertajuk Hujan dan Teduh adalah karena mengisahkan dua kisah yang gak ada hubungannya sama sekali.
Tetapi suka banget sama gaya penceritaan Wulan yang smooth, and karakternya yang kuat-kuat. Kalo pada akhirnya Bintang bakal ngelanjutin hubungannya sama Noval, kenapa yah di sepanjang cerita terus nyeritain kisah Kayla?
Terus aku juga enggak ngerti sama bab 'It is not she, but he'. But, overall semua kemasan sama konten di novel ini luar biasa dan banyak menginspirasi penulis romance di Indonesia, sepertinya.
Aku menurunkan bintangku dari 5 ke 3 setelah entah ini baca ke berapa kali karena meskipun gaya bercerita Wulan sangat apik, banyak plothole yang bertebaran di novel yang dilabeli juara satu kompetisi novel 100% roman asli Indonesia yang diadakan penerbit Gagasmedia ini.
Juara 1 roman asli indonesia,, ada 2 alur disini, yg pada pertengahan baru ku mengerti alur yang ditulis dengan cetak miring, Cukup unik, karena tidak hanya percintaan sesama sepasang kekasih pada umumnya, tpi terdapat juga sepasang kekasih yg 'tidak' umum,, hahay,,
Aku dan kamu seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.
Mungkin jalan kita tidak bersimpangan.”
Novel Hujan & Teduh menceritakan kisah percintaan Bintang, tokoh utama cewek dalam novel ini, yang tak biasa. Novel ini menceritakan 2 kisah cinta Bintang, di masa SMA dan masa kuliah. Cerita pertama adalah cerita saat SMA Bintang terlibat percintaan terlarang dengan seorang gadis bernama Kaila. Kisah kedua adalah cerita cinta Bintang di masa kuliahnya yang juga tak kalah tragis. Saat kuliah Bintang bertemu dengan Noval, sosok pria yang awalnya bisa membuat Bintang menemukan cintanya yang ‘wajar’ tapi ternyata akhirnya membawanya kepada cinta yang terlarang dalam versi lain. Sikap posesif yang berlebihan sering kali muncul dalam novel ini menimbulkan kesan angker.
Hal yang sangat terlihat dari membaca novel ini penulis ingin menyampaikan bahwa setiap tindakan kita itu ada akibatnya dan kita harus berani dan bertanggung jawab atas apa yang sudah kita lakukan. Meskipun cerita ini agak ‘vulgar’, tapi yang bisa kita rasakan, penulis menuturkannya dengan begitu halus. Novel ini menyampaikan hal yang ‘tabu’ tapi dengan sangat halus dan sopan.
Buku dengan penuturan yang jujur dan berani, tapi sayang pendalaman karakternya masih kurang sekali. Alurnya agak terburu-buru. Jadi agak sulit untuk merasakan emosi dan keterkaitan antar karakter di sepanjang cerita. Namun, ada beberapa hal patut diapresiasi. Seperti halnya penyampaian permasalahan tabu yang tepat sasaran dan sederhana saja. Hal kompleks menjadi mudah dicerna. Penulisan juga mudah dipahami. Penggambaran karakter utama alias Bintang, belum memuaskan, tapi cukup memberikan pembelajaran bagi pembaca bahwa sekeras apapun kehidupan, kita memang harus selalu bangkit dan memulai lagi dengan lebih baik. Hujan dan Teduh singkatnya masih layak dibaca dan secara personal berkesan bagi masa remaja saya.
Menurut aku ceritanya bagus. Plot twist juga pas bagian cerita Bintang dan Kaila, walaupun aku sadarnya agak lemot. Hal yang aku kurang suka adalah endingnya sih wkwk, kenapa Bintang tetep sama dia walaupun udah diperlakukan gitu hmm.
Di awal-awal cerita, aku nggak nyaman dengan gaya penulisannya karena terlalu banyak memakai kalimat bertingkat. Terus lumayan banyak kalimat pasif juga. Tapi selanjutnya aku bisa terhanyut dengan jalan ceritanya meski memang agak lompat-lompat dari adegan satu ke adegan yang lain. Dan aku nggak ngeh soal huruf bercetak miring itu. Tadinya aku udah mau protes loh, karena di depan di bilang anak kuliahan, tapi kok mendadak jadi anak SMA. Yah, aku kalau udah baca kadang nggak teliti sama bentuk tulisannya. My bad.
Tema yang diangkat adalah poin paling penting dan paling menarik dari novel ini. Hanya aku kurang memahami kenapa penulis memutuskan untuk mengangkat lebih dari satu isu sosial, yang pada akhirnya malah membuat pendalaman yang kurang dan berkesan numpang lewat aja. Kayak lesbian, bunuh diri, geng motor dan pergaulan bebas/seks pranikah anak SMA dan kuliahan. Kecuali isu seks pranikah beserta efek yang mengikutinya, menurutku isu yang lain kurang dieksplor dengan baik oleh penulis. Dan khusus kasus LGBT itu, suatu fenomena unik bahwa Bintang bisa mencintai dua jenis manusia, perempuan dan lelaki. Wow. Mungkin di mata Bintang, pacaran sama cewek atau sama cowok itu sama aja.
Soal adegan seks sendiri, aku kagum sama penulis karena bisa menggambarkannya dengan sehalus mungkin. Sehingga enggak terlalu syur, dan pembaca nggak kehilangan esensi akan tujuan utama penulis mengangkat isu tersebut. Begitu juga dengan adegan aborsi, meski digambarkan singkat, tapi bisa memberikan efek mencekam dan betapa seseorang akan merasa terus dihantui karena perbuatannya tersebut. Nah, di akhir novel Bintang diceritakan . Apakah itu karena seks bebas atau karena aborsi di dukun beranak. Seandainya dijelasin oleh penulis, sehingga dugaanku nggak sekedar isapan jempol semata.
Dari segi karakter, aku merasa tokoh-tokoh di sini nggak begitu kuat karakternya, kecuali Kaila dan Noval. Noval adalah cowok yang superposesif dan cenderung memiliki masalah kejiwaan, meski isu ini gak terlalu dieksplor. Tapi karena banyak membaca kasus soal cowok yang seperti ini, jadi aku bisa memahami jika kepribadian Noval cepat berubah. Dia akan merasa berkuasa akan diri seorang perempuan jika sudah memilikinya, dia akan merasa menyesal melihat si perempuan menangis, tapi nggak lama dia akan mengulangi perbuatannya itu. Dan tentu janji-janjinya itu akan sulit untuk dipenuhi.
Untuk masalah kualitas isi, typo adalah hal yang banyak ditemukan di novel ini. Malah ada kalimat yang terputus begitu aja. Untung adegannya bukan bagian penting. Terus ada bagian di mana Bintang mengikuti keinginan Noval untuk di tato kupu-kupu di bahunya. Di adegan berikutnya Noval digambarkan tengah menyusuri gambar kupu-kupu mungil di bahu Bintang. Tapi di beberapa halaman ke depan, kok malah ada adegan di mana Noval bertanya pada Bintang apakah tato kupu-kupunya udah jadi? Berarti editingnya kurang, nih. Btw, tato kupu-kupu ini ngingetin aku sama tato kupu-kupu Jamie di novel A Walk To Remember. Bedanya tato itu memang keinginan sadar Jamie sendiri, bukan paksaan. Dan adegan ini memang cantik, secantik tato kupu-kupunya.
Untuk endingnya sendiri, aku suka nggak suka, sih. Nggak sukanya, , dan itu semakin menunjukkan betapa aneh dan rumitnya cinta itu. Seolah cinta itu memiliki banyak bentuk, padahal sih cinta ya cinta. Yang lain-lainnya itu hanyalah kamuflase yang mengatasnamakan cinta. Ah, rumit.
So, aku setuju banget sama catatan Winna Effendi tentang novel ini di cover depan buku:
"Menyentuh dengan sederhana, real apa adanya, cara bertutur yang tidak rumit, tetapi jujur dan indah."
ngelihat blurb-nya yang puitis dan ada keterangan juara satu, bikin aku berharap banyak sama buku ini tapi ternyata kenyataannya jauh dari eskpetasi, mulai dari alurnya yang bikin bingung, kadang lagi flashback, kadang di masa sekarang. trus juga ga ngerti kenapa bintang mau menerima noval lagi yang jelas2 abbusive
This entire review has been hidden because of spoilers.