Nh. Dini (Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin) started writing since 1951. In 1953, her short stories can be found in most of national magazines like Kisah, Mimbar Indonesia, and Siasat. She also writes poems, radio play, and novel.
Bibliography: * Padang Ilalang di Belakang Rumah * Dari Parangakik ke Kampuchea * Sebuah Lorong di Kotaku * Jepun Negerinya Hiroko * Langit dan Bumi Sahabat Kami * Namaku Hiroko * Tirai Menurun * Pertemuan Dua Hati * Sekayu * Pada Sebuah Kapal * Kemayoran * Keberangkatan * Kuncup Berseri * Dari Fontenay Ke Magallianes * La Grande Borne
Terkadang cerpen itu seringkali datar, atau endingnya yang tidak memuaskan karena mau bagaimana lagi, 'ukurannya' kurang memadai. Namun kumpulan cerpen ini semuanya memuaskan atau amat memuaskan. Seperti biasa Bu Dini menulis dengan gayanya yang halus dan memikat namun kritik-kritik yang diungkapkannya begitu blak-blakan, bahkan mengejutkan, di beberapa bagian aku sampai terperanjat oleh ketajaman dan kesinisannya. Cerpen yang paling mengesankan bagiku adalah Monumen itu sendiri. Menceritakan tentang sebuah desa terpencil yang menarik perhatian sebuah organisasi sosial internasional. Keterbelakangan desa tersebut menggugah para anggota organisasi bekerja mengumpulkan dana untuk membuat saluran air bersih bagi warga. Salah seorang diantaranya, Pak Bayan, bahkan menyumbangkan lahan untuk membangun fasilitas MCK. Namun, saat sebulan kemudian para anggota organisasi datang meninjau, mereka mendapati tempat itu terkunci dan tak digunakan. Rupanya warga desa enggan menyiram dan membersihkan WC setelah digunakan walau sudah diberitahu. Pak Bayan kesal, katanya," biar kamar dan kakus-kakus itu menjadi monumen saja daripada baunya mengganggu warga yang tinggal paling dekat!" Akhirnya warga desa kembali buang air di kebun dan di sungai, sementara para anggota organisasi hanya bisa saling pandang putus asa.
This is an Indonesian-language book, but I'm writing the review in English because its quality deserves the broader attention as a hidden gem of Indonesian literature.
It is a book of 10 short stories, that aims to portray the many different point of views in a diverse society: 1. A crippled boy from a village who goes to the big city to do scrap jobs at the bottom of society 2. A village administrator being set up for an arranged marriage 3. A rags-to-riches success story of an incredible man who becomes too cocky and succumbed into worldly sins and ended up isolating himself in an island 4. An honest government official in his retirement days, being tested by his rule-breaking neighbour 5. A mother whose son got involved in a religious extremist group 6. An Asian immigrant's life in Paris 7. The local affairs within a housing complex, from a house maid's point of view 8. An infrastructure project in a village that failed because there's no education for the locals 9. The struggles of a spoiled child of a wealthy millionaire family 10. A story of a highly educated woman being domestically abused.
One thing that becomes immediately obvious when reading this book is the richness of the narrative in these stories, where in a short enough length the author, Nh. Dini, is able to provide a depth of character, can show complex relationships between the personalities, and able to elaborate them with a wild diversion that makes the plot really unpredictable.
Like story no 10 that begins as merely a domestic violence story, which later expand into a disturbing pedophilia and grooming story, and then a second plot twist that quickly damages the victim's character from being emphatical to exasperation. Although I really don't like the morale of this particular story, it is also a testament of Dini's understanding of psychology and masterful technique as a writer that intentionally pushes her story right to the edge of comfort.
The richness of the story can also be found all the way at the beginning in story number 1, where in just few pages it tells the tale of a person's hardship since birth, to his toughness on overcoming his disability, his drive to work hard in the city, his daily struggles in the harshest environments, and all the plot twists within this story that highlight the many social injustices. This story provides different kind of lessons, which ultimately show how life looks like at the bottom of the social class.
And of course, story number 8, where the book gets its title. It is a cheeky analogy of what Indonesia is all about: a multi-religion and multi-ethnic effort to build a project together, complete with all the cross-social-class struggles and doubts, which naturally require a sacrifice from the poor; but somehow successfully built, only to be quickly discarded simply due to the lack of planning to educate the intended users. And thus, an abandoned public toilet becomes yet another "monument" of mismanagement and miscommunication that we can unfortunately find all across the country.
I just love how Dini can play around with the reader's emotions, and shows a masterclass of storytelling within just a limited amount of space. And once you start reading it, it is quite difficult to put down. I had to read it all the way to the end in one sitting, before I can finally stop.
Ada 10 judul cerita pendek yang ada di dalam buku ini. Ada beberapa yang menurut saya menarik, dan sisanya tidak begitu menarik. Pada beberapa cerita, saya sibuk mencari dan menunggu di mana letak klimaks dari cerita tersebut, dan hingga di akhir cerita, saya tidak menemukannya. Memang cerita-cerita di buku ini adalah cerita-cerita sederhana yang ada di kehidupan sehari-hari pada zamannya dan diselipkan juga kata-kata bahasa Indonesia yang mungkin biasa digunakan pada zamannya, sedang di zaman sekarang sudah tidak pernah digunakan lagi. Menurut saya, walaupun saya harus Googling untuk mencari artinya, ini termasuk hal yang positif, agar wawasan kita tentang bahasa Indonesia lebih meluas.
Kembali ke cerita, ada 3 cerita yang menjadi favorit saya, yaitu "Hanya Seorang Ibu", "Yustina" dan "Kawin Perak". Ketiganya bercerita tentang perempuan (cerita yang lainnya bahkan tidak). Nh. Dini memang selalu hampir sempurna menceritakan tentang perempuan dan mampu melibatkan perasaan kita di cerita-cerita tentang perempuan ini.
Buku kumpulan cerpen Nh. Dini ini memuat 10 cerita yang memuat dengan realita dan orang2 di sekitar kita. terdapat cerpen yang berjudul si pencit, beduk, pulau, ayam, hanya seorang ibu, kampung kuning, perumnas, monumen, yustina dan kawin perak.. dari sepuluh cerpen diatas ada 6 cerpen yang menarik hati saya sebagai berikut :
1. Si pencit (halaman 9-16) Seorang Penjual Ciklet bernama Gito yang terlahir tidak sempurna dengan kaki cacat dan sering dicemooh orang2 sekitarnya tetapi tetap tegar dalam menjalani hidup dan gigih dalam bekerja. menurut penuturan ibu Dini, kisah si pencit ini merupakan kisah nyata di kampung Sekayu, semarang (kampung halaman ibu Dini dulu)
2. Pulau (halaman 22-30) kisah Darsan yang semula tukang becak, kulakan telur hingga menjadi pegawai yang sukses. beliau sering menolong sesamanya tanpa pamrih. semuanya berubah ketika istrinya meninggal. Darsan teringat istrinya tidak menyetujui ketika ia ingin maju sebagai wakil rakyat, ketika istrinya takut semua pertolongan yg akan darsan berikan bukan sekedar ketulusan semata. ia merenung dalam kesendiriannya
3. hanya seorang ibu (halaman 39-47) Seorang ibu yg hidup di timur tengah yang menceritakan kisah kehidupannya kepada wartawan. si ibu memiliki 3 anak laki2 dan 2 anak perempuan. mereka semua dibesarkan tanpa kekurangan sedikitpun namun ada hal yang membedakannya yaitu kesetaraan hak perempuan dan lelaki.. perempuan selalu menjadi golongan kedua dan betapa ternyata anak lelaki2 di keluarganya justru yang menghancurkan hati sang ibu dengan memalukan nama keluarga
4. Monumen (halaman 70-76) Kisah penghuni desa yang betapa susahnya disuru menggunakan MCK dan memilih untuk BAB di sungai . kisah ini menarik karena saya mendengar penuturan teman KKN saya dimana masih ada lo desa meski dibuatkan fasilitas jamban dirumah masing2 tetap BAB sebagainya di sungai. =__=a
5. yustina (halaman 77-91) kisah konflik batin yang terjadi dalam diri Yustina ketika menyesal memilih menikah dengan pria perancis bernama Erik.. pertentangan budaya dan prinsip yang berbeda membawa konflik dalam rumah tangga mereka
6. kawin perak (halaman 92-103) Darini, perempuan setengah jawa dan belanda yang memutuskan bercerai dari suaminya, Karyono setelah menikah 25 tahun.. setelah itu kisah petualangan cinta Darinipun dimulai..
well, untuk kumpulan cerpen ini saya berikan 3 dari 5 bintang! 6 dari 10 cerita saya suka dengan tema cerita yg diangkat. tapi yg paling maknyess itu yang pulau dan hanya seorang ibu yang paling melekat di 6 cerita yang saya suka..