Jump to ratings and reviews
Rate this book

Madre: Kumpulan Cerita

Rate this book
“Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, Nenek saya seorang penjual roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”

Terdiri dari 13 prosa dan karya fiksi, Madre merupakan kumpulan karya Dee selama lima tahun terakhir. Untaian kisah apik ini menyuguhkan berbagai tema: perjuangan sebuah toko roti kuno, dialog antara ibu dan janinnya, dilema antara cinta dan persahabatan, sampai tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati.

Lewat sentilan dan sentuhan khas seorang Dee, Madre merupakan etalase bagi kematangannya sebagai salah satu penulis perempuan terbaik di Indonesia.

162 pages, Paperback

First published June 1, 2011

214 people are currently reading
2980 people want to read

About the author

Dee Lestari

29 books5,570 followers
Dee Lestari, is one of the bestselling and critically acclaimed writers in Indonesia.
Born in January 20, 1976, she began her debut with a serial novel: Supernova in 2001. Supernova’s first episode, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (The Knight, The Princess, and The Falling Star), was sold phenomenally, achieving a cult status among Indonesian young readers. She has published four other episodes: Akar (The Root), Petir (The Lightning), Partikel(The Particle), and Gelombang (The Wave).
Aside of the Supernova series, Dee has also published a novel titled Perahu Kertas (Paper Boat), and three anthologies: Filosofi Kopi (Coffee’s Philosophy), Madre, and Rectoverso — a unique hybrid of music and literature.
Dee also has an extensive music career, producing four albums with her former vocal trio, and two solo albums. She has been writing songs for renowned Indonesian artists.
Perahu Kertas (Paper Boat) was turned into a movie in 2009, marking Dee’s debut as a screenplay writer. The movie became one of the national's block busters. Following the same path, Madre, Filosofi Kopi, Madre, and Supernova KPBJ, were made into movies.
In February 2016, Dee released the final episode of Supernova, Inteligensi Embun Pagi (Intelligence of the Morning Dew). All Dee’s books are published by Bentang Pustaka.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
1,852 (22%)
4 stars
3,372 (41%)
3 stars
2,547 (31%)
2 stars
379 (4%)
1 star
63 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 826 reviews
Profile Image for Fahd.
Author 27 books530 followers
July 10, 2011
‘Madre’ dari Madre Dee


Tidak perlu karya yang rumit dan canggih untuk bisa mengangkat kita ke ‘level yang lebih tinggi’. Itulah yang saya rasakan ketika membaca Madre (2011), sebuah antologi terbaru dari Dewi “Dee” Lestari. Sekumpulan cerita dan prosa dalam Madre, dengan caranya yang misterius seperti wasiat Tan untuk Tansen, mengangkat saya ke level yang lebih tinggi; terutama ihwal kesadaran dan cara pandang mengenai hidup, cinta, dan Tuhan. Madre membuat saya belajar untuk lebih dewasa, justru dengan caranya yang sederhana.

Dengan cara bertutur sederhana—bahkan cenderung ringan, sekumpulan cerita dan prosa dalam Madre sesungguhnya menyembunyikan kompleksitas yang tak terduga. Banyak emosi manusiawi tampil di dalamnya. Ada bagian yang membuat kita sedih, lucu, terinspirasi, sampai menyentuh hati. Saya tahu Dee piawai menyelipkan pesan ke dalam setiap ceritanya dengan cara yang tak terkesan menggurui. Begitu banyak nilai yang terkandung dalam karay-karyanya untuk kita ambil sebagai pelajaran lalu kita terapkan untuk melatih hidup yang lebih dewasa dan bijaksana. Untuk mengambil salah satunya, saya terpukau ketika membaca sebuah kalimat dalam Madre, “…Hidup adalah proses bertanya. Jawaban hanyalah persinggahan dinamis yang bisa berubah seiring dengan berkembangnya pemahaman kita.” Demikianlah, kalimat sederhana yang ketika selesai dibaca tiba-tiba memiliki daya dorong luar biasa yang sanggup menjerembabkan kita ke dalam palung kesadaran. Percayalah, ada banyak kalimat-kalimat seperti itu dalam sekitar 160 halaman antologi Madre.

Sebagai sesama penulis, kalau boleh jujur, saya selalu iri pada Dee. Dia seolah-olah memiliki ‘adonan biang’ untuk setiap karya-karyanya. Bagi saya, Dee bak artisan yang dengan kepiawaiannya selalu berhasil meracik adonan tulisannya dalam kadar yang pas, terukur, dan disajikan dengan ‘selera tinggi’. Kita tak akan kecewa membacanya. Meski terdapat kesalahan-kesalahan kecil mengenai editing dan typo, toh kita bisa memakluminya lantaran tak terlalu mengganggu; Bagi penggemar karya-karya Dee seperti saya, kesalahan-kesalahan kecil itu justru seolah disengaja—seperti Pak Hadi yang sengaja mengurangi lima puluh gram gula dari resep banana bread yang seharusnya (hal. 51).

Dee juga merupakan penulis yang jeli sekaligus penuh kejutan. Dalam bahasa aslinya, Spanyol, madre berarti ‘ibu’. Secara cerdas, nama itu kemudian dijadikan nama bagi sebuah ‘adonan biang’ yang juga berarti ‘adonan ibu’. Tentu saja ini bukan ketidaksengajaan apalagi kebetulan, sebab seperti disebutkan Dee berkali-kali melalui tokoh Pak Hadi, “Tak ada yang kebetulan di dunia ini”. Secara terencana, Dee membuat Madre si ‘adonan ibu’ berasal dari garis keturunan ibu dalam silsilah keluarga Tansen. Pemilihan Sunda (Tasikmalaya) sebagai tanah tempat Tansen lahir dan dibesarkan juga bukan sekadar aksesoris belaka, mengingat dalam bahasa Sunda ‘ibu’ kerap juga disebut ‘biang’ atau ‘pun biang’: sumber bagi detak dan detik kehidupan. Tak ada satupun di dunia ini yang tidak bermula dari ‘biang’-nya, biang yang membuat cinta ada di mana-mana.

Membaca Madre sebagai sebuah antologi, saya seperti diingatkan pada perkataan seorang Sufi bahwa ‘cinta selalu ada dalam segala sesuatu’. Ia bisa terdapat pada adonan biang roti (hal. 1), janin yang bertumbuh (hal. 73), semangkuk acar (hal. 100), usia yang bertambah (hal. 109) atau seorang pertapa (hal. 111). Di samping itu, masih tentang cinta, Dee mengajarkan kita kebijaksanaan lain: kadang-kadang kita harus menemukan cinta pada hal-hal yang ‘jauh’ dari kehidupan kita, tetapi seringkali ia justru ada dalam hal-hal yang sebenarnya dekat dengan hidup kita—bahkan teramat dekat; seperti pesan yang bisa kita tangkap dengan jernih dari kisah Menunggu Layang-layang yang diceritakan secara apik sepanjang 32 halaman (hal. 126-158).

Mengenai teknis penulisan, Dee tak perlu diragukan lagi. Saya ingin memberikan highlight pada penyajian cerpen-nya berjudul Madre yang sepanjang 72 halaman. Seolah me-refresh ingatan penulis lain tentang cerpen, Dee membuktikan bahwa cerpen tetaplah cerpen meski dituliskan dalam format yang panjang. Dee seolah-olah keluar dari pakem dengan berusaha menampilkan cerita semi-novelet dengan pemeliharaan karakter yang baik dan alur yang tertata rapi, tidak seperti pakem cerpen Indonesia selama ini yang cenderung tergesa-gesa dengan terjebak dalam format cerpen koran. Dee memberikan ruang yang semestinya bagi cerita yang ‘ingin’ ia sajikan, bukan sebaliknya: memaksa melipat cerita secara berjejal ke dalam ruang yang terbatas. Membaca Madre saya jadi ingat cerpen panjang Budi Darma, Kritikus Adinan, sebuah cerpen sepanjang lebih dari 100 halaman.

Mengenai sejumlah puisi dan prosanya, sejujurnya beberapa bagian memerlukan ‘sentuhan ulang’ (re-touch); seperti pada Ingatan Tentang Kalian dan Percakapan di Sebuah Jembatan, yang menurut saya akan jauh lebih ‘berbunyi’ dan ‘mengalir’ jika disajikan dalam bentuk paragraf bebas. Tetapi, itu pilihaan Dee, toh otoritas untuk menampilkan gagasan dan membentangkan kontinen makna ke hadapan sidang pembaca dalam bentuk seperti apa sepenuhnya ada pada pengarangnya. Namun, jika boleh memilih, tiga bagian yang menurut saya paling ‘berhasil’ sekaligus memukau adalah: Madre, Semangkok Acar Untuk Cinta dan Tuhan, dan Menunggu Layang-layang.

Perlu diakui bahwa Madre merupakan salah satu karya fiksi terbaik Dee. Bahkan jika dibandingkan karya penulis best-seller lainnya yang sama-sama menerbitkan buku fiksinya di Bentang Pustaka pada Juli 2011, Madre jauh lebih unggul di segala lini—content, context, coherence, dan color. Melalui Madre, pembaca tidak hanya diajak menikmati cerita, tetapi juga menjelajahi samudera makna. Seperti saya katakana di awal, Madre dengan segala kesederhanaannya mampu mengangkat pembacanya ke ‘level yang lebih tinggi’.

Terakhir, jika banyak pembaca berharap kisah Madre di-film-kan, saya justru berharap Madre dianimasikan. Membaca 72 halaman kisahnya, Madre mengingatkan saya pada sebuah film animasi dari Walt Disney berjudul Ratatoille (2007). Sama-sama berkisah tentang ‘makanan’, ‘memasak’, dan ‘mengembalikan kejayaan sebuah restoran’, menurut saya Madre punya nilai tambah lain yang akan sangat menarik jika dianimasikan: selera humor yang cerdas. Ya, siapa tahu, kisah ini bisa diadaptasi menjadi script film animasi lalu difilmkan: sebuah film animasi yang berkisah tentang memiliki mimpi dan mewujudkannya, tentang pluralitas budaya, tentang sebuah ‘adonan biang’ yang hidup dan menghidupkan.

Sejujurnya, saya ingin memberikan bintang lima untuk karya Dee kali ini. Namun saya sangat berharap karya ini bisa mewujud ke dalam bentuk lain seperti saya ceritakan di paragraf sebelumnya. Dengan seluruh kerendahatian, izinkan saya menyimpan satu bintang lagi untuk kelak saya berikan ketika kisah ini dianimasikan. Saya percaya, di tangan seorang artisan bernama Dee, dari adonan biang bernama Madre akan muncul karya-karya lain yang lebih memukau dan memesona.

Selamat membaca Madre dari ‘madre’ Dee! ( Fahd Djibran )
Profile Image for Bernard Batubara.
Author 26 books818 followers
August 11, 2012
Ada beberapa judul tulisan yang terangkum dalam “Madre”. Tapi saya tak hendak bercerita tentang semuanya. Saya ingin bercerita tentang bagian yang paling saya sukai saja.

“Madre”, yang menjadi judul buku ini sendiri adalah judul salah satu cerita yang berada di dalamnya. Mengambil porsi paling banyak dibanding judul-judul lain, sebanyak kurang lebih 70 halaman, di mana posisi ke-dua ditempati oleh sebuah cerita berjudul “Menunggu Layang-layang” dengan panjang sekitar 30 halaman dan “Have You Ever?” sepanjang kira-kira 20 halaman; judul-judul lainnya adalah tulisan serupa puisi yang panjangnya tak lebih dari tiga halaman paling banyak.

Di ‘bagian luar’, “Madre” bercerita tentang sebuah perjuangan menghidupkan kembali toko roti yang sudah renta. Namun di ‘bagian dalam’nya sebenarnya lebih dari itu. “Madre” adalah sebuah kisah perjalanan memenuhi tujuan hidup seseorang. Kisah tentang keterikatan hubungan sejarah dan keluarga. Dicampur sedikit colekan tentang makna kebetulan dan takdir.

Ada beberapa tokoh utama di sana: Tansen, Pak Hadi, dan Mei. Saya ingin memaparkan satu demi satu watak mereka, tapi saya khawatir rasa nyeri di punggung saya tak mau diajak kompromi. Maka lebih baik saya langsung mengatakan bahwa cerita ini bagus.

(Udah? Segitu aja? “Bagus”?)

Ya, bagus. Tapi baiknya untuk menghindari lemparan botol, atau dalam hal ini yang masuk akal adalah klik-an tombol close pada halaman catatan ini, maka saya ingin mengungkapkan hal lain.

Saat membaca “Madre”, ada semacam kehangatan dan ketenangan yang aneh yang menyelusup ke dalam tubuh saya. Bagaimana sikap Pak Hadi kepada Tansen. Bagaimana suasana berkumpulnya ex-pegawai ‘Tan de Bakker’ yang sudah lawas. Bagaimana suasana sebuah keluarga yang begitu nyaman dan membuat betah. Seketika muncul perasaan rindu di diri saya akan hal-hal itu.

Selesai membaca “Madre”, saya tersenyum-senyum sendiri. Perasaan hangat itu masih berputar-putar di dada. Saya meminum air mineral dari botol 1500 ml di sebelah kasur saya. Saran dari dokter, memperbanyak minum air putih, walau sedari kecil saya memang sudah hobi minum air putih.

Membaca “Menunggu Layang-Layang”, saya ditarik keluar dari ruangan yang hangat dan tenang di toko roti ‘Tansen de Bakker’ dan dijebloskan ke ruangan lain yang membuat gelisah dan jantung berdebar. Saya terjebak di antara Christian dan Starla. Saya terjebak di antara perasaan mereka yang bertolak kutub. Saya terjebak di antara rasa rindu mereka yang tarik-menarik begitu kuat. Saya terjebak di antara mereka yang sempat mengingkari hati dan mengaburkan keinginan masing-masing.

“…Ternyata kita sama, Che. Aku dan kamu sama-sama manusia kesepian. Bedanya, aku mencari. Kamu menunggu.”

- – -

Dee berkisah lewat “Madre” dengan cara yang serupa, tenang dan ringan. Beberapa kali ia menyelipkan lawakan yang sukses membuat saya mulai dari sekadar terkekeh sampai terbahak-bahak. Dan yang saya senang ia (terlihat) tidak berusaha untuk itu. Saya sendiri belum banyak membaca buku Dee. Hanya “Filosofi Kopi”, dan “Madre” ini. Yang terlihat sangat berbeda adalah humor yang terdapat di “Madre”. Saya tahu Dee adalah seorang pelawak. Dia hanya sedang mendalami lawakannya lewat menulis dan bertani.

- – -

Membaca “Madre”, saya semakin percaya bahwa semesta memiliki konspirasinya sendiri yang pada suatu titik tak akan sedikit pun bisa dilawan. Kita hanya bisa menerima, merelakan. Hingga pada akhirnya segala pertanyaan yang berkecamuk dalam kepala dan dada menemukan jawabannya, yang bahkan kita sendiri sudah tahu sedari awal.

Tapi bahkan kunci kamar yang hilang sepuluh senti dari tempat tidur perlu pencarian hingga berjam-jam ke seluruh sudut rumah, bukan?
Profile Image for Asmar Shah.
Author 20 books136 followers
January 17, 2018
3.95* untuk Madre!

Ini buku ketiga dari Dee yang aku baca selepas Perahu Kertas dan Filosofi Kopi. Terus-terang aku sangat suka dengan tulisan Dee yang ringkas, indah dan menyenangkan.

Kali ini, Dee bermain dengan kisah Tansen dan Madre serta orang-orang yang berada di Tan De Bakker. Ceritanya nampak ringkas tapi sangat mengujakan. Membuatkan aku terinspirasi dan terfikir yang untungnya Tansen bertemu dengan Pak Hadi dan pekerja-pekerja lama Tan De Bakker yang menyayangi toko roti dan Madre. Yang paling penting aku juga gembira bila dia bertemu dengan Mei, perinya. Bertemu Mei juga mampu membuka mata Tansen bahawa satu kebebasan itu, tidak semestinya membahagiakan dan sekurang-kurangnya Tan De Bakker tidak akan terus sepi dan menjadi sebuah kedai yang tiada fungsinya.

Kata Pak Hadi, segala apa yang berlaku, tidak ada yang kebetulan.

Tapi satu yang menggangguku adalah, pada permulaan cerita, aku fikirkan Tansen itu adalah seorang wanita dari segi tutur dan body language-nya. Rupanya bila kebelakangan, ia adalah seorang pria. Atau aku juga silap ataupun cuma perasaanku semata-mata. Entahlah. Tapi aku tetap seronok dengan naskah ini.

Aku rasa Dee ada 'biang' untuk penulisannya sebab sedapnya lain macam. Boleh minta sikit tak?

Peace!
Profile Image for ijul (yuliyono).
811 reviews970 followers
July 3, 2011
Madre itu Apa?

Menyenangkan. Menginspirasi. Memotivasi.

Apa jadinya jika seorang cowok serampangan dengan kaos compang-camping dan jins belel sobek di sana-sini mendadak mendapat warisan dari orang yang sama sekali tak dikenalnya? Kaget? Tak percaya? Shock? Itulah yang dialami Tangsen. Apalagi ketika ia tahu apa rupa harta warisan yang ditinggalkan almarhum misterius itu.

Aku tak pernah biasa (lagi) membaca kumpulan cerpen (dan prosa) saat sekarang. Entahlah, mungkin karena sudah terlampau sering menikmati novel dengan karakter para tokohnya "dipelihara" dalam jangka waktu yang lama sehingga ketika membaca cerpen, aku sulit menyesuaikan diri. Ada kegamangan, kebingungan, setiap mengakhiri suatu cerita. Ini maksudnya apa, sih?

Maka, jujur, aku menyomot kumcer ini gara-gara nama besar Dee belaka. So, ketika tersuguhi cerpen Madre (sepanjang 70an halaman - wew ini cerpen tapi panjang), aku mendapati kenikmatan mengikuti pergulatan karakter rekaan Dee dengan latar belakang dunia bakery yang menghanyutkanku dalam semilir bayu yang adem, menggelitik tengkuk, dan menyemaikan kedamaian di hati. Perjuangan Tangsen menjungkirbalikkan kegalauan menjadi pengharapan untuk maju sungguh menginspirasi.

Meskipun seneng bener ama Madre, aku tak bisa melahap prosa dan puisi yang disajikan Dee di sini. Ya, aku juga memang mengalami kesulitan dalam mengapresiasi karya puisi. Ketika membaca puisi, aku hanya bisa memperhatikan rima-nya saja, diksi-nya saja, tanpa dapat menebak maknanya. Maka, overall, aku cuman terpukau pada kisah Madre dan Menunggu Layang-Layang.

Simpulanku: kisah-kisahnya sederhana kok, nggak se"berat" Supernova jilid 1, bahkan cenderung simple kayak Filosofi Kopi atau malahan Perahu Kertas.

Selamat membaca, kawan!
Profile Image for Sweetdhee.
514 reviews115 followers
July 31, 2011
Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh adalah novel pertama Dee yang saya baca.. Saya terpesona, tak sabar menunggu lanjutannya..

Tapi apa daya, mungkin benar yang dikatakan orang, jangan taruh ekspektasi yang berlebihan saat membaca sebuah sekuel.. Saya merasa mual dan melempar buku nya saat belum separuhnya saya selesaikan..

Saya memutuskan untuk cuti..
Dari semua buku karya Dee..
Tak pernah lagi saya sentuh..

Sampai sebuah tawaran buku gratis dari ijul yg katanya merasa lapar selama membaca novel ini..
Bah, buku gratis? Siapa yg berani nolak?!
Bwehehehe..

Lalu saya tenggelam dalam harum adonan roti hangat yang baru saja keluar dari oven..
Sehangat pelukan dari keluarga Tan de Bakker..
Terpuruk dalam misteri wajah telaga..
Tersesat mengejar layang-layang..
Kemudian terhanyut dalam pusaran pertanyaan, barangkali cinta?

Mungkin memang cuti yang saya butuhkan..
Saat rasa muak melanda..
Saat bosan..
Jenuh..
Dan saya pun kembali segar mengunyah karya Dee..

Thanks bwt tawaran buku gratisnya, Jul!
10 reviews10 followers
September 23, 2011
Madre.. Tidak pernah terbayangkan cerita tentang roti pun bisa sangat menarik. I just can't put it down.. Tidak ada inspirasi, itu yang selalu menjadi alasan ketika saya ingin menulis. Tapi buku ini... Ah, sungguh menginspirasi dan buku ini adalah buku Dee pertama yang berhasil saya mengerti.
Madre, lebih dari sekadar bicara tentang roti. Ini adalah passion. Seperti passion Tan dan Lakhsmi kepada roti, passion Tansen kepada kebebasan, dan passion Dee kepada menulis.
Konyol mungkin mendewakan sebuah adonan dan kemudian memperlakukannya manusiawi. Namun, tidak ada yang tidak mungkin jika kita semua mengerti dan menyelami perasaan masing-masing. Saya pun tidak tahu bahwa dibalik roti-roti enak itu tersimpan madre. Madre secara harfiah berarti ibu, yang dalam buku ini adalah sebuah biang adonan berumur 70 tahunan.
Profile Image for lita.
440 reviews66 followers
July 7, 2011
Cinta dan sahabat/ Sahabat dan cinta/ Itulah jiwa yang terpecah dengan sederhana/ Sisanya fana. (Hal. 80)
Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
August 9, 2011
#2011-33#

madre, dari bahasa spanyol berarti ibu. Entah apa yang membuat nenek Lakshmi yang India, pencipta madre ini menamakannya demikian. Mungkin karena madre adalah ibu dari semua adonan roti Tan de Bakker.
Tapi kenapa dari bahasa spanyol? Ada kenangan maniskah dengannya? Kenapa tidak dari bahasa India, dari tempat moyang Lakshmi berada?

madre, yang diwariskan ke tangan Tansen, dan menitipkan dirinya sendiri untuk dipertaruhkan, apakah ia hidup dengan Tansen, atau memiliki tuan yang baru.

(atau kebetulan?) mempertemukan madre dengan peri roti.
Nasiblah yang membuat Tansen menjadi penentu hidup toko Tan de Bakker, sebagai pemilik madre, untuk bertanggung jawab. membuat ceritanya bukan sekadar fragmen hidup, tapi tentang peralihan nasib, konsekuensi atas pilihan yang diambil sendiri.

***
Tidak tahu, apakah Dee masih bisa membuat cerita panjang sebagus Supernova lagi, setelah beberapa kumpulan cerita sebelumnya tidak menorehkan kesan yang kuat. Saya termasuk penggemar Dee di era Supernova, dengan cara menulis, tema dan ide cerita yang unik, kaya dengan pengalaman pikiran. Bukan penggemar era kumcer dan Perahu Kertas-nya, yang lebih ringan, kenes dan mudah dicerna. Karya kumcer ini tidak selalu mudah dicerna juga, terkadang malah tidak mengerti maksudnya apa.

Jadi sebagai penggemar Dee seri Supernova, saya masih rindu tokoh Diva, sang supermodel angkuh, Gio petualang tampan, Bodhi, seniman tato pengembara, atau Elektra gadis listrik yang unik. Satu kisah manusia yang tak biasa, dengan pengalaman hidup yang unik, pencarian diri, bukan cuma potongan fragmen kebetulan yang tak terselesaikan.

Saya berharap banyak pada guruji, kisah Ari ahli spiritual yang pernah bersahabat dengan Ari juru ramal, yang saya harapkan bisa diolah lebih kompleks dengan karakter tokoh2 yang kuat, dengan cerita yang lebih panjang dan menarik, bukan cuma potongan baca sesaat seperti ini. Mudah-mudahan bisa jadi cerita utuh dengan pengolahan menarik.

Namun saya suka satu cerita terakhir ini, sederhana, ringan, tapi utuh. bukan sekedar gumaman dari penulisnya. Membuat saya lupa bahwa masih ada puisi cinta sesudahnya.

***

Starla dengan petualangan cintanya, hidupnya yang ceria, fluktuatif, bervariasi.
"Oh, Starla. Jangan sampai aku balik mencari alasan kenapa kamu masih hidup, ya. Karena itu cuma sopir bajaj dan Tuhan yang tahu."
Che yang stabil, hidup dengan rutinitas yang dipilihnya sendiri, sejak sarapan hingga berangkat tidur.
Kami bersahabat baik sejak hari pertama kami berkenalan. Sesuatu yang bisa dikategorikan sebagai "mukjizat".
mukjizat? kebetulan? Ah, itu kayaknya nggak perlu dijelaskan.
Being real friend never need a reason..
Profile Image for Ditta.
63 reviews35 followers
July 16, 2011
Saya adalah penikmat cerita bukan Puisi, jadi alasan saya kenapa memberikan 4 bintang di sini adalah karena saya hanya bisa menikmati kumpulan2 cerita dari dee tapi tidak puisinya...Puisinya oke sih tapi yah balik lagi karena saya ngga suka puisi jadi yah gitu deh :P

Madre dan Menunggu Layang-Layang.
2 cerita yang sangat saya sukai dari buku ini.
Madre...
awal tau kalo dee akan mengeluarkan buku dan salah satunya ada cerita pendek berjudul Madre, saya yang pada saat itu sedang mengikuti les bahasa spanyol, langsung berpikir kalau "wah...buku ini tentang ibu yah??perjuangan seorang ibu..." dan sebagainya....
tapi...tettooott..saya salah.
Saya ingat waktu membaca draft buku ini di HP, waktu itu saya sedang dalam perjalanan di bis Trans Jakarta, hendak menuju ke Kuningan, saya benar2 tidak bisa lepas dari cerita ini.
"Ommoo...jadi madre ini biang roti??wahahaha...."
saya benar-benar terkejut! Terkejut karena kepiawaian dee meramu kalimat-kalimatnya, meramu ceritanya, bahkan berasa ikut sedih waktu mei bercerita tentang roti biang yeye-nya yang dia "bunuh" sewaktu dia kecil.
Sederhana tapi penuh arti. Dan seketika perut saya kerontangan meminta diisi setangkup roti hangat...*yes..and i felt like this all the time when i read this story*
Madre = Ibu, yah bener juga sih...madre di sini digambarkan sebagai biang roti, yang akhirnya akan melahirkan roti-roti lainnya, persis seperti ibu yang melahirkan anak-anaknya.

Menunggu Layang-Layang
Starla dan Che....
kisah tentang seorang perempuan dan seorang lelaki bersahabat lalu kemudian saling suka mungkin terdengar standar dan sudah cukup banyak dibahas baik di novel-novel, sinetron, FTV, Film, dan sebagainya
Cerita ini memang ketebak kok taaapiiii tetap saja ada ramuan2 lain yang membuat cerita ini bedaaa
diksi yang diambil, dialog2 antara kedua tokoh tersebut dan konflik yang dibangun membuat cerita pendek ini terasa nikmat sekali. Belum lagi suguhan humor tentang ikan lele dan septic tank juga bisa dibilang khas sekali, saya seperti membaca kembali Perahu Kertas, kedua tokoh itu seperti Kugy dan Keenan hanya dalam format yang lain.

over all....i like it
Profile Image for Githa .
55 reviews
June 2, 2022
Kata ‘Madre’ berasal dari bahasa Spanyol, artinya ‘ibu’.
Membaca ini rasanya seperti ikut dalam perjalanan Tansen bertemu 'Madre' yang diwariskan kepadanya. Bagian menarik dalam novelet ini adalah bagaimana kita diajak untuk ikut masuk ke dalam dunia bakery!😍🍞
Mulai dari proses pembuatan adonan biang (madre), jenis-jenis roti (khususnya roti klasik) dan berbagai perbincangan mengenai roti lainnya yang sangat menarik.🥰
Setelah membaca ini, aku akhirnya mengerti mengapa Madre menjadi 'kunci utama' dalam proses pembuatan roti.
Novelet ini aku rekomendasikan untuk kalian yang ingin membaca sesuatu yang ringan, hangat, serta tertarik dengan cerita tentang seseorang yang berfamili dengan adonan roti!😊
Profile Image for  Δx Δp ≥ ½ ħ .
389 reviews161 followers
September 26, 2011
Note: ini adalah buku pinjaman yang kemudian dihibahkan sama pemiliknya, hehehe

Dibandingkan dengan karya Dee lainnya, Madre bukan dibuat sebagai buku yang menyuarakan idealisme sebagaimana buku Dee yang lain, tetapi lebih tampak seperti dibuat karena ide yang mengganjal di pikiran saja. Tidak dikembangkan, pokoknya selesai. Bahkan Filosofi Kopi yang banyak minusnya itu, dalam beberapa hal lebih baik daripada buku ini.

Ambil misalnya kisah utama di buku ini yang sekaligus dijadikan judul buku. Kisahnya kadang tampak seolah selesai, lalu nyambung lagi, mau selesai lagi, lalu nyambung lagi. Hasilnya, jadilah kisah aneh tambal sulam seolah ide yang kayaknya mau dibikin sebagai cerpen saja, lalu pas nulis inget sesuatu, terus ditambahin meski rada agak sinkron. Begitu seterusnya. "Cerpen" pun jadinya melebar kemana-mana. Buku setebal 150-an halaman ini harus rela memberikan setengah ruangnya untuk kisah Madre yang memakan 70-an halaman.

Meski hasil akhirnya gak buruk juga--sangat beruntung sekali cara bertutur kisahnya gak bikin bosen--tapi ceritanya jadi banyak yang gak sinkron/gak nyambung/plot hole/bloopers/atau apapun itu namanya. Misal, di sekitar halaman 20an, pas si tokoh utama nginep di pabrik roti, keesokannya dia dibangunkan sama si penjaga gedung pabrik. Karena si tokoh utama, bernama Tansen, gak biasa bangun pagi. Terus ma si penjaga pabrik roti dibangunin dan diajakin buat latihan tai chi. Tansen nanya, kenapa harus bangun pagi, si penjaga bilang karena dia merangkap sebagai pelatih tai chi. Sebelum latihan, mereka pun sarapan. udah kelar sarapan? Tansen yang gak ada kerjaan mau pergi ke warnet, sedangkan si penjaga mau tidur siang. Hayyyaahh... lalu latihan tai chi yang tadi ngajak gimana? di halaman-halam berikutnya juga hal ini disinggung sedikit sekali.

Kalo bukunya tebel, ketidakkonsistenan ini mungkin bisa saya abaikan, tapi kalo bukunya tipis gini, yah susah buat diabaikan. Dan ini bukan satu-satunya saja T_T

Bagian yang paling saya suka dan paling menarik di buku ini adalah bab yang berjudul Menjelajahi Hasil Fusi. Andai saja bab ini masuk ke cerita utama dan bukan sekedar prakata dari penulis, mungkin bintang dari saya akan lebih banyak. Heu.
Profile Image for Winna.
Author 18 books1,966 followers
July 9, 2011
Sebenarnya nggak bermaksud melahap habis buku ini hari ini. Tapi pagi-pagi baca satu puisi, satu cerpen, keterusan sampai habis dalam beberapa jam saja.

Buku ini punya feel yang beda dari Rectoverso. Rectoverso terasa lebih personal, walau di sini pun banyak cerita yang punya feel kayak jurnal pribadi. Mungkin karena dalam Madre, saya merasa lebih banyak perenungan dan eksplorasi diri, dibanding curahan hati :) which I appreciate as wisdom. Not that I don't like that feeling of reading one's journal, of course.

Bagian yang paling saya suka adalah Menunggu Layang-Layang. Terasa modern tapi sederhana. Saya save Madre utk terakhir, dan ternyata memang nggak salah judulnya itu, dan kenapa porsinya paling besar. Madre adalah kombinasi cerita tentang kultur, sedikit romansa, kekeluargaan, kedamaian, menemukan diri sendiri, dan mimpi. Saya suka! Merasa kayak nonton Baker King Tak Gu tanpa banyak adegan makjang-nya (pembunuhan dan all that drama).

Love. Setiapnya seperti refleksi diri, cara menemukan diri sendiri dan usaha mencari kedamaian juga keutuhan diri (dan karena alasan itu saya juga suka Guruji).

I didn't expect to be loving this so much :) walaupun saya tahu.. karya Dewi Lestari terutama Rectoverso adalah sesuatu yang saya nikmati. Eh btw saya ikut ngejer versi ttd-nya (dan dapat!).
Profile Image for Gus.
605 reviews61 followers
May 12, 2016
--- Madre ---
Plot: Ok.
Penokohan: Ok.
Gaya bercerita: Jika bukan karena gaya berceritanya memberikan kesan yang berbeda, saya sudah tinggalkan novel ini sejak cerita pertamanya.

Jika diingat-ingat, rasanya saya menikmati kumpulan cerita ini. Terlebih cerita utamanya, yakni Madre itu sendiri. Buku ini salah satu dari buku kakak saya, dan nama Dee memang sudah tidak asing untuk saya. Saya ingat saya pernah baca kutipan cerita di buku cetak bahasa Indonesia saya-- yang sumbernya dari karya Dee (jika saya tidak keliru). Karena cerita di buku cetak itu bagus dan ukuran Madre tidak begitu tebal (plus kovernya oke), saya memilih ini sebagai bacaan sampingan. Baca langsung sinopsis diatas ya^^.

Baiklah menurutku ceritanya oke. Gaya berceritanya juga demikian. Hanya saja, saya merasa kurang ada ikatan antara saya dan ceritanya. Ceritanya kurang berbekas kuat, meski bagus^^. Diantara semua cerita, mungkin hanya "Have You Ever?" yang saya baca berkali-kali karena ada bagian yang saya kurang mengerti. Mungkin saya saja sih yang begitu. Overall oke. Untuk Madre 8/10. Tapi kalkulasi dengan cerita yang lain maka...
[7.6/10]
Profile Image for Darnia.
769 reviews113 followers
December 25, 2016
Jadi, yg gw pinjem versi ebook-nya via iPusNas ini adalah novella, bukan kumcer seperti versi cetaknya. Isinya hanya 52 halaman. Namun, surprise..surprise...gw suka ceritanya. Novel (?) kedua Dee yg gw baca setelah Perahu Kertas dan berani ngasih bintang empat karena kisah ini berakhir sebelum berkembang jadi sinetron (kayak Perahu Kertas itu).

Oh iya, dan mungkin juga karena gw penggemar roti hehehe (itu Tansen de Bakker ada beneran gak sih? Ato semacam Tan Ek Tjoan gitu ya? *yg kangen roti gambangnya*)

Tararengkyu iPusNas untuk peminjaman bukunya
Profile Image for hans.
1,156 reviews152 followers
February 3, 2023
Terlalu menyukai cerita Madre itu sendiri sehingga saya berharap cerita itu takkan pernah habis sehingga ke 70 halaman sahaja. Lucu sekali bagaimana kisah tentang adunan roti buat saya resah-resah bila Tansen mahu menjualnya. Pada saya kisah Madre sungguh kuat dibuku ini sehingga ketika membaca prosa/puisi dan kisah-kisah yang lain saya masih mengingati Madre.

Bagaimana Madre membuat saya runsing begitu juga ia membuat saya memikir-mikir tentang hidup saya sendiri. Mungkin saya akan membaca Madre lagi, bila-bila senang.
Profile Image for avocatara.
93 reviews8 followers
March 1, 2022
Bacanya gabisa berhenti ya :")
Tau tau udah tamat.
Keren. Suka banget
Profile Image for Imas.
515 reviews1 follower
August 10, 2011
Madre buku kedua karya Dee yang kubaca sejauh ini. Sebelumnya aku sudah baca Perahu Kertas. Dari 13 karya fiksi dan prosa pendek dalam buku ini, yang aku suka ada 2, Madre dan Menunggu Layang-layang.

Madre memang primadonanya. Kisah biang roti yang mempengaruhi hidup orang-orang disekitarnya.Orang-orang yang menggantungkan nafkahnya dari pembuatan roti dengan andil besar sang madre. Bahkan mempengaruhi hidup seorang Tansen yang tidak tahu menahu soal madre, kue dan Tan de bakker,toko kue milik kakeknya. Madre seketika menjadi tanggungjawabnya, seorang manusia pantai dari Bali.

Menarik salah satu dialog Mei dan Tansen saat Tansen ragu dan memutuskan untuk kembali ke kehidupannya semula di Bali yang penuh kebebasan:
Tansen: "Satu-satunya yang ingin saya teruskan adalah kebebasan"
Mei: "Kalau bebas udah jadi keharusan,sebetulnya sudah bukan bebas lagi,ya..."

Perbedaan diantara mereka menyatu dalam tanggungjawab terhadap madre dan orang-orang yang mencintainya.

Menunggu Layang-layang berada diurutan kedua yang aku suka pada buku ini. Pertemanan Christian dan Starla dua manusia yang berbanding terbalik. Christian, laki-laki yang hidup teratur, tanpa pacar dengan pekerjaan sebagai arsitek bangunan-bangunan kaku mempertegas karakternya, sedangkan Starla,berpetualang dengan lelaki-lelaki yang didapatkan dan ditinggalkan dengan mudah, bekerja sebagai designer interior yang menikmati hidup dengan santai.

Perbedaan keduanya digambarkan pada salah satu obrolan mereka:
Starla:"Aku udah lihat rumah sakitmu itu. Kamu banget.Kaku. Coba MRI,deh. Kayaknya otak kamu sekarang udah benar-benar persegi"
Chris:"Kamu juga MRI, deh.Otakmu sekarang pasti udah nggak jelas kaya lukisan abstrak. Tinggal dibingkai terus dipajang diruang tamu salah satu rumah tropis modern rancanganmu itu"

Semua perbedaan diantara keduanya kalah dengan perasaan.

Kemiripan Madre dengan Menunggu Layang-layang menurut ku adalah keinginan untuk mempertahankan wilayah aman, Tansen yang pada mulanya tidak bersedia merubah cara hidup yang penuh kebebasan tanpa tanggungjawab terhadap orang lain dan Christian yang juga berusaha menolak perasaan yang dia pikir bukan perasaan yang seharusnya. Begitu juga adanya tokoh yang berbeda sifat dan karakter pada masing-masing cerita. Pada Madre ada Mei, gadis kota pesolek ,enerjik penuh rencana dan strategi, berhadapan dengan Tansen yang tak punya pekerjaan tetap dengan rambut gimbal dan hanya punya satu baju yang tidak sobek. Sedangkan Menunggu Layang-layang, ada Starla yang santai,sarapan dengan nasi goreng, berlawanan dengan Chris yang teratur dan sarapan cukup dengan empat lembar roti gandum utuh dengan keju dan telur mata sapi.

Pada akhirnya sesuatu yang kita anggap hal terbaik yang harus kita jalani bukan sesuatu yang pasti dan harus dijalani.

Menarik, menyentuh dengan sederhana, tanpa drama yang berlebih-lebihan.

Karena kumpulan karya, maka saya memutuskan :) 4 bintang untuk Madre dan 3 bintang untuk bukunya.

Profile Image for Anna Elissa.
Author 3 books81 followers
December 2, 2015
Tadinya saya membaca buku ini di toko buku (dan berhasil selesai!) dan tidak berniat beli. Entah kenapa, Madre tidak se-menggoda Filosofi Kopi. Apa karena warna sampulnya yang oranye yang tidak begitu saya suka, entahlah. Pertama kali yang saya baca dari buku ini adalah puisi-puisinya. Seperti biasa, puisi Dee itu simpel, bahasanya lugas, namun cerkas; tidak mendayu-dayu namun romantis juga. Sementara itu, kisah utama tentang Madre si adonan biang, bagi saya awalnya tidak terlalu menarik. Apalagi, cerita ini sekaligus juga yang terpanjang. Nggak ngerti apa maksudnya menceritakan sebongkah adonan sepanjang itu. Tapi ya karena sudah terlanjur percaya sama Dee, saya paksakan juga membacanya. Dan akhirnya selesai juga satu buku ini.

Secara keseluruhan, Madre bernuansa lebih lembut daripada Filkop. Ya sesuai mungkin ya, dengan tema utamanya. Satu tentang roti yang soft, satunya lagi tentang kopi yang tajam. Satu lebih abstrak, satunya lebih praktis. Memang saya lebih suka yang kedua. Lebih nyantol di memori, tanpa perlu kehilangan sense of wonder-nya.

Madre sendiri berbicara seputar kehidupan yang bersumber dari benda mati ("Madre"), komunikasi dalam diam antara ibu dengan janinnya ("Rimba Amniotik"), pencarian jodoh seorang laki-laki berdasarkan tanda-tanda alam yang misterius ("Have You Ever?"), evolusi drastis yang dapat terjadi dalam diri seorang manusia ("Guruji"), dan jiwa bebas seorang perempuan yang pada akhirnya mendarat di tanah yang lama ("Menunggu Layang-layang"). Membaca cerpen-cerpen dalam Madre itu seperti diajak berkelana tak tentu arah, mencari sesuatu yang tidak jelas, tapi pokoknya mencari sesuatu, dengan harapan sesuatu itu ada, meskipun belum tentu juga ada. Bukan berarti ceritanya jadi jelek sih. Tetapi, bersama Madre, memang kita tidak ditakdirkan untuk menjejak bumi.
Profile Image for Mark.
1,284 reviews
July 20, 2011
Madre terdiri dari 13 karya fiksi dan prosa pendek yang ditulis oleh Dewi Lestari atau Dee dalam kurun waktu sekitar lima tahun. Cara bertutur dalam cerita non-prosa-nya cukup renyah, mengingatkan pembaca pada Perahu Kertas, novel roman Dee yang terbit sebelum buku kumpulan cerita ini.

Bagiku pribadi, prosa-prosa pendek Dee terasa membingungkan dan menghilangkan minat untuk digali lebih dalam.

Sedangkan cerita-cerita yang formatnya lebih panjang, memiliki karakter tokoh-tokoh pria yang sedikit banyak memiliki kesamaan, mulai dari Tansen dalam “Madre”, Howard dalam “Have You Ever?”, Ari dalam “Guruji” dan Christian dalam “Menunggu Layang-layang”. Mereka semua pria-pria yang memiliki independensi dalam segala hal kecuali ketika berhubungan dengan lawan jenis, dan dalam menjalin romantika dengan wanita.

Mungkin Dee sengaja melakukannya, tapi ketika pembaca diperkenalkan lebih jauh dengan tokoh Ari sang Guruji, entah mengapa sosok suami Dee dalam kehidupan nyata (Reza Gunawan) yang terbentuk dalam benakku ini. Well, talking about mental picture.
Profile Image for Rahmadiyanti.
Author 15 books173 followers
July 18, 2011
Siapa sangka "biang roti" dapat menjadi tema cerpen yang begitu legit? Dee (berasa nyebut nama sendiri, haha!) begitu lihai meramu cerita. Biang roti dipadukan dengan cowok cuek berambut gimbal + kakek nenek jompo--bukan gadis manis berkepang dua (??).

Ketika Tansen mencicip roti dan sup bikinan Pak Hadi, saya seperti ikut menikmati. Ketika Tansen training bersama "Madre", saya seperti ikut mengaduk, membanting adonan, dan kemudian deg-degan menunggu roti keluar dari oven. Ya ampun, terakhir kali saya bikin roti mungkin 10 tahun lalu! (Gak nanya!).

Madre memang cerita yang manis. 72 halaman tandas sekejab. Ia sederhana dan simpel, tapi begitu kuat mengulik soal "biang".

Sayangnya hanya Madre & Menunggu Layang-layang yang saya suka dari buku ini. Bukan saya tak suka dengan puisi dan prosa, hanya saja saya tak begitu menikmati olahan Dee dalam puisi dan prosa. Nggak papa toh, namanya juga selera :).
Profile Image for Devi R. Ayu.
77 reviews11 followers
July 13, 2011
Awalnya, males baca buku yang lagi hits. Namun setelah baca Time Line di Twitter yang terus menerus mengungkap Madre, saya jadi penasaran, apalagi saya ketahui editornya adalah Sitok Srengege. Maka dataglah saya ke pesta buku Jakarta dan membeli buku tersebut.

Hasilnya? Seperti membaca jalan cerita saya sendri. Tentang Kebiasaan menulis Blog, tentang kebebasan dan petualangan, tentang Jakarta dan begitu saya tidak sukanya tinggal disini namun ternyata hal itu adalah pilihan saya sendiri.

Saya sadari bahwa, "Home" adalah tempat dimana kita diterima tanpa beda, "keluarga" adalah mereka yg slalu menerimamu dengan tangan terbuka dan mendukungmu tanpa lelah. Dan terantuklah saya terhadap beberapa kutipan Madre yang cukup mengena:

"saya meninggalkan bali,menetap di kota yang paling saya hindari.bekerja rutin di satu tempat yg sama tiap hari"

"Saya rindu pantai,tapi pantai tidak perlu jadi rumah saya.rumah adalah tempat dmn saya dibutuhkan"
Profile Image for Tika Nia.
222 reviews4 followers
March 5, 2023
Madre berisi 13 cerita, puisi dan prosa. Semuanya disajikan dengan memesona dan menarik dalam berbagai tema. Tentang keluarga, sahabat, pasangan ataupun soulmate. Juga tentang perubahan, kehidupan, kelahiran bahkan kematian. Pencarian makna tentang Tuhan, cinta serta kemerdekaan.

Banyak cerita ataupun prosa yang ku suka di sini!!! Menentukan bagian favoritku cukup susah juga karena semuanya begitu berkesan☺️ Tapi setelah menimbang, berpikir dan merasa, ku putuskan untuk memilih 'Menunggu Layang-Layang' sebagai yang terfavorit 🎉 Cerpen ini berkisah tentang 2 insan berkarakter kebalikan yang saling bersahabat. Meski sering tak sepaham tapi keduanya saling menerima dan melengkapi!

Juara keduanya adalah 'Madre' 🥞🥧🍪 Adonan biang roti yang berusia puluhan tahun. Yang berhasil membangkitkan semangat muda para pegawai di Tan de Bekker. Yang berhasil merubah kehidupan seorang pemuda. Yang mempertemukan pemuda itu dengan sosok 'peri' di dunia nyata ☺️

Selanjutnya ada 'Have You Ever?' dan 'Guruji' yang membuatku bertanya-tanya tentang belahan jiwa dan kehidupan sebelumnya. Tetapi aku tak lagi penasaran karena seperti kata Ibu Suri di bagian pengantar, "Jawaban hanyalah persinggahan yang bisa berubah seiring dengan berkembangnya pemahaman kita" 🤍 Jadi maukah kamu singgah sebentar untuk melihat kemungkinan jawaban (yang ada) dalam buku ini??? Yuk baca bukunya dan renungkan jawabannya ☺️

Baca review lainnya di IG ku @tika_nia
Profile Image for Limya.
97 reviews6 followers
December 29, 2020
Underrated banget ini Madre. Cerita-ceritanya semuanya nggak ngebosenin, tidak kaku, tidak jemu. Kata-kata yang dipakai khas Dee, magis, menyihir siapapun yang membacanya.

Dee lewat Madre, kembali mengajarkan bahwa cinta hadir karena terbiasa, dan cinta selalu tahu ke mana harus pulang. Semua cerita dan puisi dalam Madre tidak muluk-muluk dalam menceritakan itu semua. Sederhana tetapi mengena. Tepat sasaran. Terlebih lagi: cerita ini diawali dan diakhiri dengan cerita yang mempesona. Dua-duanya favorit saya. Satunya mengajarkan seseorang yang tidak ingin terikat tetapi akhirnya bersedia, satunya sebaliknya, hidup monoton tetapi akhirnya menyukai hal-hal yang spontan. Itu semua karena cinta, cinta selalu yakin kita bisa beradaptasi. Terbiasa.
Profile Image for Mutia Senja.
75 reviews9 followers
October 21, 2022
Kumcer ini didominasi kisah "Madre". Menghabiskan 72 dari tebal 160 halaman. Saking serunya cerpen ini, saya tak menyadari perpindahan judul ketika membaca "Rimba Amniotik". Seterusnya, saya baca sekilas beberapa judul yang mungkin berfungsi mempertebal isi buku. Selebihnya, saya rasa kumcer ini masih mempertanyakan tentang cinta dan Tuhan.
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
November 1, 2017
Seingatku sih sdh pernah baca, tp kata gutrids belum, ya jdnya baca (ulang) aja d. Mumpung nemu saat bongkar timbunan. Iyap, ku bongkar timbunan demi mencari Gelombang dan IEA yg (rencananya) penginnya, niatnya kutamatkan tahun ini.

Cerpen yg kusuka, nomer satu tentu saja Madre. Apalagi kalo baca ini trus jd ngiler roti2 yg enak2, trus sempet2in mampir bakery dan pilih ini itu (ini mah jelas alesan buat nyam2 aja). =))
But seriously, cerpen panjang ini benar2 berkesan, sama seperti kisah Rico de Coro dari kumcer Filkop. Yang lainnya, cerpen terakhir, Menunggu Layang-layang (tokohnya ikan lele!). Dan satu lagi, prosa lirik Wajah Telaga.

Pemanasan, sebelum Gelombang datang.
Profile Image for ichan  .
41 reviews
March 15, 2022
Entah kenapa aku baca beberapa cerita di sini langsung keinget pernah baca aroma karsa sama supernova yang pertama. Familiar aja rasanya. Cerita yang paling aku suka di sini yaitu Madre, sampai bikin aku pengen makan roti.
Profile Image for hana.
87 reviews11 followers
December 11, 2020
Cerita yang paling kusukai: Madre.
Displaying 1 - 30 of 826 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.