What do you think?
Rate this book


136 pages, Paperback
First published June 1, 2011
“Di baris ketujuh sebelah kiri, empat kursi dari ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada semua sisinya tertulis: dosa.”
“Di bawah kaki, daun-daun itu remuk seketika. Ranting-ranting telah jadi demikian getas, mereka patah bahkan sebelum terinjak. Langkah-langkahmu menjauh, menggemakan kerisik di langit hutan. Pohon-pohon jati muda menjulang melampauimu, melampauiku ─melampaui kita. “Nantinya mereka akan hidup melampaui umurku, umurmu ─umur kita,” katamu. Siapa yang pernah menanam pohon akan tahu bahwa yang tumbuh bukan hanya sebuah batang dalam ruang, tapi juga sebentuk tanda dalam waktu.”
“…tempat Anda mengundurkan diri untuk beberapa jam; tempat Anda berpikir, menulis, membaca ulang apa yang telah Anda tulis, mengkritik sendiri apa yang telah Anda kerjakan, tanpa bahaya interupsi karena Anda dibiarkan berada sendirian di situ. Dengan kata lain, ruang pribadi itu pada waktu yang sama merupakan suatu realitas sekaligus suatu perlambang/simbol… (namun) secara tradisional, perempuan adalah sosok yang tidak independen; ia menjadi milik suami dan anak-anaknya. Setiap saat, suami atau anaknya bisa datang dan menuntut penjelasan, dukungan atau bantuan, dan perempuan berkewajiban untuk memenuhinya.”