Jump to ratings and reviews
Rate this book

Kereta Tidur

Rate this book
Setiap cerita di dalam buku ini memancing pemaknaan baru atas hal-hal yang biasa kita temui, seperti konflik cinta, masalah keluarga, dan pertanyaan atas eksistensi manusia. Unik, indah, dan mengusik dengan jalan cerita yang tak terduga-duga.

***

Pohon-pohon jati muda menjulang melampauimu, melampauiku – melampaui kita. “Nantinya mereka akan hidup melampaui umurku, umurmu – umur kita,” katamu. Siapa yang pernah menanam pohon akan tahu bahwa yang tumbuh bukan hanya sebuah batang dalam ruang, tapi juga sebentuk tanda dalam waktu. (“Matahari”)

Di pohon-pohon raksasa itu tinggal babi-babi dengan tubuh tambun dan lemak bertumpuk. Babi-babi akan menyukai apel-apel kecil di dadaku. Dengan napas mendengus dan suara menguik-nguik, mereka akan menjilati dan menggerogotinya. Babi memang rakus. Air liur mereka akan menetes-netes, meninggalkan bau bacin yang susah hilang. Tapi jangan kuatir, babi-babi itu pemurah dan tak pernah marah. Kau akan sanggup membeli sabun wangi sesudahnya, dan sepasang sepatu kaca. Kilapnya akan membuatmu lupa. (“Kupu-kupu”)

Suatu ketika, aku begitu kesal, sampai mengusulkan pada ibu untuk menukarku dengan Lara. Ibu bilang, keluarga tak bisa ditukar. Aku bilang, sayang sekali. Soalnya, kalau bisa, aku ingin menukar ibu. Ibuku terkejut. Dengan siapa, tanyanya marah. Dengan Nyai Roro Kidul, jawabku mantap. (“Sempurna”)

Lelaki yang dicintai ibu mencintaiku juga. Ia suka membelai kepalaku dan membelikan aku berbagai jajanan: permen dan aneka keripik yang mengandung MSG. Aku tahu, permen tak baik untuk gigi, dan MSG tak baik untuk otak, tapi aku tak peduli. Ibu tak pernah membelikan jajanan dan tak memberikan ayah. Jadi, lelaki ini ideal. (“Perempuan Tua dalam Kepala”)

Mendekati pagi, sebuah bintang berkelip di timur. Suaranya berdenting bening. Sania menjulurkan tangan. Tapi seseorang mendahuluinya. Lelaki itu tiba-tiba telah menggenggam bintang tadi di tangannya. Ia mendekat. Membuka genggamannya. Bintang timur itu berkilau di mata mereka. (“Dongeng dari Gibraltar”)

136 pages, Paperback

First published June 1, 2011

52 people are currently reading
1342 people want to read

About the author

Avianti Armand

23 books167 followers
Avianti Armand adalah seorang penulis, dosen, dan arsitek. Kumpulan puisinya, Perempuan yang Dihapus Namanya (2011), memenangkan Khatulistiwa Literary Award untuk kategori puisi. Buku tersebut merupakan reinterpretasi atas tokoh-tokoh perempuan dalam kitab suci. Avianti telah menulis dua kumpulan cerpen: Negeri Para Peri (2009) dan Kereta Tidur (2011). Cerpennya, "Pada Suatu hari, Ada Ibu dan Radian," terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 2009.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
112 (23%)
4 stars
209 (43%)
3 stars
124 (25%)
2 stars
28 (5%)
1 star
11 (2%)
Displaying 1 - 30 of 82 reviews
Profile Image for Aveline Agrippina.
Author 3 books69 followers
August 6, 2011
Avianti Armand,

Ini kali pertama aku membaca tulisanmu. Aku tak pernah tahu seperti apa isi dari lembaran-lembaran yang teranyam di Negeri Para Peri,jua aku tak tahu apa yang kautulis di setiap halaman yang ada dalam Perempuan yang Dihapus Namanya, dan aku tak pernah menyentuh buku Dari Datuk ke Sakura Emas, apalagi cerpenmu.

Aku hanya tahu Perempuan Pertama memang bergelut dengan dosa karena ular, karena rayuan budak setan yang mengajak laki-laki untuk lekas meninggalkan Taman Eden dan harus mengenal apa yang disebut dengan rasa malu. Tapi, aku tidak tahu ketika itu juga, setan sedang mengenalkan mereka kepada kematian dan di baris ketujuh sebelah kiti, empat kursi dari ujung, Tuhan sedang duduk sambil menangis. Aku tidak tahu. Kejadian tidak menuliskannya. Ia hanya menulis Tuhan mengusir mereka dari Taman Eden. Itu saja.

Mungkin peta di tubuh setiap orang yang bercinta selalu ada, seperti Matahari yang sedang berselonjor di tubuh langit. Aku pun mengerti mengapa bahasa mereka yang terlanjur jatuh cinta begitu puitis atau mereka yang sangat mesra dalam kata-kata. Aih! Dicumbulah aku dalam tulisanmu yang ini. Seperti aku dibacakan cerita menjelang tidur oleh Ibunda dan ia berbagi pengalaman soal cinta, pelajaran yang harus dirasakan sendiri.

Aku bermain di taman dekat Gibraltar. Bermainlah aku oleh Dongeng dari Gibraltar yang begitu membuatku merasa kembali menjadi kanak-kanak. Semakin aku membalik halaman, ini bukan lagi soal cinta semata. Bukankah penantian akan menemukan ujung dan untuk mendapatkan sesuatu kita harus berkorban lebih? Aku merasa tidak adil dalam dongengmu ini, Avianti. Harusnya dongeng itu berakhir dengan bahagia, tetapi ini sungguh menjadi sesuatu yang begitu pilu.

Atau pula ini kelanjutan dari Hawa yang diusir dan tahu perihal kematian. Mungkin pula di dunia anak-cucunya sudah mengenal bagaimana cara merokok. Apa merek rokok dengan rasa yang paling nikmat dan bagaimana mulutnya bisa bersanding dengan asap kereta? Ah, tubuh adalah Bait Allah. Tapi kaurusak tubuh si dia dan harus bermain dengan lagu Requiem. Kejinya kau. Tapi kauhapus dosanya dengan pisau yang disayat perempuan bergaun putih itu? Andai semudah itu Tuhan menghapus dosa dan semua umat tahu, di tubuh ini tentu sudah ada salib yang berdarah.

Aku tahu betapa menyebalkannya bila disanding-sandingkan dengan mereka yang pandai. Aku juga ingin mem-PHK ibuku, tapi ia yang wajib memberikanku pesangon. Ia tak mau ku-PHK, tetapi tetap saja ibuku sering melakukan hal yang serupa dengan menyandingkan aku seperti orang-orang yang bernasib naas dengan Lara. Ih, betapa laranya hidupku bila harus berlara hati seperti Lara. Biar aku lebih mengaminkan saja bahwa kehidupan ini memang tidak akan bisa Sempurna meski kita bisa menjadi lebih baik dari orang lain. Terlalu ambisius!

Pula berapa banyak Kupu-kupu di negeri ini? Bukankah itu pertanyaanmu di halaman 69? Bukankah proses metamorfosis begitu melelahkan kupu-kupu sampai pada akhirnya ia akan menjadi indah? Bahwa kehidupan akan begitu indah ketika berada di ujung penantian. Hanya aku bertanya-tanya: mengapa harus Tudung Merah? Ke mana si Kerudung Merah? Mungkin Kerudung Merah hanya perempuan yang baik-baik. Kupikir itu.

Andai saja ada Perempuan Tua dalam Kepala yang sedang hinggap dalam kepalaku, aku akan menjerit sejadi-jadinya. Tapi cinta seperti itu membuatku hanya ingin membunuh diriku. Kau tahu apa aku tahu soal cinta seperti itu? Orang-orang mengatakan itu sangat menjijikkan bahkan najis. Buatku biasa saja, bila soal cinta. Toh, kau tak pernah menuntut untuk menjadi perempuan atau laki-laki ketika lahir, begitu pula aku. Tapi kalau dicumbu dengan begitu arogan, aku lebih memilih mencekik leherku sendiri.

Tentang Tak Ada. Ya, tak ada yang harus kukatakan selain klise!

Bahwa ketika hendak berangkat, aku dan kau pun butuh dengan yang dinamakan tiket. Tapi ke mana Tiket ke Tangier itu akan membawaku? Di mana Tangier? Aku tak pernah mendengar tempat itu, tak pernah membaca tempat itu di peta. Kalaupun memang di Maroko, di mana letaknya dan seperti apa isi perut kotanya itu? Apa benar ada cinta di sana? Tapi aku bisa saja telah memiliki tiket itu, dan aku memang tak pernah memakainya. Tapi, benarkah di sana selalu ada cinta? semoga lampu kota tak lekas mati karena aku belajar untuk jatuh cinta.

Di tanganku, pasir tak menetes sebutir pun, meski kamu selalu kembali untuk menemuiku. Tahun demi tahun. Tiket itu tak pernah terpakai. tapi aku selalu datang ke Tangier untuk menemuimu.- hlm. 115

Demikianlah dengan aku yang menziarahi lorong Kereta Tidur-mu. Di balik semua kehidupan, tentu ada kematian. Bahwa kita hanya memilih apa kita harus kembali menjadi abu di dalam tanah atau menjadi abu di dalam kereta tidur dan dilarungkan di laut lepas. Dan betapa fananya hidup ini, kuinsafi.

Avianti Armand,

Begitulah kisahku menyetubuhi Kereta Tidur-mu. Meski di dalam lirih aku hendak menjadi siapa dan mengapa aku memilih itu, kau sudah memiliki kisahmu sendiri. Dalam perjalanan, kutelusuri setiap spasi dalam tubuh bukumu. Kau adalah Tuhan yang baik, membunuh setiap umatmu dengan caramu sendiri. Aku hanyalah pengawas pintu surga yang mengabsen siapa yang harus masuk ke dalam otakku.

Kuharap kau tak lupa untuk tak lupa cara menulis dan tetap menulis.



Jabat erat selalu,


Jakarta, 4 Agustus 2011 | 21.57
A.A. - dalam sebuah inisial
Profile Image for Arief Bakhtiar D..
134 reviews82 followers
August 16, 2016
PEREMPUAN

DUNIA cerpen Indonesia tiga tahun terakhir mengenal nama baru: Avianti Armand.

Ia datang dari dunia arsitektur. Saya katakan “datang dari” karena ia memang lebih dulu populer di dunia arsitek ─dalam biografinya tertulis: sejak 1992. Prestasinya moncer: pernah meraih penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia untuk desain tempat tinggal, dan telah menulis buku arsitektur berjudul Arsitektur yang Lain.

Ia seorang perempuan. Dan sama seperti saat saya membaca karya-karya Ayu Utami atau Dewi Lestari, dalam buku kumpulan cerpen terbarunya Kereta Tidur saya ingat untuk tak melekatkan “sastra wangi”─sebuah ungkapan di dunia sastra untuk karangan perempuan yang dekat dengan bedak, lulur, dan hal kewanitaan lain.

●●●
Dalam cerpen awal Perempuan Pertama Avianti mengungkapkan kisah “seorang perempuan yang belum bernama” di Taman Eden. Ia memulai dengan memberi tahu pembacanya untuk mengkhayalkan semua itu ada: seorang perempuan, seekor ular, sebuah taman di Eden, dan beberapa nomor benda untuk dekorasi tambahan ─saya kira, seperti seorang arsitek menyederhanakan satu set dekor yang sebenarnya rumit untuk awam.

Dalam Perempuan Pertama itu Hawa, yang selanjutnya semoga boleh kita sebut begitu, bercakap dengan seekor ular yang mendesis ─mungkin jelmaan iblis. Kita hampir-hampir tak melihat sesuatu yang baru dari kisah penciptaan manusia di surga. Dalam alur ada harmoni, tapi sulit untuk melihat dinamisasinya. Ritmenya ketenangan. Saya baca cerita itu sekali lagi, tapi saya katakan kesekian kali bahwa kita tak diminta untuk klimaks di tengah, untuk kemudian memiliki ketegangan yang perlahan mundur. Tak ada kepastian yang mantab di situ. Kita hanya tahu ada sesuatu di akhir, yang sejak awal sering remang, tentang pelanggaran dua manusia pertama di surga, lalu ia berhenti, mengakhiri cerita, dengan satu paragraf memesona:

“Di baris ketujuh sebelah kiri, empat kursi dari ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada semua sisinya tertulis: dosa.”


Mungkin itu salah satu maksudnya: klimaks malah terjadi di akhir cerita. Satu anjuran khayalan suatu panggung dekorasi di awal cerpen membantu akhiran yang tak terduga itu, mengaitkan. Ternyata, atau Avianti membuatnya begitu, Tuhan menonton manusia seperti menonton panggung sandiwara, sambil menggenggam sebuah dadu!

Saya bertanya-tanya mengenai beberapa “kemerdekaan kreatif” dalam cerita itu: bagaimana Tuhan bisa menangis, bagaimana Tuhan menggenggam dadu. Saya kagum, tertarik, tapi seperti dibatasi dalam memahami semua bentuk “kemerdekaan kreatif” tentang penggambaran Tuhan. Saya merasa seperti Musa, tapi saya percaya hanya akan melihat Tuhan di akhirat, seperti saya melihat bulan dari bumi. Ini berbeda dengan Avianti Armand yang seolah terbiasa dengan Tuhan yang berbentuk, yang bisa dilihat.

Mungkin hal itu metaforis belaka. Sebab perilaku metaforis dalam bahasa adalah suatu “seni”. Ia kadang-kadang membentuk puitisasi. Di sana-sini, atau di keseluruhan cerpen-cerpennya, Avianti memang cenderung memikat dengan gaya bahasa puisi itu. Saya kutipkan sedikit paragraf dalam Matahari:

“Di bawah kaki, daun-daun itu remuk seketika. Ranting-ranting telah jadi demikian getas, mereka patah bahkan sebelum terinjak. Langkah-langkahmu menjauh, menggemakan kerisik di langit hutan. Pohon-pohon jati muda menjulang melampauimu, melampauiku ─melampaui kita. “Nantinya mereka akan hidup melampaui umurku, umurmu ─umur kita,” katamu. Siapa yang pernah menanam pohon akan tahu bahwa yang tumbuh bukan hanya sebuah batang dalam ruang, tapi juga sebentuk tanda dalam waktu.”


Bahasanya teka-teki, sering kali rumit. Baca saja, contoh lain, Kereta Tidur, yaitu kisah dua orang lawan jenis yang bosan dengan perselingkuhan diam-diam dengan legenda kereta tidurnya. Dengan kata lain: ia mengusik kita agar berpikir. Dari kalimat-kalimatnya Avianti agaknya berusaha menggunakan kata-kata baru dalam tiap kalimatnya, tiap ceritanya. Kita tak cepat bosan karena suasana itu terbaca lebih cemerlang, pekat. Tampak bahwa penulis memberi tekanan pada nuansa bahasa dan suasana hati penuturnya, yaitu Avianti Armand sendiri, berbicara.

Kumpulan cerpen Kereta Tidur ini tak hanya menggarap kisah-kisah mirip dongeng atau berkonteks legenda. Sempurna, misalnya, menceritakan dua perempuan yang berbeda seperti langit dan bumi: antara Restu, seorang perempuan yang merasa kelas ekonomi, dan Lara, si cantik-cerdas yang minimal berada di jajaran perempuan kelas bisnis. Cerita itu bergenre pop. Tapi akhir kisahnya jungkir-balik: Lara yang punya segalanya (kecuali teman, hanya Restu) memiliki hidup lebih sedih sampai berniat membunuh pacarnya yang malah ingin menikah dengan orang lain. Avianti dalam Kupu-Kupu dan Perempuan Tua dalam Kepala memotret kisah-kisah yang selama ini ada di masyarakat: tentang para pelacur dan seorang anak laki-laki korban penyimpangan seksual ayahnya.

Cerita fiksi Avianti Armand rupanya berinteraksi dengan kehidupan nyata. Fiksi, seperti kata Virginia Woolf, “adalah jaring laba-laba, ringan, tetapi terikat dalam semua sudut kehidupan”. Dengan kata lain, fiksi ditenun oleh manusia dari “material kasar”, yaitu kehidupan nyata yang dialami manusia. Di situ lah kita bisa dramatis & reflektif: cerita adalah pergumulan kesimpulan-kesimpulan. Dan kadang-kadang tak terduga.

●●●
Semangat berbeda di tiap zaman dalam kesusastraan memang bukan hal baru. Di masa sekitar revolusi ada Chairil: ia meloncat ke depan meninggalkan, atau mencoba berbeda dengan, yang lain. Pada awal-awal Orde Baru timbul sastra perlawanan. Dari Sejarah itu kita tahu sastra atau seni tak jarang memiliki musuh: komunisme, kalangan agama, Orde Baru. Di kesusastraan kontemporer novelis Andrea Hirata dan Habiburahman El Shirazy adalah pionir karya bertema sejenis. Avianti saya kira berada di arus yang relatif baru dari penulis-penulis perempuan seperti Ayu Utami dan Dewi Lestari, terutama dari segi tema, gaya bahasa, dan apa yang mereka bahas.

Saya kira pasar dan sosialisasi berperan di sini: ide-ide mengenai perjuangan nasib pengarang perempuan yang berawal dari Barat yang, meski menurut saya terlampau berlebih-lebihan, menaikkan ke permukaan kepedulian yang disebut-sebut Virginia Woolf dengan “kemiskinan gender perempuan”. Ini, katanya, terkait dengan milik. Laki-laki menguasai segalanya: harta, kekuasaan, perempuan. Sementara perempuan terpenjara oleh lingkungan dan persepsi sosial; perempuan selalu tertinggal, ia milik suami dan anak-anak. Saya teringat cerpen Avianti Perempuan Pertama, saat protes perempuan tokoh utama yang belum juga bernama, padahal binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan telah diberi nama oleh, anggap saja lelaki dalam cerita itu, Adam. Ia hanya tahu dirinya bukan laki-laki, itu pun dari seekor ular.

Semangat semacam itu didukung dengan berapi-api oleh Simone de Beauvoir: dalam pidato kuliahnya di Jepang tahun 1966 ia berkeyakinan bahwa sastra dari pengarang perempuan tak berkembang karena status sosial perempuan Barat yang dikondisikan dalam posisi inferior. Simone de Beauvoir mengagumi pemikiran Virginia Woolf dalam A Room of One’s Own mengenai ruang pribadi:

“…tempat Anda mengundurkan diri untuk beberapa jam; tempat Anda berpikir, menulis, membaca ulang apa yang telah Anda tulis, mengkritik sendiri apa yang telah Anda kerjakan, tanpa bahaya interupsi karena Anda dibiarkan berada sendirian di situ. Dengan kata lain, ruang pribadi itu pada waktu yang sama merupakan suatu realitas sekaligus suatu perlambang/simbol… (namun) secara tradisional, perempuan adalah sosok yang tidak independen; ia menjadi milik suami dan anak-anaknya. Setiap saat, suami atau anaknya bisa datang dan menuntut penjelasan, dukungan atau bantuan, dan perempuan berkewajiban untuk memenuhinya.”


Maka masalahnya adalah kesempatan. Dunia, menurut Simone de Beauvoir, tak pernah memberikan kesempatan yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Meskipun saat ini mulai banyak dokter, hakim, dan profesi lain yang dipegang perempuan, pada akhirnya tak pernah ada karya besar, profesi yang benar-benar besar, dari seorang perempuan. Posisi puncak, keterkenalan, perkataan “genius”, selalu milik lelaki. Ia mengutip Stendhal: “setiap genius yang dilahirkan sebagai seorang perempuan, ia akan hilang bagi umat manusia”.

●●●
Yang jelas kini perempuan punya dayanya yang baru: “nama” dalam lalu lintas dagang kesusastraan setara dengan laki-laki. Dewi Lestari adalah jaminan mutu dan besarnya omset, sama seperti kalau orang membeli karya Putu Wijaya atau bahkan terjemahan Paulo Coelho. Atau Ayu Utami, tak kalah dengan, misalnya, Arswendo Atmowiloto.

Napoleon dan Mussolini pernah mengatakan perempuan sesuatu yang inferior, suatu pijakan, untuk kebesaran mereka, pria, sehingga para pria nampak dua kali lebih besar dari yang sebenarnya. Saya tak melihatnya, apalagi setelah mengetahui seorang arsitek perempuan bisa menulis cerpen sebegitu bagus. Imajinasi Avianti Armand yang terasah dalam dunia profesional arsitektur seperti meletup, bersama arus baru, dalam dunia kepengarangan perempuan.
Profile Image for Esdoubleu.
9 reviews5 followers
April 16, 2012
Titik didih tidak bergeser ke mana-mana. Suara itu hanya menandai pagi yang terlalu dini. Jejak uap air tertera di jendela dapur yang dingin ... begitulah Avianti memulai cerpen Kereta Tidur, yang menutup (dan sekaligus membuka karena dipakai sebagai judul) kumcer ini. Sekilas, baris-baris yang sedemikian sederhana itu, bagi saya justru terasa sangat mencekam: seseorang sedang memasak air di suatu pagi yang masih terlalu dini, yang masih terlalu sepi, dan seseorang itu hanya sendiri melakukan aktivitas yang demikian manusiawi, melanjutkan hidup dengan berbagai 'meskipun' atau mungkin 'seandainya' di kepalanya..

Kerapuhan seorang manusia, buat saya terletak di dalam ingatannya. Kita selalu berusaha mengenggam erat apa yang kita rasakan sebagai kebahagiaan, dan ketika kebahagiaan itu direnggut dari kita, kita merasa demikian menderita. Barangkali, ingatan itu demikian sempurna diwakili oleh tokoh Naomi, seseorang yang 'dicari selama ini', atau bahkan melalui tiket-tiket ke suatu tempat yang jauh di masa lalu (Tiket ke Tangier).. Bukankah kita semua memiliki seseorang yang selalu kita cari?

Mungkin, karena itu juga, kata Avianti, ingatan adalah jarak yang memisahkan detik ini, juga sekaligus menghubungkannya, dengan cintanya (Matahari). Avianti tidak mencoba menggambarkan bagaimana seharusnya kita menghadapi kehilangan dalam sikap yang menggurui, ia hanya menggambarkan suasana, latar, dan hal-hal biasa lainnya. Tetapi buat saya, justru hal tersebut membuat kehilangan itu menjadi terasa nyata, terasa tak terelakkan dari kehidupan ini. Lalu, apakah kita (bisa) bahagia? Tidak ada yang muluk dari pertanyaan Mesaud ke Sania (Dongeng dari Gilbraltar - kota ini sungguhan ada) tersebut, tetapi di sinilah kita berhenti sejenak. "Mesaud, aku mencintaimu," demikian Sania membalas, yang kemudian membuat Mesaud berkata lagi: “Kita tahu, kita bisa saling mencintai tapi tidak merasa bahagia."

Sejak awal membaca judul 'Kereta Tidur', saya tahu saya akan berhadapan dengan bacaan yang tidak serta-merta bisa dicerna sebagaimana beberapa fiksi dan prosa lainnya. Di semua ekspetasi saya, saya menemukan bagaimana alur cerita yang disajikan Avianti begitu menguras rasa ingin tahu saya: apa yang terjadi dengan Mesaud dan Sania? Apa yang terjadi dengan anak laki-laki yang memiliki seorang perempuan tua dalam kepalanya? Lalu, apakah kereta tidur itu? Dan apakah kita semua, bisa bahagia?
Profile Image for Vidi.
97 reviews
February 16, 2013
Saya bukanlah seorang penggemar puisi. Menurut saya, puisi terlalu abstrak dan personal. Sering kali kita hanya bisa sampai sebatas menafsirkan arti sebuah puisi. Tapi melalui buku Avianti saya menyadari satu hal, mungkin kita tidak perlu memahami sepenuhnya untuk menyadari sesuatu itu indah.

Melalui 'Perempuan Pertama', Avianti mencoba mereka ulang peristiwa jatuhnya manusia ke dalam dosa untuk yang pertama kali. Ada satu hal yang menarik dalam cerpen ini. Di bagian akhir cerpen ini, Avianti menulis Tuhan yang menangis melihat ciptaan-Nya jatuh dalam dosa. Menurut saya, ada ironi di sana. Mengapa Ia menciptakan manusia dengan rasa penasaran dan ingin tahu yang besar sementara Ia meletakan pohon Buah Pengetahuan Baik dan Buruk di sana? Sebuah ujian untuk manusia dengan kemungkinan gagal 99%? Apakah ini sebuah pertaruhan Tuhan dengan Iblis? Mengapa Ia bertaruh dengan manusia sebagai taruhannya? God's big joke? Kalau ada jawaban ‘ya’ dari salah satu pertanyaan di atas maka adalah suatu ironi bila Ia digambarkan menangis pada saat manusia jatuh dalam dosa.

Dalam ‘Matahari’, saya merasakan sebuah puisi dalam prosa. Avianti menggambarkan sebuah hasrat dari bercinta yang (mungkin) terdapat dalam sebuah perselingkuhan. Mungkin memang ada sebuah kesungguhan dalam sebuah perselingkuhan. Ini juga digambarkan dalam ‘Tentang Tak Ada’. Salahkah jika memang ada cinta dalam sebuah perselingkuhan. Mungkinkah dalam perjalanan hidup, kita menemukan cinta lebih dari sekali. Dengan pertanyaan yang sama, Avianti menulis cerpen ‘Kereta Tidur’. Perempuan pertama tak kuasa untuk melawan untuk tidak memakan buah terlarang. Manusia-manusia dalam ‘Matahari’, ‘Tentang Tak Ada’ dan ‘Kereta Tidur’ juga tidak kuasa untuk menolak menikmati cinta dalam hubungan terlarang. Pertanyaannya adalah salahkah manusia-manusia dalam ‘Perempuan Pertama’, ‘Matahari’, ‘Tentang Tak Ada’ dan ‘Kereta Tidur’?

Cerita-cerita yang menggugah untuk tidak terjebak dalam kesempurnaan yang palsu, untuk menjadi diri sendiri dan tidak takut untuk jujur mencintai walau itu salah, walau kita tahu hidup (mungkin) tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Paling tidak suatu saat nanti, kita akan menoleh kembali dan menemukan paling tidak ada satu kisah tentang keberanian kita untuk bertindak, untuk mencintai.
Profile Image for raafi.
926 reviews448 followers
August 23, 2016
Baru kali ini menutup lembar terakhir sebuah buku dengan duka. Duka yang mengharap segala cerita tak ada sudah. Buku inilah yang kubicarakan. Cerita-cerita di dalamnya memberikan rasa tersendiri. Diksi yang unik dan khas membuatku terhanyut dan ingin mengulang lagi dari halaman pertama.

Buku pertama karya penulis yang kubaca dan membuatku ingin memeluknya karena telah menyampaikan berbagai rasa di dalamnya. Kepekaanku diasah. Entahlah. Dan sudah barang tentu aku akan membaca karya-karyanya yang lain.

Ulasan lengkap: http://bibliough.blogspot.co.id/2016/...
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
September 21, 2018
Jadi gini, duluu pernah pengin baca kumcer ini pas masuk nominasi KLA tahun berapa itu. Trus belum sempat dilakoni, tergeser-geser, akhirnya tertimbun dalam tumpukan wishlist (yup, wishlist aja adaaa timbunannya!). Nah tahun ini lihat nominasi KLA lagi, ternyata mbak penulis masuk lagi, katagori puisi tapi. Jadi teringat kumcer ini, dan beruntung sedang cetul dan tersedia di jidi. Yaaa, samber deh...


Tema tak biasa terbungkus kata-kata dan simbolisme berlapis-lapis-lapis. Sampai kadang kisah sederhana tak mudah tersampaikan maknanya. Gak jelek sih, hanya berasa berjarak dan tak akrab membumi. Meski begitu aku tetap sukaaa beberapa cerpen di sini; Sempurna dengan endingnya yang Heboh, Kupu-kupu yang nelangsa tapi nrimo sampai akhir, Perempuan Tua dalam Kepala penuh trauma dan berakhir tangis, tapi somewhat berasa hepi ending, serta Ayah yang temanya taboo tapi digarap apik dalam samar-samarnya.

Membaca cerpen-cerpennya, ku tak heran lah kalau si penulis juga piawai menulis puisi. Kapan-kapan pengin juga baca kumpulan puisinya itu.

#GD
Profile Image for Sweetdhee.
514 reviews115 followers
September 18, 2011
sejujurnya aku tersesat membaca buku ini

dalam kedalaman kata-kata
yang bagaikan perangkap dalam gelap suram nuansa

tentang tujuan hidup
mengapa kita ada di bumi Tuhan
apa yang diharapkan kala manusia diciptakan

tentang perselingkuhan yang terlalu sering menjadi tema
dalam buku cerita, dalam film, dalam infotainment, dalam kehidupan nyata di depan mata

tentang kehilangan yang mengurung hati dan melemparkan tubuh dalam kuburan yang digali sendiri
terkukung dalam mencari cara melenyapkan rasa tentang yang tak ada

tentang kesempurnaan fana yang hanya bisa didapat jika kita membuat gila diri sendiri

tentang mencari arti dan makna
untuk cinta
kebersamaan
pertemuan
perpisahan
kejadian

tentang rasa ingin pulang
karena rindu
karena cinta

ah, jadi ingin pulang
kemana bahu mu tersedia untukku bersandar
#eaaa
Profile Image for Karl Agan.
Author 7 books86 followers
December 15, 2014
Mencintai Avianti Armand bukanlah perasaan yang boleh dihalang sewenangnya. Seorang perempuan pencerita yang tak dapat dihapus namanya.
Profile Image for Zah.
65 reviews6 followers
June 28, 2021
actual rating : 3.7

sejujurnya aku mengharapkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang sudah tersaji. tapi begitupun, avianti armand tetap berhasil memaksaku menghabiskan cerita-ceritanya ini. ia adalah penutur yang piawai melihat, mendengar, dan merasakan, ia sensitif. terlihat jelas dari narasi-narasinya yang penuh metafora dan terkadang surreal. tapi untuk orang yang tidak suka kebanyakan metafora, ini justru akan jadi membosankan dan melelahkan.

jadi, ada lima belas cerpen dalam buku ini. semuanya berkutat di tema konflik cinta, masalah keluarga dan pertanyaan atas eksistensi manusia–tepat seperti yang dibilang pada bagian blurb. beberapa yang paling berkesan buatku adalah:
1. kupu-kupu
bercerita soal kupu-kupu yang berusaha keras untuk tinggal di kota. aku tak pernah suka fiksi erotis, tapi dalam kupu-kupu semuanya dinarasikan secara apik, tanpa perlu bertelanjang bulat. ini adalah bagian paling gilang-gemilang dari keseluruhan cerita.

2. dongeng dari gibraltar
tentang sepasang suami-istri yang harus mengorbankan hal paling berharga yang mereka punya supaya permohonan mereka dikabulkan. tapi bagian yang paling kusuka justru bukan soal bagaimana pasangan suami-istri ini mendapatkan apa yang mereka inginkan, melainkan alasan kenapa si suami begitu menginginkannya.
*"tanah sedalam cuma satu meter yang mengubur peti itu telah menjadi pemisah yang terlalu jauh dari dua dunia. tak mungkin diseberangi. di bawah sana, ada kematian, kegelapan yang tak tertembus, dan segala sesuatu yang tak diketahui. di sini, tinggal yang hidup, cahaya, dan hal-hal yang tak selesai."*

3. pagi di taman
satu dari tiga cerita yang absen dari konflik cinta. potret real soal hidup sampai tua, dealing with disappointments, dan rutinitas yang itu-itu saja sampai mati datang berkunjung.

honorary mentions: matahari dan pelajaran terbang.

sementara titik terendah dari buku ini adalah cerita yang berjudul "tak ada yang lebih tepat berada di sini selain kamu", terlalu draggy.
Profile Image for Asri Pratiwi Wulandari.
22 reviews8 followers
July 26, 2020
Saya suka gaya penulisannya yang puitis dan membuat saya sebagai pembaca dapat menikmati perasaan melankolis, tetapi untuk segi cerita saya kurang bisa menikmati kisah-kisahnya yang tentang cinta di negeri asing dan begitu kosmopolitan sehingga akhirnya saya perlu mencicil begitu lambat untuk menyelesaikan kumcer ini. Cerpen yg saya suka yg berjudul “Kupu-Kupu” dan “Perempuan Tua dalam Kepala”.
Profile Image for Daniel.
1,179 reviews851 followers
January 1, 2019
Avianti Armand
Kereta Tidur
Gramedia Pustaka Utama
154 halaman
7.8
Profile Image for Kungkang Kangkung.
117 reviews27 followers
October 7, 2012
Bisa dibilang, buku ini gratisan loh.. #kedipkedipnakal
Buku yang saya ambil sebagai bonus karena jadi pelanggan di toko buku (yang padahal sudah ngobral harganya). #terusbanggagitu?

Saya bisa menikmati cara Avianti bernarasi sih, tapi karena otak saya terlalu imut, jadinya saya lebih sering nggak paham sama apa yang mau disampaikan pada cerita-cerita di dalamnya. #resikoorangbodoh

Saya sering kebingungan menebak-nebak tokoh (bahkan untuk gender tokohnya). Mungkin Avianti sengaja memberi gambaran tokoh lelaki yang bernapas feminim, mungkin juga itu kegagalan Avianti dalam membangun tokoh lelaki untuk lebih maskulin. Yaa, pada kenyataannya kan memang ada sebuah cerita tentang lelaki yang menjadi gay, jadi mungkin saja saya yang bermasalah dalam membaca. :p

Ada sih beberapa cerpen yang saya pahami, tapi saya kecewa karena ending yang mudah ditebak dan cerita yang klise. 3 bintang saja deh dari saya. :D
Profile Image for MAILA.
481 reviews121 followers
September 9, 2016
1 kata untuk buku kumpulan cerita ini, GILAAA

***

cerita pertama kurang nendang sih, sempat ragu dan berpikir "kayaknya nyesel deh beli ini". tapi begitu di lanjut, nyeselnya ilang dan nggak ragu ngasih bintang 5 serta memasukkan dalam kategori buku terbaik yang pernah saya baca.

selesai dalam waktu sekitar 1 jam lewat 7 menit dan entah mengapa ketika membaca saya banyak menahan napas, seperti terserap ke dalam buku ini

kutipan kesukaan saya

"karena, jawabku, jika kamu tak pergi, bagaimana kamu akan tahu jalan pulang?"

dari 10 cerita yang ada, ada 2 cerita yang biasa saja. selebihnya bikin saya meringis, tersenyum dan "gilaa" setelah sampai titik terakhir. meskipun ada beberapa cerita yang endingnya dibuat tidak jelas.


habis beli buku ini jadi pengen beli kumcer2 lagi kan, padahal niatnya tahun ini mau beli komik2 aja :'(
Profile Image for M Adi.
174 reviews18 followers
July 4, 2021
Secara gaya penulisan bisa ditemukan bagaimana si penulis mencoba menggambarkan suasana dan peristiwa. Bagi beberapa orang mungkin menarik. Ada rima dan seakan mengajak untuk dihayati, namun sebagai pembaca kalau sekadar ikut-ikutan tidak ada salahnya.

Pengalaman yang bisa ditemukan berulang yakni bagaimana penulis tampaknya telah merangkai cerpennya dan memiliki suatu bagian yang merupakan pokok istimewa. Bisa pada peristiwa yang menggunakan rima atau olah alur cerita. Beruntung jika dibangun untuk sampai pada pokoknya di terakhir. Jika hadir di tengah, sisanya malah tidak begitu krusial.

Cerpen favorit: Dongeng dari Gibraltar.
Profile Image for lita.
440 reviews66 followers
July 27, 2011
Siapa yang pernah menanam pohon akan tahu bahwa yang tumbuh bukan hanya sebuah batang dalam ruang, tapi juga sebentuk tanda dalam waktu. - hal. 11

Di langit kadang kau temukan keanehan. Selarik putih yang bukan awan, bukan sinar. Seperti garis lintas, yang tak jelas ujung dan asalnya. Ada dan hilang. Bergetar sayu dari jauh, dan mendekat -- hingga aku bisa melihat -- berjuta kepak sayap kecil. Berkerumun. Berpencar. Lalu luruh seperti keping-keping salju.

Berapa banyakkah kupu-kupu di negeri ini? - hal. 69
Profile Image for hans.
1,157 reviews152 followers
March 29, 2013
Separuh sifatnya amat melankolis- entah kenapa rasa sepi dan sedih waktu membacanya, namun tak disangkal tulisannya bagus juga- walau ada cerpennya yang aku anggap simple dan tak berapa aku menikmati masih aku rasa ianya tidak terlalu membosankan. Bahasanya cantik dan puitis, tersirat dan sarat dengan analogi bertema cinta, romantisme dan manusiawi. Ini buku pertama dari Avianti Armand yang aku baca, gambaran pertama yang menarik dan mungkin bakal ketagihan.
Profile Image for Sarah Reza.
235 reviews3 followers
March 26, 2024
Unik dan indah. Kurang lebih, dua kata tersebut yang mampu menggambarkan bagaimana buku ini. Karya fiksi yang tidak lupa menyelipkan unsur arsitektur di dalamnya. Konflik ceritanya tidak jauh-jauh dari masalah percintaan, keluarga, dan tentang eksistensi manusia itu sendiri. Namun mungkin bagi pembaca pemula karya-karya sastra, buku ini sedikit membingungkan karena menggunakan makna-makna yang baru. Tapi bukan berarti buku ini kurang laik untuk dibaca.
Profile Image for Pandasurya.
177 reviews117 followers
December 18, 2012
apa yaa, ada yang bagus, ada yang biasa aja cerpen2nya, ada yang terkesan seperti hanya memanjang-manjangkan kalimat aja tapi kurang menarik dan berisi. Begitulah.

Kutipan menyusul. Seperti biasa, kalo sempet.
Profile Image for eti.
230 reviews107 followers
June 14, 2012
melalui cerpen & puisinya, avianti armand ini mencuri perhatian dalam sastra indonesia. sebagai seorang arsitek ternyata tak membuatnya "kaku" dalam menulis. jadi ingin mengoleksi bukunya yang lain, di awal karir penulisannya. ^_^
Profile Image for Thasya Tamberongan.
4 reviews10 followers
January 31, 2013

Setiap kisah mengusik benak.

Setiap penceritaan membuat ingin terhanyut dan jatuh cinta, lagi,,

Walau imaji tak cukup luas untuk menterjemahkan semua kias yang penuh makna.


Terima kasih.



Profile Image for Aira Zakirah.
173 reviews8 followers
June 6, 2019
Finally... selepas 1 bulan tanpa menamatkan satu buku pun, setelah sebulan lebih hanya mampu membeli dan menumpuk buku masih bersama dengan plastiknya, setelah hari-hari panjang yang hanya bisa membaca sedikit-sedikit-bahkan kurang dari separuh satu buku, tidak tamat-tamat, lalu akhirnya bisa sampai di halaman terakhir buku ini, rasanya excited sekalih. Kumpulan cerpen Avianti betul-betul memikat. Ide cerita, alur, hingga gaya menulis, semuanya saya sukaaaa. Ambigu, absurd dan puitis.

Menyenangkan; walau kadang dahi dibuat mengernyit tak begitu mengerti dan kepala harus lebih dalam lagi memaknai dan menginterpretasikan isi cerita. Rasanya seperti saat membaca rectoverso nya Dee. Beberapa cerita memang sangat sederhana namun ditulis dengan jalinan diksi yang indah sehingga memiliki nilai tambah bagi saya yang entah sejak kapan mulai menyukai jenis cerita seperti dalam buku ini.

Intinya, buku ini recomended, apalagi bagi yang sebelumnya sudah membaca buku-buku puisi Avianti.
Profile Image for Aya Canina.
Author 2 books44 followers
May 19, 2021
Cerpen-cerpen seperti ini akan selalu relate dengan siapa saja dan kapan saja. Relate, bagi saya, bukan soal ketika kita mengalaminya langsung, melainkan jika hal itu familiar, ada di sekeliling kita. Diterbitkan pertama kali pada 2011. dibaca pada 2021 dan tidak ada masalah. Urusan cinta dan gairah tidak lekang oleh waktu, meski bagi sebagian orang hal-hal itu picisan saja.

Cerpen-cerpen ini puitis dan liris, di waktu bersamaan dingin dan datar, seperti image Avianti sendiri (bagi saya). Kekuatannya ada pada kata dan mesin waktu, juga perihal-perihal tabu.

Cerpen Perempuan Utama adalah puisi Hawa dalam buku kumpulan puisi Perempuan yang Dihapus Namanya. Menarik mendapati perubahan bentuk ini dengan mengalami perubahan suasana dan cara baca. Tentu saja, menjadi berbeda, meski diksi-diksinya hampir saya hapal di luar kepala saking seringnya saya gauli puisi itu.

Baik dalam puisi maupun cerpennya, Avianti mengagumi Tuhan dan dosa.
Profile Image for Ananti Wungudita.
89 reviews
January 27, 2021
"Ke sana kamu akan pergi? Kamu mengangkat bahu sekali. Tak tahu. Yang pasti hanyalah: kamu ingin pergi. Bukan karena tak mencintaiku lagi, tapi karena cintaku membebanimu. Begitu berat, hingga kamu tak bisa bergerak. Penuh. seperti orang kekenyangan. Satu-satunya cara uang bisa kamu pikirkan adalah berhenti mengonsumsi cintaku. Satu-satunya cara yang kamu tahu adalah: pergi."

Sudah lama tidak membaca sastra Indonesia jadi wagu rasanya, sedikit bingung, dan sulit memahami apa yang dimaksud dengan penulis, serta apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Atau mungkin gaya penulis yang sulit dipahami. Tapi kurang lebih saya paham apa yang ingin disampaikan. Beberapa cerita saya baca dengan hati-hati dan perlahan, sedangkan beberapa lainnya saya baca sambil lalu saja.
96 reviews1 follower
June 30, 2023
Aku akui, nilai tiga dari total lima bintang untuk buku ini tidak bisa disebut adil. Ya mau bagaimana lagi? Sayang, kumpulan cerita pendek berarti tiap-tiap ceritanya menuai pengalaman membaca yang berbeda. Dan tak semua pengalaman itu menyentuh hatiku dengan penuh.

Dari sepuluh cerita, beberapa judul favoritku yang berhak dinobatkan sebagai cerita dengan bintang empat sampai lima adalah: Dongeng dari Gibraltar; Requiem; Perempuan Tua dalam Kepala; dan Kereta Tidur.

Avianti Armand mampu membiusku untuk singgah di layar gawai yang sayangnya tak dapat ditandai seperti lipatan buku. Gayanya menulis mampu melukis, membuatku terjebak dalam latar lakon tiap pemeran. Bravo!
Profile Image for n..
15 reviews
June 15, 2022
I personally believe that the deciding factor of an anthology is the first story. Avianti Armand captures the first story in Kereta Tidur perfectly with the right amount of suspense and eeriness, which of course made me keep going because I was intrigued and, surprise! It's only getting better. The book does contain some sensitive matters deemed as taboo by some, it also has quite a lot of symbolism and flowery words resembling more of a poet than a storyteller, but overall it was an enjoyable read! I am now even eager to start her poetry anthology.
Profile Image for Andria Septy.
249 reviews14 followers
October 4, 2021
Membaca buku kumpulan cerita pendek milik Avianti Armand sangatlah menarik. berisi lima belas cerpen. masing-masing akan memberi pengalaman/wawasan baru. membuat kita tersentak dengan caranya mendeskripsikan setiap cerita dan terpukau tentu saja. saya jadi ingat dengan gaya penceritaan Dora Thy Parker (New Jersey, USA). Mirip-mirip seperti ini. setiap tulisan atau karya Avianti syarat akan kalimat-kalimat indah yang rasanya seperti saat kita membaca puisi.
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
August 13, 2018
Saya kembali membaca edisi 2018, karena ada lima cerpen tambahan. Dan selalu menarik, yaaa demikianlah Avianti Armand menyajikan prosanya. Selalu dengan bahasa "canggih" dan ruang penafsiran yang aduhai.

Di lima cerpen tambahan, paling suka adalah Ayah dan Pagi di Taman. TIga cerpennya bagus, dua itu paling kusuka.
Profile Image for Gelar.
20 reviews9 followers
December 21, 2018
Kereta tidur adalah buku terakhir dari Mbak Avianti yang saya baca. Setelah sebelumnya saya berkenalan dengan Buku Tentang Ruang, Museum Masa Kecil dan Perempuan yang Dihapus Namanya.

Saya pribadi suka cara Mbak Vivi menulis ulang memori-memori yang dialaminya. Beberapa cerita tampak puitis dan hangat, beberapa tampak dingin dan berjarak. Tapi saya suka semua.
Profile Image for Aprianto Nugraha.
100 reviews2 followers
July 27, 2018
Saya suka mayoritas dari cerpen yang disajikan dalam buku ini. Ada beberapa cerita yang menggugah moral, menyajikan twist yang menyenangkan, dan sangat dekat dengan pribadi saya. Tapi, cerita yang dari Tangier, saya ga ngerti sama sekali. Mungkin ada yang bisa kasih pencerahan?
Displaying 1 - 30 of 82 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.