Cerpen "Dodolitdodolitdodolibret" karya Seno Gumira Ajidarma yang menjadi Cerpen Terbaik Kompas 2010, mengisolasi siratan pesan tentang pluralitas makna kebenaran religius. Bahwa kita jangan mudah mengklaim agama kita sendiri paling benar dan menganggap sesat agama lain, dan jangan pula gampang menganggap pemahaman kita sendiri tentang agama kita sebagai yang paling benar di antara pemahaman lain yang dimiliki saudara-saudari seagama kita. "Agama pada hakikatnya adalah makna, pemaknaan, yang muncul dari pengalaman," kata Huston Smith.
Mayoritas Cerpen Pilihan Kompas 2010, seperti kecenderungan umum cerpen-cerpen Kompas selama ini, memperdengarkan derau isu-isu sosial aktual yang biasa tampil di rubrik berita dan opini media massa, seperti penggusuran dan teror bom (Ikan Terbang Kufah karya Triyanto Triwikromo), penggusuran dan krimininalisasi minoritas (Pengunyah Sirih karya S Prasetyo Utomo), korupsi (Menjaga Perut karya Adek Alwi), konflik rakyat vs industrialis (Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap karya Timbul Nadeak), penindasan dan kekerasan terhadap perempuan (Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara karya Ni Komang Ariani), (Sonya Rury karya Indra Tranggono), ekses dekadensi moral (Ordil Jadi Gancan karya Gde Aryantha Soethama).
Seno Gumira Ajidarma is a writer, photographer, and also a film critic. He writes short stories, novel, even comic book.
He has won numerous national and regional awards as a short-story writer. Also a journalist, he serves as editor of the popular weekly illustrated magazine Jakarta-Jakarta. His piece in this issue is an excerpt from his novel "Jazz, Parfum dan Insiden", published by Yayasan Bentang Budaya in 1996.
Berterima kasihlah kepada kesedihan dan air mata karena bersamanya kita belajar kekuatan yang sempurna. Sebuah lingkaran tidak harus bulat penuh seperti halnya garis tidak selalu lurus. - Noviana Kusumawardhani, Rongga, hal. 131.
Karena biadab dan malas, kalau dibiarkan, maka bangsa inlander akan menjadi bangsa yang korup, dan apabila dibiarkan terus, akan menjadi bangsa anarkis, yang kalau dibiarkan terus menerus justru akan menghancurkan bangsa ini sendiri - Budi Darma, Pohon Jejawi, hal. 168
Dipinjamkan Daeng Khrisna dari salah satu tumpukan bukunya yang dibiarkan begitu saja di depan kandangrindu (miris akutu). Menarik perhatian saya kerana (selain kemantaban kovernya) tertera nama Seno Gumira di bagian penulis. Dan saya belum pernah membaca satu pun karya belio agar supaya jadilah begitu.
And Im having so much fun with these Kompas' cerpens 😍😍😍 Favoritku: Dodolitdodolitdodolibret (sempat bertengkar kecil dengan bebiku perkara menurut dia yang benar adalah dodolipret bukan dodolibret, sedang menurut saya sebaliknya), Ada yang Menangis Sepanjang Hari... (beruntung bisa bertemu penulis cerpen ini dan sedikit berdiskusi tentangnya 😍😍😍😍😍 im so friggin lucky), Menjaga Perut (ini bangsat banget), Rongga (i dont know that many good words to describe this piece of heaven), Klown dengan Lelaki Berkaki Satu (the twist!), Lebih Kuat dari Mati (terbangsat pertama), dan Sirajatunda (terbangsat kedua).
And once again i must say, Im having a very very good time with this book. 😗😗😗😗
Yang saya kurang ngerti sih, kenapa itu cerpennya SGA diberi judul Dodolitdodolitdodolibret ya? Saya nggak bisa nemu korelasinya 😆
Dan ceritanya Triyanto Triwikromo ini menarik banget, karena setiap kata diawali dengan huruf kapital, Gaes. Yes, SETIAP KATA SEPANJANG CERPEN. Itu tujuannya apa, saya juga nggak ngerti 😆
Saya baru saja menuntaskan kumcer ini. dan favorit saya hanya dua: 1. Dodolit Dodolit Dodolibret - Seno Gumira Ajidarma 2. Pengunyah Sirih - S. Prasetyo Utomo
Baru sampai cerpen yang judulna Klown itu. Dalam sehari! Kemungkinan berarti kumcer ini tidak membosankan bagi saya. Ah, ada satu cerpen favorit saya: "Menjaga Perut". Well, pada dasarna saya emang penyuka tema sederhana yang diceritakan dengan sederhana dan lembut, dan cerpen Menjaga Perut itu termasuk kategori itu :)
Doh, ternyata typo-nya banyak. Atau cuman buku saya yang begini? Typo yang kebanyakan bikin mata sakit bacanya @A@
Oke, komentar saya setelah membacana sampai habis: kurang 'wah'. Cerpen-cerpenna biasa, menurut saya. Ada beberapa yang bagus, sangat bagus malah. Tapi yah itu, sisana biasa aja. Mungkin soal selera aja ya :p Apalagi yang judulna "Pohon Jejawi" di paling akhir itu. Saya sama sekali ga nangkep apa yang ingin diangkat oleh si penulis.
Mungkin cuman karena saya dodol soal sastra :p Tapi saya pernah nemu beberapa penulis amatir yang tidak kalah dari tulisan-tulisan di kumcer ini :3
3.5 bintang dari aku. Ih, seru-seru deh cerpennya. Emang pada penulis top sih ya, tulisannya udah pasti bagus sekaligus bermakna banget.
Ada 4 cerpen yang aku suka: 1. Udah pasti cerpen karangan Seno, Dodolitdodolitdodolibret dong hehehe. 2. Cerita romantis agak miris karangan Timbul Nadeak, Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap. 3. Cerpen yang nyindir banget karangan Agus Noor, Ada Yang Menangis Sepanjang Hari... 4. Cerita romantis unyu yang dibalut surealisme karangan Cicilia Oday, Solilokui Bunga Kemboja.
Ketika Sastra Religi atau sastra keagamaan biasanya banyak ditulis dalam bahasa yang suci, hati-hati, dan konvensional. Namun berbeda dengan yang disajikan Seno. Tema ini menjadi cerita segar, tentang seorang wali yang saleh sehingga dipuja-puji pengikutnya dengan amat sangat berlebihan. Segala pro-kontra dan irama keseimbangan kehidupan duniawi serta logika bertuhan dipertanyakan dan digagas dengan sangat telaten. I like it!
Sangat suka sekali dengan cerpen "Dododlitdodolitdodolibret" karya Seno Gumira Ajidarma dan "Sirajatunda" karya Nukila Amal. Cerpen yang saya sebutkan terakhir berhasil membuat saya--untuk kali pertamanya--dapat terpingkal-pingkal membaca cerpen Kompas. Bukan lucu karena jelek, melainkan sebaliknya, keren banget!
membosankan! kok ya umumnya masih belum bisa lepas dari tema-tema suram dan negatif. pingin menggugat ketidakakuratan di halaman 164 soal stasiun semut, tapi berhubung cerpen hidup di dunianya sendiri ya biarin aja lah...
Keren cerpen-cerpen kompas, dengan buku ini lebih tahu perjalanan cerpen-cerpen yang dimuat di kompas. Paling berkesan dalam buku ini adalah epilog yang ditulis ma kritikus sastra handal. Jadi bisa melihat cerpen ini dari sudut pandang mereka. Hebat dan puas menunggu buku-buku selanjutnya.
dibuka dengan gemilang lewat cerita yang menggelitik tawa sekaligus memancing daya pikir saya karya prosawan kenamaan seno gumira ajidarma. semua cerita di dalam kumcer ini begitu nikmat dibaca untuk pembaca yang kritis akan issue-issue sosial dan sebagainya.
covernya bikin 'ilfeel' makanya sempet nunda baca beberapa lama. tapi bener apa kata pepatah 'dont judge a book by its cover' karena isi buku ini LUAR BIASA! tentang kisah-kisah rekaan tapi pasti sering kita temui di lingkungan sekitar. reccommended! :)
Sangat suka dengan Cerpen-cerpen karya Seno Gumira Ajidarma termasuk "Dodolitdodolitdodolibret" yang mengandung siratan pesan tentang pluralitas makna kebenaran religius.