Jump to ratings and reviews
Rate this book

70 Puisi

Rate this book
"TAHUN ini Goenawan Mohamad berusia 70. Dan itu menjadi salah satu alasan buku dengan judul 70 Puisi ini diterbitkan. Sepanjang usia kreatifnya, Goenawan telah menghasilkan pelbagai karya, dalam jumlah yang banyak, dengan bermacam ragam: esai, naskah pertunjukan, nlibreto opera, sketsa, dan tentu saja ratusan sajak—sebuah proses kreatif yang ditekuninya sejak muda.

Kini Goenawan masih tampak bugar. Karya-karyanya masih terus mengalir deras: yang ditulisnya tiap pekan dan muncul di halaman Catatan Pinggir majalah Tempo , tulisan pada katalog pameran seni rupa, naskah seni pertunjukan, juga risalah untuk bahan diskusi, yang cakupan topiknya begitu luas."

155 pages, Paperback

First published January 1, 2011

17 people are currently reading
389 people want to read

About the author

Goenawan Mohamad

110 books506 followers
Ia seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tanpa lelah, ia memperjuangkan kebebasan berbicara dan berpikir melalui berbagai tulisan dan organisasi yang didirikan-nya. Tulisannya banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya. Seminggu sekali menulis kolom “Catatan Pinggir” di Majalah Tempo.

Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo kelahiran Karangasem Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, 29 Juli 1941, ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum.

Ia juga pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas VI SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B. Jassin. “Mbakyu saya juga ada yang menulis, entah di harian apa, di zaman Jepang,” tutur Goenawan.

Pada 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994.

Goenawan Mohamad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.

Ketika Majalah Tempo kembali terbit setelah Pak Harto diturunkan pada 1998, berbagai perubahan dilakukan seperti perubahan jumlah halaman namun tetap mempertahankan mutunya. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo.

Setelah terbit beberapa tahun, Koran Tempo menuai masalah. Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan Mohamad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada Tomy Winata, (17/5/2004). Pernyataan Goenawan yang dimuat Koran Tempo pada 12-13 Maret 2003 dinilai telah melakukan pencemaran nama baik bos Arta Graha itu.

Goenawan yang biasa dipanggil Goen, mempelajari psikologi di Universitas Indonesia, mempelajari ilmu politik di Belgia dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.

Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), dan Catatan Pinggir (1982).

Hingga kini, Goenawan Mohamad banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 dimana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumah.

(from tokohindonesia.com)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
43 (31%)
4 stars
45 (33%)
3 stars
37 (27%)
2 stars
7 (5%)
1 star
4 (2%)
Displaying 1 - 13 of 13 reviews
Profile Image for Andria Septy.
249 reviews14 followers
August 11, 2020
dengan ini menambah lagi referensi buku kumpulan puisi yang bagus dan tentu saja berkualitas. siapa yang tak mengenal GM? saya benar-benar menikmati puisi beliau.
Profile Image for Nellaneva Nellaneva.
Author 7 books157 followers
May 10, 2020
Seperti diajak berkelana sungguhan, bukan hanya latar tempelan.
Tentu saja karena ada puisi tentang Orpheus juga.
Profile Image for hasnarum.
1 review
November 10, 2021
Sebagai penikmat puisi, saya sangat menyukai puisi-puisi yang tertulis di buku ini. Buku ini menjadi salah satu buku puisi yang akan sangat saya kagumi. Salut!
Profile Image for Sutresna.
225 reviews14 followers
March 29, 2015
Akhirnya selesai juga dibaca.

Bukannya gak bagus sih, ada banyak kalimat yang gue suka penulisannya. Tapi ya emang agak susah dicerna. Bukan tipe puisi2 yang kalo abis dibaca bisa disebutin maknanya apa aja. Hehe. Tapi diksinya bagus sumpah.

Yang bagus lagi puisi2nya gak stuck di tempat, ngalir kayak ada alur dalam cerita gitu.
Profile Image for Wawan Kurn.
Author 20 books36 followers
July 17, 2016
Buku yang memuat 70 puisi GM ini adalah perayaan ulang tahunnya yang ke-70. Puisi-puisi awalnya hingga tahun 2011 dipilih dan disatukan dalam buku ini. Salah satu yang saya dapatkan setelah membaca buku ini, saya sedikit memahami bentuk dan ciri khasnya dalam menulis puisi.

Profile Image for Nonna.
137 reviews2 followers
June 7, 2014
Membaca buku ini seperti diajak untuk menjelajah ruang dan waktu. Karena dunia bukan hanya Bima Sakti. Karena makhluk hidup bukan hanya di Bumi..
Displaying 1 - 13 of 13 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.