Jump to ratings and reviews
Rate this book

Jakarta: Sejarah 400 tahun

Rate this book
Buku ini segera dicekal pemerintah Orba ketika pertama kali terbit pada 1987. Orba tidak suka dengan cara Susan Blackburn (dulunya Susan Abeyasekere) mengkaji Jakarta. Susan dengan menelusuri sejarah Jakarta selama berabad-abad berhasil memaparkan suatu kontras. Ternyata sejak lama Jakarta hanya kota yang dibangun untuk memenuhi impian para penguasa, kaum aristokrasi uang. Jakarta bukan milik dan untuk kehidupan bersama.
Selama hampir 400 tahun, penguasa-penguasa Jakarta menginginkan kota ini menjadi semacam model kota harapan mereka sendiri. Belanda selama 1619–1949 berusaha menampilkan citra kota koloni kulit putih. Setelah Indonesia merdeka, Sukarno membangun Jakarta dengan monumen dan bangunan megah. Pemimpin besar revolusi ini berharap Jakarta sebagai ibukota menjadi kebanggaan nasional. Sementara pemerintah Orba membanjiri Jakarta dengan investasi asing demi mewujudkan mimpi kota pembangunan ekonomi.

386 pages, Mass Market Paperback

First published June 11, 1987

31 people are currently reading
279 people want to read

About the author

Susan Blackburn

17 books2 followers
Susan Blackburn (formerly Susan Abeyasekere) is a researcher and academic with a focus on Indonesian history and politics, the Indonesian women's movement, and foreign aid. She has taught at a number of universities, including Victoria University of Technology, Griffith University, and—since 1991—Monash University, on topics such as development politics, gender in Asian politics, Southeast Asian politics, and foreign aid and non-governmental organizations. Some of the titles of books she has written or edited are Women and the State in Modern Indonesia (2004), Indonesian Islam in a New Era: How Women Negotiate their Muslim Identities (2007), and The First Indonesian Women's Congress of 1928 (2007).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
45 (42%)
4 stars
43 (40%)
3 stars
16 (14%)
2 stars
1 (<1%)
1 star
2 (1%)
Displaying 1 - 24 of 24 reviews
Profile Image for Marina.
2,035 reviews359 followers
April 26, 2016
** Books 99 - 2016 **

4 dari 5 bintang!

Sudah sangat lama sekali saya ingin membaca buku ini. Bukan apa-apa saya sangat penasaran apakah Jakarta kota tempat saya mencari sesuap nasi ini apakah sudah sama seperti yang sekarang? ketika buku ini tersedia untuk dipinjam di perpustakaan langsung buku ini saya comot dibawa pulang :p

Ini adalah karya kedua Susan Blackburn yang saya sudah baca setelah Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang yang sempat membuat kepala saya cenat cenut membacanya (Pake ejaan lama bin jadul) dan yang ternyata di halaman belakangnya ada terjemahan bahasa indonesia yang sekarang *Err =__=a

Jujur saya meyukai isi dari buku ini pemaparannya yang tidak membosankan, selain itu pembahasan Jakarta di era abad ke-18 sampai dengan pemerintahan Soeharto membuat buku ini sangat menarik untuk diikuti. Saya bahkan baru tahu bahwa sempat ada penduduk berketurunan portugis yang tinggal di Jakarta (Sebab itulah ada musik keroncong yang asal usulnya dari Portugis). Penduduk India juga masih dapat kita lihat di Pasar Baru dalam berjualan tekstil (Sudah dari dahulu ternyata). Hahaa bahkan Penduduk Jakarta jaman dahulu banyak yang terkena penyakit Malaria (Kalau jaman sekarang rata-rata yang mau ke indonesia timur disuru minum pil kina dulu kan ya?)

Menarik sekali melihat sisi-sisi lain Jakarta yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Betapa saya memiliki hubungan suka dan duka dengan kota ini (Banyak dukanya sih macetnya itu suka gak ketulungan). Perjalanan masing-masing abadnya yang memiliki ciri khas masing-masing, perbedaan kaum dan etnis yang tinggal disana membuat buku ini menjadi padat dan berisi. Kalau kalian ingin mengetahui lebih dalam tentang Jakarta buku ini salah satu patut yang perlu dibaca. Tak kenal maka tak sayang bukan?

Terimakasih Perpustakan Kemendikbud untuk peminjaman bukunya
Profile Image for Teguh Santoso.
4 reviews2 followers
August 13, 2016
Siapa nyana ibukota negara kita adalah kota Islam pertama yang diproklamirkan di Indonesia, yakni pada 22 Juni 1527 Masehi atau tepatnya 22 Ramadhan 933 Hijriah.
Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527 yang masih dikuasai Hindu Sunda), lalu Jayakarta (1527 sampai 1619), Batavia/Batauia/Betawi atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta Tokubetsu Shi (1942-1945) dan Djakarta (1945-1972).
Di dunia internasional Jakarta pun mempunyai julukan seperti J-Town atau lebih populer lagi The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding New York City (Big Apple) di Indonesia.
Mengapa Kota Jakarta menjadi kota Islam pertama di Indonesia? Karena sistem kerajaan sebelumnya diganti dengan sistem perkotaan “Madinah” atau Madani, dimana hasil musyawarah merupakan tingkat tertinggi suatu keputusan.
Berbagai situasi dan kondisi perebutan kota tersebut dari tangan Portugis diawali dengan banyak diskusi para wali. Sunan Kalijaga sebagai salah satu dari sembilan wali di jawa mengusulkan pertama kali bahwa kota tersebut harus direbut sebelum dijadikan wilayah jajahan.
Urgensi Kota Sunda Kelapa dari dahulu sudah menjadi perhatian. Dari mulai Kerajaan Taruma Negara sampai akhirnya ke Kerajaan Pajajaran, yang saat itu dipimpin oleh Surawisesa (Mundinglaya).
Mundinglaya meminta Portugis membangun benteng di Sunda Kelapa. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana, Pasukan Caruban yang bersekutu dengan Demak, Madura, Ternate dan Hitu langsung menyerang pelabuhan tersebut.
Persekutuan dengan ikatan Ukhuwah Islamiyah yang dibangun itu dipimpin oleh seorang ulama lulusan Perang di Tanah Arab yang bernama Fadhilah Khan atau Portugis menyebutnya Faletehan.

Fadhilah adalah keturunan Raja Pasai, salah satu kerajaan yang juga dihancurkan oleh Portugis. Saat pulang dari Tanah Suci, Fadhilah mendapati kerajaannya di Sumatera Selatan hancur dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Demak, yang saat itu juga kehilangan Panglimanya, Pangeran Sabrang Lor (Adipati Unus).
Fadhilah mengganti nama Sunda Kelapa dengan Jayakarta yang berarti “kemenangan yang gilang gemilang” atau “kemenangan yang nyata” (fathan mubina), terinspirasi dari Surah Al Fath: 1, yang artinya adalah: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”
Hari kemenangan tersebut menjadi saat yang tak akan pernah dilupakan oleh muslimin di Jakarta. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Ramadhan 933 atau 22 Juni 1527 tersebut diputuskan Sudiro sebagai wali kota Jakarta pada tahun 1956.
Ternyata Bulan Ramadhan memberikan banyak makna bagi bangsa Indonesia. Banyak dari kita yang tak mengetahui bahwa jika kita konversikan 17 Agustus 1945 ke dalam penanggalan hijiriyah, maka kita akan mendapatkan tanggal 9 Ramadhan 1364 H hari Jum’at. Fenomena ini bukanlah kebetulan semata. Perencanaan proklamasi telah diolah secara matang oleh para founding fathers kita.
Sesaat sebelum diputuskannya tanggal 17 Agustus sebagai hari proklamasi, Bung Karno meminta restu dari para ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Para ulama menyetujui rencana Bung Karno tersebut. Salah satu ijtihadnya ialah karena hari itu adalah hari yang sangat mulia: hari Jum’at sebagai sayyidul ayyam dan Ramadhan sebagai bulan istimewa dalam Islam.
Semoga setiap peristiwa atau sejarah menjadi bekal utama dalam perjalanan hidup kita selanjutnya pasca Ramadhan. Wallahu a`lam bish showab
Profile Image for Ziyy.
642 reviews24 followers
January 24, 2014
4 stars and i mean it!
Ini buku sejarah yang mencerahkan gw akan kota kelahiran gw sendiri. Pemaparan Susan Blackburn, enak dibacanya. Menurut gw cukup menghapus stereotip buku sejarah itu boring. Baca deh,apalagi kalo lw orang betawi. Kudu deh. Kudu! Coba aja nanti di ultah jakarta yang ke-500, bisa hadir buku semacam ini, 100 tahun paska penulisan buku ini aja, Jakarta (lagi-lagi) berubah banyak!

review coming up, soon!
Profile Image for Bangquito.
76 reviews25 followers
June 15, 2020
Saya tinggal di Jakarta begitu lama hingga abai terhadap kampung halaman sendiri. Seperti seorang penghuni rumah, saya mudah saja menerima tata ruang yang berantakan maupun bau apak sebagai hal normal. Perlu orang lain untuk menyingkap hal-hal yang ganjil dari rumah tersebut. Saya berterima kasih pada hidung Blackburn yang tajam karena telah mengupas sejarah 400 tahun Jakarta dengan kehati-hatian yang sungguh. Teka-teki yang diberikan Susan Blackburn adalah, "Tebak, Jakarta punya siapa?"

Saya beri bocoran: Bukan penduduknya.

Sebagai bahan referensi, buku ini kaya dengan detail dan sumber yang sahih. Meminjam pernyataan Iskandar P. Nugraha; referensi klasik yang holistik. Sebagai trivia pribadi, banyak pertanyaan sepintas lalu yang terjawab sembari membaca. Misalnya pertanyaan sporadis seputar penghuni pertama Jakarta, dimana muasal gelombang sampah lahir, dan mengapa kini sulit menemukan becak, kendaraan paling intim di masa kecil saya. Dulu dengan rasa bersalah yang amat, saya pikir becak perlahan hilang karena pernah saya gunakan sebagai kakus darurat.

Blackburn menguntai sejarah kota sejak zaman kolonial hingga orde baru. Kerangka buku dibagi menjadi tiga bab untuk mewakili zaman berdasarkan faktor kekuasaan. Era kolonial sebagai "Tuan lama", era transisi di bawah tirani jepang, dan kepemimpinan "Tuan-tuan baru" di bawah Sukarno dan gubernurnya. Bingkai ini menempatkan Jakarta sebagai objek yang digilir, kemudian didandani berdasarkan kemauan sang tuan, sepanjang kemaluannya senang. Jakarta di zaman kolonial digincu menjadi Ratu dari Timur, di era Jepang digagahi habis untuk kebutuhan perang, sementara pada masa Sukarno simbol kolonialisme dilucuti, kemudian Jakarta dipupur dengan pletora simbolik. Lukisan besar berlapis-lapis ini berhasil tersaji, tidak lepas dari hasil terjemahan Gatot Triwira, hingga saya bisa bersimpati saat membacanya.

Dari segi narasi, buku ini dirangkai secara linear tetapi tidak saling mengikat. Penokohan penting pada zamannya diperkenalkan secara dekat, sementara dari segi spasial Blackburn menggambarkan situasi kota, terutama kampung lama, begitu romantis. Kisah Jakarta dimulai dari kedatangan orang-orang baru dan proses asimilasinya, kemudian kepemimpinan kolonial dengan kebijakan culas yang memihak. Jakarta lantas menjadi medan kemerdekaan sekaligus tawanan perang digambarkan dengan tragis pada masa peralihan. Kemudian paradoks pembangunan era sukarno sebagai trauma akibat tekanan ratusan tahun. Berbuntut pada orde baru dan ledakan di sektor konstruksi, hingga sepak terjang para gubernur sebagai perpanjangan tangan dari kuasa untuk mewujudkan imaji Jakarta. Berbagai ide-ide gemerlap ini akhirnya mengaburkan identitas Jakarta menjadi sosok yang gamang. Cantik, tetapi blunder.

Jika Onghokham menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa pembaca memiliki wawasan sejarah dasar, maka dasar inilah yang diperkaya dalam buku Blackburn. Misalnya dalam bunga rampai Migrasi Cina, Kapitalisme Cina, dan Anti Cina, Onghokham meninjau kemesraan politik-ekonomi antara kompeni dan orang Tionghoa untuk menuju argumen yang lebih kompleks, Blackburn memaparkan (dalam konteks Jakarta) bagaimana tali kepentingan itu dimulai. Sepintas isinya tampak umum, tetapi inilah pokok yang perlu diketahui sebelum menendang opini liar tentang Jakarta dan masyarakatnya.

Sebagai peneliti, Blackburn mengambil jarak terhadap opini pribadi, tetapi ia mengutip suara yang sah untuk menegaskan pernyataannya. Ia tidak bermain api dengan kausalitas, namun menyelipkan retorika Tuan ini lewat beragam anekdot. Pun dalam kehati-hatiannya, buku ini tetap saja dicekal pada peluncurannya di tahun 1987.

Memandang Jakarta dari kacamata Blackburn adalah mengamati sebuah mozaik bergerak. Batas cair antar kelas yang saling bergeser, menyusut dan membesar, nyaris tanpa harapan untuk menyatu. Perhatiannya tidak pernah lepas dari jurang sosial yang menganga ratusan tahun, dan dalam penyimpulannya ia tidak meletakkan harapan, tetapi menyiratkan bahwa jalan menuju Jakarta yang setara masih panjang.
Profile Image for Ayu Ratna Angela.
215 reviews8 followers
March 11, 2022
Buku ini jauh melebihi ekspektasi saya. Tipe buku yang bikin susah move on dan jadi pengen baca buku serupa yang sama bagusnya, yang yah..agak sulit menemukannya.

Buku yang ditulis oleh Susan Blackburn ini menceritakan sejarah Jakarta sejak masa kolonial abad 16 sampai dengan akhir abad ke-20. Alur waktu diceritakan runut dan mudah dipahami. Banyak sekali tempat-tempat di Jakarta yang diceritakan kembali sejarahnya berikut di mana lokasi/bangunan itu sekarang berada. Hal ini tentunya sangat menarik sekali bagi saya warga jakarta yang ternyata tidak tau apa-apa tentang Jakarta. Buku ini membuat saya memandang kembali dengan cara yang sama sekali baru akan jalan-jalan dan gedung-gedung kolonial yang selama ini hanya saya lewati saja sembari mengagumi keindahan arsitekturnya tanpa saya ketahui cerita dibaliknya.

Sejarah Jakarta era setelah kemerdekaan ternyata sama menariknya, jika tidak lebih menarik daripada sejarah era kolonialnya. Saya benar-benar jadi bisa melihat perkembangan kota Jakarta dari sudut pandang Blackburn. Blackburn memaparkan kebijakan-kebijakan pemerintah saat itu yang sangat memberi pengaruh besar akan perkembangan Jakarta, juga ketimpangannya dengan masalah sosial yang sebenarnya dihadapi Masyarakat.

Buku ini juga melengkapi pengetahuan saya tentang Soekarno, sosok yang sebenarnya sampai sekarang tidak begitu bisa saya pahami mengapa begitu dipuja-puja. Setelah membaca Revoloesi Pemoeda karya Benedict Anderson dan lalu buku ini sedikit banyaknya gambaran akan sosok Soekarno menjadi semakin jelas.

Tokoh lainnya yang juga dibahas panjang lebar oleh Blackburn adalah Walikota (atau Gubernur?) Jakarta pertama, Ali Sadikin. Bagaimana Jakarta bangkit dan berbenah dengan kebijakan-kebijakannya yang efisien dan cerdas yang walau demikian tetap belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat Jakarta yang begitu kompleks.

Tulisan Blackburn ini membuat saya menyadari kalau kondisi sosial masyarakat serta kebijakan-kebijakan para pemimpin Batavia pada era kolonial, hingga pemimpin Jakarta dan Indonesia setelah revolusi, hingga saat ini sebenarnya masih begitu-begitu saja, hanya jaman dan penguasanya saja yang berganti, masalahnya masih sama dan belum juga terselesaikan. Miris.
Profile Image for Aryanto Wijaya.
36 reviews
June 12, 2018
Meski sekarang sudah tahun 2018, buku ini masih sangat relevan. Paparan data, fakta, dan analisis dalam buku ini menolong saya untuk melihat Jakarta masa kini dari perjalanan panjangnya. Bahwa Jakarta adalah kota yang hanya dibangun untuk memuaskan hasrat penguasa ada benarnya juga.

Jakarta adalah berkat sekaligus ironi. Ia menjadi magnet bagi jiwa-jiwa untuk datang merantau ke sini. Saat Belanda tiba, mereka berhasrat menjadikan Batavia sebagai Ratu dari Timur. Tapi, hasrat itu harus berhadapan dengan kondisi fisik Batavia yang tidak kondusif; malaria, masalah sanitasi, dll.

Zaman Jepang pun serupa, Jepang ingin melepaskan segala pengaruh Hindia Belanda dari Batavia. Namun, belum sempat semua misinya terwujud, zaman kembali berganti. Republik Indonesia berdiri. Jakarta disulap oleh Soekarno menjadi ikon kebanggaan republik, menghabiskan dana besar-besaran di saat republik ini sedang kempat-kempot keuangan.

Zaman Orde Baru, cerita Jakarta beda lagi. Di bawah kendali Ali Sadikin, Jakarta mulai dibenahi wajahnya, tapi masalah paling mendasarnya tetap tidak tersentuh: memahami rakyat Jakarta untuk memberikan perawatan yang tepat. Lagi-lagi masyarakat kelas bawah yang tergusur, tersembunyi dari gemerlap pembangunan Ibu kota.

Selain itu, Susan Blackburn juga mengupas kehidupan antar etnis di Batavia hingga Jakarta dengan detail dan ciamik. Saya bahkan baru ngeh kalau dulu di kota ini pernah hidup orang-orang Mardjiker yang kini telah punah.
Profile Image for Muhammad Bramantyo.
50 reviews
November 25, 2018
Dari menelaah buku ini, kita bisa memahami mengapa kota Jakarta sedemikian tajam perbedaan antara kelas menengah-atas dan kelas bawah, hal itu sudah dimulai sejak 1619 dan terus mewarnai kebijakan hingga buku ini selesai ditulis (1989). Dari buku ini pula, kita bisa memahami mengapa transportasi publik tidak terpenuhi dengan baik, mengapa trotoar tidak ditata rapi sebagaimana kota lain di dunia.
Tambahan lain yang harus diketahui, buku ini selesai ditulis 1989, data dan fakta yang tersaji terhenti di tahun berakhirnya penulisan. Namun memahami masa lalu bisa menambah kebijaksanaan kita dalam meneropong masa kini dan masa nanti
Profile Image for Anom Parikesit.
40 reviews3 followers
October 1, 2024
Salah satu buku yang menjelaskan sejarah pergolakan kota Jakarta secara mendalam. Apa yang terjadi di Jakarta bukan merupakan hal yang baru apabila kita menelisik peristiwa-peristiwa yang tertulis di buku ini. Siklus berulang, seperti konflik elit politik, ormas, partai, kebijakan yang mengesampingkan masyarakat kelas bawah, hingga isu SARA yang dipicu oleh persoalan ekonomi, yang terjadi saat ini berakar dari masalah yang sama puluhan hingga ratusan tahun yang lalu.

Susan Blackburn menuliskan dengan apik bagaimana perkembangan Jakarta hingga menjadi kota metropolis seperti sekarang. Tak ayal, proses membangun ibu kota yang begitu rumit dipaksa diterapkan di tempat baru dengan perencanaan yang sangat singkat demi memuaskan hasrat penguasa sehingga hasilnya pasti akan mengecewakan.
Profile Image for Rakhmad Permana.
12 reviews9 followers
September 17, 2020
Buku yang membeberkan sejarah Jakarta dengan cukup gamblang. Dari buku ini saya tahu, dari dulu Jakarta (sejak masih bernama Batavia) nggak pernah jauh-jauh dari ambisi ekonomi dan politik adu domba.

Di buku ini, dibahas juga sekelumit peristiwa pembantaian etnis China, etnis2 lain yang tinggal di sini, ambisi Sukarno membangun Jakarta.

Saya jadi tahu, sedari dulu, orang Jakarta emang udah suka berdesakan kalau lagi naik transportasi umum, dulu pakai trem. Persis seperti orang-orang yang sekarang naik KRL atau TransJakarta.
1 review
Read
December 20, 2019
refleksi adalah instropeksi terhadap apa yang telah terjadi, termasuk kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. dengan begitu generasi berikutnya tidak terjabak lagi dalam kekacauan dan dapat menerima tantangan sebagai peluang untuk lebih maju. makin banyak karya seperti buku ini akan makin maju pemikiran, kreatifitas dan inovasivitas kita sebagai bangsa. mari berjuang menjadi bangsa yang memimpin peradaban dunia.
Profile Image for Michael Nicola.
23 reviews
April 15, 2021
Buku yang sangat bagus. Pemaparan penulis juga sangat lengkap dan mudah dipahami. Mengcover hampir seluruh aspek sejarah Kota Jakarta mulai dari politik, kependudukan, dan budaya. Penulis juga beberapa kali mengutip berbagai hasil sensus guna mendukung pandangannya mengenai dinamika kependudukan di Jakarta dari masa ke masa. Cuma satu yang patut kita sayangkan: kenapa buku dengan penjelasan sebaik ini ditulis oleh orang asing dan bukan oleh orang Indonesia sendiri?
Profile Image for Aulia Madina.
55 reviews
August 29, 2022
Buku sejarah yang membuat saya mengerti kenapa Jakarta menjadi Jakarta, bagaimana faktor ekonomi, sosial, politik, budaya secara dinamis saling mempengaruhi dan membentuk wajah Jakarta dari pertama kali Belanda datang hingga tahun 1980an(tahun diterbitkan buku ini). 5/5 super worth to read
Profile Image for Dutch Leonard.
86 reviews
August 19, 2024
A very thorough and informative history of Jakarta, featuring plenty of maps, a section of black and white photos, and an 18 page "select" bibliography. An amazing amount of work went into this book, and it shows. Unfortunately out of print.
Profile Image for Nurul Inayah.
118 reviews12 followers
May 1, 2023
Buku "Jakarta Sejarah 400 Tahun" keren banget. Lengkap dan meyakinkan. Buku ini juga sangat berguna bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui sejarah Jakarta secara lebih mendalam dan menyeluruh.
Profile Image for Naufal Shidqi Laras.
39 reviews2 followers
January 18, 2023
Selama 1-2 minggu penuh ini fokus membaca bagian Bab 2 Buku ini (Kota Kolonial: Batavia Abad ke-19). Sebagai tulang punggung penelitian Tugas Akhir Skripsi di bagian sub bab pertama di bab 2 yang juga membahas kondisi masyarakat batavia abad ke-19, buku ini banyak menggambarkan dinamika sosial yang terjadi di batavia, dari akar kelas sosial yang terbentuk hingga terbagi atas 3 ras utama yang menguasai batavia di masa ini yaitu, Ras Eropa, Cina, dan Pribumi hingga akulturasi budaya yang membentuk budaya bernama "Betawi". Secara tidak sengaja, aku telah mendapat jawaban dari buku berkaitan beragam masalah Jakarta baru-baru ini seperti isu SARA dalam politik, banjir, hingga transportasi publik secara tersirat terjawab dalam puzzle-puzzle yang terpisah.

Dari buku ini pertama kalinya aku melakukan active reading dengan banyak coretan dan membaca berulang kali di setiap sub-sub bahasannya sampai melakukan komparasi dengan literatur relevan dengan buku ini. Pengalaman menarik sekaligus melelahkan wkwk

Buku ini termasuk bacaan sejarah kelas berat, cocok bagi orang-orang yang mau meneliti tentang sejarah jakarta secara mendalam (in-depth) atau sebagai dasar dalam pengayaan materi atau penulisan yang dapat dikemas informatif tanpa mengesampingkan esensi sejarah yang objektif.
Profile Image for Handaka mukarta.
50 reviews14 followers
June 21, 2016
buka lagi ketika baca tulisan JJ Rizal yg sembrono soal jumlah penduduk Sunda Kelapa sebelum dibumihangus Fatahilah. rizal menyebut angka 50rb tapi utk kerajaan sunda kelapa. susan menulis 10rb penduduk th 1619 dan setelah jatuhnya sunda kelapa, pemukiman kecil bernama jayakarta tsb tak sebesar Sunda Kelapa.

buku yg sempat dibreidel ini menampilkan Batavia buatan VOC & Hindia Belanda, yg memang bukan penerus pelabuhan kecil sunda kelapa atau jayakarta dalam banyak aspek.
Profile Image for Jaka Haris Mustafa.
25 reviews
July 11, 2012
Buku ini bagus untuk menambah pengetahuan tentang Jakarta, meskipun isinya tidak terlalu mendalam--mungkin karena faktor referensi yang kurang dan akan terlalu tebal jika dibuat mendalam.

overall, buku ini bagus dan patut dibaca.
Profile Image for Syahid Arsjad.
6 reviews1 follower
November 2, 2013
Buku yang membuka mata bagaimana sebuah kota berkembang dengan visi yang berbeda dari para pemimpinnya menjadikan jakarta semakin kacau. sangat informatif dari aspek sejarah dengan latar belakang sosial politik yang kental
Profile Image for Mikael.
Author 8 books87 followers
January 20, 2008
rimbaud went to jakarta in 1876 132 years later the chinese capitan kicked him out of stadium for carrying a bottle of 2tang
Profile Image for mahatmanto.
545 reviews38 followers
August 9, 2012
terima kasih untuk komunitas bambu yang telah menerbitkan buku referensial ini.
bukunya sih penting banget, tapi terjemahan dan editingnya menjengkelkan!
Displaying 1 - 24 of 24 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.