Kemampuan Aislin menyerap berbagai emosi dari orang lain mengharuskan dia mendirikan tembok dalam hatinya agar tidak terpengaruh. Itu sebabnya Aislin jengkel sekali ketika atasannya menyuruhnya dan empat orang lain menyepi ke pulau pribadi agar pekerjaan mereka menulis naskah lekas selesai. Terlebih lagi, bukan hanya terjangan emosi rekan-rekannya yang membuat Aislin kewalahan. Sesuatu yang jahat bangkit di pulau itu dan mengusik mereka. Komunikasi ke dunia luar terputus, kabut menelan pulau, halusinasi akan ketakutan terbesar mereka memorak-porandakan benak. Di tengah tabrakan emosi dan teror yang mencekik, Aislin tidak tahu apakah kewarasannya bisa bertahan.
Poppy first became a translator and an editor before releasing her own books. Between her job and the responsibilities of being a housewife and a mother, she continues to write fantasy. She lives in Bogor with her husband and son.
Kondensasi adalah novel pertama yang gue baca dari Poppy D. Chusfani meskipun kalau buku terjemahannya Mbak Poppy ya gue udah banyak baca. Gue milih judul ini karena tipis aja hehehe. Walau di GR dibilang genrenya thriller, sebenarnya Kondensasi lebih tepat dibilang novel horror dengan element survival. Mbak Poppy juga memakai mitologi Irlandia yaitu bean shide atau yang lebih kita kenal dengan nama banshee, makluk mitologi berwujud wanita dengan aura suram yang akan berteriak kencang ketika ada kejadian buruk atau orang yang akan mati.
Buku ini ternyata melebihi ekspektasi gue. Walau tipis, the book pack quite a punch! Malah mendingan tipis jadi ga terlalu bertele - tele, walau kelemahannya juga ada beberapa hal yang menurut gue kurang jelas. Baca Kondensasi ibaratnya nonton film horror. Trope horrornya sendiri cukup banyak yang dipakai, sekumpulan orang - orang yang memutuskan buat menyendiri ke pulau terpencil tak bernama dan ga tahu dimana juga untuk menyelesaikan proyek penulisan naskah untuk kemudian diincar oleh sebuah entitas jahat dan berakhir dengan mereka yang berusaha untuk survive. Tokoh utamanya Aislin, blasteran Indo-Irlandia, penulis naskah yang punya kemampuan bak empath, bisa menyerap energi dari orang lain. Aislin ditemani oleh temannya, Citra, untuk menyelesaikan penulisan naskah. Bersama mereka berdua ada Latika atau Tika, anak baru yang diperbantukan dan juga Uksan, cowo yang digosipkan terlibat pencurian uang di rumah produksi. Seorang aktor ternama bernama Rama yang ga ada kerjaan pun ngikut mereka pergi ke pulau itu.
Lima orang, tiga cewe dua cowo, bener - bener salah satu arketipe cerita horror yang sering dipakai dan sejujurnya ga pernah failed. Gue suka sama Mbak Poppy dengan kemampuannya untuk mendeskripsikan tempat dan narasinya. Gue bahkan lumayan terkejut baca dialognya yang mengalir dengan cukup natural, walaupun deskripsinya agak kayak buku terjemahan mentang2 Mbak Poppy penerjemah XD. Walau tokoh utamanya itu Aislin dan semua hal yang terjadi di pulau itu seakan berpusat ke Aislin, tapi tokoh - tokoh lain juga ikut dijabarkan lewat interaksi mereka dan juga masa lalu mereka yang ternyata cukup kelam. Gue merasa semua tokohnya diceritakan dengan baik dan gue ga merasakan perasaan kesal yang sering banget muncul kalau baca novel - novel author Indo (lebih kayak ke karakterisasi yang nyebelin sih). Baik Aislin, Citra, Tika, Uksan maupun Rama ada potensi bikin gue kesel, apalagi Aislin yang juga seolah unreliable narrator, tapi endingnya gue cukup bersimpatik sama kondisi mereka.
Yang lucu, walau Aislin menganggap entitas jahat di pulau itu banshee, yang lain pada manggil "Mbak Kunti". Gue bukannya merinding malah pengen ngakak XD. Element horrornya sendiri terdiri dari kabut yang seolah punya nyawa dan juga Mbak Kunti/Banshee yang kemunculannya ga banyak tapi tetep bisa bikin jumpscare. Kondensasi ini emang movie material banget sih, apalagi ada bbrp aspek luar negeri seperti bapaknya Aislin yang dari Irlandia dan gue sukanya sih ga sekedar cuma tempelan aja. Kenapa Aislin mengasosiasikan entitas jahat di pulau dengan banshee yang notabene makhluk mistis Irlandia juga menurut gue cukup masuk akal.
Buku ini walau tipis, ada beberapa hal yang cukup bikin triggering seperti ada suicidal thought, deal with grief and unresolved past dll. Atmosfer horror dan rasa tidak nyamannya emang sangat kental, misteri tentang pulaunya juga bikin kita bertanya-tanya apalagi Mbak Poppy ga mendeskripsikan dimana sebenarnya pulau misterius ini berlokasi. Gue mikirnya kan awalnya di luar negeri, tapi begitu tahu nama tokoh2nya yang Indonesia banget, berarti ya di Indonesia lah ini hahaha. Buku yang cocok kalau kamu nyari horror tipis yang dibaca dibaca dalam sekali duduk
Cocok banget sebagai buku untuk dibawa-bawa pas liburan karena bukunya tipis dan nggak makan banyak tempat di tas... meskipun ceritanya sama sekali nggak holiday vibes haha.
Suka banget sama narasi dan deskripsinya; nuansa terjemahan ala Mbak Poppy sekali. Jarang-jarang menemukan penulis lokal yang cara mendeskripsikan sesuatunya--tempat, perasaan, benda--mirip dengan cara penulis luar negeri yang biasa saya temukan di buku-buku terjemahan. Berhubung Mbak Poppy adalah penerjemah, jadi pas banget.
Saya sebenernya nggak terlalu into cerita horor tapi saya beli buku ini karena langsung kepincut sama mercusuar di sampulnya--gegara saya punya soft spot sama mercusuar hehe. Untuk ukuran cerita horor "ringan", menurut saya okelah. Tegangnya lumayan dapet, atmosfer creepy-nya juga. Dinamika konflik antarkarakternya kerasa, dengan mereka punya masalah masing-masing dan akhirnya gelombang emosinya bertubrukan di pulau itu. Cuma mungkin karena bukunya tipis, jadi kurang lama ya konflik antarkarakternya... mungkin karena habis itu beralih ke konflik internal Aislin sih.
Fakta tentang Aislin-nya nggak terlalu mengejutkan dan rahasia masa lalu yang dipendam karakter-karakter lainnya juga bukan yang gimana-gimana. Gampangnya sih... karakter-karakter di sini nggak "fakdap-fakdap" banget, masih "sopan" lah (saya pernah baca beberapa buku luar negeri yang rahasia karakter-karakternya terlampau kelam sampe bikin mual). Tapi justru itu sih yang saya suka--karena lagi liburan, nggak pengin baca yang terlalu dark. Porsi dark novel ini terbilang sangat tolerable buat saya, nggak terlalu mengganggu pikiran.
Satu hal yang buat saya agak lucu adalah reaksi para karakter ketika
Udah pernah cek genre, tetep aja kegocek. Suka banget nih, sama narasi dan plotnya. Rapi, nggak ada bagian yang apa yah macam benang mencuat dari jahitan begitu. Adegan seramnya juga nggak kentang.
Kalau soal merinding, yah siapa juga yang enggak begitu kalau mendadak terjebak di pulau yang nggak ada penghuni selain 5 kru penulisan skrip film. Ditambah karakter utamanya, Aislin, punya kemampuan buat menyerap emosi orang-orang di sekitarnya. Jadi, ketika tahu mereka terisolasi dari pulau, pukulan emosi buruk silih berganti menghantam Aislin, sesuatu yang lain juga berusaha mendobrak dinding yang berusaha kuat dia bangun.
Ada yang misterius, tapi entah apa. Dan ini poin yang agak bikin frustrasi karena pembaca cuma bisa menebak kalau Aislin bisa jadi indigo juga alias yah bisa lihat sosok penampakan. Horor di sini lebih banyak dalam bentuk halusinasi, sih. Kayak semakin dipikirkan dan ditakuti, justru sosoknya malah mewujud betulan.
Satu kalimat yang aku highlight dari buku ini soal ketakutan bisa mewujudkan sosok sebuah makhluk, "... kalau kita nggak mampu menguasai ketakutan kita, maka ketakutan itu bakal terwujud."
Entah pernah dengar di mana, tapi katanya memang betulan bisa membantu sosok-entah-apa-itu mewujud. Jadi, sewaktu baca buku ini aku nahan buat nggak melirik kaca atau parno sendiri karena meski halamannya nggak sampai 200 halaman sukses bikin mata nyalang dan nggak bisa berhenti baca sampai akhir.
Makna yang tersampaikan juga dalam. Bonding antara Aislin dan bapaknya kuat dan bikin haru. Background keluarga para kru; Citra, Latika, Rama, dan Uksan, juga bagus meski nggak kuat-kuat banget karena memang bukan mereka highlight character di sini. Eh, tapi Latika kuat juga sih, soalnya dari awal dia menunjukkan ketakutan yang konsisten.
Memang kalau dilihat sekilas tuh, aneh. Kayak masa iya habis ada badai mendadak semua detail berubah? Tapi, ya ini kenyataan. Sempat nahan napas di bagian konflik yang sumpah, bisa nggak sih pelan-pelan??? Kasihan jantungku :'(
Aislin dan 4 orang lainnya menyepi di sebuah pulau pribadi—atas perintah atasan—demi menyelesaikan naskah film. Namun, pulau itu menyimpan suatu misteri dan keanehan. Aislin yang bisa menyerap emosi, sering mengalami mimpi buruk dan bertemu dengan sosok perempuan berwajah mengerikan.
Novel dengan diksi yang cantik. Memadukan horor-misteri-survival.
-----
Hanya 168 halaman. Novel yang bisa dibaca sekali duduk. Namun, semua terasa pas. Nggak terburu-buru. Malah singkat, padat, dan satset.
Diksinya bagus seperti novel terjemahan. Pas aku lihat ternyata penulisnya memang seorang penerjemah juga. Ini kalau dibuat film pasti seru, apalagi detail dan visualisasinya dikemas dengan baik oleh penulis.
Interaksi 5 orang tokoh yang "terjebak" di pulau itu: Aislin, Rama, Citra, Uksan, dan Latika memiliki "kisah" dan trauma tersendiri yang memengaruhi cara mereka bersikap dan mengambil keputusan. Sudah mirip film survival.
Pas [redacted] muncul sebenarnya creepy, tapi karena dipanggilnya begitu jadi kayak ada unsur komedinya. Bagus, jadi nggak tegang-tegang amat.
Akhir kata, jika butuh bacaan terutama di Spooktober, ini sangat direkomendasikan.
Buku ini bercerita tentang lima orang yang harus bekerja di pulau pilihan sang produser, agar naskah film mereka cepat selesai. Aislin yang memiliki kekuatan menyerap emosi setiap orang, membenci kegiatan ini, karena artinya ada lima emosi yang harus ia bendung dan itu sungguh menyiksanya secara mental.
Setting buku ini di sebuah pulau dengan pemandangan indah. Tidak ada penghuni lain selain mereka. Aislin sudah memiliki firasat tidak baik tentang pulau ini.
Konfliknya tidak bertele-tele, karena hari itu juga, setelah mereka di antar ke pulau, ada kekuatan asing yang mengusik Aislin, ditambah karakter Rama dan Uksan, yang kurang disukai Aislin. Dilanjut besoknya, teror kasat mata itu mulai meneror kelimanya. Semuanya terjadi begitu alami, pas, tidak terburu-buru. Apalagi ketika kabut muncul, diikuti fenomena aneh yang bikin siapapun pasti panik. Komunikasi terputus, bayangan pulau makin memudar, seberang pulau hilang begitu saja, alias mereka terjebak. Ditambah malam pun menjadi begitu riskan karena ada mimpi-mimpi buruk yang begitu nyata mengintai mereka semua.
Karakter Rama, yang seorang aktor terkenal, sikap sok nya bikin Aislin jengah, sedangkan Uksan bikin Aislin ketus. Citra, dan Latika, lumayan disuka Aislin, tapi ia tetap menjauhinya. Karena sebaik apapun rekan-rekannya, ia begitu peka dengan aura negatif mereka.
Penulisan ceritanya bagus, horornya cakep, kerasa teror kabut-kabut yang membuat mereka berhalusinasi tentang rasa takut mereka. Lalu bagaimana mereka akhirnya saling mengenal dan membuka rahasia masing-masing untuk saling menguatkan. Semuanya dilakukan dengan ritme yang pas. Scene by scene kita diajak mengenal tokoh-tokoh terlibat. Dan aku suka ketika hubungan mereka membaik. Ada keberanian & tekad yang timbul dari diri mereka untuk melawan rasa takut masing-masing.
Plot twistnya sebenarnya hampir tidak ketebak. Tapi menjelang akhir, clue nya jelas sekali. Entah Penulisnya memang sengaja atau tidak 😆
Hampir tidak punya ekspektasi apa-apa dengan horor yang tipis gini, eh tapi justru malah lebih seru. Semua kejadian dalam beberapa hari terangkum dengan epic.
Not that bad sih sebenarnya buat cerita misteri (dan semi horor mungkin?). Saya berekspektasi soal pembahasan banshee, makhluk mitologi asal Irlandia, lebih dalam dan lengkap untuk memperkuat latar belakang kenapa Aislin bisa dihantui mimpi-mimpi aneh. Detail wujud dari banshee juga nggak memuaskan imajinasi saya. Bahkan saya sampai mencari-cari di internet karena baru tahu makhluk mitologi ini. Ternyata, banshee berasal bahasa Irlandia, yaitu bean sídhe atau bean sí yang artinya "wanita peri". Sayangnya, di sini, banshee cuma digambarkan sebagai sosok mirip kuntilanak yang dipercaya membawa kabar kematian.
Selain itu, karakterisasinya setengah matang dan nggak membuat saya sebagai pembaca 'tergerak' untuk menghafalkan nama-namanya (karena mid semua dan ceritanya lebih fokus ke kehidupan masa lalu Aislin sebelum pada akhirnya dibeberkan satu per satu permasalahan tiap tokohnya di bab-bab berikutnya). Atmosfer menegangkan yang dibangun juga terkumpul pada satu-dua bab, difokuskan di situ saja. Sisanya adalah pembangunan karakter dengan kilas balik tokohnya yang itu-itu saja. Makanya, perasaan naik-turun macam dibawa naik roller coaster nggak jadi pengalaman waktu membaca ini.
Di tengah jalan agak sedikit bosan, meskipun di akhir-akhir bab disuguhi tindakan heroik Aislin yang didukung teman-temannya. Pesan utamanya adalah untuk jadi lebih berani dan percaya dengan kekuatan diri sendiri. Sebenarnya banyak sekali plot hole yang bikin saya jadi bertanya-tanya tapi pada akhirnya nggak terjawab sampai akhir karena memang benar-benar nggak dijelaskan. Oleh karena itu saya menutup bacaan ini dengan perasaan yang sedikit gamang. Untuk bacaan di waktu senggang, cerita ringan dalam buku ini lumayan sebagai hiburan.
Dari arah pantai, kabut putih bergulung-gulung merambah bukit, memecah kegelapan malam, dan kini sudah mencapai separuh perjalanan ke vila. Namun, kali ini dari setiap gumpalan kabut mencuat lengan-lengan asap putih yang merayap pada tanah lembab seraya menggerapai menjijikkan. Jemari mereka menggelepar dan menerjang mencari-cari mangsa. Tangan-tangan gaib tersebut mengelus dan melilit setiap ranting pohon yang dilaluinya, -Kondensasi, hal 98-
Aislin, tokoh dalam kisah ini, bukan gadis biasa. Ia bisa merasakan emosi yang timbul dari orang lain. Untung menjaga kewarasan dirinya, Aislin harus menjaga jarak dengan orang lain. Tak sedikit orang yang menganggapnya sombong karena jarang mau bergaul atau hadir dalam suatu acara. Bukannya ia sombong. Andai mereka tahu yang sesungguhnya.
Pekerjaan yang ia pilih juga membuatnya tak perlu berinteraksi dengan banyak orang. Terbayang betapa kesalnya ia ketika mendadak harus mengerjakan tugas menulis naskah untuk rumah produksi yang mengontraknya di sebuah pulau, bersama empat orang lain. Rekannya dan asisten, asisten Aislin, serta seorang aktor yang dianggap manja.
Artinya selama sekian hari penuh ia akan berinteraksi dengan orang lain. Sungguh melelahkan, ditambah dengan kewajiban harus menyelesaikan naskah. Aislin harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga kewarasannya.
Saya pikir tadinya kabut dan banshee/kunti itu alegori dari grief. Semua tokoh kehilangan orang yang mereka cintai dan bukan cuma karena kematian—kecuali Rama. Lalu di bab akhir ternyata ada penjelasannya, bahwa the whole kabut shenanigan itu manifestasi rasa takut mereka terhadap kenyataan dan kekuasaan.
Gaya bahasanya klop sama selera saya, dan sejauh ini empat buku Mbak Poppy selalu begitu. Semoga karya berikutnya juga cocok lagi kita hehe. Kalau dipasarkan sebagai horor buat saya kurang pas ya, karena sekali lagi yang 'menghantui' mereka itu sifatnya psikologis tapi dipersonifikasi sehingga terasa nyata. Lebih ke... literary horror? Literary supernatural? Ada nggak ya yang kayak gitu 😅 Format novela juga sudah cukup menyampaikan pesan ceritanya dengan baik. Buat saya yang baru akrab sebatas standar suspensnya horor, kadang saya menanti di mana titik-titik tegangnya, tapi kalimatnya yang mengalir tetap membuat saya membalikkan halaman. Pada akhirnya saya membayangkan pertarungan mereka dengan kabut seperti di anime, terutama di bagian akhir.
Menurut saya, untuk mendapatkan indahnya buku ini, cobalah baca tanpa ekspektasi apa-apa meski kedengarannya seperti menawarkan ekspektasi tertentu. Terutama kalau sudah pernah cicip karya atau terjemahannya Mbak Poppy.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Novel Kondensasi berhasil membuat suasana membaca menjadi merinding karena unsur horor-psikologisnya yang mengangkat secuplik legenda Irlandia yaitu banshee. Adegan-adegan di novel ini terutama saat teror di pulau yang Aislin dan teman-temannya singgahi itu perlahan datang dan menciptakan perasaan tidak nyaman bagi mereka dan bagi pembaca novel itu sendiri.
Novel ini diceritakan dalam tata bahasa yang rapi, mengingat rekam jejak penulis dalam profesinya. Akan tetapi dalam segi cerita masih ada beberapa adegan yang belum terjawab. Selain dari itu, novel ini bisa menjadi bacaan ringan karena jumlah halamannya yang tidak terlalu banyak dan cukup fast-paced yang tiap halamannya membuat penasaran mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya.
Buku yang cukup tipis, hanya 160-an halaman, tapi perlu berbulan-bulan untuk saya selesaikan membacanya.
Kenapa gak panjang-panjang, karena memang ceritanya singkat, kira2 hanya dua hari. Ada lima orang "dikirim" selama seminggu ke sebuah pulau kecil privat untuk menyelesaikan adaptasi sebuah novel menjadi naskah film. Walau diawali dgn firasat dan perasaan tidak enak atas kondisi vila tempat menginap mereka, Aislin, Citra, Latika, Rama, dan Uskan melewati sore pertama dgn cukup produktif. Begitu malam turun... duooong!!
Teror kabut dan mimpi buruk menimpa mereka. Komunikasi dengan dunia luar terputus. Tekanan ini membongkar pertahanan emosi kelima orang ini, dan seperti pengakuan dosa, satu per satu hal buruk yang mereka sembunyikan terucap keluar. Hantu-hantu menampakkan diri.
Lalu saat suasana mencekam mereda... Panggilan telepon dari daratan datang, dan selesai. Nggak perlu sampai seminggu diteror hantu ternyata, hmm
Menurut saya, cerita ini udah cocok kalau dikembangkan jadi film thriller. Walau tentunya perlu syuting dikit di Irlandia, hehe..
Alurnya dibangun perlahan dengan suasana yang penuh ketegangan. Gue dibuat resah dan merasa ga tenang dari awal, sampai akhirnya tiba di klimaks yang bikin hah heh hoh. Namun, bagian endingnya terasa agak kurang memuaskan. Alih-alih masuk ke bab penutup yang lebih eksploratif, ceritanya langsung menyajikan kesimpulan, seperti, "Oh, jadi semua ini terjadi karena ini, guys!" dan selesai gitu aja. Gue sempat mengira Pak Marsudi akan punya peran lebih besar, mengingat tiga di antara mereka memiliki masalah dengan dia.
Di luar itu, gue merasa ada kemiripan antara gue dan Aislin. Meskipun gue ga punya kemampuan menyerap emosi sebesar itu, Aislin menggambarkan seseorang dengan empati tinggi yang memilih menutup diri dan membangun "tembok" demi menjaga dirinya. Hal ini sangat relatable buat gue.
Selain itu, buku ini juga membawa kembali memori-memori gue sendiri—terutama masa-masa ketika gue lagi suka-sukanya nulis cerita. Gaya dan tema cerita dalam buku ini sangat sejalan dengan tipe tulisan yang dulu sering gue buat.
Novel bergenre fantasy mystery thriller yang punya unsur psychology-nya.
Cerita bermula saat atasan Aislin menyuruh timnya (kru dan artis) untuk menyepi di pulau pribadi agar naskah yang ditulisnya cepat selesai.
Keadaan menjadi mencekam ketika mereka tiba di pulau terpencil itu. Tidak ada sinyal, tidak cahaya, kabut menelan pulau, mercusuar kosong, dan mereka hanya tinggal berlima di rumah itu.
Mereka berusaha tetap waras untuk keluar, tapi ada saja hal-hal aneh yang menghantui mereka seperti adanya wujud banshee (kuntilanak). Hantu itu menakuti orang-orang di dalamnya hingga mereka menceritakan hal kelam apa yang sudah mereka hadapi selama ini.
Aislin yang seorang pendiam itu memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai emosi dari orang lain—termasuk teman-teman yang ikut bersamanya di pulau tersebut. Intinya jika Aislin dan teman-temannya berpikir positif, maka hal buruk tidak akan terjadi.
Aislin kerja di PH lagi garap proyek film. Sama Produsernya, timnya Aislin yg beranggotakan 4 orang (Rama, Uksan, Latika, Citra) ini dikirim ke Villa pribadi milik si Produser. Sebelum berangkat, Aislin mimpi buruk dan ga butuh waktu lama begitu dia sampe di villa mulai muncul hal2 janggal, seperti kabut yg tiba-tiba memenuhi pulau itu sampai tidak ada yg bs dilihat, sampai cermin yg tiba-tiba pecah. Dan hal2 janggal ga hanya dirasakan oleh Aislin, tp keempat rekan kerjanya juga. Usut punya usut, semua itu bermula dengan kematian ayah Aislin yg seorang arkeolog berkebangsaan Irlandia. Ayah aislin mati ketika pesawatnya terperangkap kabut. Trauma/shock itu sempat membuat Aislin mengira sang ayah masih hidup, dan kabut/penampakan Banshee itu meneror Aislin sampai Aislin harus melawan sisi kelam dari dirinya. Sementara itu banyak rahasia yg dibawa oleh keempat rekan Aislin sehingga mereka pun juga diteror oleh Banshee. Kejadian yg mereka alami di pulau itu menjadi momentum kelimanya berdamai dg masa lalu yg menyakitkan.
Ini buku kedua Mbak Poppy yg aku baca (yg pertama Sang Kawaris). Mbak Poppy selalu berhasil nulis novel horor yang juga ada banyak elemen ttg kesehatan mental dan self-development-nya juga.
Suka bgt sama plot yg fast-paced, karakter yg kuat, dan dapet banget horornya. Walaupun ada hal yg ga kejawab sih, belum dapet aja ttg yg terjadi di pulau tuh jadinya apa ya? 😅 Karena bahkan tokoh utamanya sendiri bilang semacam, “Aku ga tau apa hubungannya” sebagai kesimpulan semua kejadian huru-hara itu.
Regardless, this book was enjoyable! Jarang bgt novel Indonesia yg seperti ini, seringnya cuma dapet horornya doang tanpa ada wisdom, itu pun plotnya ga make sense. This one hits different. Mbak Poppy’s book never disappoint!
masuk thriller psikologikah ini? berharap bener-bener thriller atau horor sekalian, dan ada yang mati 1-2 orang, serta tambah halaman biar cerita makin komplet.
"Jika terjebak kabut, seseorang harus bersikap tenang. Kepanikan tidak akan membawanya ke mana-mana." --hlm.51 #Kondensasi
"...jika ketakutan sudah menguasai seseorang, percuma saja memberikan alasan masuk akal untuk meredakannya." --hlm.57 #Kondensasi
"Nggak ada kemenangan tanpa perlawanan..." --hlm.127 #Kondensasi
"...kalau kita nggak mampu menguasai ketakutan kita, maka ketakutan itu bakal terwujud." --hlm.157 #Kondensasi
Aislin berjibaku membentengi hati dengan tembok setinggi-tingginya guna menutupi segala pengaruh buruk dari sekitarnya. Dan ketika tembok itu jebol gadis itu pada akhirnya menemui jawaban akan segala memori dan kenangan yang ia paksa hilangkan dan ia ketahui jalan keluarnya.
Pfff...membacanya membuat saya ikut-ikutan kelelahan menahan segala keingintahuan akan segala rahasia yang disembunyikan Aislin dan teman-temannya di pulau terpencil itu. Dari novel yang tipis ini kisah Aislin begitu menggelora, begitu berbobot. Narasi yang detail dan tema semi horor menghasilkan cerita yang menarik.
gue suka idenya, sekelompok orang2 perfilman liburan ke sebuah villa pulau terpencil. di pulau ini terjadi banyak keanehan. bukan hantu kek film horor. tapi kabut yang nyerang psikis masing2 tokohnya. trauma, ketakutan, rasa bersalah bermunculan. pesannya juga bagus biar kita melawan ketakutan.
tapi sayang, narasinya bertele2 bikin ngantuk. terus endingnya terasa telo gosong. setidaknya jelasin kek secara ilmiah tentang pulau itu. kan judulnya bahasa ilmiah banget nggak sih? walau ada di kbbi tapi gue tetep nggak paham hubungan judul sama isinya apa 🤣🤣🤣
buku yg bisa dibaca sekali duduk karena buku ini cuma 150an halaman. untuk bukunya sendiri.. yah biasa aja? yg bikin aku suka dari buku ini tuh karena setiap karakter punya masalah yg berbeda beda, dari Aislin sendiri, Uksan, Rama, Citra dan Latika. apalagi Latika, dia dari awal sudah menunjukkan ketakutan yg besar dari awal cerita sampai diakhir cerita :') untuk ending sendiri sih berharap bakal WOAH gitu ternyata juga flat huhu berasa dijatuhkan sendiri oleh ekspektasi.
Harus melawan rasa takut, jgn biarkan rasa takut menguasai dirimu dan jangan tenggelam dalam rasa takut itu dan harus menerima semua yg terjadi dengan lapang dada dan berharap kedepannya bakal baik-baik saja.
Narasinya bagus, rapi. Udah lama gak baca novel dengan narasi, diksi, yang bagus dan rapi kayak gini. Semenjak di pertengahan udah mulai tau sih kalo ada sesuatu nya, tapi pas ending, ternyata gak sepenuhnya seperti yang saya tebak.
Untuk aku yg bukan penggemar horror dan thriller, cerita ini udah lumayan bikin deg-degan dan takut sih. Kayak udah ngebayangin yang macem-macem, tapi pada akhirnya... Ini semua tentang mindset...
Cerita yang cukup singkat dan lumayan menegangkan. Baca sinopsisnya selewat, ga expect bakal ada unsur horornya. Aku kira ini novel fantasy soal kekuatan hero yang membantu orang banyak. Ternyata hanya melawan ketakutannya sendiri, padahal aku harap kekuatan Aislin lebih berdampak buat konflik yang ada di ceritanya. Kemunculan banshee juga kurang dijelaskan alasannya.