Jump to ratings and reviews
Rate this book

Madiun 1948: PKI Bergerak

Rate this book
Pada tanggal 10 Agustus 1948 Moeso kembali ke Indonesia. Sejak tahun 1926, setelah pemberontakan komunis, ia menghilang ke Moskow dan mengabdikan dirinya pada Komintern - Komunis Internasional. Pada tahun 1936 sebagai agen rahasia ia tinggal selama enam bulan di Surabaya untuk membangun kembali Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemudian ia bermukim di Uni Soviet dengan aktivitas utamanya sebagai penasihat untuk urusan Indonesia.

Sesudah kemenangan Sekutu dalam Perang Dunia II dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, PKI memperoleh posisi yang kuat di dalam Republik, tapi tetap mempertahankan eksistensinya yang setengah ilegal. Anggota-anggotanya menyebar masuk ke dalam berbagai macam partai. Amir Sjarifoeddin - anggota rahasia PKI - pernah menjadi perdana menteri, tapi pada Januari 1948 ia mengundurkan diri. Kabinet di bawah pimpinan Wakil Presiden Hatta tampil tanpa mengikutsertakan komunis.

Sementara itu, Soviet mengubah haluan politiknya menjadi beroposisi keras terhadap Barat. Moeso mendapat restu dari Moskow untuk melakukan reorganisasi terhadap PKI. Maka segera setelah sesudah kedatangannya di Indonesia ia memaparkan sebuah haluan baru yang disebut 'Djalan Baru'. Ini merupakan perubahan radikal dari sikap PKI, yaitu konfrontasi terhadap pemerintah borjuis Soekarno-Hatta. Bahasa Moeso yang menghasut mendapat dukungan dari semua anggota PKI dan mengakibatkan ketegangan semakin memuncak, serta memecah-belah pendapat politik di kalangan tentara. Di Solo terjadi bentrokan sengit antara golongan militer dan politik. Kekalahan kaum kiri di sana menimbulkan reaksi di Madiun, sehingga terjadi perebutan kekuasaan oleh kaum komunis pada tanggal 18 September. Soekarno dan Hatta tampil menghadapi Moeso dan Madiun direbut kembali sepuluh hari kemudian. Dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk mematahkan seluruh perlawanan PKI. Bagi pemerintah peristiwa ini merupakan suatu 'narrow escape' - bagaikan lolos dari lubang jarum.

Berdasarkan pada banyak bahan yang tidak dikenal. Harry Poeze dengan amat teliti menyusun kembali segala apa yang telah terjadi di seputar 'Madiun'. Ia telah berhasil mengurai banyak teka-teki yang melatarbelakangi kejadian tersebut. Ia juga memberi jawaban, apakah persoalan 'Madiun' harus disebut sebagai peristiwa lokal saja, ataukah suatu perebutan kekuasaan oleh kaum komunis. Sampai sekarang masalah ini masih merupakan tema perdebatan seru, sebagaimana juga tampak dalam tinjauan historiografis yang tercantum dalam buku ini. Menurut hemat pengarang, sekarang debat itu bisa mendapatkan jalan keluarnya.

432 pages, Paperback

First published January 1, 2011

12 people are currently reading
181 people want to read

About the author

Harry A. Poeze

24 books28 followers
Harry A. Poeze is a senior researcher at KITLV working on the Project ‘Dutch Military Operations in Indonesia 1945-1950’ in a general supervisory and advisory capacity, contributing his expertise on developments in Indonesian politics and the Indonesian armed forces.

Harry studied Political Science at the University of Amsterdam, where he graduated in 1972. In 1976 he obtained his PhD in Social Sciences at the University of Amsterdam with a thesis on the biography of the Indonesian political leader Tan Malaka. At that time Harry was an alderman in the local government of Castricum. Later he became head of the KITLV Publications Department (1981), which has since developed into the KITLV Press. Since 2010 he was senior publisher with the Press, and now, in retirement, a senior researcher at KITLV.

His research interest is in the developments in the Indonesian political world since 1900, during Dutch colonial rule, the Japanese occupation, and the Indonesian Revolution in particular. He published a three-volume history of the Indonesian Left during the Indonesian Revolution, concentrating on the role of Tan Malaka, in 2007. Currently he is working on a publication about Indonesian political songs (1925-1965), the (revised) biography of Tan Malaka till 1945, and a monograph on Boven-Digoel, the Dutch colonial internment camp for political prisoners.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
21 (32%)
4 stars
26 (40%)
3 stars
12 (18%)
2 stars
2 (3%)
1 star
3 (4%)
Displaying 1 - 8 of 8 reviews
Profile Image for Wirotomo Nofamilyname.
380 reviews51 followers
January 10, 2016
#1 in 2016.
Non Fiction - 432 pages (inc. 48 pages of Bibliography and Index).

Buku paling lengkap yang pernah saya baca mengenai Peristiwa (saya lebih suka menyebutnya Pemberontakan PKI) Madiun.
Sang penulis menyampaikan fakta dan peristiwa secara kronologis, mulai dari kondisi politik saat itu, kembalinya Moeso ke Indonesia, kekacauan ("wild west") di Solo, Pemberontakan PKI di Madiun, dan aftermath.

Saya sependapat dengan sang penulis bahwa ini bukan aksi lokal PKI/FDR cabang Madiun. Tapi memang keputusan politbiro PKI setelah posisi kuat mereka di Solo (kota terbesar ke-2 di Republik Indonesia saat itu) hancur setelah berkuasanya Gatot Subroto sebagai gubernur militer di Solo dan TNI Divisi Siliwangi juga berhasil menyingkirkan TNI Divisi Senopati.
Mereka memutuskan untuk merebut kekuasaan di Madiun (kota terbesar ke-3 RI) dimana posisi mereka sangat kuat.

Tapi yang tidak mereka sadari, Moeso atau Amir Sjarifudin tidak sepopuler Soekarno-Hatta, dan rakyat tidak banyak memihak mereka. Disamping konsolidasi mereka sebenarnya juga belum selesai.

Apa kesamaan Pemberontakan 1948 dan 1965?
Ternyata PKI tidak pernah belajar dari sejarah (harap diingat, Aidit sebagai tokoh muda PKI sdh mulai ikut dalam kejadian di Madiun).
Mereka terburu-buru memberontak karena hal yg belum jelas (1965 karena isu Dewan Jenderal, sedang 1948 karena "serangan" terhadap pasukan TNI yang pro-kiri).
Mereka terlalu yakin akan didukung oleh rakyat yang akan berduyun-duyun membantu mereka. Di 1948 tidak terjadi, demikian pula di tahun 1965.
Mereka yakin bahwa banyak tentara yang akan mendukung atau paling tidak netral terhadap mereka. Pada tahun 1965, Syam Kamaruzaman sangat yakin sekali dengan infiltrasi ini, bahkan Kolonel Latief menyampaikan kepada Mayjen Soeharto mengenai rencana ini. Tahun 1948, mereka yakin bahwa Kolonel Soengkono (Panglima Jawa Timur) akan netral, yang ternyata tidak.
Mereka "dikhianati" oleh "teman" di TNI yang diperkirakan akan netral, ternyata tidak.
Tahun 1965, Soeharto yang disingkirkan Achmad Yani hanya menjadi komandan pasukan cadangan, ternyata malah yang menumpas pemberontakan itu. Kolonel Soengkono, terancam posisinya karena rasionalisasi TNI yang diusulkan Nasution (didukung oleh Hatta, tidak begitu disetujui oleh Soedirman), ternyata malah ikut menyerang Madiun dan memotong rencana gerilya sisa tentara PKI.

Jadi yang harus disadari ternyata orang Indonesia tidak suka dengan upaya kudeta apalagi untuk kasus 1948, negara sedang berjuang menghadapi Belanda, dan tahun 1965, kondisi ekonomi sedang buruk. Bahkan menurut saya, pada saat ini walaupun Presiden sekarang hanya didukung oleh 53% rakyat, belum tentu 47% sisanya akan mendukung kudeta, sulit sekali. Ini pendapat pribadi sih. :-)

Jadi tidak perlu melakukan kudeta, bertarung saja di Pemilu. Lebih besar kemungkinan anda untuk memerintah.

Buku ini bukan untuk semua orang, banyaknya catatan kaki dan upaya penulis untuk tetap objektif yang membuat semua pendapat dan tulisan orang tentang hal terkait peristiwa Madiun dimuat olehnya mungkin membuat anda sedikit pusing membaca buku ini.
Tapi jika anda memang benar ingin tahu dan siap menghadapi semua itu, buku ini buat anda.

Oh iya satu lagi, di buku ini ada sedikit cerita tentang kunjungan Letkol Soeharto ke Madiun sebagai utusan Jenderal Soedirman untuk membujuk dan menarik kembali para tentara TNI ke pangkuan RI. Di Madiun, selama 2 hari Soeharto diajak berkeliling Madiun dan menyatakan tidak ada upaya kudeta (tidak ada bendera merah palu arit, tidak ada pemerintahan soviet, tidak ada pertumpahan darah dan sebagainya). Bahkan Soeharto bertemu dengan Moeso pada saat itu.
Anehnya peran Soeharto sebagai juru runding tidak pernah Beliau ungkit lagi di tulisan/biografi nya. Mungkin saat komunisme sudah menjadi "musuh nomor satu Indonesia" maka hal tersebut tidak baik untuk diungkapkan lagi. :-)

Saya beri bintang 5 deh, walau mbacanya ribet karena catatan kaki yang begitu banyak, tapi paling tidak berkat buku ini saya jadi tahu lebih rinci mengenai pemberontakan Madiun dan berbagai versi yang muncul mengenainya (termasuk versi PKI tahun 1953 saat mereka hendak membersihkan nama mereka). Untuk itu saya berterima kasih kepada Harry A. Poeze, sang penulis buku ini, dan Hersri Setiawan, sang penerjemah buku ini.

Gituuu....
Profile Image for Ekoz_guevara Setiawan.
18 reviews1 follower
January 3, 2012
buku ini adalah buku dengan informasi terlengkap tentang Peristiwa Madiun 1948 yang pernah saa baca...mulai dari proolog kedatangan Moeso ...kondisi pra peristiwa yang dikenal dengan Peristiwa Solo (Mei-Sept1948)..dimana terdapat banyak pertentanga antara TNI vs TNI yaitu antara Divisi Panembahan Senopati versus Divisi Siliwangi yang berpuncak pada sling serang pada tanggal 13 September 1948....penembakan komandan Divisi Panembahan Senopati Kol.Soetarto....penculikan dan pembunuhan tokoh Gerakan Rakyat Revolusioner Dr.Moewardi....saling serang antara PESINDO (yg berafiliasi pada FDR Moeso) versus BARISAN BANTENG (berafiliasi pada GRR Tan Malaka)....dll....sampai pengambil alihan kota Madiun oleh Soemarsono ketua FDR Madiun yang juga Pemimpin PESINDO....serangan balik pemerintah Soekarno Hatta dengan dipelopori Divisi Siliwangi dan Divisi Soengkono....tertembaknya Moeso ..sampai tertangkap dan dieksekusinya 11 tokoh utama FDR/PKI seperti Amir Sjarifudin, Soeripno,Maroeto Dareoesman dll ...begitu banyak hal yang baru saya ketahui setelah baca ini buku...terutama seputar kondisi mencekam di kota Solo....yang menarik karena saat ini saya tinggal di Solo..maka saya selalu mencari informasi tempat tempat utama perselisihan seperti Markas Div.Siliwangi di Srambatan, Markas Besar Div Siliwangi Kleco,Rumah tertembaknya Kol.Soetarto di Timuran, dll....juga info siapa itu Letkol Achmad Jadau, Kol. Soeadi Soeromihardjo, Letkl Slamet Riyadi, Mayor Achmadi dll...buku ini bagus
Profile Image for Gilang Bina.
32 reviews7 followers
October 26, 2020
Buku yang komplit perihal Pemberontakan Madiun. Dengan memberikan pandangan dari pihak FDR serta pihak yang anti FDR.
Profile Image for Muhammad Hamdi.
3 reviews
January 10, 2012
Begitu baca berita bedah ini, langsung beli. Buku yang ditunggu-tunggu pecinta sejarah republik ini. Nggak nyesel beli buku ini.
Displaying 1 - 8 of 8 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.