Sir Philip Nicholas Outram Pullman is an English writer. His books include the fantasy trilogy His Dark Materials and The Good Man Jesus and the Scoundrel Christ, a fictionalised biography of Jesus. In 2008, The Times named Pullman one of the "50 greatest British writers since 1945". In a 2004 BBC poll, he was named the eleventh most influential person in British culture. He was knighted in the 2019 New Year Honours for services to literature. Northern Lights, the first volume in His Dark Materials, won the 1995 Carnegie Medal of the Library Association as the year's outstanding English-language children's book. For the Carnegie's 70th anniversary, it was named in the top ten by a panel tasked with compiling a shortlist for a public vote for an all-time favourite. It won that public vote and was named all-time "Carnegie of Carnegies" in June 2007. It was filmed under the book's US title, The Golden Compass. In 2003, His Dark Materials trilogy ranked third in the BBC's The Big Read, a poll of 200 top novels voted by the British public.
"Aku ingin menjadi pembuat kembang api," Lila berhasil berkata. Razvani tertawa keras sekali. "Kau? Tidak mungkin! Dan apa yang kauinginkan dariku?" "Sulfur Bangsawan," jawab Lila tersedak.
Mendengar itu Razvani menepuk sisi tubuhnya sendiri dan tertawa semakin keras, lalu seruan mengejek dan pekukan girang terdengar dari semua setan api. "Sulfur Bangsawan? Kalian dengar itu? Oh, hebat! Lucu sekali! Nah, bicaralah, Nak: apakah kau memiliki Tiga Bekal?" Lila hanya bisa mengangkat bahu dan menggeleng. Ia hampir tidak bisa bicara. "Aku tidak tahu apa itu," katanya. "Jadi apa yang akan kautukar dengan Sulfur Bangsawan?" Razvani bertanya menggelegar. "Aku tidak tahu!" "Kau takkan memberi apa pun untuk ditukarkan?" "Baiklah, aku akan bercerita kepadamu. Aku harap cerita ini cukup berharga bagimu untuk ditukar dengan Sulfur Bangsawan. Nah, dengarkanlah ceritaku ini wahai Razvani." Razvani duduk diam di singgasananya. Siap mendengarkan. Ia ingin tahu, cerita seperti apa yang sepadan dengan Sulfur Bangsawan. Lila mulai bercerita,
"Alkisah, pada jaman dahulu kala, tersebutlah dua butir telur puyuh berbintik hitam dan berbintik cokelat. Kedua butir telur puyuh itu tertidur meringkuk dengan nyaman dibawah eraman hangat sang induk burung puyuh betina, di dalam sarang mereka, di balik semak-semak bunga soka.
Setiap pagi sebelum mencari makan, burung puyuh jantan selalu mematuk sayang kening induk burung puyuh. Setelah itu pergi mencari makanan. Terkadang ia membawa pulang seekor cacing, atau beberapa butir biji-biji beras yang tercecer di halaman rumah pak tani, tak jarang pula ia membawa pulang seekor serangga yang cukup besar untuk dimakan berdua. Begitu cintanya burung puyuh jantan kepada pasangannya yang dengan sabar mengerami buah cinta mereka tanpa lelah, sehingga burung puyuh jantan merasa ia rela mati demi keluarganya.
Tapi rupanya takdir mempermainkan mereka. Pak tani mengalami rugi besar tahun ini. Panennya gagal karena sawahnya terkena banjir. Keluarga pak tani mulai menderita kelaparan dan kerugian besar. Satu persatu hewan peliharaan mereka dijual. Beberapa ekor disembelih dan dagingnya disimpan hemat-hemat oleh istri pak tani.
Hingga suatu hari, yang tersisa hanyalah segenggam gabah yang belum digiling, dan sepasang burung puyuh. Pak tani memandangi gabah di dalam genggamannya dengan sedih. Anak-anaknya di rumah menangis karena lapar. Sedangkan istrinya mulai sakit-sakitan. Sepanci bubur terakhir yang mereka santap bersama kubis telah habis dua hari yang lalu. Dengan berat hati, Pak tani menyembelih burung puyuh jantan, dan memasaknya bersama bubur untuk dimakan bersama keluarganya malam ini.
Hari mulai gelap. Angin dingin berhembus meniup semak-semak bunga soka hingga bergetar. Induk burung puyuh merapatkan eramannya. Belahan jiwanya belum kembali ke sarang mereka. Dimana gerangan ia berada?
Matahari mulai bersinar. Induk burung puyuh menitikkan air mata. Tidak pernah seumur hidupnya ia merasa begitu sendirian. Tidak pernah selama ini, burung puyuh jantan membiarkannya menunggu begitu lama.
Pak tani membelai burung puyuh ditangannya dengan penuh kasih sayang. Sorot matanya berduka, penuh permohonan maaf. Langit bergemuruh, angin dingin berhembus. Hujan mulai turun malam ini. Udara diluar begitu dingin. Dan malam ini, keluarga Pak tani makan daging burung puyuh lagi.
Telur berbintik hitam mengerjapkan matanya. Seluruh cangkangnya bergetar kedinginan. Sarangnya mulai digenangi air. Ia memiringkan tubuhnya, membentur perlahan cangkang saudaranya. Merasakan setiap benturan cangkang saudaranya, telur berbintik cokelat. Kedua butir telur kedinginan. Bertanya-tanya kemana kehangatan yang biasa melindungi mereka? Kemana perginya rasa nyaman yang biasa menyelimuti? Apa ini namanya, perasaan yang membuncah, mengalir di seluruh permukaan cangkangnya yang berbintik? Ia ingin memberikan kehangatan kepada telur yang lainnya, tapi tak memiliki daya untuk merengkuhnya. Mengapa?
Perlahan tapi pasti, air mulai menyusup melalui pori-pori. Degup jantung makhluk yang masih meringkuk di dalam lindungannya perlahan melemah. Sampai akhirnya hilang sama sekali.
Mereka tenggelam. Hujan malam itu deras sekali. Banjir setinggi mata kaki orang dewasa menggenangi rumah pak tani. Dan semak-semak bunga soka di halaman depannya.
Telur-telur itu tidak akan pernah bisa menetas. Namun ternyata, tak perlu terbangun dari tidur untuk merasakan cinta. Setiap kehangatan yang dialirkan induk telur puyuh, meresap kedalam ingatan mereka. Dan itulah yang ingin mereka sampaikan bahkan hingga di saat-saat terakhirnya."
Lila menyelesaikan ceritanya. Razvani berdeham, dan mengusap matanya dengar gerakan cepat. "Ah, debu-debu api ini, selalu membuat mataku berair di saat-saat yang tidak tepat." Lila berdiri mematung. Ia menunggu. Jantungnya berdegup begitu kencang seakan-akan terdengar bunyi dentam yang bertalu-talu. Dug dug dug dug
"Cerita yang sungguh mengharukan, Lila," Razvani berkata kepadanya. "Dan.. Sulfur Bangsawan-nya?" tanya Lila. "Ah.. itu lagi. Semua itu hanya ilusi, Lila. Kenapa sih kalian manusia mudah sekali tertipu dengan hal-hal semacam itu?" Razvani menyilangkan kaki dan meniup ujung kukunya. Ia membersihkan ujung jarinya dengan ujung kain yang menjuntai dari jubahnya. "Ilusi? Aku tidak mengerti!" "Ilusi! Sama seperti ceritamu yang tidak masuk akal itu!" "Apa maksudmu?" Lila menatap Razvani dengan berang.
"Pertama, pohon soka tidak berbentuk semak-semak, anak bodoh. Pohon adalah pohon. Batangnya mungkin tidak tinggi, tapi juga tidak serendah semak-semak. Kemudian, apa itu 'mematuk sayang'? Kamu terlalu banyak mainan Twitter dan bergaul dengan penjahat-penjahat hashtags! Dan kening?!? Sejak kapan burung memiliki kening?!? Sungguh aku emosi jiwa mendengarnya. Walaupun aku tahu, ya ya, telur memang memiliki pori-pori karena itu tidak boleh direndam terlalu lama di dalam air saat dicuci. Dan telur tidak boleh dicuci dengan sabun. Dan cangkangnya tidak boleh digosok terlalu keras karena akan menghilangkan lapisan luarnya dan memengaruhi kesegaran telur. Pasti ibumu yang mengatakan hal itu kepadamu. Dan aku mengakui, ceritamu menyentuh hati. Kepandaianmu dalam merangkai kata untuk memainkan emosi pembaca. Tapi semua itu tidak akan berarti tanpa fakta, Lila. FAKTA! Dan tidak ada yang namanya Tiga Bekal. Pertama, kamu mungkin memiliki bakat. Kedua, kamu memiliki tekad, keberanian, atau apalah itu untuk merusak cerita dari buku yang telah menerima penghargaan Gold Medal Smarties Prize. Tapi kamu tidak memiliki yang ketiga. Nasib baik. Tak ada orang yang akan membaca ceritamu. Ceritamu ini tidak akan membawamu kemanapun. Cerita ini tidak berguna, Lila. Dan kamu, kamu tidak bisa kemana-mana. Kamu akan mati kering di dalam gua ini. Terima saja hal itu. Hahaha. Semua itu hanya ILUSI. Hahahahahaha"
Lila memicingkan matanya dengan geram. Tawa Razvani masih menggema. Kemudian ia berkata, "sama seperti kesombonganmu saat ini, Razvani. Semua hanya ilusi." "Apa maksudmu?" Razvani menghentikan tawanya. "Yah, Sulfur Bangsawan, Tiga Bekal, cerita sedih tentang telur burung puyuh, semua hanya ilusi. Aku ilusi. Kau pun ilusi. Dan tidak lama lagi, semua rahasia ini akan terungkap. Seluruh dunia akan mengetahuinya. Tawa sombongmu itu tidak akan terdengar lagi, Razvani." "Apa maksudmu?" wajah Razvani memucat. "Sepersekian detik lagi, ia akan menekan tombol save review. Dan dengan segera, cerita kita berdua akan dipublish di halaman Goodreadsnya. Orang-orang akan membaca, Razvani. Membaca seluruh rahasiamu yang hanya ilusi itu. Mereka akan tahu. Kau sudah tamat, Razvani." "TIDAAAAAAAKKKKK"
Lila melenggang keluar dari gua. Hamlet dan Chupak sudah menunggunya disana. Ia berbalik sebentar, dan mengirim senyum manisnya kepada sang penulis review.
This children’s fairy tale adventure is about Lalchand- the firework maker and his daughter Lila. Lila at a very young age decides she wants to become a firework maker like her father and believes she knows exactly what it takes. Despite her own firework creations, her father doesn’t quite agree it’s the right job for his daughter. Lila disagrees and embarks on a dangerous journey to prove her father wrong. Also in the story are; Hamlet, the white talking elephant and Chulak, the caretaker of the elephant and Lila’s friend. Together they help Lila in her terrifying journey of self discovery.
The story is based in an unnamed setting, creating a mystical atmosphere full of culture and magic. The author explores ideas of ambition and motivation through Lila's journey to prove herself to her father. I also felt the story touched upon more serious themes, such as the place of women in society.
Definitely a must read for those who love magic, fantasy and a fast paced story. The tale is appealing to both boys and girls and is a great read for children with great dreams!
Apa yang paling dibutuhkan untuk membuat kembang api terbaik di dunia?
Bunga garam? YA!
Bubuk awan? YA!
Minyak kalajengking? YAA!!
Bambu? BISA JADIII!!
Pake santen?? TIDDAAAAAAAAKKKK!!!!!!!!
Ya, kira-kira apa ya yang dibutuhkan untuk membuat kembang api yang paling bagus di dunia? Bukan hanya berwujud bunga-bunga api yang meledak di angkasa, tapi kalau bisa, mereka seakan menari-nari dan juga tampak hidup seperti makhluk bernyawa. Untuk membuat kembang api terbaik di dunia, tentunya si pembuat kembang api juga adalah orang yang hebat dan punya keahlian. Lila merasa sudah punya semuanya, meskipun si ayah (namanya Lalchand) bilang kalau Lila belum pantas jadi seorang pembuat kembang api sejati.
Sebenernya si Lalchand ini bohong. Soalnya Lila kan dari kecil sampe gede udah terbiasa ngeliat bapaknya bikin kembang api. Ikut mbantuin juga. Dia bahkan menciptakan beberapa varian kembang api baru, misalnya aja Setan Jumpalitan dan Naga Meletup. Cuma, si ayah ini nggak mau kalau putri semata wayangnya mengikuti jejaknya. Seorang anak perempuan kan harusnya anggun, bukannya bau campuran benda-benda kimia. Punya kulit yang halus dan mulus, bukannya bopel-bopel gara-gara kena api.
Tapi, coba lihat Lila?
Kulitnya tidak halus dan mulus. Penampilannya juga jauh dari anggun. Belum lagi sifatnya yang sama sekali nggak seperti anak perempuan. Siapa yang mau sama dia nanti?
Oleh karena itu, Lalchand nggak mau memberi tahu Lila, apa rahasia terakhir supaya bisa jadi pembuat kembang api sejati. Dia khawatir putrinya nggak akan menjadi seperti wanita yang seharusnya (yang kayak gimana tuh, pop?) dan jadi pembuat kembang api seperti dirinya, yang sebenernya udah telat sih, karena udah jelas-jelas passion-nya si Lila itu adalah membuat kembang api.
Lila nggak hilang akal. Dia akhirnya minta bantuan temannya, seorang anak lelaki bernama Chulak, yang mengurus gajah putih milik raja bernama Hamlet. Singkatnya, Chulak menemukan rahasia terakhir yang bisa membuat Lila menjadi pembuat kembang api yang sesungguhnya.
Jadi, apa rahasia itu?
Harus melakukan perjalanan? YAA!!
Ke dasar Samudera Atlantik? TIDAAKK!!
Ke Gunung Merapi?? YAAA!!!
Sendirian?? BISA JADII!!!
Ketemu Razvani?? YAAA!!
Bawa sayur lodeh?? TIIDDDAAAAAKKKK!!!!
*ngos-ngosan* *minum aer Danau Zamrud dulu*
Ya, jadi Lila harus ke Gunung Merapi, masuk ke dalam Gua Angkara Api, demi bertemu Razvani. Razvani akan memberikan benda yang dibutuhkan Lila untuk bisa menjadi pembuat kembang api sejati. Sayangnya, Lila bertindak gegabah, karena terlalu bernafsu ingin membuktikan kepada ayahnya bahwa ia pasti bisa menemukan benda itu. Dia melupakan benda yang paling penting, benda yang akan menyelamatkan nyawanya.
Akhirnya, Chulak dan Hamlet mengejar Lila, demi mengantarkan benda penting itu. Oh iya, Hamlet itu sebenarnya bisa bicara bahasa manusia, tapi yang tahu hanya Chulak dan Lila aja. Udah gitu, Chulak sengaja bikin tubuh Hamlet dicoret-coret, karena orang-orang percaya kalau gajah putih itu bawa keberuntungan. Tentu saja Chulak nggak membiarkannya dengan gratis, meskipun dia bukan pemilik Hamlet, dia meminta bayaran atas setiap tulisan yang ditorehkan di tubuh Hamlet.
Nah, sanggupkah Chulak dan Hamlet membawa benda penting itu tepat pada waktunya? Mana si Lila jalannya cepet banget lagi... Padahal dia sempat dihadang Rambashi dan komplotannya (plus si Chang yang epik... xDD) Tapi, si Lila tau-tau udah nyampe aja di tempat Razvani dan mengikuti ujiannya. Ujian yang nggak mudah, karena Lila nggak memiliki tiga bekal. Apa lagi tiga bekal itu? Sayur lodehkah? Rendang sapikah? Atau... apa??
Eh, satu lagi. Gara-gara mau menyelamatkan anaknya, si Lalchand ikut membantu Chulak dan Hamlet kabur dari rumah pejabat. Sayangnya, ada seorang pembantu yang melihatnya dan melaporkan Lalchand ke raja. Akibatnya, dia akan dihukum mati! Bisa nggak tuh mereka menyelamatkan Lalchand, sementara nyawa Lila sendiri dalam bahaya!!!
Hahahaa, sebuah cerita anak yang sangat menghibur dan bikin saya ketawa ngakak. Disampaikan dengan sangat apik dan menarik, dibalut nuansa filosofis yang cukup kental, juga humor yang segar. Saya jauh lebih suka ini daripada si springheeled jack. Tokoh-tokohnya lucu-lucu!!! (*≧▽≦) Favorit saya si Rambashi, Chulak, Hamlet, dan tentunya Chang dan Lottus Blossom!!! xDD
Sisi filosofisnya memang nggak akan bisa dimengerti anak-anak, tapi saya pikir nggak masalah kalau mereka nggak ngerti. Soalnya saya yang udah dewasa aja juga nggak ngerti. *bangga* Tenang aja, semuanya itu hanya ilusi, jadi nggak usah dipikirin.
Saya selalu takjub sama buku-buku anak yang bisa dinikmati oleh orang dewasa, dan buku ini jelas salah satu contohnya. Buku kedua dalam dua minggu ini yang saya kasih bintang lima. Menang tiga dari Bintang Toedjoeh yang terpercaya... └(★o★)┐
Jadi, siapkah menjadi pembuat kembang api terbaik di dunia?
Kemudian, terdengar sayup-sayup lagu Sisakan Mangga Terakhir Untukku yang dibawakan Rambashi Melody Boys... Diiringi letupan kembang api jutaan warna yang menghiasi angkasa yang gelap gulita....
Peace, love, and gahol dari "Chang Cinta Lotus Blossom Penuh XXX".
P.S. Saya nggak tahu latarnya ini dimana. Kayaknya negeri antah berantah, karena meskipun si Lila dan Lalchand ini tampak seperti orang China, tapi sepertinya Chulak itu dari India, dan si Hamlet mungkin dari Thailand (bisa juga dari India sih). Pokoknya negeri campur aduk deh. Hahahaaa
Short and sweet. Journey of a girl who wants to become a firework maker, but for that she has to go through an adventure to find the three gifts. Family love, friendship, courage and will to achieve what you dream of, thats what this story is about. Perfect bed time story for the young ones yet still thought provoking to adult-young ones ;) :D Read and tell me how you liked it :)
یک داستان کودکانه ساده و شیرین. نمرهای که دادم هم بر اساس رده سنی کتابه. اگه وقتی بچه بودم و موقع خواب یا... برام میخوندنش، قطعا کلی کیف میکردم. پس دوست دارم یه روز برای یه بچه بخونمش.
Jangan remehkan buku cerita anak. Sepertinya gagasan itulah yang terlintas dalam benak Philip Pullman ketika ia merumuskan cerita dalam novela ini.
Kisah utamanya memang sederhana; tentang seorang anak yang mengembara keluar rumah demi mengejar impian. Anak itu bernama Lila, anak perempuan dari seorang pembuat kembang api ternama. Pada suatu hari ia memutuskan bertualang sendirian ke Gunung Merapi untuk merebut Royal Sulphur dari penguasa api Razvani, semata-mata demi meresmikan diri sebagai master pembuat kembang api.
Petualangannya itu menurut saya lebih menjurus lucu daripada mendebarkan. Karakter-karakter yang ditemui Lila dalam perjalanannya tergolong eksentrik dalam porsi kekonyolannya masing-masing. Seperti misalnya geng bajak laut Rambashi yang selalu gonta-ganti profesi karena mereka masih plin-plan menentukan karier yang ingin ditekuni. Atau gajah putih Hamlet yang sekujur tubuhnya sering dijadikan billboard berjalan oleh tangan-tangan iseng yang mencoretkan iklan promo UMKM lokal.
Memang, seperti yang bisa diduga, Lila akhirnya berhasil menuntaskan misi pribadinya. Hal yang lumrah terjadi dalam buku anak. Namun, yang membuat buku ini tidak bisa diremehkan adalah kandungan tiga kunci kehidupan yang disematkan Pullman ke dalam cerita; tiga kunci yang mencakup bakat, kerja keras, dan keberuntungan. Saat sampai ke sana saya dibuat langsung tersadar mengakui kalau novel ini tidak hanya ditujukan bagi anak-anak, tetapi juga bagi orang-orang dewasa yang sedang mengarungi belantara kehidupan, mencari makna eksistensi, mengakui buruknya suratan nasib, atau yang sedang kembali melakukan perjalanan mewujudkan impian masa kecil setelah lama terbengkalai. Ketiga kunci tersebut sangat relevan untuk segala usia dan setidaknya bisa turut membantu upaya seseorang berdamai dengan kehidupannya, walaupun tidak selalu semulus kisah happy ending Lila.
Satu hal lagi yang tidak boleh diremehkan dari buku ini adalah gambar-gambar ilustrasi karya Nick Harris yang menghias setiap lembar novel dengan sangat memukau. Walaupun tidak diwarnai alias hitam-putih, tapi ilustrasinya masih tetap berhasil menampilkan detail dari ornamen-ornamen khas budaya Asia Tenggara seperti motif sarung, peci, juga hutan tropis serta perbukitan dengan sangat menonjol. Apalagi ketika Nick menggambarkan kemegahan ledakan kembang api pamungkas Lila dalam satu halaman penuh, yang otomatis menyulap halaman tersebut jadi terang-benderang sendiri.
Pokoknya, sekali lagi, jangan pernah remehkan buku cerita anak. Jika kamu menemukan buku yang seperti ini, apa pun judulnya, segeralah ambil dan baca, siapa tahu kunci kehidupan terkubur di sana. Lagi pula, tidak ada salahnya juga kan menjadi anak-anak lagi.
The Firework-Makers Daughter Philip Pullman I knew of the author from ‘His Dark Materials’ trilogy, though I have not read them myself. This was one of the quickest books I have ever read, I know it’s not that long, but I couldn’t help myself. The story is set in a far off country in a past time, Malaysia around 1900 I would guess, but it isn’t really significant. The story is exciting throughout, engaging the imagination in so many ways, visualising demons, spirits, jungle, or volcano, but more than anything it’s the fireworks, such as Crackle Dragons, Leaping Monkey’s or Golden Sneeze’s, all with amazing colours or sounds. Lila the daughter in the title is upset that her Father will not tell her the secret of becoming a true Firework-Maker, her friend, Chulak, finds out for her and she sets out on a quest, but he only found part of the secret and then discovers that Lila is on her way to certain death. As soon as Chulak finds out the danger Lila is in as true friends do he sets out on a rescue mission with his talking White Elephant, sorry hadn’t I mentioned that before. If you don’t want to read this book now, I’m not going to tell you how it ends. Suffice to say there is a Firework extravaganza, the like of Gandalf would have been proud, as well as a few morals thrown in, like believe in yourself and you will get what you deserve and a bit about trust and friendship. This is a KS2 book, year 4 onwards I would think, some great words and names to challenge the phonics skills, but well worth the effort. Lots of ooh’s and aah’s.
"Firework-Maker's Daughter" takes place in a surreal world that has Chinese, Indian and fairy tale influences. Lila, is the firework maker's daughter who dreams of following in her father's footsteps while he thinks she needs to concentrate on finding a husband. Her father has held back the knowledge of the journey every firework maker must make before they be a true firework-maker. Lila is furious at that her father doesn't trust her enough to tell her. Against her father's wishes she journeys to fulfill her dream and encounters many amusing characters and adventures along the way.
I think I would have liked this short, simple book a lot more if I were younger. I guess it's because I was expecting something a little more substantial, but nevertheless, I did enjoy the simplicity of it.
Book Details:
Title Firework-Maker's Daughter Author Philip Pullman Reviewed By Purplycookie
A short children's book. The story is active, there are fitting images every few pages and it's quite short. A good book for children making the transition to read-aloud chapter books. The story is about the escapade of a girl who wants to become a firework maker.
هذي الرواية كانت اقتراح من أحد الأصدقاء، كنت متردده في اقتنائها فقررت اسمعها ككتاب صوتي.
تتبع الرواية فتاة اسمها ليلى اللي تطمح ان تصبح صانعة ألعاب نارية، لكن والدها يعتقد أن هذا خيار غير مناسب لها، فتنطلق بنفسها في رحلة لإكمال المهمات التي يجب عليها القيام بها لتصبح صانعة ألعاب نارية
الاحداث كانت ممتعه والمغامره كانت مشوقة جدا!! احببت طموحها وإصرارها، وعلاقاتها مع اصدقائها تشولاك وهاملت.
الحلو بالموضوع انه سمعتها وانا ما اعرف شي عنها فكان صدمه حلوه بالنسبه لي لما عرفت انها تتكمل عنو مواضيع كثيره مثل التقاليد وانها فكاهيه شوي، واكيد ما ننسى العمل الجماعي والخير مقابل الشر
انصح فيها اذا بغيتو تتعرفون على اسلوب الكتاب او رواية خفيفه وظريفة ⭐️⭐️⭐️⭐️
Thema membaca Ramadhan kali ini adalah ringan,menghibur, tipis dan ga bikin mikir berat..(emang biasa nya juga gitu sih..hehe) Buku ini, aku perkirakan memenuhi thema ini.
The Firework Maker’s Daughter menceritakan kisah Lila, anak seorang pembuat kembang api yang berkeinginan kuat untuk berprofesi seperti ayahnya. Ayah Lila, Lachland menolak memberitahu rahasia menjadi pembuat kembang api sejati. Bukan tanpa alasan Lachland tidak mau memberitahu Lila. Karena setiap pembuat kembang api harus menempuh perjalanan berbahaya ke pusat gunung Merapi untuk memperoleh sulfur bangsawan dari sang angkara api Razvani. Dengan bantuan temannya, Chulak sang perawat Gajah Putih, Lila mengetahui rahasia Lachland dan bergegas pergi menuju gunung merapi untuk meraih impiannya menjadi pembuat kembang api sejati.
Chulak adalah seorang perawat Gajah Putih bernama Hamlet yang dimuliakan, anehnya Gajah yang mulia ini menjadi hukuman untuk orang-orang yang diputuskan bersalah oleh Raja. Gajah ini dikirim untuk dipelihara oleh orang tersebut sampai hartanya terkuras habis karena biaya perawatannya yang mahal.
Bayangkan betapa jahilnya Chulak yang mendapatkan imbalan dengan menyewakan badan Hamlet yang Mulia sebagai iklan berjalan , ditulisi promosi restoran bahkan untuk pernyataan cinta seseorang…hehehe Buku ini penuh dengan imajinasi, dari lokasi saja misalnya, awalnya aku mengira kisah ini berlokasi di Indonesia karena ada gunung Merapi, tetapi illustrasinya menggambarkan Lila dan ayahnya seperti orang Cina dengan mata sipit dan pakaian khas nya. Tapi kemudian mereka memakai mata uang Rupee, ada kios batik, dan gajah putih bernama Hamlet..alamaak…daripada susah-susah menebak, lebih baik menikmati saja cerita buku ini.
Tentu saja ada banyak hal-hal lucu di buku ini , diantaranya gerombolan perampok kikuk yang tak mahir mengendalikan perahu…ini salah satu adegan fave ku..hahahahahaha. Gerombolan ini dipimpin Rambashi, Rambashi dan teman-temannya akhirnya melepaskan Lila karena telah menyelamatkan mereka dari serangan harimau..hmm anak perempuan kecil menyelamatkan gerombolan perampok sadis yang menamakan kelompok mereka “Pembunuh Berdarah”. Kelompok ini kemudian membuat restoran dengan pelayan yang selalu menuntut jatah makan. Restoran mereka terbakar habis tepat pada saat grand launching dengan promo makan gratis untuk semua orang dan pelayan masih belum sempat makan…hehehehe . Akhirnya pada festival kembang api mereka membuat kejutan dengan tampil sebagai Grup Vokal “Rambashi’s Melody’s Boys menyanyikan lagu Down by the old Irawaddy dilanjutkan dengan lagu Sisakan Mangga Terakhir Untukku..hihihi..
Buku ini berkisah tentang kasih sayang, persahabatan, kerja keras dan perjuangan meraih cita-cita. Lila berhasil mendapatkan sulfur bangsawan dengan kegigihannya dan dengan tiga bekal. Sulfur bangsawan yang menurut pandangan Razwani hanyalah ilusi, namun menurut pandangan manusia adalah kebijakan. Kebijakan yang hanya dapat diraih dengan tiga bekal, apakah tiga bekal itu??....Sila dibaca…
Setelah selesai mengikuti kutipan2 luar biasa tidak penting dari buku2 terkenal termasuk kutipan narsis diri sendiri di Spring Heeled Jack, lagi-lagi g disuguhi hal yang tidak biasa oleh Pak Pullman. G tergelak melihat penamaan tokoh sampai setting tempatnya. Awalnya g kira ini cerita yang mengambil setting di China, tiba2 Chulak mengatakan mata uangnya rupee. Pikir g "loh sejak kapan China pake Rupee?" Sebenernya seh g mulai curiga dari awal munculnya gajah putih bernama Hamlet.Ow ternyata?! sepanjang cerita kejanggalan-kejanggalan lucu dan menarik itu terus bermunculan misalnya Hamlet yang mulai diajari menyanyi dan akan diganti namanya menjadi Luciano Elephanti, makanannya turkish delight,rumah Ayah lila diapit toko udang goreng dan pembuat batik dan masiiiiih banyak lagih! Keliatankan maksud g? dia mencampur aduk dunia dalam satu buku.Belum lagi cerita, filosofi maupun petualangannya. Hebat. Pantas saja neh buku dapat Gold Medal Smartiez Prize hahaha...
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Itulah yang terjadi pada Lila, putri semata wayang dari si pembuat kembang api, Lalchand. Namun karena kekhawatiran (yang kadang berlebihan) dari orang tua, maka Lila nekat mencari Sulfur Bangsawan seorang diri, dan tanpa bekal yang memadai. Akan tetapi, berkat Tiga Bekal yang secara tidak sadar telah dimilikinya, perjalanannya membuahkan hasil.
Kisah anak-anak yang ditulis dengan, gaya khas Pullman, cerdas tapi sederhana. Meski singkat, tetapi dengan luwes dia memasukkan beberapa karakter yang tidak berhubungan secara langsung dengan inti cerita, tetapi memiliki nilai tambah dalam pesan moral yang hendak disampaikan.
Penggambaran mengenai pembuatan, proses, dan penampilan kembang api benar-benar hidup. Tetapi sayangnya, kerja keras di sini kurang digambarkan secara jelas sehingga kurang membekas dibandingkan faktor keberuntungannya.
I really liked this book and I could not put it down. There is a really good emphasis on the use of sound when describing each setting in the story. It is also a good story to use when looking at journeys. This is because of the obvious journey Lila takes to find the Fire Fiend and also the journey that both Lila and Chulak take in themselves. There is also the element of acquiring knowledge in this story. However, this knowledge is not necessarily what the characters originally set out to seek which can be related into the classroom when talking about social development.
Good read... (See what i did there!) Useful book to base a scheme of work on, lots of opportunity for a variety of activities/ end goal e.g letter, diary, rewrite part pf the story, etc. Children invest with the characters and give opportunity for discussion about there feelings and their actions. Would recommend.
Friendship, fearlessness and fireworks – what more could one want? Well, Philip Pullman’s award-winning children’s novel has all this, plus humour, pace and a happy ending.
Lila is the titular firework-maker’s daughter, an unofficial apprentice in her father Lalchand’s art, but somehow she lacks the essential ingredients to become a fully-fledged pyrotechnician. Her only recourse will be to go on a dangerous journey to seek the ingredient from a fire-demon, but has she the Three Gifts to exchange for it?
Inspired by the legend of Li Tian, the fabled inventor of fireworks in China’s Hunan province over a millennium ago, Pullman crafted first a school play and then this novel as, I suppose, a celebration of those Three Gifts, drawing in elements from southeast Asian cultures to animate a plot familiar from traditional pantomimes.
Lila’s best friend is Chulak, the keeper of the Emperor’s white elephant (who goes under the disconcertingly unlikely name of Hamlet); the Emperor bestows the pachyderm as a gift on those he wants to impoverish with its upkeep. Chulak manages to inveigle Lalchand into apparently divulging the source of the secret ingredient before aiding and accompanying Lila on a quest to a distant volcano to fetch the secret.
Along the way the trio – Lila, Chulak and Hamlet – encounter various adventures, including acquiring a precious flask of water, but when Lila arrives to encounter the fire-demon she is unable to produce either the Three Gifts or the flask. Is all lost?
Of course not; Lila is possessed not only of talent, courage and good fortune but has her faithful friends to help. They will all be needed when the trio return to face the Emperor’s ire, when the only solution to avoid dreadful punishments is to win an international fireworks competition.
Ignore the anachronisms and the incongruities for this is essentially a pantomime – or, as Pullman characterises it, a fairy tale – and these are only to be expected. Instead focus on the mild peril and evident humour alternating as tension and release, and imbibe the revelation that virtues like friendship and courage can indeed bring as much happiness as artifice and other arts, spectacular or not, offer to beholders.
The writing was light, descriptive and dealt with lots of different emotional situations. I liked all the different situations that arose and together they made for an interesting story. There was a darkness and tension to the story that also gave it an extra layer.
The words used varied in difficulty, which meant that all ages could enjoy the story.
The chapters were fairly long so you could get a good chunk of the story before moving on. There was a good flow to the book and I was able to easily follow the main character's journey in a couple of sittings.
Throughout the story there were black and white illustrations to break it up. They were quite detailed and each time you looked at them you could see something new. They added an extra layer to the story and complemented it well.
The characters were great. I loved all of them and particularly enjoyed the loyalty, friendship and love between some of them that exuded from the story. I also enjoyed reading about the bravery of the main character even though she was quite naive.
Lastly the settings. I loved the surroundings and being on the journey with the main character. The descriptions were well balanced, allowing the reader to picture what was going on, but not taking anything away from the story.
Overall an enjoyable story, full of great descriptions and with a lovely message at the end.
I read this for school and was only going to give it three stars, however I relented and increased to four stars, trying to think as a child reading it. As an adult, I was a little disappointed that some aspects of the book were ‘glossed over’, rather than pursuing them. Developing these subplots would undoubtedly have made this a much meatier book as well as (inevitably) longer, this second element may have put young readers off.
All in all, a good story, well written for younger readers, with themes of family, friendship, tenacity, aspects of farce (Chulak’s uncle and his ‘crew’) and adventure.
The Firework-Maker’s Daughter is a super exciting book! I loved how Lila is brave and determined to follow her dreams, even when the journey gets dangerous. The adventure was full of surprises, and I really enjoyed the magical firework scenes. The characters were fun and interesting, and I liked the friendship between Lila and Chulak. Some parts were a little scary, but that made the story even more exciting! It was a great adventure!
Most children loved the book! They particularly enjoyed the journey the story told, the moments of comedy and the happy ending with the main character achieving her dream.
Its a very positive tale especially when it comes to female empowerment, letting girls know they can do anything they set there mind to.
An enchanting if meandering short tale of elephants, spirits, fireworks and self discovery, strongly recommended by my eight year old daughter. Pullman writes as beautifully as ever and packs in more morality and philosophy than it's possible to catch in a single reading. If it doesn't have the depth of plot or emotional resonance of Pullman's more famous work it certainly delivers valuable lessons in an entertaining format.