Jump to ratings and reviews
Rate this book

Three Weddings and Jane Austen

Rate this book
Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu daripada melihat anak gadisnya menikah dengan pria baik yang dicintainya.

Seperti memiliki pajangan kristal yang indah dan sangat mahal, memiliki anak gadis dewasa yang belum menikah rasanya selalu dalam kebimbangan. Kalau dipajang, takut dicuri orang. Tapi kalau hanya disimpan, takut tak ada yang tahu. Dan jangan sampai pecah atau hilang, karena kebahagiaan hakiki seorang wanita setelah menjadi ibu adalah menjadi nenek bagi para cucunya.

Ibu Sri memiliki tiga gadis yang belum juga menikah di usia matang mereka. Emma 35 tahun, Meri 30 tahun, dan Lisa 29 tahun. Dia sangat menyukai novel-novel karya Jane Austen dan berpendapat semua masalah percintaan anak-anaknya dapat mengambil suri tauladan yang tersirat dalam novel-novel itu. Namun seperti nasib kebanyakan gadis lajang, cinta tak selalu bersatu dan jodoh tak ada yang tahu. Kini Ibu Sri tak bisa hanya menasihati. Dia harus melakukan sesuatu untuk menolong gadis-gadisnya. Mereka harus melalui derita penyesalan, memaknai kejadian, mengubah keyakinan, dan mengikhlaskan harapan, berharap bahagia akan muncul dalam bentuk pernikahan. Dan buku Jane Austen pun hadir memperlancar proses pendewasaan.

464 pages, Mass Market Paperback

First published January 1, 2012

8 people are currently reading
157 people want to read

About the author

Prima Santika

1 book13 followers
Prima Santika adalah Ayah satu anak yang bekerja di sebuah operator telekomunikasi swasta. Karena berlatar pendidikan Akuntansi dan berstatus karyawan, hobby menulisnya tak bisa tersalurkan secara maksimal. Pertama karena tak banyak waktu luang, kedua karena maunya menulis tentang isi hati, bukan ekonomi. Hobby lainnya standard saja seperti kebanyakan orang, yaitu music, movies dan ‘moto’ [photography, maksudnya: memfoto dan difoto]. Novel THREE WEDDINGS AND JANE AUSTEN ini adalah buku pertamanya. Berharap bisa menghasilkan karya-karya selanjutnya di bidang sastra, penggemar Gulai Kepala Kambing buatan ibu mertuanya ini merasa cukup puas dengan karya perdananya, yang olehnya dijuluki sebagai ‘the importance of being married’.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
27 (12%)
4 stars
58 (27%)
3 stars
88 (42%)
2 stars
32 (15%)
1 star
3 (1%)
Displaying 1 - 30 of 45 reviews
Profile Image for ijul (yuliyono).
811 reviews970 followers
January 15, 2012
Film ini nggak ada hubungannya sama buku ini, tapi dua-duanya bicara soal Jane Austen, dan dua-duanya pun aku suka.

description

MENIKAH

Mengapa orang menikah?
Seperti tak takut menderita, tak jera meski bercerai...
Mengapa harus takut menikah?
Semua orang melakukannya, mestinya tak sulit dicapai...

Apa yang kucari dari menikah?
Aku tak mau sendiri di hari tua nanti...
Apa yang terjadi setelah menikah?
Aku tak tau, tak ada yang tau, tapi hidup kadang menuntut untuk berani...

review
Summary:
Ibu Sri adalah seorang mama yang mempunyai tiga anak gadis yang sudah menjelang usia pernikahan, Emma, Meri, dan Lisa. Mama adalah seorang penggemar berat Jane Austen. Keenam novel Jane Austen telah dibacanya, bahkan novel-novel itu menjadi guide dalam berkehidupan keluarganya. Saat ini, Jane Austen menjadi tumpuan harapannya untuk dapat menuntun ketiga putrinya menemukan tambatan hati masing-masing. Tak henti-hentinya ia menyelipkan contoh dari karakter-karakter rekaan Jane Austen kepada mereka. Terkadang untuk menguatkan, terkadang juga untuk sekadar mengingatkan.

Emma, dinamai dari karakter Emma Woodhouse di novel Emma, si sulung, adalah yang paling sabar dan pengertian di antara ketiganya, namun harus jatuh bangun membentengi hati ketika laki-laki yang diharapkan menjadi suaminya justru pergi meninggalkannya tanpa pernah memberinya kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya. Meri, dinamai dari karakter Marriane Dashwood di novel Sense and Sensibility, si tengah, adalah seorang gadis lovable yang gampang menarik hati laki-laki, namun justru ketika ia ingin melabuhkan diri pada dermaga pernikahan, lelaki yang dicintainya justru pergi setelah memergokinya berselingkuh dengan lelaki lain. Dan Lisa, dinamai dari karakter Elizabeth Bennet di novel Pride and Prejudice, si bungsu, adalah sesosok gadis tomboy yang menyimpan obsesi pada kakak kelas yang justru memacari sahabatnya sendiri dan atas nama persahabatan ia merelakannya, meskipun ia mulai meragukan keputusannya itu.

Nah, mari kita nikmati pesona Jane Austen yang membantu seorang ibu membukakan pintu pernikahan bagi ketiga putrinya dalam novel debutan karya Prima Santika bertajuk Three Weddings and Jane Austen ini.

Sampul
4 jempol. Huwaaaa...love it. Love it. Love it. Love it. Mungkin, so far, inilah sampul novel metropop terfavorit saya. Bahkan saya membeli novel ini secara impulsif adalah karena sampulnya. Ditambah judulnya yang secara subjektif sangat provokatif pada saya (me: love Jane Austen!), maka sampul buku ini sangat pas bagi saya. Perfect! Menyebut Jane Austen pasti langsung merujuk pada sastra klasik yang merujuk lagi pada buku sehingga pemilihan setumpuk buku cetakan lama di atas meja dan kacamata baca sudah sangat sempurna untuk mendeskripsikan seorang Jane Austen.

Meskipun kalau boleh meminta sih, lebih oke lagi jika buku yang dijadikan sampul tersebut buku-buku Jane Austen langsung, tapi mungkin akan panjang soal urusan hak ciptanya yaa... hmm, for me, elemen-elemennya dapet banget lah! Posisi dibuat landscape dengan pemilihan font untuk menulis judul dan nama penulis sangat elegan. Sekali lagi, semuanya pas. Ditambah sampul belakang bukan berisi endorsment melainkan sinopsisnya menjadikan satu bintang saya sematkan untuk sampul buku ini. Bagus!

Karakter
Awalnya saya merasa sulit sekali membedakan karakter Emma dan Meri. Meskipun dengan bantuan deskripsi kepribadian masing-masing namun masih saja saya merasakan tipisnya perbedaan karakter antara dua tokoh ini. Apalagi cara bertutur mereka pun hampir tak berbeda. Untung saja, plot yang disiapkan untuk keduanya berjalan dengan baik sehingga lambat laun saya mulai dapat mengenali keduanya. Sedangkan pada Lisa, sejak awal saya sudah bisa memvisualisasinya karena penggambaran diri, lingkungan, dan pergaulannya sangat memadai. Untuk karakter sang Mama memberi kesan sendiri, meskipun tak banyak. Tapi, karena semua pusaran konflik juga adalah campur tangannya, maka karakter sang Mama tentu saja menjadi tokoh kunci.

Yang justru tidak terekspos adalah karakter si Bapak. Saya masih menimbang-nimbang apakah ini bagus apa tidak. Pada suatu saat, saya ingin ada sentuhan laki-laki dalam penentuan nasib ketiga perempuan itu, namun sosok Bapak Atmo hanya tersebut sekilas saja. Hampir bisa saya bilang, novel ini 99% adalah tentang perempuan. Perempuan yang membantu perempuan. Tak apa sih, hanya saja sebagai seorang lelaki, terkadang saya juga ingin melihat bagaimana laki-laki menempatkan diri pada masalah seperti ini. Namun demikian, hal tersebut tak mengurangi kenikmatan saya menyelami tiap-tiap karakter yang diciptakan oleh Prima Santika. Satu bintang untuk departemen karakter.

Cerita
Dari judulnya saja, pasti sudah tertebak ini tentang apa. Ya, pada akhirnya ini memang tentang tiga pernikahan dan Jane Austen. Ada yang sudah menamatkan keenam novel Jane Austen? Jika sudah, apakah Anda juga mendapatkan kesan bahwa meskipun menempuh jalan berliku yang terjal pada keseluruhan novelnya berakhir dengan pernikahan? Saya sudah mengoleksi versi Penguin Classic, hanya IDR 30k per buahnya, tetapi belum satu pun saya baca, sehingga saya tak bisa ikut menyimpulkan. Dan simpulan tersebut saya dapatkan dari cerita Mama ketika menasihati ketiga putrinya.

Dengan ending yang sudah tertebak, maka kekuatan cerita dari novel ini bertumpu pada bagaimana proses yang harus ditempuh ketiga karakter perempuan tersebut dalam menemukan tambatan hatinya. Siapakah yang menjadi Frank Churchill bagi Emma, John Willoughby bagi Meri, dan Fitzwilliam Darcy bagi Lisa? Baca sendiri ya... dan, hey, meskipun berakhir bahagia, proses menuju kepada kebahagiaan itu tidak lantas semulus jalan tol (eh, jalan tol pun udah banyak yang lobang juga, ya? Udah gak mulus-mulus amat). Berapa banyak lelaki yang keluar-masuk ke bilik hati masing-masing sebelum ketiganya dengan bulir air mata menjawab, “I will,” ketika para lelaki pilihan hati mereka bertanya, “Will you marry me?”

Untuk mengetahui sedalam apa Jane Austen memengaruhi cerita novel karya Prima ini, rasa-rasanya saya memang harus segera membaca koleksi novel-novel Jane Austen ini. Kesan yang saya dapat ketika menyelesaikan baca novel ini hampir sama ketika saya selesai menonton film The Jane Austen Book Club (film adaptasi dari novel berjudul sama karya Karen Joy Fowler) yang juga menghubungkan kehidupan para tokohnya dengan novel-novel Jane Austen. Saya suka. Saya puas. Maka, satu bintang saya tambahkan dari segi cerita.

Setting dan kelengkapan cerita
Bayangin saja, romantisme cinta ketiganya mengalir dari Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan London. Dan, pantai Bali tetap membuat saya penasaran (belum pernah ke Bali, hikz). Pergantian lokasinya smooth sekali dan sangat mendukung pergeseran hati masing-masing karakternya. Tidak semua karakter di tempat itu, tapi tiap lokasi penting dan tak bisa dipisahkan dari jalan cinta mereka. Properti Jane Austen benar-benar mendominasi jalannya cerita. Jangan bosan jika sampai pada penggalan-penggalan panjang retelling yang disampaikan beberapa tokoh di buku ini atas novel Jane Austen. Memang jadi susah jika kamu tidak begitu menyukai Jane Austen karena nama Jane bertebaran hampir di banyak halaman. Tapi, cobalah meneruskan baca sampai tuntas, dan kamu akan mendapat sensasi kejut yang tak biasa di ending-nya. Eh? Bukannya ending-nya sudah tertebak? Iya, tapi perjalanan menuju ending itu ternyata yang... ehmm... menarik! Tak terduga.

Untuk beberapa hal plot-nya membingungkan. Dengan point of view (PoV) orang pertama untuk karakter Mama dan tiga putrinya, saya harus ekstra keras berkonsentrasi agar tidak lupa, karena adegan tidak dibuat saling melanjutkan, melainkan dimulai lagi dari titik awal masing-masing tokoh. Misalnya ketika Meri dan Lisa ada dalam satu adegan di mana PoV saat itu ada di posisi Meri, nanti pas di bagian penceritaan PoV pada Lisa, cerita akan diputar balik dari sebelum terjadinya adegan Meri dan Lisa, sehingga runutan kisah harus dicari-cari lagi sampai ketemu adegan yang sesuai. Ditambah lagi keputusan teknis cetakan yang tak lazim (hampir seluruh dialog dicetak italic/miring), saya jadi tersendat-sendat menikmati alur ceritanya.

Ini novel metropop, tapi hampir tidak ada branded things yang disebutkan di sini. Ingar-bingar dunia malam yang biasanya ada, juga syukurlah tidak ada. Palingan hanya setting Hard Rock Cafe Bali, tapi itu pun tak lantas disertai detail hedonisme. Saya suka. Banget! Udah mulai bosen novel yang isinya free sex, drug, alkohol mulu. Satu bintang untuk setting dan kelengkapan ceritanya.

Teknis cetakan
As usual, berikut adalah laporan temuan typo yang ada di novel ini:
(hlm. 29) mempengaruhi = memengaruhi
(hlm. 39) ckup = cukup
(hlm. 45) memperjuangakan = memperjuangkan
(hlm. 71) berterbangan = beterbangan
(hlm. 72) tomboi, tomboy = inkonsistensi penulisan
(hlm. 75) prosentasenya = persentasenya
(hlm. 76) kepimpinan = kepemimpinan
(hlm. 89) koleksinya filmnya = koleksi filmnya
(hlm. 92) bersahabat karibnya = bersahabat karib
(hlm. 94) presss conference = press conference
(hlm. 96) laki-laki-laki-laki = jadi yang ini maksudnya apa? Lelaki-lelaki? Tapi jadi nggak bagus jika menggunakan frase laki-laki diulang dua kali, lihat saja jadinya = laki-laki-laki-laki. Nggak banget!
(hlm. 113) oleng,lalu lari = kurang spasi setelah tanda baca koma (,)
(hlm. 127) Jamie Collum = Jamie Cullum
(hlm. 143) Pejalanan = Perjalanan
(hlm. 147) teritimidasi = terintimidasi
(hlm. 149) dipungkiri = dimungkiri
(hlm. 151) pengatenan = pengantenan
(hlm. 173) Krina = Krisna
(hlm. 173) mggak = nggak
(hlm. 176) drektur = direktur
(hlm. 185) coklat = cokelat
(hlm. 249) interfensi = intervensi
(hlm. 260) di tinggal = ditinggal (digabung)
(hlm. 261) k ambil = kuambil
(hlm. 303, 322) ke tujuh, ketujuh = inkonsistensi penulisan
(hlm. 313) pelaksanannya = pelaksanaannya
(hlm. 337) sesesering = sesering
(hlm. 338) mengkonfirmasi = mengonfirmasi
(hlm. 341) dis ini = di sini
(hlm. 362) terpercaya = tepercaya
(hlm. 374) I’m ini this business = I’m in this business
(hlm. 377) Akuluar biasa = Aku luar biasa
(hlm. 378) Kuhentikan langkah dan menundukkan = Kuhentikan langkah dan menunduk = Kuhentikan langkah dan menundukkan kepala
(hlm. 387) Yang pasti dia maaf aku dan ngajak = Yang pasti dia maafin aku dan ngajak
(hlm. 409) kwain = kawin
(hlm. 411) kuungkiri = kumungkiri
(hlm. 414) semakin banyak banyak penghalangnya = pengulangan kata banyak
(hlm. 420) melihatya = melihatnya
(hlm. 420) ber kontak = berkontak
(hlm. 435) mengelilingnya = mengelilinginya
(hlm. 439) ungkiri = mungkiri
(hlm. 441) Di Emma = Dik Emma

Selain sederet typo tersebut, masih ada kesalahan teknis lain yang membuat saya selalu mengernyit. Salah satunya adalah inkonsistensi cetakan italic untuk keseluruhan bahasa dialognya, di mana terkadang ada juga dialog yang tidak dibuat italic. Saya sih tak suka dengan cetakan italic ini. Secara kan sudah ada tanda petik (“) yang mengindikasikan itu kalimat interaktif. Mungkin saya memang pria tradisional yang lebih suka pada pakem resmi, ya? Hehehe.
Kemudian ada juga kalimat ambigu yang sampai dengan saat saya membuat reviu ini, saya tetap tak bisa menafsirkan apa maksudnya:

Sepengetahuan Ibu, dia masih mencintai Nak Bimo tidak mendapat maaf.

Novel Ibunda dan Jane Austen ini buku pertamanya.

Uhmmm... apakah ini judul awal sebelum diubah dalam proses pengeditan? Yang jelas, ini fatal, mengingat yang terbit berbeda judulnya dengan yang disebutkan sebagai novel debutan Prima Santika, dan tidak disertakan keterangan soal pergantian judul tersebut.

Oiya, novel ini juga seru karena setiap pergantian cerita masing-masing tokoh diberikan jeda semacam puisi dan kutipan-kutipan dari novel-novel Jane Austen yang dihubungkan dengan kondisi yang dialami oleh para tokohnya. Novel ini tersusun atas prolog, dua bagian, sembilan bab, dan epilog. Beberapa judul babnya disesuaikan dengan judul novel Jane Austen. Interesting.
Dengan begitu banyaknya cacat cetak, maka dengan terpaksa saya tidak memberikan bintang di bagian teknis cetakan.

Kesimpulan
Saya suka novel ini. secara keseluruhan empat bintang untuk novel debut cak Prima Santika, arek Suroboyo yang lahir tanggal 14 Maret 1974 ini. Thank you sudah menafsirkan novel-novel Jane Austen ke dalam sebuah novel yang indah ini. Berkat novel Anda, saya makin tak sabar membaca koleksi novel Jane Austen yang saya punya.

Dari sisi pribadi, novel ini berhasil menyentuh relung terdalam saya. Tentang Ibu saya. Tentang umur saya yang tak lagi muda. Tentang saya yang masih juga melajang. Meskipun saya lelaki, tetap saja, terkadang ada juga sebersit rasa getir akibat kesendirian ini mendera saya. Mom, I miss you... SO MUCH! I wish you were here... membimbing saya menemukan belahan jiwa yang masih belum saya tahu di mana dia berada. I need your help, mom.

Selamat membaca, kawan!

http://metropop-lover.blogspot.com
Profile Image for Uci .
617 reviews123 followers
May 11, 2012
The importance of being married, julukan sang penulis tentang novel perdananya. Saat membaca halaman 'Tentang Pengarang' saya kebetulan sudah melewati beberapa bab dan julukan itu seolah memandu saya untuk memahami ide sang penulis.

Sampai segitunya? Yaa, terus terang saya tertarik pada novel ini karena judulnya. Kepingin tahu apa hubungan antara ketiga pernikahan itu dan Jane Austen. Terus terang lagi, saya nggak pernah kuat baca buku Jane Austen sampai selesai. Rasanya begitu laaama dan paaanjang untuk menceritakan sebuah adegan saja. Dan itulah yang saya temui dalam novel ini. Dialog-dialog panjang yang membuat saya kagum pada penulisnya karena begitu sabar merangkainya. Napas Jane Austen memang sangat terasa di sini, dalam dialog-dialog yang bercerita. Baik dialog dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Dan yang membuat saya sempat kaget, penulisnya ternyata laki-laki. Tapi tidak terasa kecanggungan saat penulis bercerita dari sudut pandang perempuan. Dan bukan cuma satu perempuan, melainkan empat! Empat perempuan berbeda usia, berbeda karakter. Salut!

Saya yang sempat skeptis di awal, karena membaca Jane Austen pun tidak pernah selesai, ternyata bisa menikmati novel ini. Saya betah mengikuti dialog-dialog panjang yang mengalir lancar dan luwes. Paling-paling saya sempat mengernyit saat bertemu dialog seperti ini, yang terjadi saat Meri diajak makan di lesehan Jogja: "Lagi pula, kalo di Jakarta mana ada tempat lesehan di pinggir jalan?" Hmm...banyak sih Mas, saya sering banget ngeleseh di angkringan Fatmawati, persis di pinggir jalan hehehe.

Jadi bercerita tentang apa novel ini? Seperti halnya novel-novel Jane Austen, Three Weddings and Jane Austen tentunya berkisah tentang perjalanan dan perjuangan perempuan mencari jodoh dan memasuki gerbang pernikahan yang bahagia. Dalam hal ini kakak beradik Emma, Meri dan Lisa dibantu oleh ibu mereka, Ibu Sri, yang bertindak sebagai mak comblang, teman, sekaligus penasihat paling terpercaya. Sementara Jane Austen bertindak sebagai 'perantara', karena setiap kali putri-putrinya menemui masalah, Ibu Sri selalu mengacu pada pemikiran tokoh-tokoh dalam novel Jane Austen. Ada satu dialog yang pas banget menjelaskan alasan 'kesibukan' Ibu Sri mendorong anak-anaknya menikah:

"Lantas, kenapa Mama suka maksa aku menikah?"
"Nanti ya, Em, kalo kamu punya anak gadis, kamu bakal ngerti banget rasanya."


Saya langsung teringat almarhumah ibu saya yang walaupun sangat pengertian, tapi kadang-kadang keceplosan juga mengutarakan harapannya ingin melihat saya segera menikah :)

Saya juga suka renungan Emma yang saya rasa mungkin menjadi renungan banyak perempuan:

Selama ini aku selalu membayangkan diriku menikah, punya anak, punya rumah dan kendaraan, dan berbahagia di dalamnya. Tak ada yang salah dengan cita-cita ideal itu. Hanya saja saat idealisme dalam berkeluarga dihubungkan dengan batasan usia bagi seorang perempuan untuk menikah, kesenangan mencari cinta lambat laun berubah menjadi beban.

Seperti novel-novel Jane Austen (dalam pandangan saya), kisah ini juga berjalan lurus tanpa kelokan atau tanjakan yang mengharu biru. Namun twist di bagian akhir membuat nilai novel ini meningkat di mata saya karena beberapa kejadian yang dialami tokoh-tokohnya yang begitu kental dengan nuansa 'kebetulan' ternyata memiliki alasan, bukan terjadi begitu saja. Dan setelah membaca dengan adem ayem sepanjang novel setebal 457 halaman ini, akhirnya saya berkaca-kaca juga waktu Ibu Sri membisikkan nasihat kepada putri-putrinya saat acara sungkeman di akad nikah mereka.

Bagi yang sinis dengan pernikahan, atau sinis dengan kegalauan orang-orang yang menanti jodoh, atau sinis dengan kekhawatiran orangtua yang ingin anaknya segera menikah, mungkin novel ini juga akan dipandang dengan sinis. Karena ya itu tadi, novel ini memang berkisah tentang pentingnya menikah, seperti kata penulisnya sendiri. Meri pun menuturkannya dengan lugas kepada Lisa, si bungsu, yang kerap meragukan pernikahan.

"Tapi semua orang menikah, Lis. Berarti seberat apa pun pernikahan itu buat kehidupan, seharusnya masih bisa kita jalani. Kalaupun ada yang berhasil dan ada yang nggak, ya seperti kehidupan kita pada umumnya, mungkin faktor keberuntungan ikut menunjang."

Atau seperti kata Jane Austen,

"Happiness in a marriage is entirely a matter of chance." - Pride and Prejudice


PS : Kalau saya jadi anak-anak Ibu Sri mungkin agak bete juga ya, setiap kali ngadu atau curhat mengenai masalah kehidupan, malah disuruh baca Jane Austen hehehe
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
May 12, 2013
Sekali lagi, tergiur untuk memiliki buku ini gara-gara covernya yang cantik. Plus ada nama Jane Austen di judulnya. Saya memang baru membaca Pride & Prejudice dari sekian banyak novel Jane Austen, tapi saya tahu kualitas dari karya Jane Austen. Bahkan sampai ada film The Jane Austen Book Club. Tidak heran sebenarnya, mengingat karya-karya Jane Austen yang masuk dalam jajaran buku klasik, dan tentunya sudah menjadi bacaan wajib dalam dunia literatur. Lalu bagaimana dengan Jane Austen rasa Indonesia?

Three Weddings and Jane Austen bercerita tentang obsesi seorang ibu bernama Sri terhadap novel-novel karya Jane Austen. Ibu Sri punya tiga orang anak perempuan yang diberi nama sesuai tokoh dalam novel Jane Austen yang menurut Ibu Sri punya karakter sama, penyayang, berpendidikan dan berperilaku baik.

Emma berasal dari nama Emma Woodhouse dalam novel Emma

Meri berasal dari nama Marianne Dashwood dalam novel Sense and Sensibility

Lisa berasal dari nama Elizabeth Bennet di Pride and Prejudice

~hal. 12


Selain nama, Ibu Sri juga menggunakan novel Jane Austen untuk mendidik anak-anaknya. Termasuk untuk urusan jodoh yang membuatnya pusing, karena ketiga putrinya belum menemukan pasangan hidup. Bagi Ibu Sri yang adalah wanita Jawa, karakter tokoh-tokoh wanita dalam novel Jane Austen cocok untuk diterapkan dalam cara bersikap sebagai seorang wanita Jawa yang tetap menjaga budaya, sekaligus mendapatkan kebebasan memilih jalan hidup. Ketika ketiga putrinya menemukan konflik dengan pasangan masing-masing, semua nasihat sang Ibu berangkat dari novel Jane Austen. Tidak banyak yang bisa diceritakan dari novel ini, jadi saya akan menuliskan pendapat pribadi saya setelah membaca buku ini.

Saya harus bilang wow. Jujur saja, saat membaca buku ini saya seperti membaca ringkasan dari beberapa novel Jane Austen, sampai saya harus skip beberapa bagian karena berasa membaca spoiler. Saking terobsesinya Ibu Sri, dia sampai harus “menghidupkan” karakter Jane Austen dalam diri anak-anaknya. Anak-anaknya bukannya menerima begitu saja, mereka juga jengah dengan fanatisme Ibu Sri.

“Not another Jane Austen story, Ma… please. Haven’t you had enough?

“Not at all, sayang. They are good stories.”

“Emangnya nggak ada yang lain ya, Ma? Kan bosen Jane Austen melulu.”

“What’s wrong with Jane anyway? Meski nggak semua masalah romantis bisa dijawab oleh kisah Jane Austen, menurut Mama yang nggak punya latar belakang pengalaman bercinta seperti kalian anak muda sekarang, kisah-kisah ini adalah bekal Mama untuk bisa menjadi bagian dalam hidup kalian anak-anak gadis Mama. Emang, sih, Mama kurang berpendidikan karena nggak baca buku-buku lain. But Jane is all I have, and it’s enough for me, whether you like it or not!”


Fyuuh.. Saya jadi bersyukur Mama saya bukan seorang kutu buku kayak saya. Mama saya juga menikah muda, umur 19 tahun kalau ga salah. Saya nggak bisa membayangkan kalau hidup saya harus seperti karakter tokoh dalam novel-novel Mira W., misalnya. Saya sendiri tidak pernah bisa menempatkan diri sebagai salah satu dari tokoh novel yang saya baca. Mungkin pada saat membaca bukunya, saya bisa. Tapi sesudah saya menutup buku dan membaca buku lain, ya sudah. That’s only fiction anyway.

Saya juga menemukan dua hal lain yang cukup mengganggu benak saya. Sebagai keluarga Jawa yang memegang adat istiadat dengan baik, tidak sekalipun saya melihat peran Bapak dalam hidup ketiga putrinya. Memang suami Ibu Sri diceritakan sebagai seorang dokter yang sibuk, tetapi si Bapak ga pernah muncul. Kecuali di bagian Meri dan Lisa yang mau minta izin ke Bali, Ibu Sri menyuruh mereka bilang ke bapaknya yang “sedang ada di kamar”. Nggak tahu ngumpet atau lagi ngapain. Mungkin dalam keluarga mereka si Bapak bertugas nyari nafkah, untuk urusan anak-anak adalah kewajiban Ibu sepenuhnya.

Hal kedua adalah pesan singkat (SMS) Ibu Sri kepada ketiga putrinya yang mengabarkan kabar duka yang menimpa Budhe Tatik di Surabaya. Emma mendapatkan pesan itu ketika baru ditinggalkan oleh pria yang disukainya (hal. 179). Lisa mendapat pesan yang sama saat melihat kejadian di malam Meri diputuskan pacarnya (hal.219). Sementara Meri, medapatkan pesan itu sebulan setelahnya (hal. 233). Anehnya mereka bisa sama-sama berangkat ke Surabaya. Hm.. mungkin sinyal dari operator saja yang lagi kacrut, sehingga Meri dapat SMSnya telat

Alur ceritanya memang agak tumpang tindih. Masih wajar karena buku ini diceritakan dari empat sudut pandang, Ibu Sri, Emma, Meri dan Lisa. Tidak akan bingung karena di bagian atas halaman buku ada nama yang bercerita saat itu. Yang tidak biasa adalah karena semua dialog ditulis dalam huruf italic. Soal typo, masih ada beberapa. Misalnya nama Meri yang kadang tertulis Merri atau Merry serta ada bagian yang seharusnya dicetak miring tetapi dicetak biasa.

Mempertimbangkan cover dan spoiler novel Jane Austen di dalamnya, saya memberikan bintang dua untuk novel ini. Setidaknya kalau saya bisa intip kembali isi buku ini kalau mau membaca novel Jane Austen untuk sekedar mendapat gambaran isi novelnya. *No offense*
Profile Image for Prima Santika.
Author 1 book13 followers
Currently reading
January 21, 2012
THREE WEDDINGS AND JANE AUSTEN:
An Indonesian Novel
- A Self Review by Prima Santika -

“Nothing can produce a better feeling for a mother, than to see her daughter
being married with a good man she loves.”

This is the tagline of my book. It is written as the very first sentence in my book. And if you’re a real Jane Austen fan, you should know that I’m trying to have the same legendary, most memorable tagline of all Jane Austen’s work. The very first sentence in Pride and Prejudice says it all.

“It is a truth universally acknowledged, that a single man in possession
of a good fortune, must be in want of a Wife.”

Of course in my book, the sentence is written in Indonesian language, not in English. And therefore, one can not merely put the original Indonesian sentence into Google Translate and hoping to have the same effect while reading it in English. It must be properly translated. And maybe, just maybe, it is the reason why Jane Austen books have never been translated into Indonesian in a complete version. There is one book though – just produced few years ago – that translates the full version of Pride and Prejudice into Indonesian language. I admit I haven’t read it. I knew about it only after I released my book. I just hope it has a good translation to the original version, so that it could be marked as the pioneer in introducing Jane Austen’s books to Indonesian people.

With the same spirit of introducing Jane Austen in Indonesia, I then wrote this book. Of course I’m a big fan of Jane Austen. I’ve read all her six major novels, and seen [almost] all the movies/miniseries about the adaptations of her works, or the stories of her life. This novel I wrote, called THREE WEDDINGS AND JANE AUSTEN, is my first mass-produced novel, published by Gramedia, one of the biggest, oldest, most respectable publishers in Indonesia.

The other reason to write this book for me, is to urge single people into marriage. Now, when I say people here, I do mean it for men and women. But I also realize that 90% of my book is talking about women’s feelings and thoughts, so I guess this book is mostly for women. However, if men would read this book all the way through, I do hope that they could take advantage of knowing what women want, and then lead them on into marriage. Shortly, I want this book to be useful for everybody.

When I started to write this book in early 2008, in order to relate the most of Jane Austen’s point of view with Indonesian way of life, I had no other option but to put it into a good-family perspective. I could see a close relation in terms of manners and how to regard love and marriage in an ordinary, modern, well-managed, good-moral Indonesian family, with the ones in Jane Austen time. Combining both similar values in one storyline seemed to be a wonderful idea for me to explore at that time. And now, voila! My book is finally done and published in 12 January 2012, with a genuine hope from me – the author – that this book can reflect the perfect combination of the two. And the other hope, is to be a best seller book, of course.

ABOUT THE BOOK

The book is in 464 pages, with the dimension of 13.5x20 cm. It contains one Prolog, two Parts, nine Chapters, and one Epilog. Some of the Chapters contain 2 to 4 Sub-Chapters. The story is told always by first person. There are four main characters: the mother called Ibu Sri [Ibu=Mrs.], and her three daughters named Emma, Meri and Lisa. Each character gets her own Chapter or Sub-Chapter in telling her own stories. In helping the readers to memorize in which character they are currently reading, the book provides header in every page informing the Chapter’s title and the character's name.

Telling a story in first person while some characters sometimes fall into one same scene, produces some retelling here and there. However, not all scenes need to be retold, it’s only for the important ones where the particular scene takes different impacts on each character. By doing this, we can explore into deeper feelings and thoughts by the characters in every meaningful scene. For me personally, as a starting writer, I find this situation very interesting and challenging at the same time. And the fact that the big publisher got it and then put it into a mass production, gave me an utmost relief and a wishful thinking, that people might enjoy this idea as well.

THE STORYLINE

Ibu Sri has three daughters, Emma is 35 years old, Meri is 30, and Lisa is 29. They live in Jakarta, the metropolitan capital city of Indonesia. The three daughters are all not yet to be married anytime soon, and that makes Ibu Sri a little bit worry.

# IBU SRI

Ibu Sri is a real fan of Jane Austen! She has all the six novels and read it over and over again since high school. Her high school period was in London, and before it’s over she has to move back to Jakarta where she lives ever since. Her husband is a doctor in a particular hospital. This father character doesn’t appear at all in this novel. He still lives with Ibu Sri and their three daughters, but his presence is never told. Both the Prolog and Epilog contains a letter written by Ibu Sri to her husband when she – at last – has a chance of visiting London again with their daughters after they’re all married. In those letters she tells him how much she loves and misses him.

The Prolog tells a brief summary about Jane Austen and her books. In her letter to her husband, she’s reminiscing about how important those books are. She even names her daughters after the characters in Jane Austen books. Emma from Emma Woodhouse in Emma, Meri from Marianne Dashwood in Sense and Sensibility, and Lisa from Elizabeth Bennet in Pride and Prejudice. Although they’re named after certain characters, their stories are not necessarily similar to the related characters.

Ibu Sri uses Jane Austen books to give advises to her daughters on how to deal with love, since their high school time until present days. It’s like a holy book of romance for her, and she makes sure that her daughters will inherit all the wisdoms Jane Austen ever told in her books.

“My dear Husband, I don’t know whether you felt it or not, but the periods of searching for love and finding a husband were a very fragile phase for our daughters. And I had promised myself never to miss those moments. At that point, I felt like being obligated to understand and to give guidance to our daughters as they’re growing up. Turned out I needed guidance myself. Something to look up to, something modern. Religion was the most important value, and it’s mandatory for us to put it into their education. Tradition, norm and moral in living within the family and as part of society in Indonesia were also implemented in our daily lives. But I needed something more. There were some values – applicable in nature and related to romance – in a girl’s life as she’s becoming a grown up, that needed a comprehensive guidance to conduct. Fortunately, I found it not very far from my own all-time amusement. The Jane Austen novels.”

And since the Prolog has revealed the ending of the story, that all the daughters are finally married, the heartbeat of this novel depends mainly in the journeys. And the journeys in this novel are defined as wrong turns, regrets, lessons learned, and letting go. As the writer I just hope that these kind of journeys will keep the readers turning pages until the very end of the book. And in the last chapter –told by Ibu Sri – there’s a soft surprise on how the ending can be made possible.

# EMMA

Emma is the first daughter, she’s 35 years old with a boutique business she owns. She’s the wisest of the three. Patient, controlled, never to enter any conflict, and always put on a happy face. Inside, she’s just another girl with opinions, criticisms, and heartbreaks. In the age 25 she’s nearly married with a boy named Adit, who’s just as simple as she was in regarding love. The wedding was off due to Adit’s obligation to his family’s economic problem. He was to marry his far cousin to help his parents taking care of his little brothers and sisters. As brokenhearted as she was, Emma had no problem with letting go. Her enormous patience let her think that Adit has done the right thing, and she sincerely wished him and his wife a good marriage. However, Emma has never had a serious boyfriend ever since. She has no problem in starting a new relationship with boys, but unfortunately boys never took a second date with her. Emma never complained about love or marriage, and enjoyed herself being alone. But Ibu Sri was – of course – concerned, and doing anything she could to match her with any doctor in her husband’s hospital.

Now Ibu Sri has another doctor for Emma, named Doctor Dian. He’s a good man with a warm sense of humor, only a year older than Emma. They attracted right away to each other and go on weekly regular meetings. Not dates. Emma is an Indonesian girl who’s not allowed to speak her attraction to a man out loud. She can only follow Doctor Dian’s endless meetings without any assurance in getting any progressive affection from him. Emma guards her heart for not falling deeper into this attraction, just in case he’d leave her without a cause.

During the period, there’s one occasion where the whole family of Ibu Sri’s made a one week trip to Yogyakarta – an artistic city in the middle of Java island of Indonesia – attending a family wedding. Here Emma was introduced to Krisna – a widower ten years older than Emma with two little kids – on a business purpose of Batik trading. Batik is a fabric with Javanese motif. Krisna is attracted to Emma for her beauty and her kindness to his little daughters. As the business continues from Jakarta to Yogyakarta back and forth, his feelings for her has developed without Emma ever knowing. And to Emma’s surprise, he suddenly asks her to marry him.

Emma of course rejects the proposal by writing a letter to soften the news. Not because Krisna being a bad character – instead she highly respects him for being a good business partner – but because she recently finds a progress in Doctor Dian’s feeling towards her. Unfortunately, not too long after, Doctor Dian makes a clear statement to end their friendship. He’s moving to a very far city and planning to live there for good without asking Emma to follow him as in a marriage. Emma is of course devastated.

The story then moves to another city called Surabaya, when the whole family once again takes a trip attending a funeral of a close relative. Ibu Sri spots the gloomy air in Emma, and then suggesting her to read Jane Austen novel called Sense and Sensibility. Ibu Sri believes that this novel is contemplative in terms of letting go and acceptance, and that Emma can relate herself to one of the character in this novel named Elinor Dashwood. Emma then reads the novel, finds peace in her heart, and ready to open herself again into any relationship offered to her.

# MERI

Meri is the lovable one. She’s now 30 years old, works at a bank, and has a boyfriend named Bimo for the last 3 years. She’s always been popular since high school and boys wanted to be her boyfriend. But the only serious relationship was with a boy named Edo in collage. They’re going steady until after collage and serious about getting married soon. But Edo spoiled everything by getting another girl pregnant. Meri could never forgive him, closed her heart to any man, and never enter any match-making anyone exposed to her. Letting go was not her cup of tea, until one day after a long while she met the warm-hearted, patient and friendly boy named Bimo. They then – unpredictably by Meri – became lovers.

On the third year of going steady, Meri now starts to feel bored. They don’t have any problem with each other, their families are fine, their jobs go very well, but lately they don’t see each other with intensity. Their similar passion in Jazz can’t amuse Meri anymore, and then she meets another Jazz lover named Erik. He can wonderfully put Jazz on the plate together with romance, sincerity, and love. Meri can’t resist the menu and consume the dish without Bimo knowing. They meet in Jakarta and Yogyakarta behind him. But Erik is Lisa’s friend at work, and she firmly suggests Meri to get out from the affair. There’s a conflict here between the two sisters, but it ends up with Meri’s decision to leave Erik. But just when they meet to say goodbye in a concert where Erik is the organizer and Bimo is the photographer, Bimo catches them hugging. And although it’s a simple misunderstanding, Bimo can not accept Meri’s apology. They split up, leaving Meri with enormous regret.

Meri’s sadness was seen very clearly by Ibu Sri. And although she can’t relate to any Jane Austen’s character – since none of them ever conduct an afair – she offers Meri a Jane Austen book called Persuasion. This book is suitable for Meri because of forgiveness and moving-on content within. Meri feels much at ease after reading the book, and then dare herself to write a letter to Bimo: asking for forgiveness, telling him she loves him, and sending him the Persuasion book. Unfortunately Bimo never replies.

On the family trip to Surabaya, Meri feels the need to move on and looking for a new love life. The island of Bali is not very far from Surabaya, so she takes Lisa along to go there on a weekend getaway. In the peaceful state of mind and place, Meri then determines herself to get married soon. Although, she doesn’t know with who.

# LISA

Lisa is the youngest, but not too far apart from Meri. She’s 29 years old. As a free spirited young girl who’s committed to her job as a journalist, Lisa is surprisingly never been kissed. She always rejects any boy who comes along just because they’re not up to her standards. She always protects herself from being hurt by love, and she even doesn’t believe in the happiness of marriage. However, there was once in her life that she ever felt the sparkling feeling of being in love. It was in high school with a boy named Deni, a handsome rich boy who’s also the head of the student organization. Unfortunately, she’s not very popular in school, but her best friend named Amel was. Knowing her best friend was after the same boy, she then backed up from the game and let Amel win. Deni once asked Lisa on a date, but she refused to go. But to Lisa’s big relieve, Deni had to move to America not long after Amel and him got together. Although he’s not around anymore, she has unconsciously set him as her standard in appraising men ever since.

And now, in one fine day, Lisa meets Deni again in Jakarta. And the same in-love feeling is coming back. Although she refuses to call herself being in love, Ibu Sri knows that it indeed is. In Yogyakarta, Deni shows up and takes Lisa on his business trip around the city. Lisa finds comfort of being with him the whole day long, but can’t do more then just waiting for his call in the days after. She hates to wait and do nothing, but she can’t do otherwise, until Ibu Sri has a great idea on how to get them to meet again smoothly. Lisa finally meets Deni, along with her sisters and Ibu Sri who at the time takes along her Jane Austen novel Pride and Prejudice. The conversation then leads to the fact that Deni has read the book as his home assignment in highschool, and the pretending caused by Ibu Sri that Lisa also has read the book so that they both have something in common. After the meeting ends, Lisa has no other choice than really read the book herself.

On the other hand, Amel is currently processing a divorce. She has two baby children, but her husband’s been caught cheating. To Lisa’s surprise, Amel calls her that Deni just called asking her to meet. Amel never knew about Lisa’s historical feeling to Deni, so she’s asking Lisa for her opinion. And despite Lisa’s advice not to meet Deni, Amel really wants to go and hopes that the meeting leads to a new relationship between them. Lisa was left alone, jealous and unhappy. She can’t confirm about what happens next to both of them without causing herself a heart break. And there’s no more news anyway from both since Amel’s last call. Brokenhearted as Lisa must be, she then decided to still read the book Pride and Prejudice, hoping the reading will distract her sadness.

Lisa and Amel have another best friend, a boy named Geri. He’s been the clever one since high school, and currently just got back from London after finishing his scholarship. He’s single, available, and wanting to be married anytime soon with whoever available. Lisa is happy to find her best friend is in town, and even happier to know that Geri has also read Pride and Prejudice while in London, being one of the most famous classic books ever in England. Lisa finally enjoys the book.

When Lisa is in Bali with Meri, in Jakarta Geri goes out clubbing with Amel and Deni. Lisa accidentally knows about it over the phone although Geri tries to hide it, since Lisa has told him about her feelings to Deni. Lisa is upset thinking that Amel and Deni must be officially going steady. She then puts the phone off the next day, hoping she can find peace in her heart and mind while surrounded by the magnificently beautiful scenery of Bali. Accompanied by the book Pride and Prejudice, she finds herself calming down and realizes that love should be acknowledged and happiness in a marriage is only a matter of chance.

And just when she’s able to appreciate love, Deni comes to Bali to meet her especially. He wants to say goodbye, for he’s leaving the country and will live in America again, for good this time. And then he adds one thing that he’s kept secret all along since high school and always wanted to be free of. That he’s in love with her, and he needs to know that his feeling is mutual. With a little bit of conflict between them related to Amel, Lisa finally reveals her true feelings. She realizes that she needs this closure just as much as he does in order to live her future life without ever questioning what if. It’s indeed a bitter sweet of love for Lisa. And she’s now officially been kissed.

THE ENDING. THE THREE WEDDINGS.

In the last chapter before Epilog, the wedding is described by Ibu Sri. Having all her three daughters being married in the same time and place, produces an utmost happiness into her feelings. Set in the majestic view in Prambanan temple in Yogyakarta, the wedding needs to be appropriately explained. While the name of the grooms can easily be predicted as the story goes, the reason behind it will reveal a soft yet meaningful surprise. It completes all the learning process in every character in this story.
Profile Image for Titish A.K..
Author 1 book132 followers
October 15, 2014
Daripada tidak memaksimalkan penggunaan Goodreads dengan hanya memberi rating--tanpa review sama sekali--saya memutuskan untuk mulai mengisi kolom review dengan catatan typo yang saya temui. Semoga bermanfaat bagi penerbit dalam memperbaiki cetakan kedua, dst... ;)

(cetakan I, Januari 2012)

*Cetak miring*
(176) stay calm --> stay calm
(196, dll) jazz concert --> jazz concert
(216) But you don't love Erik, Mbak Meri --> But you don't love Erik, Mbak Meri
(227) You've --> You've
(243) Narasi paragraf pembuka --> harusnya tidak dicetak miring
(250) ngono to! --> ngono to!
(257) That's it? --> That's it?
(262) Petikan ketiga --> harusnya dicetak miring
(263) Ya wis lah --> Ya wis lah
(289) Percakapan2 awal --> harusnya dicetak miring
(311) is here --> is here
(319) and so do you --> and so do you
(331, dll.) Kudeta --> terkadang dicetak miring, terkadang tidak
(420) let's do it --> let's do it
(420) Dua petikan percakapan --> harusnya dicetak miring
(436) Perkataan Ibu Sri (petikan kedua) --> harusnya dicetak miring

*Huruf kapital*
(206) saya Cuma --> saya cuma
(226) Only if you want to, sayangku --> Only if you want to, Sayangku
(374) Mungkin karena beliau Dokter --> Mungkin karena beliau dokter
(389) lulusan sastra Inggris --> lulusan Sastra Inggris

*Inkonsistensi*
Gery & Geri
(147) mie jawa & mi jawa --> mi jawa
(303 & 322) langit ketujuh & langit ke tujuh

*Lebih/kurang/salah huruf*
(35) kenyataannnya --> kenyataannya
(39) ckup --> cukup
(45) memperjuangakan --> memperjuangkan
(76) kepimpinan --> kepemimpinan
(94) presss conference --> press conference
(125) menetukan --> menentukan
(127) Jamie Collum --> Jamie Cullum
(129) definetely --> definitely
(143) pejalanan --> perjalanan
(147) terimidasi --> terintimidasi
(151) pengatenan --> pengantenan
(173) Krina --> Krisna
(173) mggak --> nggak
(176) drektur --> direktur
(209) cari ku --> cari aku
(249) interfensi --> intervensi
(251) untungya --> untungnya
(261) k ambil --> kuambil
(313) pelaksanannya --> pelaksanaannya
(337) sesesering --> sesering
(341) dis ini --> di sini
(374) I'm ini this business --> I'm in this business
(409) kwain --> kawin
(420) melihatya --> melihatnya
(435) mengelilingnya --> mengelilinginya
(441) Di Emma --> Dik Emma
(442) saya kira Lis... --> saya kira Lisa...

*Logika kalimat*
(92) bersahabat karibnya --> bersahabat karib dengannya
(89) Koleksinya filmnya --> Koleksi filmnya
(378) Kuhentikan langkah dan menundukkan --> Kuhentikan langkah dan menunduk/Kuhentikan langkah dan kutundukkan kepala
(387) dia maaf aku --> dia maafin aku
(420) Seperti Mas Deni yang melakukan membebaskan perasaannya --> Seperti Mas Deni yang membebaskan perasaannya/Seperti Mas Deni yang melakukan pembebasan perasaannya
(425) Semakin aku nggak mikirin tentang aku --> Semakin aku nggak mikirin tentang kamu
(Tentang Pengarang) Novel Ibunda dan Jane Austen --> Novel Three Weddings and Jane Austen

*Pemenggalan*
(262) be-rangkat --> ber-angkat

*Redudansi*
(96) laki-laki-laki-laki --> banyak laki-laki(?)
(414) semakin banyak banyak penghalangnya --> semakin banyak penghalangnya

*Spasi*
(66) diri!Jangan --> diri! Jangan
(113) oleng,lalu --> oleng, lalu
(163) replied Elinor,"that --> replied Elinor, "that
(260) di tinggal --> ditinggal
(377) Akuluar --> Aku luar
(420) ber kontak --> berkontak

*Tanda baca*
(388) Apa bener begitu Mbak ceritanya? --> Apa bener begitu, Mbak, ceritanya?

*Tidak baku*
(29) mempengaruhi --> memengaruhi
(69) nasehat --> nasihat
(71) berterbangan --> beterbangan
(75) prosentasenya --> persentasenya
(75) rejeki --> rezeki
(92) kuatir --> khawatir
(149) dipungkiri --> dimungkiri
(169) pondasi --> fondasi
(185) coklat --> cokelat
(225) naas --> nahas
(250) ijin --> izin
(362) terpercaya --> tepercaya
(338) mengkonfirmasi --> mengonfirmasi
(387) belum omong sama Mama --> belum ngomong sama Mama
(397) emang --> memang (konteksnya surat Mas Krisna yang resmi)
(411) kuungkiri --> kumungkiri
(439) ungkiri --> mungkiri
(448) tau --> tahu

*SELOOOOO +_+
Profile Image for Yunita1987.
257 reviews5 followers
February 12, 2012
Sebenarnya aku kurang begitu suka dengan buku yang ceritanya bertemakan pernikahan.
Alasannya simple karena yang baca belum menikah....(Benar-benar gak nyambung...:D)

Ok deh, lanjut ya...
Buku ini ada 4 tokoh utama, yaitu mama (Ibu Sri) dan ketiga anaknya, Emma, Meri dan Lisa
dimana ketiga anaknya Ibu Sri memiliki masalah yang sama yaitu belum menikah diumur mereka yang
sudah 'agak' lama belum menikah. Emma 35 tahun, Meri 30 tahun dan Lisa 29 tahun.
(berharap aku bukan bagian dari mereka nantinya...:D ).
Sehingga dikarenakan anak-anaknya belum ada yang menikah, seorang ibu sudah mulai khawatir.

Setelah baca buku ini, aku baru nyadar mungkin semua ibu didunia ini pasti memiliki masalah yang sama jika memiliki anak putri. (Waduh jadi curhat...)

Emma yang memiliki kisah cinta yang berujung dengan kesedihan, membuat dirinya menutup diri untuk mencoba memulai hubungan baru dengan seorang pria. Apalagi mamanya yang selalu mengenalkan Emma dengan banyak pria. (Dan semua pria yang dikenalkan kepada Emma adalah dokter berhubung ayah mereka adalah seorang dokter)
Sampai akhirnya Emma merasakan kedekatannya dengan salah satu dokter yang dijodohkan mamanya.
Tetapi apakah mereka benar-benar pacaran? atau hanya sahabat doang?
Dan dibeberapa bab selanjutnya, Emma bertemu dengan seorang lelaki bernama Krisna dan menjadi salah satu teman kerjanya.
Dikarenakan Krisna adalah seorang pengusaha batik di Jogja, sedangkan Emma sendiri adalah pengusaha batik di Jakarta.

Meri yang mempunyai pacar bernama Bimo dan mereka sudah pacaran cukup lama. Tetapi ada kehadiran lelaki lain bernama Erik. Erik memiliki banyak kesamaan dengan Meri. Sehingga akhirnya Meri harus memilih antara Bimo dan Erik.

Lisa yang merupakan gadis paling bungsu. Ternyata pernah menyukai seorang lelaki disaat masih dibangku sekolah, bernama Deni.
Tetapi karena sahabat Lisa yang juga suka dengan Deni. Maka Lisa lebih memilih menghilangkan perasaannya kepada Deni daripada menghancurkan persahabatannya. Tetapi memang jodoh, setelah Lisa bekerja, dia bertemu dengan Deni. Sehingga Lisa dan Deni sering bertemu.
Tapi disaat kedekatan ini, Lisa malah merasa takut. Dia takut merasakan perasaan sayang itu kepada Deni.

Jadi bagaimana akhir cerita ini?
Mungkin semua sudah pada tau, kalau akhirnya mereka akan menikah. Tetapi siapakah 3 lelaki yang beruntung itu?

Nah sekarang, hubunganya dengan Jane Austen sendiri apa ya?
Apakah dia menjadi salah satu tokoh dibuku ini?
Tentu tidak...:D
Ibu Sri yang merupakan mama dari ketiga gadis ini ternyata ngefans berat dengan buku-bukunya Jane Austen, sehingga disetiap cerita dari ketiga anaknya, pasti akan
dihubungkan dengan tokoh utama dari buku-buku Jane Austen. Bahkan nama dari anak-anaknya diambil dari buku Jane Austen.
(Gara-gara buku ini juga, jadi penasaran seromantis apakah buku-buku Jane Austen ini ya? berhubung aku sendiri belum pernah 'menyentuh' buku-buku Jane Austen...:D )

Kesimpulannya,,,
Ceritanya bagus...aku suka...
Jadi gak salah duks, aku berikan banyak bintang untuk buku ini.
Profile Image for Afifah.
151 reviews9 followers
February 4, 2014
Buku ini sebenarnya bagus, sangat bagus malah, karena penulisnya (yang seorang laki-laki) berhasil meramu sebuah cerita tentang perjalanan cinta ketiga tokoh wanitanya dalam menemukan cinta dan meraih tujuan hidup ibunda mereka, yaitu menikah serta menyelipkan berbagai kisah dari karya penulis tenar Jane Austen dalam menyikapi setiap masalah yang ada. He must be a big fan of her karena diceritakan bahwa setiap kali anak-anak gadisnya mengalami masalah percintaan dan menceritakannya kepada ibu mereka, sang ibunda pasti akan langsung memberikan nasehatnya berdasarkan salah satu tokoh dalam karya Jane Austen yang mengalami permasalahan yang kurang lebih sama. Padahal ada tiga anak gadis, dan permasalahan mereka tentu tidak sedikit.
Hanya saja, novel ini terlalu 'berat' buat saya. Alur yang lambat, dialog yang sedikit, penggambaran yang panjang lebar, serta terlalu banyaknya karakter yang muncul membuat saya-jujur saja-benar-benar berjuang keras untuk dapat menyelesaikan sebuah novel. Malahan, ini novel yang paling membutuhkan waktu lama yang pernah saya baca.
Profile Image for Nanik Nur'aini.
515 reviews10 followers
July 29, 2017
Judge a book by its title. Mungkin itu yang gue lakuin pas ngeliat buku ini masuk ke deals 95% nya Scoop. (Walaupun agak males baca pake Scoop karena belom terintegrasi ke GR, jadi nggak bisa automatically update status ato kasih notes atau highlight kayak di Kindle, I'm addicted to Kindle!) Udah nggak pake mikir udah langsung click click aja. Kata kuncinya: Jane Austen. I maybe not a big fan of Austen, but I really love Pride and Prejudice. And like the other girls in the world (jiaah), gue ngefans berat sama karakter Mr. Darcy. Dan Elizabeth juga merupakan tokoh karakter wanitanya Austen yang paling gue suka. (I haven't read Sense and Sensibility yet)

Jadi, dari awal cerita emang gue udah ngebayangin si mamah ini mirip kayak Mrs. Bennet yang cerewetnya minta ampun dan berambisi banget nikahin anak-anak ceweknya. Si mamah ini memang akhirnya ya beda-beda tipis lah, tapi nggak senyebelin Mrs. Bennet emang. Bahkan udah bikin gue terharu di akhir-akhir cerita.

Bagi yang belum baca novel-novelnya Jane Austen, buku ini contain too much spoiler. Gue beberapa kali nyekip, selain karena spoiler, bosen aja ceritanya diulang (gaya, udah baca). Dan a bit boring juga sih. Dan yang paling parah menurut gue adalah kebanyakan typo, ini yang bikin gue ngurangin rating. Favorit gue tentu cerita cintanya si Lisa. Udah ngeship banget Lisa sama Geri dari awal. Interaksi dan cerita mereka lucu aja dibacanya dibandingin sama cerita Emma atau Meri yang cenderung bikin cepet bosen dan gitu-gitu aja.

Honestly, I wouldn't complain again if my mom keep nagging me about getting married soon. Nggak bakal komplain juga kalo emak gue sekeren si mamah dalam nyariin jodoh anak ceweknya. Dan belajar dari Lisa, not everyone would get Mr Darcy in her life.
Profile Image for Aulia  Rofiani.
326 reviews4 followers
November 26, 2019
Rating asli 3.5
Well, sejujurnya cukup melelahkan baca ini, dengan 460 halaman dan pace lambat itu bener2 tantangan banget buat bacanya 😂
Metropop ter-nyastra yg pernah aku baca
Alur waktunya masih terasa belum halus, kalo ga terlalu merhatiin yaaa emang ga masalah sih
Formatting italic dan non italic nya itu ngebingungin
Kupikir klo dialog pasti pake italic, nyatanya ada narasi yg pake italic ada juga dialog yg ga italic, meh
Kesrimpet juga tuh di halaman 169 apa ya, harusnya kan Mas Dian, napa jadi Mas Deni 😂
Menulis pake 4 sudut pandang emang kayaknya ada kesulitan tersendiri sih, sbg pembaca emang ga bakalan kesasar karena dikasih petunjuk dgn jelas di awal bab dan di tiap halamannya
Tapi aku sempet kesasar juga sih pas dialog, ini tuh lg siapa sama siapa ya ngomongnya? Karena di dialog itu pure dialog doang gaada penjelasan gesture saat mereka ngomong kaya di novel2 pada umumnya, lumayan mempersingkat novelnya tapi cukup bikin kita mikir sendiri suasana dlm dialog itu
Malah, kesannya kita tuh lg baca diary mereka berempat, bukannya lg ngerasa berada sama mereka saat kejadian itu, menurutku ini agak beda sih dr novel2 lain yg pernah kubaca
Trus mengenai Jane Austen nya
Kayaknya ini spoiler abis2an sih, tapi buat yg emang blm baca karyanya Jane Austen bisa jadi penggugah tapi ya itu udah kena spoiler duluan sama novel ini
Oiya, menurutku dr ketiga anak2nya Bu Sri, yg ceritanya too good to be true itu si Meri sih wkwk
Dan....novel ini membuat konsep pernikahan jadi ga ditakuti lg setidaknya buat gue selama kita ga terlalu berharap banyak sama seseorang, tapi tetep....kita harus selalu hati-hati bukan dlm membuat keputusan terbesar seperti menikah?
Profile Image for Hayati.
245 reviews
August 14, 2012
Nggak ada kebaikan yang muncul dari prasangka buruk terhadap seseorang atau sesuatu yang belum terjadi. Yang ada hanya akan membuatmu diam di tempat dan kehilangan kesempatan yang mungkin baik hasilnya.

Tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu daripada melihat anak gadisnya menikah dengan pria baik yang dicintainya. Itulah kebahagian yang di nantikan oleh Ibu Sri serta keinginannya agar ketiga anaknya, Emma 35 tahun, Meri 30 tahun, dan Lisa 29 tahun, bisa menikah dengan pria baik-baik. Ketiga anak gadisnya telah memiliki usia matang untuk menikah, tapi mereka belum juga menikah. Sehingga membuat Ibu Sri khawatir dan mulai menjodohkan anaknya.
Emma adalah anak tertua Ibu Sri, dengan usia yang sangat matang yaitu 35 tahun dia belum juga menikah, bahkan memiliki pacar pun dia tidak. Emma sebenarnya tidak menutup diri hanya saja dia selalu menjaga hatinya agar tidak tersakiti. Dia pernah berpacaran cukup lama dengan pacarnya, bahkan Adit telah melamarnya. Tapi sayang, takdir tidak mengijinkan mereka untuk menikah. Adit harus menikah dengan sepupu jauhnya, itu adalah keputusan mutlak dari keluarganya.
Dengan hati yang hancur berantakan, Emma tetap menjalani hidupnya dan mulai memperbaiki hidupnya yang sempat berhenti karena patah hatinya. Emma berusaha untuk ikhlas dan akhirnya dia pun berhasil mengikhlaskan Adit.
Setelah di tinggal kawin oleh Adit, Emma tidak terlihat dekat dengan cowok sehingga Ibu Sri berinisiatif untuk menjodohkan Emma, mulai dengan anak teman-teman arisannya sampai dokter-dokter lajang yang bekerja di kantor Ayahnya. Emma sejujurnya tidak menyukai ide perjodohan Ibunya, tapi dia tetap menjalani perjodohan yang telah dilakukan oleh Ibunya karena dia menghormati usaha Ibunya. Toh semuanya juga untuk kebaikan dirinya.
Meri, anak kedua Ibu Sri dengan usia 30 tahun. Dia telah memiliki pacar, yaitu Mas Bimo yang 2 tahun di atasnya. Hubungan mereka telah berjalan selama lebih dari 3 tahun. Awalnya Meri merasa bahagia dengan segala romantisme yang diberikan oleh Mas Bimo. Tapi lama-kelamaan hubungan mereka terasa hambar, karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.
Sampai suatu hari Meri bertemu dengan Erik, teman kantor Lisa, adiknya. Tanpa di sangka selera musik mereka sama yaitu Jazz dan genre musik mereka pun sama musical. Awalnya mereka dekat karena saling pinjam meminjam CD Jazz tapi lama-kelamaan Meri merasa nyaman berada di dekat Erik, karena Erik memberikan Romantisme yang selama ini tidak pernah di rasakan olehnya.
Disadari atau tidak, perbuatan Meri tentu saja salah. Karena tidak ada pembenaran untuk hal yang namanya ‘selingkuh’ apa pun alasannya.
Lisa, anak bungsu Bu Sri dengan umur 29 tahun. Lisa dengan kepribadian yang tomboy belum pernah pacaran sama sekali. Jatuh cinta pun dia hanya sekali sewaktu SMA. Itu pun cintanya tak bisa di miliki, karena Mas Deni, abang kelasnya ternyata berpacaran dengan Amel sahabatnya. Tentu saja kenyataan yang di ketahuinya itu membuat Lisa patah hati dan sedikit sinis terhadap hal yang bernama ‘cinta’.
Dengan masalah masing-masing anaknya, Bu Sri berusaha menemukan jodoh untuk anak-anaknya. Setiap masalah yang di alami oleh anak-anaknya Bu Sri selalu mengambil kisah-kisah dari novel-novel Jane Austen, pengarang favoritnya sebagai referensinya untuk memberikan masukan serta nasihat untuk anak-anaknya.
Tentu saja, langkah untuk bisa ke jenjang pernikahan tidaklah mudah. Karena pernikahan bukanlah sebuah permainan dan hal yang sepele. Dengan perjalanan yang berliku serta masalah yang menghadang mampukah Bu Sri menemukan jodoh untuk ketiga anaknya yang usianya sudah cukup matang untuk menikah? Apakah cerita-cerita dari novel Jane Austen mampu membantu Bu Sri menemukan jodoh untuk anak-anaknya? Silahkan di baca selengkapnya.
Di awal cerita aku cukup bingung dengan bagian yang menceritakan tentang kisah-kisah di novel Jane Austen, karena aku tidak tahu siapa itu Jane Austen -,-v. Tapi aku tetap mencoba untuk membaca dan hasilnyaaa aku bisa selesai sampai halaman terakhir walau sampai sekarang masih rada-rada bingung dengan bagian Jane Austennya.
Secara keseluruhan ceritanya bagus, menginspirasi dan mengajarkan banyak hal di antaranya adalah “ semakin cepat kita mengikhlaskan kehilangan, semakin baik buat hidup kita.” Dan aku sangat-sangat kagum dengan tokoh Emma disini yang bisa dengan tegar mengikhlaskan pacarnya untuk menikah dengan orang lain padahal seminggu sebelumnya dia telah dilamar. Dari ketiga anak Bu Sri memang sosok Emma lah yang sangat ku kagumi. Sifat ikhlasnya yang sangat-sangat luar biasa, mungkin karena dia yang paling tua di sana sehingga sifatnya cukup dewasa.
Sejujurnya aku cukup suka dengan novelnya karena gaya penulisan Mas Prima begitu enak untuk di baca nggak kaku dan mengalir, tapi sayangnya novel ini terlalu tebal dan membuat aku agak bosan untuk membacanya. Tapi ceritanya cukup bagus dan bagian Jane Austennya juga cukup dominan dan cukup jelas karena telah di sisipkan beberapa cuplikan dari beberapa kisah dari novel lengkap dengan translate Indonesianya.
Untuk covernya satu kata ‘unik’ really like this cover!!! Aku pikir ini novel terjemahan karena covernya seperti itu dan didukung dengan judulnya. Tapi emang benar jangan menilai buku dari sampulnya saja. Aku nggak menyesal telah menghabiskan 4 hari untuk membaca novel ini karena banyak pelajaran yang bisa kita ambil dan semakin membuka mata hati aku bahwa kasih sayang Ibu sangatlah besar dan memperlihatkan sudut pandang Ibu saat anak-anaknya belum juga menikah. Dan untuk yang terakhir aku mengucapkan selamat menempuh hidup baru untuk Emma, Meri dan Lisa. Berharap rumah tangga kalian selalu sakinah mawaddah warrahmah. Amin.

Kecil atau besar, apa pun jenis bukunya, perpustakaan seharusnya ada di setiap rumah. Setidaknya ada rak buku untuk mengajari kita supaya menghargai buku dengan cara menyusunnya secara rapi.
Profile Image for Kartika Kariono.
17 reviews3 followers
February 24, 2020
Akhirnya selesai juga.

Aku hanya bingung ini Ibu dokter "sakit" atau punya beban apa sih? Sampe sebegitunya menjadikan Jane Austin sebagai pedoman hidup anak-anaknya.

Terlalu naif untuk keluarga pemilik rumah sakit di Jakarta. Pimpin rumah sakit hebat, tapi dalam kehidupan keluarga terpinggirkan.

Gaya hidupnya sangat keminggris dan seolah membuang budaya Jawa, meski berasal dari Jogja dan Surabaya.

Sayang sekali tidak berani mengkonflik kepercayaan Jawa dengan budaya keminggris yg dijabarkan di novel yg jadi pedoman hidup Bu Sri itu.

Lelah membaca tempo yg lambat dengan sudut pandang 4 tokoh, eh habis musnah di bab terakhir yg seolah buat ringkasan dari seluruh bab.

Penggambaran kemewahan dan elegannya pernikahan di Prambanan yg niatnya "sederhana" itu.

Duh... Makin luar biasa dan mengaduk2 nalarku.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Rofi.
238 reviews1 follower
December 31, 2017
Ceritanya bagus banget, dan aku suka banget ada empat sudut pandang cerita. Yang bikin aku kurang menikmati adalah spoiler novel Jane Austen yang belum aku baca (baru baca Pride & Prejudice sama Persuassion) makanya kadang aku lompatin bacanya haha (takut spoiler)
Aku suka endingnya dan bagaimana Ibu Sri tiba-tiba jadi mirip Mrs. Bennet.
Profile Image for Adistii.
2 reviews1 follower
February 16, 2012
tak ada yang lebih membahagiakan seorang ibu daripada melihat anak gadisnya menikah dengan pria yang dicintainya


well, kalimat di atas yang langsung membuat gue tertarik sama buku ini. pengalaman pribadi sih. entah udah berapa kali mama selalu mengucapakan kalimat ini, sama persis dengan yang di atas atau beti-beti (beda beda tipis. *eh! harusnya 'bebeti' ya :p)

penasaran sih sebenernya apa yang ada di benak seorang ibu, salah satunya emak gue, yang getol banget pengen anaknya (baca : gue) nikah cepet-cepet. kalo nyokap selalu memberikan jawabn yg klise (menurut gue ya. maaf loh mahh... huhu) mungkin buku ini bisa memberikan jawaban yang lebih detail. yah, walaupun Ibu Sri (si Ibu) bisa rela anaknya nikah cukup lama (menurut gue, lagi) dan sangat lama (menurut mama gue) ternyata sih ga memberikan jawaban yang gue cari. apa siihhh sebenernya alasan di balik harus menikah buru-buru?

` biar ga dikatain perawan tua? batas umur di sebut perawan tua itu relatif.
` biar cepet ngasih cucu ke orang tua? kalo emnag belum rejekinya, nikah dari tamat SMA juga belum tentu cepet dapet baby.
` just to make sure that the woman still have a strengh to pregnant and give a birth? bisa di terima.
` supaya ga kalah dari temen-temen arisan dan tetangga yang anak gadisnya menikah di usia 20-25 tahun? absolutely unacceptable.
` biar ga ada cerita dilangkahin? jadi kata orang dulu biar ga sial? if you don't believe in karma then don't believe this 'kata orang dulu'

okey, that's intermezzo. curcol tepatnya. hahaha.
dari judul buku ini dan sedikit resensi di cover belakang, gue sudah yakin bahwa akan banyak kisah Jane Austen di sini. sebagai anak Literature, gue ga asing lah sama lovely Janey. most fave, Pride and Prejudice. gue sudah baca novelnya (walau yang simplified) dan nonton filmnya yang pertama atau yang di-remake. dan film Pride and Prejudice inilah yang bikin jatuh cinta setengah mati sama British accent. 'hello...' 'oh, thank you..' :)).

nah mulailah gue membaca buku ini halaman demi halaman, masih di bab 1 gue mulai bosen. too dreamy menurut gue. i mean, emak gue yang Jawa itu cuma darahnya doang tp lahir dan gede di Sumatera aja udah sewot nian nyuruh gue kawin, eh.. nikah di umur gue yang MASIH 23 ini. nah Ibu Sri yang diceritaken sangat Njawi banget ini, ada loh anaknya yang udah 35tahun, si mbak Emma itu. iya emang dia udah kalang kabut karena sampe umur segitu Emma belum nikah juga, tapi kemana aja bu pas Emma masih 27 atau 28 atau yah.. 30tahun. mungkin kesannya gue terlalu sok realistis, tapi ya begitulah. IMHO, kalo misalnya tadi umur Emma 30thn, Meri 28thn dan Lisa 27thn gue pikir bakal lebih membumi deh. hehehe. dan gue merasa bahasa yang dipakai mendayu-dayu (mungkin sangat), kesannya gue kayak baca novel jaman baholak dalam bahasa Indonesia baru dan setting modern. hewhew.

overall, ini novel bagus. gue suka memang ada pelajaran yang bisa di petik dari tiap nasihat Ibu Sri ke anak-anaknya yang mostly ngambil hikmah dari semua tokoh di novel Jane Austen. serasa di nasehatin ibu sendiri. hehe. well ya di belahan bumi manapun memang seorang ibu pastilah pengen liat anaknya nikah, di usia berapa pun :D.
dan gue suka potongan-potongan kalimat dari novel Jane Austen dan lagu-lagu yang menemani kisah hidup Meri. simply lovely :)
Profile Image for Yola NY.
253 reviews
February 13, 2012
Jakarta, jogja, surabaya, bali, dan london..

Novel ini mengambil byk tempat, serasa kita diajak keliling buat jalan jalan. Berasa hadir kembali dalam suasana "keliling dunia"nya novel eclair..

Cerita ttg seorang ibu penggemar novel-novel sastra klasik jane austen, dan 3 org putrinya yg masih lajang. Dan saking cintanya, nama putri-putrinya diambil dari nama tokoh novel jane austen.
Banyak sisipan ttg cerita novel jane austen dsni, yang memang sangat mengganggu bagiku yang bukan penggemar jane austen (cuma tahu pride and prejudice aja hehe) toh kebanyakan gak kubaca kutipan novelnya krna udah keburu penasaran ttg cerita cinta emma, meri, dan lisa.

-- emma..... Umur 35tahun, punya butik dan pnya masa lalu ditinggal nikah sama pacar lamanya. Sungguh, krna kebiasaan baca novel modern (dan menurutku novel ini masih kental banget adat jawanya yg menjunjung tinggi kekeluargaan dan rasa sungkan) alasan suku itu memang..,hmm.. Kurang ngaruh buatku. Soalnya mgkin krna aku jarang banget baca novel yg slh 1 unsur adatnya kuat kayak gini, dan terbiasa membaca novel "bebas". Kisah cintanya terlalu banyak pertimbangan dan akhirnya ia memilih keputusan yg membuatnya kehilangan lagi. Akhir kisah cintanya sendiri menurut aku kurang wow ya, kenapa coba d dunia secanggih skrg, melamarnya harus lewat surat. Sungguh, aku nggak mendukung tipe lelaki yg melamarnya nggak langsung di depanku.

--meri.. Umur 29tahun. Kebalikan dari kakaknya,dia tipe pengelana cinta. Tapi sejak masa lalu dikhianatin pacar, jd berubah kaku dlm menanggapi para pria yang pengen dekat dengannya. Kemudian dia ketemu cowok ini, tetapi ironinya, setelah nyaman dengan seseorang, ia justru menghancurkan hubungan itu persis sama dengan cara dia dikhianati. Meri memang tipe cewek ibukota. Dan untuk endingnya, adalah yang paling aku suka kejelasannya dibanding yang lain. Walaupun aku slalu bertanya, sebenarnya kerja meri apa ya? Kok aku blum nangkep?

--lisa... Umur 25tahun, tomboy, wartawan majalah, nggak pernah pacaran, dan hanya punya satu cinta sejak SMA, yang sayangnya keburu direbut sahabatnya sendiri. Dia ini tipe yg palinh nggak aku suka dari cewek. Terlalu terpaku pada pria di masa lalu,sampai mengabaikan pria di dekatnya. Untuk akhir kisah cintanya, sangat tidak jelas progressnya. Sebelumnya aku masih ingat dia blg tidak ada "rasa", tetapi kok pas diajaknikah, mau aja gitu..

Scra keseluruhan, selain meri, menurutku endingnya terlalu terburu-buru. Apa karna ingin berbarengan dengan meri sehingga mereka harus kejar setoran begitu? Hmm..
Dalam novel ini,aku cukup puas krna segala macam percintaan disuguhkan. Walaupun banyak tokoh lelaki di dlm novel ini, sampai aku lupa siapa dengan siapa (bahkan ada nama mereka yang ketukar, wah jelas sgt berpengaruh pd kualitas editan ini).

Sebelum epilog, aku dikejutkan oleh sesuatu hal. Ternyata ibu sangat berperan besar dalam kisah cinta mereka.
Ah so sweet...
Entah kapan aku bisa mewujudkan kebahagiaan seperti itu untuk mamaku :')

1bintang untuk cerita cintanya..
1bintang untuk ajakan keliling kotanya..
1bintang untuk si ibu :-)
(tapi, aku penasaran banget sama tokoh ayah, apa segitu sibuknya yah jd dokter, sampai nggak muncul-muncul d cerita?)
satu sisi plusnya lg, gak nyangka selesai baca nih novel pas hri valentine (walaupun aku trmsuk org org yg gak ikutan rayain valentine).hihi,jodoh bget yah ama epilog nya :-D
Profile Image for Anisah Zuhriyati.
Author 1 book5 followers
July 31, 2012
Cool!

Prima Santika tidak sekedar menjadikan Jane Austen sebagai inspirasi ceritanya. Buku ini benar-benar rasa Jane Austen! Membaca buku ini membuat saya-selain menikmati ceritanya sendiri-juga mengenal lebih dekat Jane Austen, betapa ia menginspirasi kehidupan orang-orang seperti Bu Sri di dalam buku ini (saya yakin berjuta orang seperti Bu Sri ini, mungkinkan Prima Santika salah satu di dalamnya? :D)

jujur saja baru membaca karya Jane Austen yang Pride and Prejudice. Saya stuck di situ. Alasannya kenapa? karena saya jatuh cinta sama karakter cerdas Lizzie Bennet dan si tampan Mr.Darcy. Baca buku ini buat saya pengen baca karya Jane Austen yang lain. Mansfield Park sudah teronggok di meja kamar saya sejak berbulan bulan lalu, satu alasan kenapa saya enggan membacanya : karakter Fanny Price rasanya tidak se-menyenangkan Lizzie Bennet. Saya baru baca di awal-awal kok kesannya si Fanny ini pemalu, tidak se-ceria Lizzie, dan hidupnya seperti cinderella. dikelilingi orang-orang yang membuangnya. Tapi Gara-gara baca buku ini, saya jadi kepengen untuk mengetahui lebih jauh kisah Fanny. Sepertinya tidak se-menye yang saya kira.

Awalnya saya kira kisah tokoh tokoh di sini terinspirasi dalam artian mempunyai kisah yang sama dengan kisah-kisah Jane Austen. Seperti yang ada dalam kebanyakan cerita yang mengaku terinspirasi dari kisah Jane Austen. Atau berbagai novel dengan embel-embel 'Almost'. Saya kira Emma akan mempunyai karakter yang sama dengan Emma, Meri akan mempunyai cerita yang sama dengan Mariane Dashwood, dan Lisa akan berakhir sama seperti Lizzie Bannet.

Ternyata saya salah besar. Prima Santika benar-benar terinspirasi, bukan sekedar kehabisan ide, kemudian membuat cerita dengan alur yang sama dengan kepunyaan Jane. dari segi kisah, Prima punya cerita sendiri, meskipun benar ia terinspirasi dari Jane Austen. Bukan sekedar terinspirasi, saya rasa emang freak! (sok tau sekali):D

Profile Image for Juinita Senduk.
119 reviews3 followers
July 22, 2012
Komentar saya ketika membaca halaman awal buku ini, 'ini benar-benar cerita yang njawani', entah apa yang membuat saya berkomentar seperti itu, mungkin karena saya mengenal pengarangnya, atau mungkin karena gaya bertuturnya, atau mungkin karena penggambaran karakter dari Bu Sri dan ketiga anaknya.

Namun yang pasti, komentar 'njawani' ini tidak berubah hingga saya membaca halaman terakhir dari Three Weddings and Jane Austen, akhir kisah yang tidak bisa ditebak dan tak terduga, benar-benar membuat saya terpana dan tersenyum simpul.

Komentar 'njawani' berubah menjadi 'Ah ini cerita roman Jane Austen ala Jawa' - bukan karena ceritanya yang bertele-tele ataupun karena menggunakan bahasa Jawa, tetapi karena cuplikan cerita karangan Jane Austen yang dikaitkan dengan permasalahan ketiga anak Bu Sri yang besar dalam budaya Jawa, nyaris tidak ada bedanya.

Saya merasakan ketulusan seorang Ibu dan cinta yang begitu mendalam terhadap ketiga putrinya saat membaca buku ini serta sebaliknya.

Ibu Sri adalah Ibu yang menjadi tempat bersandar ketiga putrinya saat mengalami masalah dalam kehidupan percintaan mereka.

Kehidupan percintaan yang memang nyata dan mungkin juga dialami oleh sebagian dari antara kita.

Profile Image for Uthie.
326 reviews76 followers
April 18, 2016
Saya tertarik membaca buku ini karena sampul dan sinopsisnya.

Secara singkat buku ini bercerita tentang Ibu Sri yang mengkhawatirkan ketiga anaknya Emma, Meri, dan Lisa yang belum menikah juga. Perjalanan cinta anak-anak Ibu Sri nyaris mirip dengan cerita dari buku-buku Jane Austen. Apalagi setiap Ibu Sri dan anak-anaknya selalu menyelipkan potongan cerita-cerita Jane Austen yang berkaitan dengan kisah cinta si anak-anak itu. Ibu Sri bukan hanya menjadikan Jane Austen sebagai penulis favoritnya melainkan sangat terobsesi oleh sang penulis bahkan menjadikan cerita-cerita Jane Austen sebagai panduan hidupnya.

Sejujurnya saya jenuh membaca buku ini. Terlalu banyak penyelipan kisah Jane Austen yang malah membuat saya sebagai pembaca penasaran pada cerita Jane Austen. Lebih penasaran pada cerita Jane Austen dibandingkan cerita buku ini. Hal lain yang membuat capek membaca buku ini adalah penyamarataan fonts yang digunakan untuk masing-masing PoV yang berjumlah 4 orang. Meskipun PoV ada 4 orang tapi saya merasa kalau sifat Emma, Meri, dan Lisa itu mirip satu sama lain. Jadi seperti tidak ada perbedaannya.
Profile Image for Rizky.
1,067 reviews87 followers
September 17, 2012
akhirnya setelah berbulan-bulan novel ini menumpuk di rak buku, saya tertarik juga membacanya. Dan setelah lembar akhir novel ini selesai saya baca, saya hanya bisa bilang, it's beautiful novel. Dan saya suka ^^

Novel ini mengisahkan tentang ibu dan ketiga anak gadisnya yang sudah berusia matang, punya pekerjaan yang mapan, fisik oke, namun masih juga belum menemukan pasangan hidup atau masih betah hidup single.
dimulailah usaha si ibu untuk mencarikan jodoh, mulai dari ajang perjodohan dan menjadi mak comblang bagi anak-anaknya.

Saya bisa menangkap betapa ibu ini sangat mencintai anak-anaknya, kasih sayangnya itu luar biasa. Ibu yang hebat, karena bisa menjadi ibu, sahabat dan tempat curhat yang paling oke banget. Berbekal novel-novel favoritnya Jane Austen, dia berusaha mengaitkan kisah cinta anak-anaknya itu dengan penggalan cerita tokoh novel Jane Austen.
Hingga akhir cerita, saya sungguh terharu walau saya bisa menebak endingnya, tapi itu sama sekali tidak mengurangi kesan saat membacanya. Saya sangat merindukan ibu saya ketika membaca novel ini :*

sebagai novel perdana, novel ini cukup menarik =)
Profile Image for Afifah.
409 reviews17 followers
October 29, 2016
Buku ini mengingatkanku akan novel Emma yg sampai saat ini masih ada di rak currently reading. Pada dasarnya aku mengerti kenapa orang2 bisa suka dengan novel karangan Jane Austen. Dan mereka pun mungkin bisa suka juga dengan buku ini...mungkin. Tapi pastinya bukan aku.

Aku bisa berhasil menyelesaikan buku ini karena skimming bagian narasinya. Kadang bagian percakapannya juga tidak aku perhatikan karena terlalu...melelahkan. Berputar-putar dalam menjelaskan satu hal, meskipun penggunaan katanya cukup indah tapi terlalu melelahkan untukku.

Belum lagi keempat tokoh dalam buku ini: ibu Sri, Emma, Meri, dan Lisa punya 'suara' yang sama sehingga aku tidak bisa membedakan 4 orang tersebut kecuali dari kata sapaan mereka ke diri sendiri atau orang lain.

Dari segi cerita, sebetulnya lumayan seru karena banyak hal 'umum' yang terjadi tapi outcomenya beda dari yang biasanya di buku2 lain. Jadi...2 bintang untuk buku ini.
Profile Image for Putri Dyah.
52 reviews4 followers
December 2, 2013
Kasih bintang tiga soalnya ceritanya tentang pernikahan. Ya cerita tentang cinta-cinta dan berakhir dengan pernikahan still good story for me. Ceritanya yang panjang tentang 3 orang daughter and a mom, sebenarnya bagus topiknya tapi dipertengahan agak membosankan. Ada beberapa typo juga. Ada bagian-bagian yang bikin penasaran dan pingin baca terus buku ini, ada juga yang membosankan. Tapi kalau keep reading this novel, bagian akhirnya paling aku suka karena happy ending. Selalu ada nilai yang bisa diambil dari sebuah cerita. Dan emang benar Ibu merupakan tokoh paling berpengaruh buat seorang anak menentukan jodohnya.
Profile Image for teadeka.
5 reviews2 followers
March 5, 2012
Kesan pertama ketika sy mbaca pd awal bab, sgt mbuat sy penasaran untuk mnyelesaikannya smpai akhr aplg dtambah dgn rasa pnasaran sy thdp authornya yg nota bene bbda gender sm Jane Austen...kok bs2nya mngungkap perasaan para single ladies dgn jelas, akurat dan bgtu mudahnya...honestly, I was a feminis who never think bout marriage before...Luckily, I found Jane Austen's novels to read...and also this current novel makes me never surrender to find my best one soulmate...become married lady is TRULLY IMPORTANT!!!
Profile Image for Nike Andaru.
1,630 reviews111 followers
August 27, 2012
ya, sebegitu lama saya menyeesaikan buku ini, kesalip terus sama buku lain. entahlah, dari awal saya merasa cukup bosan dengan kerapian cerita dalam buku ini, sampe kita jd tau abis ini cerita soal Emma, trus Meri trus Lisa begiu terus. kayak ibu Sri aka si ibu yang punya anak perempuan3 dan ngefans abis Jane Austen ini heboh bener. memasukkan cerita jane austen di tiap bab tiap anaknya curhat. woho....

saya malah bengong ternyata yang nulis buku ini laki-laki lho :-)

silakan baca epilog dari si ibu sri, yaolo ceritanya yaaa....kok ya kayak keliaan lebay.
Profile Image for Ragil.
16 reviews5 followers
August 1, 2012
Novel ini berkisah tentang percintaan 3 bersaudara dan peran aktif si ibu dalam setiap kisah percintaan 3 anak gadisnya tersebut. Ya, impian si ibu adalah menikahkan semua anak gadisnya. Sebuah hal yang lumrah, tapi menjadi unik karena adanya "campur tangan" novel Jane Austeen.
Gaya penceritaan mengalir, tapi terkadang di beberapa bagian, pilihan katanya agak "kaku".
Jadi... bintang 3!

Intinya setelah baca novel ini, aku semakin ingin membaca novel-novel Jane Austeen (dalam bahasa Indonesia) selain Pride and Prejudice dan Mansfield Park. :D
224 reviews
May 31, 2012
Such a heartwarming and fullest story that I've read after Winter Dreams - Maggie Tiojakin, but in more 'romantic' way :D

Masuk jajaran favorit deh.

Sarat isi, alurnya sedang~ detil deskripsinya bukannya indah tapi memesona dengan caranya sendiri. Bisa dibilang gaya bahasanya orisinil... well, ga pernah nemu gaya bahasa yg bisa mengisahkan jalan cerita dengan bahasa sehari2 yg seluwes ini :D

Pengen baca untuk kedua kalinya dulu sebelum bikin review lengkapnya~ :P
Profile Image for Pratiwi Wulan.
13 reviews6 followers
February 4, 2012
Pertama kali lihat judul buku ini,rasanya senang sekali.saya suka jane austen.karena nggak ada indikasi per-vampir-an di dalamnya,langsung deh saya beli :D
membaca buku ini serasa diajak flash back mengingat kembali buku2&film2 brtema jane austen yg pernah saya baca dan tonton.karena banyak quotes indah dari smw buku jane.
dan yg paling mengejutkan adlah trnyata pengarangnya bapak2.hehe.gak nyangka
Profile Image for Ayu Fitri.
Author 8 books12 followers
December 29, 2013
Finally it's 4 stars for this novel from me.

Paling suka sama cerita Emma dan paling benci sama cerita Lisa.
Resensi lengkap di sini http://thecloudsinautumn.tumblr.com/p...

PS: You won't find any spoiler stories about Emma and Lisa in the review. You just have to buy and read the book by yourself ―if you feel curious enough, hehe.
Profile Image for Anita Carolina.
94 reviews6 followers
January 20, 2012
hmm.. sebenernya ceritannya lumayan.. tapi menurutku terlalu banyak pria yang datang dan pergi ke hidup 3 cewe ini... kasian hahahaha
ntah kenapa juga pas adegan lamaran kok ga da yg bener2 ngena ya, ga kebawa emosi senengnya atau gimana2, flat dan bikin bingung ini cerita cinta atau apa sih hahahah
hmm... mungkin memang bukan tipeku aja sih =.=
Profile Image for Haya Najma.
Author 2 books10 followers
February 11, 2012
Alhamdulillah kelar, walaupun jujur, di bagian akhir2 karena terlalu pengen tahu akhirnya jadi ada yang kulompat-lompat terutama pas cerita tentang novel Jane Austen. Bagian Krisna dan Emma yg paling aku suka... :) Jangan2 karena memang cerita seperti itu yang sesuai sama aku yaa? :D Bukan cinta menye2 lagi?
Profile Image for Anastasia.
10 reviews
February 14, 2012
Aku sukaaa critanya.. Tentang 3 kakak beradik yg mencari cinta..
Tapi agak bertele2 n banyak sekali nama yg musti diinget.. Apalagi saat critain ttg buku2 nya jane austen yg blom pernah aku baca hehe..
Jadinya banyak crita yg aku skip atau baca selewat aja.. Tapi dari segi crita menarik.. N happy ending..
Profile Image for Nadira Erawan.
48 reviews20 followers
May 7, 2012
Isinya mirip dengan novel Jane Austen. Menarik, tapi penceritaannya membosankan. Kisahnya juga sangat membumi walau, yaaa.. namanya fiksi.. tetap tidak terlalu manusiawi. Banyak sekali kutipan novel-novel Jane Austen di dalamnya, dan bagusnya, tetap ditulis dengan bahasa aslinya sehingga orang bebas memaknai sesuai dengan kondisinya masing-masing.
Displaying 1 - 30 of 45 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.