Jump to ratings and reviews
Rate this book

Unforgettable

Rate this book
Ini adalah satu kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Cerita seorang perempuan yang bersembunyi di balik halaman buku dan seorang lelaki yang siluetnya membentuk mimpi di liku tidur sang perempuan.

Ditemani krat-krat berisi botol vintage wine yang berdebu, aroma rasa yang menguar dari cairan anggur di dalam gelas, derit kayu di rumah usang, dan lembar kenangan akan masa kecil di dalam ingatan.

Pertemuan pertama telah menyeret keduanya masuk ke pusaran yang tak bisa dikendalikan. Menggugah sesuatu yang telah lama terkubur oleh waktu di dalam diri perempuan itu. Membuat ia kehilangan semua kata yang ia tahu untuk mendefinisikan dan hanya menjelma satu nama: lelaki itu.

Sekali lagi, ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu. Kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu cinta.

184 pages, Mass Market Paperback

First published January 31, 2012

53 people are currently reading
1402 people want to read

About the author

Winna Efendi

18 books1,966 followers
A woman with passion in both reading and writing and has written a few books in both English and Indonesian. Used to work as a freelance reporter for an in-house magazine and a fashion journalist/contributor in http://www.fasity.com, an Indonesian fashion community.

Some fictions have been published online and in a number of magazines. Her published novels are: Kenangan Abu-Abu (February 2008), Ai (February 2009), Refrain (September 2009), Glam Girls Unbelievable (December 2009), Remember When (March 2011), Unforgettable (January 2012), Truth or Dare (Gagas Duet May 2012), Melbourne: Rewind (2013), SCHOOL Tomodachi (2014), Happily Ever After (2014), Girl Meets Boy (2015). Winna's non-fiction book is Draf 1: Taktik Menulis Fiksi Pertamamu (September 2012). She has also participated in an anthology book about traveling - The Journeys (March 2011).

Currently writing numerous short stories collection and novels.

She enjoys curling up with a good book, with the radio turned on and a cup of tea :)

Winna can be reached via email at winna.efendi@gmail.com or her official blog http://winna-efendi.blogspot.com and Twitter/FB: @WinnaEfendi or fanbase @Winnadict

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
358 (24%)
4 stars
421 (29%)
3 stars
468 (32%)
2 stars
160 (11%)
1 star
40 (2%)
Displaying 1 - 30 of 193 reviews
Profile Image for Ayu Yudha.
Author 3 books202 followers
September 24, 2012
Perempuan dan lelaki itu beruntung. Seorang Winna Efendi, dengan tangannya yang selalu saja menghasilkan karya-karya indah, mau menuliskan kisah mereka dalam sebuah novel, yang tentu saja, indah.

Mungkin aku tidak seberuntung mereka, belum ada penulis yang mau menuangkan kisahku dalam novel. Atau bisa jadi karena kisahku memang tidak tragis seperti mereka. Maka aku, hanya mampu mencoba untuk menuliskan sendiri kisahku, tentu saja dengan caraku, pilihan kata-kataku, serta campur aduknya rasa yang aku punya.

Aku mengenalnya seperti perempuan itu mengenal wine pertamanya. Tanpa rasa ketertarikan yang besar, namun terpaku saat mendengar kelembutannya. Nama yang terasa asing, suasana yang menyenangkan, membuat semua rasa yang terhirup terasa begitu campur aduk.


Berwarna kuning pucat, beraroma vanila, jeruk nipis, dan buah peach, begitulah perempuan itu mengenalnya. Satu dua patah kata, tiga empat detik jabat tangan, dan lima enam tatapan mata, begitulah aku mengenalnya.

Perempuan itu begitu menyendiri, tenggelam dalam dunianya sendiri. Mungkin seperti wine favoritnya, tidak terlalu populer dengan rasa yang juga tidak terlalu menyegarkan. Rasa kering yang tidak istimewa yang akan muncul beberapa saat setelah meminumnya justru membuatnya sangat menyukai wine jenis tersebut. Dan lelaki itu, menyukai hal-hal yang tidak istimewa dari perempuan itu.

Rak kayu berisi botol-botol wine milik keluarga perempuan itu dibangun dalam waktu yang tidak sebentar, isi yang hanya sedikit namun bertambah banyak seiring berlalunya waktu, pelajaran tentang cara yang tepat untuk membuatnya tetap awet, hingga mengetahui detail rasa serta aroma setiap jenisnya. Semuanya melalui proses yang tidak pendek. Rak tersebut memuat berbagai kenangan antara perempuan itu, dengan kakak dan ayahnya. Hingga lekat dalam tiap sel otaknya.

Sejak beberapa tahun yang lalu, aku telah memiliki rak. Serbaguna, penuh dengan buku dan bebeberapa kotak kecil berisi benda-benda. Sebagian masih berfungsi, sebagian lainnya kusimpan hanya karena kenangannya. Rak bermodel sederhana seperti inginku dan dipoles dengan warna favorit lelakiku. Empat tingkat yang tinggi, masing-masing dengan jenis buku yang berbeda. Butuh sekian bulan untuk membiasakan diri agar tidak lagi salah menaruh pada tempatnya. Karena kotak-kotak yang selalu saja menipuku dengan bentuknya yang mirip, lelakiku membuat semuanya boleh diletakkan di mana saja. Hingga genap dalam tiap langkahku.

Perempuan dan lelaki itu begitu berbeda. Masa lalu yang mengikat, bilik-bilik kenangan yang mengintip, penyendiri dengan penjelajah, rutinitas dengan kejenuhan, menulis dengan alkohol dan rokok. Pencinta penuh yang berhadapan dengan ketakutan untuk mencinta sangat. Hanya nyaman yang mampu membuat mereka dapat beriringan. Ataukah cinta?

Tanpa banyak persamaan, aku selalu saja tersenyum melihat jejak lelakiku yang semakin lama semakin menarik untuk diceritakan. Kesendirian tetap setia menemaniku saat lelakiku sedang mengejar mentari dalam dunianya. Dan melihat wajah ceria lelakiku sesudahnya, menjanjikan rasa yang begitu aku sukai. Atau aku cintai?

Perempuan dan lelaki itu sama-sama merindu. Begitu mudah tercipta dari percakapan panjang di tiap malamnya, dari denting gelas wine yang menemani, dari petikan senar gitar yang mengalun, bahkan dari hilangnya suara saat tergantikan tatapan mata yang begitu dalam. Kebersamaan yang semakin lama semakin sulit dihitung hanya dengan dua tangan, menit yang terasa lama saat lelaki itu beranjak dari kursi, gerak bibir yang terlihat dari kejauhan, kenyataan yang tetap saja berhasil menusuk, dan hujan yang seperti mengerti basahnya perasaan perempuan itu. Hal-hal yang seharusnya tidak perlu dirasakan.

Tidak seperti perempuan itu, aku hanya ingin bersama-sama merawat rak tinggi milikku dan lelakiku, melihatnya berdebu dalam hitungan hari, membersihkannya bersama lelakiku yang akan bersin saat terkena debu, merapikan semuanya, menata ulang semauku, lalu membongkarnya lagi saat lelakiku tidak menemukan apa yang dia cari, kembali memasukkan tiap hal-hal kecil yang kutemukan, untuk dapat aku lihat lagi saat aku membutuhkannya, dan begitu seterusnya.

Akhirnya perempuan itu meletakkan semuanya pada pagi itu, dalam bisikan pendeknya pada lelaki itu. Ketakutannya yang terangkum dalam keinginannya untuk berhenti. Keberaniannya yang mendadak muncul, bersamaan dengan lepasnya beban yang selama ini mengikat. Lelaki itu pun menyerah dengan ketakutannya.

Perempuan dan lelaki itu membagi cerita bagian akhirnya dengan menggenggam kebersamaan. Kebersamaan yang mengikat.

Kisahku belum tertulis hingga bagian akhir seperti cerita perempuan dan lelaki itu. Mungkin di suatu siang yang sejuk, aku akan mengajak lelakiku untuk melihat isi kotak-kotak kecilku bersama, menertawakan setiap keping yang mengandung cerita sedih, senang, cemas, marah, dan lainnya. Menceritakan kembali sedikit yang terlupa, memberitahu rahasia kecilku yang memalukan, menunjukkan tulisan-tulisan rindu yang tak pernah kuperlihatkan, menikmati sinar mata lelakiku yang ceria, menagih cerita melalui renyahnya suara lelakiku, dan tentu saja berbagi lelucon yang hanya dimengerti olehku dan lelakiku.

Tapi itu nanti, tentu saja masih nanti. Mungkin sekitar 12, 37, atau 56 tahun yang akan datang.

Bagaimana, lelakiku?

Kamu mau?

Profile Image for ijul (yuliyono).
811 reviews970 followers
January 29, 2012
Apalah arti sebuah nama...

Summary
Dua orang tak tersebutkan namanya dipertemukan oleh satu pandangan pertama yang disertai sebuah senyuman singkat, di dalam kedai wine. Si perempuan adalah seorang penulis yang melanjutkan mimpi menerbitkan buku dari cinta masa kecilnya, yang selalu terkenang sang Ayah, tinggal berdua saja dengan kakak lelakinya dan membuka kedai wine Muse, serta selalu bersembunyi dari hiruk pikuk dunia glamor perbukuan. Sekali pun buku-bukunya laris di pasaran, perempuan itu menikmati menjadi tak kasatmata bagi siapa pun. Kecuali pada lelaki itu, ia ingin dilihat oleh laki-laki itu.

Dan lelaki itu memang melihatnya. Seorang eksekutif muda yang pada suatu kesempatan memutuskan mampir ke kedai wine Muse dan menjadi pengunjung tetap. Lelaki itu adalah lelaki yang harus melupakan cita-cita masa kecilnya demi menjadi seorang laki-laki dewasa yang bertanggung jawab. Maka, ia menjadi pria yang tak pernah berbagi rahasia perasaannya. Lelaki yang harus menuruti orangtuanya untuk menjalin hubungan dengan gadis yang dijodohkan padanya. Sampai ia bertemu dengan perempuan itu. Perempuan yang berbeda dari perempuan kebanyakan. Perempuan tempatnya bercerita tentang segala rahasianya.

Maka dua orang yang memulai segalanya tanpa perlu mempertanyakan nama masing-masing ini akhirnya saling berbagi rahasia diseling segelas wine tiap malamnya hingga si lelaki beranjak dari kedai wine. Simaklah bagaimana curahan hati dua orang itu dalam novel terbaru karya Winna Efendi bertajuk Unforgettable ini.

Saya mendapatkan novel ini dalam paket partisipasi pada acara Unforgettable Moment: Meet and Greet with Winna Efendi, yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 28 Januari 2012, pkl. 13.00 s.d. 14.30 WIB, di The U Cafe. Ini menjadi pengalaman pertama saya berjumpa dengan Winna Efendi yang beberapa karyanya saya gemari. Favorit saya adalah Unbeliveable (salah satu dari seri Glam Girls – Gagas Media)

Dan, Unforgettable demikian berbeda dengan beberapa karya Winna sebelumnya yang sudah saya baca. Oh, dari teknik penulisan sih tidak jauh berbeda. Tetap dengan kehadiran begitu banyak quotes keren dan diksi yang mengagumkan. Unforgettable dibungkus dengan balutan kisah sederhana yang tidak mudah untuk dilupakan. So unforgettable! Yang membedakannya dengan novel Winna yang lain adalah eksplorasi yang begitu dalam akan perasaan seseorang. Banyak sekali pertanyaan, gagasan, ide, kekhawatiran, ketakutan, yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk berkontemplasi.

Awalnya saya mengernyit. Haduhh, this book is not my type, seriously. Saya adalah seorang pembaca tradisional yang memuja comfort zone dan kelaziman, jadi ketika dialog dan narasi hanya dibedakan dari huruf miring/tidak miring, saya langsung memasang kuda-kuda untuk membaca lebih saksama. Dan, memang benar, saya harus membaca lebih teliti. Itu bagus sih, karena dengan demikian saya membaca lebih lambat sehingga dapat meresapi setiap kata-dan-kalimatnya. Yang bisa saya bilang, tiap kalimatnya sayang untuk dilewatkan karena saya khawatir akan terpeleset membaca keseluruhan pesan novel ini. Dan, gagal mencapai tujuan akhir yang seharusnya.

Sedikit mengulik behind the scene pembuatan novel ini, sebagaimana dituturkan oleh Winna, bahwa novel ini awalnya adalah sebuah novelette yang merupakan bagian dari karya bersama dua orang teman lainnya di komunitas kemudian.com. Naskah mulai ditulis Winna tahun 2007 hingga 2008 dan [mungkin] dikembangkan lagi sebelum naik cetak karena novel ini pun update dengan kondisi kekinian. Sejak dulu, Winna berkeinginan untuk menulis novel tentang wine, dan ia pun telah melakukan banyak riset dengan membaca buku-buku tentang wine, namun Winna tetap merasa bahwa yang dituangkannya di novel ini belum optimal. Ditambah lagi, ia yang tak terlalu bisa meminum alkohol menjadikan Winna tak mencicip langsung wine yang dibahasnya di novel ini.

And, you know what? Bagi saya yang tak paham soal per-wine-an, I don’t see that. Saya merasa cukup dengan penjelasan Winna. Tiap chapter berjudul salah satu jenis wine serta dilengkapi kutipan yang di dalamnya ada kata wine atau kata lain yang terkait dengan wine, untuk kemudian diberikan sedikit gambaran tentang wine itu dalam narasi dan percakapan dua tokoh rekaan Winna dalam masing-masing bab. Bagi saya, takarannya itu pas, tak kurang-tak lebih.

Kembali ke cerita. Novel ini memberikan inspirasi bagi saya yang selalu sulit mencari bahan perbincangan. Ahh, jadi seandainya saya berjumpa kawan baru, saya bisa menyontek beberapa topik bahasan di novel ini sebagai peletup impresi awal pertemuan. Saya terhanyut oleh pembicaraan yang dilakukan si perempuan dan si lelaki tak bernama. Keduanya bagai menemukan kepingan puzzle untuk melengkapi misteri masing-masing. Serupa menemukan teman diskusi untuk membicarakan apa saja. Tanpa batas. Tanpa keraguan. Tanpa takut akan ditertawakan atau terhinakan. Mereka menyatu dalam keterasingan. Mereka berteman karena menemukan kenyamanan.

Seandainya saja kita sudah saling mengenal sebelumnya, mungkin ada batasan-batasan yang membuat topik menjadi tabu untuk dibahas. (hlm. 119-120)

Tetap saja, mereka ini lelaki dan perempuan. Dan, ketika kenyamanan telah mendamaikan hati masing-masing maka seperti kata Harry pada Sally dalam film When Harry Met Sally, perempuan dan laki-laki tak akan pernah bisa berteman tanpa tendensi untuk saling meletupkan api asmara. Pada akhirnya, mereka mengakuinya. Meski tak terucap jelas, hanya terselip dalam bisikan samar, kata “cinta” itu pun tersampaikan pada masing-masing.

Novel ini tipis sekali, dipotong beberapa lembar kosong pembatas antar chapter, menjadikan novel ini bisa dilahap dalam sekali duduk saja. Dan, dikarenakan banyak sekali quotes di novel ini, saya sampai kesulitan memilih bagian mana yang paling saya suka. Semuanya bagus. Semuanya membawa makna yang demikian dalam bagi saya. Apalagi kata di pengujung novel ini:

Dan mereka hanyalah dua orang yang tak saling mengenal.
Kebetulan bertemu di suatu tempat, pada suatu titik waktu;
masing-masing menggenggam ujung seutas benang merah.

Mungkin yang ingin saya pertanyakan hanya adegan di halaman 105, “...mengenai kasus yang tak kunjung selesai di kantor, keluhan yang berada di ujung lidah, dan Zinfandel yang entah mengapa terasa terlalu pahit,...” di sini, saya merasa ini bagian dari pemikiran/situasi si lelaki. Nah, seharusnya wine yang diminum si lelaki itu jenis Cabernet, sedangkan Zinfandel adalah minuman si perempuan. Apa lagi, tak ada keterangan bahwa si lelaki meminta mencicip Zinfandel atau mengganti minumannya karena di bagian selanjutnya si lelaki tetap menyesap gelas wine jenis Cabernet. Hanya minor dan sekadar penasaran saja sih. Dan kata “teracuhkan” di halaman 145 mungkin seharusnya “tak teracuhkan” yang berarti “terabaikan,” jika dikaitkan dengan konteks kalimatnya.

Overall, saya suka novel ini. Berharap sih novelnya lebih tebal sehingga cerita memiliki plot yang lebih kaya. Oh, jangan khawatir, di pengujung cerita, akhirnya akan diungkap siapa nama kedua tokoh kita yang tercinta ini. Jadi, bacalah hingga akhir.

4 bintang untuk kenikmatan yang saya rasakan ketika menelusuri kata demi kata dalam novel ini. I love your words, Winna!

Selamat membaca, kawan!
Profile Image for Vidi.
97 reviews
April 10, 2012
‘Kata orang, menjadi dewasa berarti harus membuat pilihan. Baginya, menjadi dewasa berarti tidak memiliki pilihan. Hidup menjadi serentetan tanggung jawab yang harus diemban, baik suka maupun tidak, mau ataupun enggan.
Terkadang, orang dewasa seperti sesosok badan tak berjiwa. Semakin dewasa seseorang, semakin pudar jiwanya, menjadi robot yang berkutat dengan rutinitas.
(hal. 36)

Bayangkan dua orang asing dengan latar belakang yang berbeda dan masing-masing membawa masa lalu yang kelam bertemu dalam suatu wine house. Tanpa niat mencari cinta, masing-masing membuka hati, masing-masing mengambil risiko untuk sakit. Dua orang asing itu adalah ‘lelaki itu’ dan ‘perempuan itu’.

Tanpa merasa perlu untuk saling memberitahu nama, dua orang yang lama-lama menjadi tak asing itu saling bertutur tentang kehidupan mereka dengan rahasia-rahasia paling gelapnya. Mungkin sebuah rahasia menjadi lebih nyaman dibicarakan dengan orang yang sama sekali asing. Mungkin ini menjadi alasan begitu banyak orang merasa nyaman dengan menjadi orang asing di twitter dan curhat di udara. Dua orang itu melangkah keluar dari zona aman mereka.

Kisah ini dituturkan dengan rangkaian percakapan panjang antara dua tokoh cerita ini, ‘lelaki itu’ dan ‘perempuan itu’. Ini adalah perjudian pertama Winna. Percakapan-percakapan panjang yang kering dengan humor memiliki risiko akan membosankan pembaca buku-buku Winna sebelumnya. Winna bahkan tidak berusaha menciptakan setting indah yang romatis ala chicklit dan yakin bahwa itu bukan kekuatan cerita ini. Lebih jauh lagi Winna bahkan tidak berepot-repot menciptakan nama bagi karakter-karakter dalam kisah ini.

Eksplorasi yang lebih jauh dilakukan Winna terhadap gaya penulisannya. Lazimnya dialog-dialog ditulis dalam tanda petik layaknya sebuah percakapan dalam tulisan. Tidak dalam buku ini. Dialog-dialog ditulis bergantian dalam huruf normal dan italic. Yang membingungkan adalah kesan inkonsistensi dalam penggunaan huruf italic. Dialog ditulis bergantian dengan huruf italic dan normal. Pada awal-awal cerita ini cukup membingungkan. Tetapi benarkah ini sebuah inkonsistensi?

Saya teringat dengan buku pertama Winna, ‘Ai’. Dalam ‘Ai’, Winna mengambil sudut pandang orang pertama dan membagi bukunya menjadi dua bagian. Bagian pertama ‘aku’ adalah Sei dan bagian kedua ‘aku’ adalah Ai. Winna menceritakan ‘Ai’ dari dua sisi tokohnya. Dalam ‘Unforgettable’, Winna kembali berjudi dengan membuat sebuah gaya penulisan yang unik. Winna bertutur dengan kata ganti orang ketiga. Penulis berada di luar cerita. Yang tidak biasa adalah Winna berganti-ganti sudut pandangnya dalam cerita ini. Ketika narasi ditulis dengan huruf normal dan percakapan dengan huruf italic, sudut pandang penulis adalah ‘perempuan itu’. Penulis seolah-olah menjadi ‘dewa’ yang serba tahu tentang isi kepala dan masa lalu ‘perempuan itu’. Sebaliknya ketika narasi ditulis dangan huruf italic dan percakapan dengan huruf normal, sudut pandang penulis adalah ‘lelaki itu’. Brilliant!

Perjudian Winna Efendi yang sangat indah. Karya yang sangat berbeda dari karya-karya Winna sebelumnya. You did it, girl!



NB: Saya masih belum mengerti korelasi antara judul bab yang merupakan nama-nama jenis wine dengan isi bab yang bersangkutan. Mungkin karena saya bukanlah seorang wine expert.



*******Spoiler Alerts********
(baca setelah menyelesaikan seluruh isi buku)

Kisah cinta seperti apa yang paling indah? ‘Happily ever after’ ala Disney? Cinta tak sampai? Cinta bertepuk sebelah tangan? Cinta antar sahabat? Menurut gua, kisah cinta paling hebat adalah 'saling mencinta tanpa harus saling memiliki'.

'Perempuan itu berkata, cinta tidak selalu saling memiliki. Walaupun mereka tidak akan saling bertemu lagi, biarlah hati mereka saling terpaut.' (hal.163)

Dengan demikian, kisah cinta itu akan menjadi sebuah kenangan. Kenangan itu akan mengkristal. Kemudian waktu akan mengasah kristal itu menjadi sebuah berlian yang sempurna. Secara otomatis otak kita hanya akan menyimpan yang indah saja dan membuang semua yang buruk.

Dengan cerdas Winna memilih kisah jenis ini sebagai penutup cerita sekaligus meninggalkan kesan manis, kecut dan tahan lama seperti seteguk wine.
Profile Image for Windry.
Author 12 books824 followers
December 19, 2012
(membayar utang review)

Unforgettable mengingatkan saya pada tulisan-tulisan Winna yang saya baca pada awal perkenalan kami di Kemudian. Cerpen-cerpen bernuansa sendu dan sepi, sekaligus cantik dan dewasa. Saya selalu membayangkan kisah dalam cerpen-cerpen itu sebagai potongan film dengan warna kecokelat-cokelatan yang minim dialog, yang membiarkan penonton menikmati gambar puitis dalam tempo lambat.

Winna selalu menceritakan sesuatu yang sederhana dengan cara yang sederhana juga, tetapi indah; sesuatu yang bukan keahlian saya; sesuatu yang sangat-sangat-sangat saya kagumi (dan cemburui :p). Dan, bagi saya, buku ini adalah salah satu karya Winna yang paling indah.

Buku ini juga karyanya yang paling, hem, eksperimental. Beberapa pembaca mengeluhkan dialog-dialog tanpa tanda petik, tetapi sesungguhnya itu salah satu upaya Winna yang harus dihargai lebih.

Saya memahami alasan ketiadaan tanda petik itu. Saya pun pernah bereksperimen serupa (bedanya, yang saya tulis cuma cerpen, bukan novel). Itu sesuatu yang terkadang harus dilakukan oleh penulis untuk menantang diri mereka.

Ketiadaan tanda petik berarti dialog harus bisa berdiri sendiri sebagai dialog karena, pada dasarnya, pemakaian kata dalam dialog harus berbeda dengan pemakaian kata dalam narasi. Pembaca harus tahu bahwa kalimat itu adalah dialog, bukan narasi. Dan, itu tidak mudah. Apakah Winna berhasil melakukan itu? Saya tidak tahu.

Winna memang menghilangkan tanda petik, tetapi dia memakai huruf miring untuk menandakan dialog. Secara filosofis, dalam kasus ini, tanda petik dan huruf miring berfungsi sama. Jadi, dialog-dialog itu tidak berdiri sendiri.

Beda cerita kalau Winna tidak menggunakan huruf miring. Seperti yang dilakukan Gunawan Maryanto dalam Bon Suwung (dia benar-benar tidak memakai elemen pembantu apa pun. Herannya, sebagai pembaca, saya tahu kalimat itu adalah dialog. Yah, ada alasan kenapa dia memenangi KLA, kan? :D).

Tetapi, itulah eksperimen. Berhasil atau tidak, eksperimen adalah berlian. Berlian, saudara-saudara. Nilainya selangit!

Jadi, Winna... saya semakin-semakin-semakin mengagumimu :')
Profile Image for Sweetdhee.
514 reviews115 followers
May 18, 2012
hangat..

yup, hangat lah yang saya rasakan saat membaca buku ini
sehangat hati saat mengenang masa lalu seraya mengikuti kisah dua tokoh utama tak bernama menggulung waktu..
sehangat sesapan wine pada tiap obrolan tanpa tanda kutip yang terjadi menjelang tengah malam

ah.. saya belum mampu menulis penuh review buku ini..
ada air yang terasa hangat menyentuh pipi..
rasa nya, ia jatuh dari mata saya..
ternyata, saya belum mampu..

suatu saat,
saya akan sanggup bercerita tentang masa lalu seperti perempuan yang duduk di samping jendela itu..
dengan ringan saya akan berkata bahwa masa lalu itu menjadi moment yang ingin saya simpan dalam kaset untuk diputar kembali..
tanpa sesak..

suatu saat,
pasti..
Profile Image for Mahir.
Author 11 books84 followers
March 25, 2012
Pada suatu hari, seorang teman saya, yang juga seorang editor sekaligus penulis romance kesohor, bertanya kepada saya, 'siapa penulis romance favorit kamu?'. Jawaban saya, 'Nick Hornby'. Teman saya tertawa. Menurutnya tulisan-tulisan novelis asal Inggris itu lebih mirip diary seorang geek-hipster daripada novel romance. Tentu saja dia mengatakannya sambil bercanda.

Bagi saya pribadi, beberapa karya Nick Hornby adalah romance yang teromantis atau paling tidak, bisa membuat cinta sebagai bahan renungan saya. Meskipun sering dibumbui komedi yang kental, tapi Hornby selalu membawa tema yang baru dalam setiap karyanya. 'Love' dan 'relationship' yang dibahasnya selalu dibarengi dengan topik-topik seperti 'growing up,' 'friendship' dan 'self-forgiving'. Itulah yang membuat saya pribadi mengagumi Hornby dan membuat Nicholas Sparks terasa so yesterday. (no offense buat para penggemar Sparks).

Hubungannya dengan Winna Efendi?

Sebenarnya sih, sukar membandingkan keduanya. Saya hanya merasa sayang untuk menghapus dua paragraf pertama yang sudah saya tulis panjang-panjang. :p

Intinya, saya ingin mengekspresikan perbandingan kasar Winna dengan Hornby ini, bukan dari gaya penulisan, melainkan bagaimana Winna selalu berhasil membungkus cerita-cerita cinta dalam setiap karyanya dengan tema-tema yang (menurut saya) sejalan dengan Hornby. Winna juga selalu berhasil menyisipkan nilai-nilai persahabatan dan 'self-acceptance' tanpa kesan menggurui. Dalam Unforgettable, saya rasa Winna cukup berhasil men-transfer 'kehangatan' yang dirasakannya ketika menulis. 'Kehangatan' itu terasa dalam cerita pertemuan sampai perpisahan kedua karakter utama cerita ini, dan pada akhirnya membekas kepada para pembaca. At least, saya salah satunya.

Selain itu, saya selalu tertarik apabila suatu penulis menggunakan suatu writing style yang berbeda. Setelah sempat membuat saya terkesan dengan warm/cute/not-so-ordinary-style-of-writing traveling-love story-nya dalan The Journeys, kali ini saya dibuat terkesima oleh Unforgettable. Terlihat jelas cara menulis Winna yang selain terasa makin matang dan dewasa, juga semakin berani mencoba-coba kemampuannya memainkan diksi serta deskripsi.

Plus, menulis cerita tanpa menyebut nama kedua karakter utama sampai bab terakhir, menurut saya, merupakan sebuah perjudian yang bukan main-main. Vonis dari pembaca hanya akan berupa, either: really love it atau really hate it.

Saya sendiri sudah memilih untuk terjatuh pada kemungkinan pertama. Really love it!

--karena saya merasa kita sama.

MP
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Ayu Salsabila.
15 reviews32 followers
July 8, 2015
Saya bingung harus mulai dari mana atau bagaimana untuk me-review buku ini?

Tapi saya akan tulis apa adanya saja.

Akhirnya saya punya waktu untuk menyelesaikan buku ini, di sela-sela waktu sibuk.

Novelnya tipis tapi isinya padat berisi. Isinya mengingatkan saya pada suatu waktu, pada seseorang, jadi semacam déjà vu.

Terkadang tanpa kita tau lebih banyak tentang seseorang justru membuat kita nyaman untuk membagi cerita masa lalu, masa kini dan masa depan.

Hal-hal yang pernah saya alami mungkin terjadi juga oleh orang lain. Dan di Unforgettable, saya seperti sedang mengenang hal yang pernah saya alami.

Unforgettable menceritakan tentang pertemuan seorang perempuan dan lelaki yang tak saling kenal namun nyaman satu sama lain, berbagi cerita, dan kenyamanan. Hingga perasaan rindu, jika tak bertemu, itu hadir.

Ini adalah tentang hal-hal sederhana, namun penuh arti, tentang menemukan, menerima, melepaskan. Tentang perasaan yang sulit di jelaskan, namun akhirnya tercipta menjadi satu pengakuan, cinta.

Hal-hal sederhana yang kadang diremehkan terkadang adalah kebahagiaan. Hal yang bahkan mungkin mudah di ingat.

Lelaki itu sepertinya sadar untuk lebih menghargai perasaan. Untuk lebih mengenal apa itu cinta. Lelaki itu kembali pada wanita yang sepertinya sangat mencintainya. Mungkin saya tidak akan bertemu lelaki itu, lagi.

Takdir, seolah adalah permainan waktu yang terkadang menjebak pada moment yang sulit di artikan. Mungkin waktunya tidak tepat di saat saya bertemu lelaki itu. Tapi mungkin memang takdir berjalan demikian.

Seperti janji tak terucap pada saat saya membagi impian saya padanya. Kini, saya masih berusaha mewujudkan mimpi itu, dan saya akan baik-baik saja. Saya harap suatu saat dia akan jadi saksi mimpi saya yang terwujud. Tapi saya tidak yakin bagaimana nanti kalau saya dan lelaki itu bertemu lagi.

Rasanya review ini lebih mirip curhatan, hehehe..

Sewaktu membaca buku ini pada saat langit hujan. Rasanya saya teringat pada kenangan-kenangan menyenangkan sekaligus menyedihkan. Jujur saya hampir menangis namun saya tahan. Buku ini seperti mengorek kenangan yang saya tak lupakan, hanya merelakan.

Adakah yang mengerti situasi, kenangan, atau perasaan semacam ini?
Saya yakin bukan hanya saya yang mengalami seperti perempuan itu. Tapi sebagian orang juga pernah mengalaminya.

Pantas saja walaupun buku ini lama di abaikan tapi selalu buat saya ingin membuka setiap lembarnya, seolah buku kenangan yang sudah lama tak di buka. Ternyata di dalamnya memang saya menemukan kenangan. Dan bukan maksud mengabaikan buku ini di lemari, hanya waktunya saja yang tidak tepat dengan schedule kerjaan yang numpuk.

Tapi akhirnya malam itu ketika langit seolah menangis, seakan menjadi waktu yang tepat membaca unforgettable.

Dan kenangan itu, unforgettable.

Good job buat Winna Efendi bagaikan seorang cenayang yang seolah menulis kenangan saya atau mungkin sebagian orang lainnya. hehe

Buku inipun menjadi buku unforgettable buat saya, tertata rapih sudut lemari dan sudut hati saya. *saya lagi sok puitis nih hehehe*

Unforgettable buku yang menarik, tiap kata di dalam buku ini menarik, covernya menarik, saya benar-benar suka, seperti saya menemukan sesuatu yang tak saya cari. Cerita yang mengalir apa adanya..
Profile Image for Mia Prasetya.
403 reviews268 followers
February 25, 2012
Unforgettable, buku terbaru karangan Winna Efendi ini sebetulnya sudah lama saya baca, bahkan Unforgettable adalah buku pertama yang saya pesan secara pre order dan langsung tuntas dibaca sesaat setelah diterima.

Sekilas yang saya tahu soal Unforgettable dari tweet @GagasMedia maupun melalui blog penulis ini adalah cerita yang berkisah tentang cinta yang menunggu dan terhubung oleh kesukaan mereka dengan wine. Tidak banyak penjelasan rinci yang bisa saya tangkap dari sinopsis Unforgettable. Konfliknya apa? Serunya apa? Tidak ada clue, walau demikian saya tetap ingin membacanya.

Satu lagi, berulang-ulang Winna menegaskan bahwa Unforgettable adalah novelnya yang lain dari biasanya dan termasuk dalam kategori novel dewasa. Terus terang sebagai fans dari Winna Efendi, saya agak ketar ketir juga. Novel dewasa? Apakah ada hal yang tidak pantas dibaca untuk remaja? Apakah bakal ada kisah cinta yang seronok seperti yang sering disisipkan di novel Metropop sekarang? Please don’t. Entah kenapa itu menjadi kekhawatiran tersendiri buat saya, tidak terbayang karakter dalam fiksi ciptaan Winna menjadi pribadi yang heboh dalam urusan percintaan. Bukan Winna bangetlah! *sok kenal*

Unforgettable berkisah tentang hubungan pria wanita yang hampir semua settingnya terletak di Muse, kedai wine yang dimiliki oleh sepasang kakak laki-laki dan adik perempuannya. Ini adalah kisah mengenai adik yang berusia twenty something, penyendiri dan menyembunyikan diri di halaman buku yang jatuh cinta dengan seorang eksekutif muda yang misterius.

Satu kesan yang didapat setelah selesai membaca lembar terakhir Unforgettable : personal. Pantas saja banyak review yang menyebutkan buku ini lain dari novel-novel karangan Winna terdahulu. Tidak terasa gejolak penasaran yang amat sangat dari saya untuk mengetahui bagaimanakah ending kisah kedua tokoh utama, kalau biasanya saya penasaran seperti pikiran saya saat membaca novel romance “please, please biar si A jadian sama si b dong, kan kasihan” atau pikiran saya saat membaca novel karangan Nicholas Sparks yang sering kali tidak happy ending “Aduuh jangan bilang sekarang si ini ketabrak mobil!!”. Sebagai pembaca Unforgettable saya menikmati saja ke mana Winna mengajak saya. Terkadang malah bau wine menguar dari buku, saya seakan ikut duduk tak kasat di meja yang sama dengan si pria – wanita dan menguping pembicaraan mereka.

Endingnya manis, bittersweet tapi tetap manis. Dan yang pasti terbersit keinginan saya untuk duduk di cafe temaram, menikmati segelas Cabernet Sauvignon di antara dentingan piano ditemani sang kekasih hati. Aaaah, gara-gara Winna jadi galau.
Profile Image for Alvi Syahrin.
Author 11 books725 followers
November 20, 2012
Sepertinya saya harus menulis review ulang untuk novel ini.

Pertama kali saya membaca Unforgettable, saya memberi bintang 1, dengan sedikit review yang menyatakan bahwa saya merasakan ceritanya datar, membosankan, membuat saya tidak bisa menyelesaikannya karena lelah--pada akhirnya saya langsung baca endingnya. Dan untuk saat itu, bintang 1 saya sematkan untuk buku ini. Saya kurang suka.

Lalu, tiba-tiba ada keinginan untuk membaca ulang... dan saya suka dengan penggunaan diksinya, saya cukup menikmati walaupun bosan di beberapa bagian, yang akhirnya saya skimming. Pada saat itu, saya menambahkan satu bintang lagi, it was ok. Saya suka diksinya, tapi saya adalah tipikal pembaca yang mengharapkan sebuah cerita yang seru, bukan sekadar kata-kata indah.

Lalu, dalam waktu dekat ini, entah kenapa saya ingin baca ulang buku ini. Kala itu, saya membacanya pelan-pelan, mencerna kalimatnya baik-baik, mengikuti alurnya yang mengalir begitu saja. Dan saya menikmatinya. Sangat menikmatinya. Saya suka sekali dengan diksi-diksinya yang indah.

Kemudian saya tersadar... Unforgettable bukan menceritakan tentang wine, tapi Unforgettable adalah wine dengan cara yang berbeda. Di buku ini, saya belajar, untuk menikmati wine sebaiknya kita tidak langsung menegaknya begitu saja. Ada seni tersendiri dalam menikmati wine; dimulai dari menangkap suara letupan pada penutupnya, menghirup aroma lalu mengenalinya, baru mencicipinya perlahan, tidak langsung diteguk begitu saja.

Begitu juga saat membaca Unforgettable. Tangkap suara halaman-halaman yang dibalik, hirup tiap kalimatnya pelan-pelan, lalu cicipi. It can be bitter, it can be sweet. Tapi saya menyukainya, menikmatinya.

Jadi, saya sematkan lagi satu bintang untuk novel ini, dan genaplah 3 bintang.

*

Mungkin kalau saya membaca ulang, bisa jadi ada satu bintang lagi yang saya tambahkan.

Seperti Wine, semakin tua, semakin meningkat rasanya (iya ga, hehe?)
Profile Image for yun with books.
715 reviews243 followers
June 2, 2017
WOOOOOWWWW.....WOOOOOWWWW....WOOOOOOWWWW
Gak nyangka kalo bakal suka sama buku Winna Efendi yang pertama kali saya baca ini. Sebenernya buku ini saya dapet dari 'Discover Book'-nya May Book Box @thisbookislit_(instagram). Saya suka. Ceritanya menurut saya mengalun indah dan bikin penasaran.

Bercerita tentang dua orang asing yang bertemu di kedai wine, yang sama-sama mencari makna cinta & hidup, membicarakan masa lalu, ketakutan dan lainnya. Ajaibnya, mereka sama sekali tidak tahu nama masing-masing. Ini yang menurut saya unik, Winna Efendi bisa menceritakan cerita yang misterius dari karakternya dengan rapi & mengalun. Hanya saja, saya tidak tahu istilah-istilah wine, jadi agak kaku ketika membaca nama-nama jenis wine. But it was ok..

I like this book. Mungkin saya akan membaca karya Winna Efendi yang lain.
Profile Image for Siti Robiah A'dawiyah.
174 reviews23 followers
April 26, 2012

well,.. cinta bisa terjadi kapan saja,dimana saja,dan dengan siapa saja. seorang perempuan dan laki-laki mereka bertemu di MUSE,sebuah kafe wine,. Mereka tak mengenal nama satu sama lain,namun mereka merasa lebih dekat satu sama lain dibanding dengan orang-orang yang dekat dengan mereka. Cinta tumbuh diantara obrolan malam yang panjang,segelas wine,dan beberapa cerita masa lalu,.
membaca novel satu ini,membuat Kita mengenal satu jenis cinta tanpa nama. hubungan mereka unik. Salut buat mbak winna yang buat novel ini. benar-benar dalem,.


satu perkataan yang paling membekas adalah saat si perempuan berkata: "apakah kamu percaya pada konsep berpegangan tangan? Pada awal sebuah hubungan,dua orang memutuskan untuk saling menautkan tangan.Saat pegangan salah satunya meregang,menjadi tugas pasangannya untuk menarik kembali.Namun,saat pegangan tersebut lepas,keduanya akan berserak ke arah yang berbeda. Pada saat itulah,hubungan itu akan berakhir.Bagi dua orang yang telah lama bersama,tetapi tidak saling mengenal,mungkin keduanya telah lama berjalan sendiri-sendiri,menuju arah yang berlawanan,tanpa menyadari bahwa tangan-tangan mereka sudah lama tidak terpaut. Sementara dua orang yang tidak saling mengenal,tetapi terus berjalan ke arah yang sama,pada akhirnya akan bertemu pada satu titik,tanpa mereka sadari".


Bukankah memang perpisahan terjadi saat kita tak menyadari bahwa pasangan Kita telah berbelok ke tempat lain? ^_^

Profile Image for mollusskka.
250 reviews159 followers
August 23, 2016
Oh, jadi itu nama mereka? Hmm, baru tahu pas di akhir cerita. Dan ternyata gaya yang seperti mendongeng ini gak bertujuan apa-apa sih menurutku. Kirain ini akan berakhir gimana gitu.

Aku kurang suka sih sebenernya kalo baca novel yang terlalu banyak narasinya. Sebenernya ini ada dialognya, cuman novel ini pake gaya retell gitu, jadi pada pake cetak miring. Gak ada tanda kutipnya sama sekali kayaknya. Kadang aku bingung apa ini narasi atau dialog. Jadi sering hilang fokus juga sih jadinya.

Sebelumnya kan aku baca novel Winna yang judulnya Refrain. Di sana gayanya ceria dan manis karena memang genrenya teenlit. Begitu baca yang ini, you make me feel like... Are you trying to be Paulo Coelho? Bukannya apa-apa. Karena gaya yang dipake Winna di sini agak mirip sama The Zahir gitu atau Brida atau mungkin buku Paulo yang lainnya. Sekalipun ini bisa dibilang romance, tapi isinya banyak mengupas kehidupan manusia. Meski menurutku masih di permukaan aja. Gak dalem banget, gitu.

Dan aku bingung, kenapa Abigail bisa ngobrol sama Gabriel sambil ngetik cerita? Hah? Apa gak kacau ya? Kalo cuman ngetik biasa atau ngetik ulang sih aku masih bisa juga, tapi ini dia ngetik cerita. So, berbeda dengan pendapat Gabriel kalo Abigail itu a good listener, aku bilang bukan. A good listener's always focus on you, just you.

But thank you so much for the quotes about wine. They're nice. ^^

Profile Image for Prisca.
Author 37 books678 followers
December 16, 2012
Satu lagi karya Winna yang membuat saya iri... Sebenarnya sudah membaca dari dulu, tapi baru sekarang sempat bikin reviewnya :D

Pacingnya yang lembut, transisinya yang pas, dan tentu saja kalimat-kalimatnya yang indah, sungguh menghipnotis. Dan saya selalu kagum pada penulis yang bisa membuat metafora unik, yang tak semua orang bisa kepikiran. Favorit saya Bulgakov, Capote, dan Lauren Oliver, sementara untuk Indonesian writers, lagi-lagi Idrus, Winna Efendi, dan Windry Ramadhina.

Keterkaitan wine dan ceritanya sungguh saling melengkapi, dan walaupun dari awal saya bisa menebak bahwa endingnya akan sedih, saya tetap menutup buku dengan perasaan hangat.

Akhir kata.... Hayo, Moemoe Rizal cepat balikin Unforgettable-ku...! xD

Saya ingin membaca ulang :)
Profile Image for Rahmadiyanti.
Author 15 books173 followers
February 3, 2012
Tentang seorang perempuan dan seorang pria yang bertemu tanpa sengaja, dan kemudian mereka berbincang dari hati ke hati meski tak saling mengenal, nama sekali pun.

Cerita yang lembut dengan penulisan yang manis. Endingnya juga mengalir dengan lembut. Tapi saya merasa tak "masuk" dengan settingnya. Seperti terjadi di pojok London atau Seattle sana, bukan di Jakarta atau Indonesia, meski penulis sempat menyebut "kue putu".

2 1/2 stars yaa...

Profile Image for Lila Cyclist.
852 reviews71 followers
December 31, 2020
Yeeaaahhhh... akhirnya selesai juga buku yang ditimbun sejak tahun 2017 wkwkwkwk. Ini pasti adalah buku paling tipis yang dibaca yang paling lama oleh saya. Masih untung selesai dan ketemu bukunya, sebelum saya putuskan untuk delete from my shelf hahahaa...

Ceritanya sebenarnya lumayan, cuma ya itu, karena setting nya hanya itu itu saja, karakternya juga hanya dua orang, dan tanpa dialog yang jelas, jadi rasanya sepi dan tidak memiliki klimaks yang jelas. Narasinya ditulis bercampur dengan dialog yang kadang tercetak miring, dan kadang tercetak tegak. Saya bingung, ketika si perempuan berdialog dengan tamu bar-nya, si penulis menggunakan cetak miring pada dialognya, atau cetak tegak, sementara ketika si perempuan ngobrol dengan kakaknya atau kakak iparnya, cetak tegak. Pokoknya antara keduanya.

Saya tetap suka dengan diksi dari Winna Efendi, seperti di buku-bukunya yang lain. Tapi entah mengapa, buku ini rasanya hampa banget, satu kali hangat tapi di kali lain, kosong, seperti deretan kata-kata indah tak berkesudahan. Jadinya waktu baca pertama kali dulu itu, rasanya seperti saya yang mengunjungi kedai wine-nya, dan duduk menonton dua orang ngobrol menggunakan telepati, saking sepinya.

Ah ya, salut dengan info seputar wine disini, yang dari cara bacanya saja saya ngga tau apalagi rasanya dan melihat botolnya wkwkwkwk..

Jadi 3 bintang saja untuk waktu selama 3 tahun menyelesaikan buku ini 🤭
Profile Image for Anastasia Cynthia.
286 reviews
August 3, 2013
Pertama kali beli mungkin gue meremehkan ketebalan bukunya, but well, "Unforgettable" gak seringan kelihatannya. Ada pesan yang manis di dalamnya dan sesuai dengan rekomendasi sang penulis, Winna Efendi, gaya penulisan yang dia gunakan memang tidak berbeda jauh dengan di novel "Melbourne".

"Unforgettable" bercerita tentang pertemuan dua orang asing di dalam Muse, sebuah kedai wine, yang dimiliki oleh sepasang kakak beradik. Sang kakak bernama Rangga, sedangkan adiknya, yang kerap duduk di samping jendela, menulis berjilid-jilid draf investigasi, akhirnya bertemu dengan seorang pria asing, salah satu pengunjung reguler kedai itu. Keduanya acapkali membicarakan topik-topik random ketimbang mengusut identitas masing-masing. Si adik tidak pernah menanyakan nama pria itu, pun sebaliknya. Keduanya memilih menceritakan hobi dan impresi masing-masing tentang hidup sampai tak sengaja satu di antaranya menyenggol sebuah topik pembicaraan yang tak pernah mereka ungkit sebelumnya; cinta.

164 halaman memang dirasa tidak imbang dengan harganya, itu yang pertama kali gue pikirkan saat mencarinya ke pasar buku di Bandung. Tapi, saat menilik topik yang coba diungkit Winna. Gue rasa, itu bisa dibilang worth it. Buku-buku lokal memang mencoba untuk melebarkan sayap dan menghibridakan kebudayaan lokal dengan sesuatu yang dianggap elegan oleh orang kosmopolit, kopi, contohnya. Dan wine mungkin opsi kedua, tapi gue masih menganggap wine adalah satu yang agak unik. Gue beropini kalau sesuatu yang unik dan tidak banyak orang tahu, tentunya perlu diulas lebih dengan sebuah effort ekstra, so "Unforgettable" bisa dianggap salah satu yang berhasil menambah wawasan gue.

Gue suka sekali ide Winna saat menganalogikan tiap tipe wine dengan sebuah situasi. Diusung juga dengan gaya penceritaan yang lepas. Ada kesan acuh tak acuh di dalamnya, seperti dua orang tokoh utama, yang berbincang panjang lebar tanpa acuh dengan status masing-masing. Narasinya pun tidak dibuat bertele-tele, kendati memang lebih panjang jika coba ditilik dari porsi dialognya. Winna memakai sudut pandang orang ketiga untuk menceritakan alurnya dari depan ke belakang, tapi di tengah-tengah, para pembacanya pun tak sengaja digiring ke masa lalu agar dapat mengikuti dialog di masa kini. Inilah yang gue suka juga, mirip dengan gaya penceritaan yang kerap digunakan oleh author chicklit Inggris, narasinya memang kadang melantur, tapi gue memang tipe orang yang senang sekali memperhatikan detail-detail kecil nan unik dari setiap tokohnya.

"Unforgettable" bisa dibilang agak misterius saat dibaca. Dua orang asing yang bertemu, diintroduksikan kepada pembaca tanpa sederet nama. Bukan aku, bukan dia. Tapi perempuan itu dan pria itu. Well, gue sempat melihat beberapa komentar teman mengenai perihal ini. Buat gue sih gak masalah, perempuan itu dan pria itu malah membuat gue menikmati tema ceritanya. Jika keduanya memang tidak memedulikan sesuatu yang mendasar pada sebuah peretemuan--yaitu mengetahui identitas lawan bicara, pembaca pun rasanya tidak perlu tahu sampai di kala yang tepat.

Kalau dilihat dari keseluruhan, "Unforgettable" punya sisi terkuat di bagian narasi. Mulai dari deskripsi yang rinci, juga nostalgia para tokohnya yang diceritakan begitu seksama. Tapi, ada satu lagi yang penting, tapi nyaris gue lupakan. Banyak kutipan-kutipan inspiratif yang bisa dipetik dalam "Unforgettable". Entah dari topik cinta, pun kehidupan.

Tipis, tapi menggelitik adalah kata penutup yang tepat menurut gue buat "Unforgettable" :D
Profile Image for Hairi.
Author 3 books19 followers
March 2, 2013
Tadi saya baca twit siapa gitu yang dia berkicau lagi baca novel dan ga rela karena sudah menghabiskan 2/3 halaman, jadi 1/3 halaman lagi habis. Dan dia ga relaaa... Ahahaha... Saya pernah merasakan hal seperti itu. Buat saya itulah parameter sebuah buku sangat menarik, ketika saya tak ingin bukunya habis dibaca dan saat saya menyelesaikan buku itu, saya seperti kehilangan seorang teman.

Buku yang tidak menarik tentu saja kebalikannya. Tapi menarik ini belum tentu juga tidak bagus. Tidak bagus versi saya bukan juga bukunya benar-benar tidak bagus. Kan semuanya masalah selera aja sih. Soal memandang buku secara objektif itu bukan saya ahlinya. Saya mencoba membincangkan buku dari kacamata saya aja, dari perasaan yang keluar saat membaca buku itu.

Barusan saya menyelesaikan membaca satu novel ini.

Bagitu memasuki halaman kedua novel ini saya update status di Goodreads dan menuliskan sederet kata seperti ini :di 2 halaman pertama, sukses merebut perhatianku :) Seorang perempuan di tengah usia dua puluhan, yang bersembunyi di balik halaman buku, tetapi mendefinisikan dirinya sendiri melalui tinta yang membentuk kata. Prolog singkat tapi sungguh memikat :)

Iya, prolognya memang sangat memikat perhatian saya. Terlebih kemudian ada yang begitu menyukai novel ini dan berbincang dengan saya memuja novel ini. Saya jadi penasaran lah jadinya. Tapiiii.... Sampai di beberapa bagian saya disergap bosan. Bayangkan saya harus menahan mata saya agar tidak terpejam kala membacanya, demi menyelesaikan lembar demi lembar novel ini. Erggghh... Mungkin kalau bukan buku pinjaman, saya sudah meletakannya di lemari dan akan saya baca ketika saya benar-benar ingin membacanya. Entah kapan.

Tapi toh pada akhirnya selesai juga kan? Hehehe... Saya tidak bilang novel ini jelek. Cuma ga 'masuk' aja di saya. Mungkin karena pikiran saya nerima sesuatu yang ringan2 saja ya, jadi kalau yang nyastra dan penuh dengan diksi serta gaya penulisan yang rada beda dengan kebanyakan saya jadi berkerut2 kening. Seperti disodorkan soal mekban yang bahkan saya tidak tahu memulai darimana buat menyelesaikannya selain menulis diketahui dan pertanyaan. Hahahaha....

Novel ini menggunakan PoV orang ketiga. Di buku Winna yang lain (Draf1) saya menemukan satu info kalau ada 3 jenis penggunaan PoV orang ke 3, yaitu limited, multiple dan omniscient.

Limited ---> Pembaca hanya mengikuti perjalanan satu karakter

Multiple ---> Penulis bercerita tentang 2 karakter atau lebih, menggunakan sudut pandang masing2 karakter secara terpisah.contoh : novel Refrain dan unforgettable (keduanya karya Winna)

Omniscient ---> di mana penulis dapat dengan bebas menceritakan perspektif dan isi pikiran beberapa karakter secara sekaligus, tanpa berganti bab maupun alur. contoh : Anna Karenina dan Lord of the Rings.

Sewaktu membahas soal PoV ini, buku unforgettable ada di dekat saya, jadinyaa... Saya merasa beruntung bisa menemukan contohnya langsung. Ribet ah kalau menurut saya, saya lebih suka PoV limited yang biasanya.

Contoh sedikit dari unforgettable ini ya..
Lelaki itu agak bingung. Maksudmu, hidup tanpa tujuan?
Perempuan itu menggeleng. Keduanya adalah hal yang sama sekali berbeda.
Demikian tentang contoh PoV itu.
Profile Image for Dhyn Hanarun .
329 reviews202 followers
February 25, 2015
"Cinta. Orang-orang kesulitan mendefinisikannya. Lalu, bagaimana caranya kita mengetahui bahwa rasa itu adalah cinta?" – halaman 61

Sepasang kakak beradik mengelola sebuah kedai wine bernama Muse. Sang kakak, Rangga dan calon istrinya, Lyla, sibuk melayani tamu. Sedangkan adiknya, seorang perempuan, lebih banyak menghabiskan waktu duduk di dekat jendela dan menulis cerita fiksi. Mata sang perempuan bertemu dengan seorang laki-laki yang menyendiri di sudut kedai. Laki-laki itu menghampiri perempuan dan memulai percakapan. Ditemani berbagai macam wine, hal ini berlangsung di malam-malam selanjutnya. Tanpa saling mengenalkan nama, mereka membahas masa lalu dan masa depan. Tidak ada yang berani atau mencoba menanyakan masa kini. Mereka diam-diam takut segala kenyamanan ini akan hilang.

---

Seperti yang kutulis di atas, Unforgettable ini mempunyai cerita yang menghanyutkan, sangat menghanyutkan. Ceritanya sederhana, apa adanya, manis, tapi penuh kegetiran. Ditulis dengan gaya bahasa yang mengalir, lagi-lagi sederhana tapi sangat ngena. Gaya itu ngingetin aku sama Remember When dan Melbourne:Rewind, yang aku sebut ‘Winna Efendi banget’. Untuk deskripsi tempat mungkin tidak begitu detail, tapi untuk deskripsi rasa, apalagi perasaan, dapet banget. Penjelasan yang aku suka itu kalau dua tokoh memaparkan setiap jenis wine yang mereka nikmati. Begitu mengugah selera. I really want to taste it! Jalan ceritanya sendiri tidak tertebak. Mungkin karena itulah aku agak terkejut dengan pilihan ending-nya. Tapi Itu aku puas banget sudah nemuin dan namatin novel ini ;D

Baca review selengkapnya di sini -- http://dhynhanarun.blogspot.com/2014/...
Profile Image for Stefanie Sugia.
731 reviews178 followers
April 15, 2012
"Sedikit ironis, bukan, bagi dua orang yang tidak saling mengenal, tapi mengetahui lebih banyak mengenai satu sama lain dibanding orang lain, komentar lelaki itu.
Sementara dua orang yang sangat dekat dapat merasa seperti orang asing bagi satu sama lain, perempuan itu menyahut."


Kisah sederhana ini dimulai dari seorang perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu adalah pemilik sebuah kedai wine bernama Muse, bersama dengan kakaknya. Sedangkan lelaki itu adalah pelanggan tetap Muse, yang selalu datang pada waktu yang sama, menduduki bangku yang sama, dan memesan minuman yang sama. Perempuan itu, seorang penulis, selalu merasa gelisah dengan keberadaan lelaki itu. Ia selalu memperhatikan lelaki itu dengan sudut matanya, berusaha keras agar lelaki itu tidak memergokinya. Namun suatu hari, segala sesuatunya berubah ketika lelaki itu akhirnya datang menghampirinya.

Hari itu, mereka memulai pembicaraan. Dimulai dari percakapan basa-basi, tentang buku, musik, film, cuaca, dan wine. Namun dengan cepat pembicaraan mereka menguak rahasia satu sama lain - yang bahkan tidak pernah mereka bicarakan dengan orang terdekat mereka. Mereka dapat berbicara selama berjam-jam, dimulai dari pertanyaan-pertanyaan sederhana, yang kemudian memicu cerita tentang kehidupan mereka masing-masing. Tentang perempuan itu yang masih menyimpan kenangan kekasihnya; tentang lelaki itu dan perjalanannya keliling dunia dan pengakuan tentang kehidupan masa lalunya yang kelam....

Baca review selengkapnya di:
http://thebookielooker.blogspot.com/2...
Profile Image for Yuli Pritania.
Author 24 books286 followers
May 1, 2015
Menyesal, karena baru membaca buku ini sekarang.
Saya sering berandai-andai, tentang kisah yang dituliskan dengan cara seperti ini. Karakter-karakter tanpa nama, barisan-barisan narasi yang tertata indah, dialog-dialog cerdas yang terjalin ringan, juga kisah yang hangat. Mbak Winna merealisasikannya, dengan sangat hebat.
Novel ini seksi, seperti wine yang juga akan selalu saya anggap seksi. Mungkin, bagi beberapa orang, buku ini akan sangat membosankan, tapi bagi saya, penikmat deskripsi dan narasi yang berbobot, maka buku ini seperti 'surga'. Indah, indah, dan indah, hanya kata itu saya yang terus saya ulang-ulang.
Pilihan diksi, quote-quote keren yang membanjir, dan kedekatan, juga kesamaan pikiran. Ya, bagi saya, buku ini terasa dekat, karena hampir sebagian besar sifat saya sama dengan karakter si perempuan, jadi ceritanya terasa lebih pribadi dan akrab.
Saya benci sad ending, sering saya berkata. Tapi untuk yang satu ini tidak. Saya menyukai akhirnya, karena memang harus seperti itulah kisah ini usai. Manis. Ditutup dengan nama si lelaki, juga nama si perempuan. Seperti itulah mereka berpisah.

Hanya ada satu kekurangan fatal yang saya dapatkan. Tentang pemakaian istilah kasatmata. Kasatmata berarti terlihat oleh mata, tapi pemakaian istilah tersebut di novel ini memiliki definisi yang salah.

Buku satu ini akan selalu menjadi favorit saya. Mbak Winna membuat saya jatuh cinta. Pada Melbourne, pada Truth or Dare, pada Unforgettable. Seperti judulnya, kisah yang cantik ini tidak akan bisa saya lupakan.
Profile Image for Almira Nuringtyas.
99 reviews3 followers
December 21, 2012
wow :O
bingung harus komen apa, novel ini bener2 membius gue dari sejak paragraf pertama, larut dalam ceritanya bersama aroma wine&kayu dari kedai muse yg seolah-olah menguar keluar dari kertas buku ini *lebay*

sebenernya punya novel ini udh dari lama, cuma baru kesempetan baca skr, soalnya pas gue liat kata2nya pasti bikin rada mikir nih buat mahaminnya, jadi gabisa kalo baca dipotong2 tugas atau yg lain, finally liburan pun datang dan punya kesempatan baca buku ini XD *maaf curhat dikit*

ok, ini review singkatnya.
cover: hangat, bener2 ngegambarin keseluruhan isi buku. Desain isinya pun gak kalah kece. selalu, good job, gagas :)
isi: sebenernya buku ini gakbisa disebut seru sih, soalnya jenis konfliknya bukan konflik yg mengaduk2 emosi pembaca, malah cenderung terkesan datar.
Tapi yg bikin gue sukaa banget sama ni buku, Kak Winna sukses banget membangun suasana sepanjang isi buku yg "mellow&sendu", menyeret gue buat ikut2an mellow juga. Percakapan di dalamnya, yg sebenernya sederhana, tapi sukses bgt juga bikin gue terdiam, merenung sejenak, dan akhirnya ninggalin kesan tersendiri di hati.
Buat gue, novel yg bagus gak cuma novel yg seru, bikin pembaca gabisa berhent sampai halaman terakhir&bisa mengaduk ngaduk emosi, tapi juga yg berhasil ninggalin kesan tersendiri di hati dgn caranya sendiri---sesederhana&sesimpel apapun ceritanya.

Dan menurut gue, "Unforgettable" sukses melakukannya.
Jadi, 5 bintang buat "Unforgettable" yg bener2 unforgettable :)
Profile Image for Sisy Sisil.
8 reviews
April 27, 2012
"...Ini adalah sepotong kisah dari sang waktu tentang menunggu.kisah mereka yang pernah hidup dalam penantian dan kemudian bertemu cinta."

itu penggalan terakhir yang disajikan di bagian belakang buku. Ok.
Dialog di hati saya:
Cover: check
tagline: check
sinopsis: check
author: Winna Effendi.
conclusion = worth a try

diawali dari 2 sudut pandang terpisah tanpa nama.
cerita berlanjut, sampai akhirnya dua kehidupan itu saling bersinggungan.
terkesan seperti obrolan ngalor ngidul, tapi justru banyak hal yang bisa direnungkan dibaliknya.
saya taksir 1 bab gak lebih dari 10 sampe 15 halaman.
buku keseluruhannya pun terhitung tipis. tapi bener2 berisi dan layak dibaca

ceritanya mengalir gitu aja. membahas hidup, cinta, keputusan menjadi dewasa, dll.
pada akhirnya, konsep buku yg saya tangkap mengingatkan saya dengan bukku berjudul Tuesday with Morrie.

tapi sayangnya, saya bukan penggemar cerita dengan ending seperti yang disuguhkan di cerita ini. walaupun saya sadar, justru kalo endingnya tidak seperti ini akan mengurangi keindahan cerita yang sudah dibangun susah payah sejak awal.

satu hal yang membuat saya sangat menikmati karya2 Winna Effendi, terutama buku ini, adalah pilihan bahasa penuturannya.. gmna ya? indah kalo boleh saya bilang. enak dibaca.

semua hal diatas dibungkus dengan apik, dan membuat buku ini memang bagus banget :)
Profile Image for Nur Ramadani.
24 reviews1 follower
November 10, 2012
Menurutku, tipe novel seperti ini jarang ada. Ada beberapa hal yang menurutku sangat menarik di buku ini.

1. Gaya bahasa yang digunakan agak lebih 'berat' ketimbang novel indonesia lainnya yang pernah kubaca. Tapi itu menjadi nilai plus dari buku ini, karena kita harus benar-benar mencermati setiap kata yang terangkai. Pokoknya suka deh sama gaya bahasanya.

2. Terus juga bagaimana sang author yang menceritakan kepada pembaca tentang 'perempuan itu' dan 'lelaki itu', membuat tulisan dalam buku ini bebas dari tanda kutip (") yang biasanya berada di awal dan akhir kalimat percakapan karakter. Seperti kalimat tak langsung, seakan author melihat para karakter kemudian menceritakan kembali kepada pembaca.

3. Dan satu hal lagi, nama dari karakter 'perempuan itu' dan 'lelaki itu'. Seakan-akan saya membaca seluruh buku ini hanya bertujuan untuk mengetahui nama mereka. Hehehe.

4. Kemudian juga tentang penggambaran rasa wine yang diceritakan membuatku ingin mencoba wine jugaaa. :)

Kalau masalah jalan ceritanya, lumayanlah walaupun sudah agak umum. Namun yang membuatku tertarik bukan jalan ceritanya, tapi bagaimana kak Winna menceritakannya ke pembaca.

Wah, salut lagi nih... Setelah Remember When, ada Unforgettable yang membuatku terpukau dengan cara Kak Winna bercerita. :)
Profile Image for Eva.
Author 24 books121 followers
November 25, 2014
Penceritaan yang unik. Winna pendongeng yang ulung. Saya menyukai cara Winna meyuguhkan ceritanya. Terasa magical. Saya suka obrolan filosofis mereka.
Namun tokoh utama Winna di sini memiliki kemiripan yang amat sangat mirip dengan tokoh Freya di Remember When. Sama-sama suka rock, sama-sama muram dan murung, sama-sama menyimpan kesedihan karena kehilangan seorang ibu. Saya merasa sedang membaca kisah lain dari Freya--atau terasa seperti titisannya. Kesamaan lainnya kedua tokoh utama diketemukan karena memiliki kesedihan yang sama. Karena membaca dua novel Winna saya sempat terpikir: Apa kesedihan itu hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang memiliki luka sama? Apa orang yang mencoba paham memang tak akan pernah paham?
Setiap membaca karya Winna perasaan saya selalu diaduk-aduk. Apalagi novel ini memiliki diksi dan kosakata yang sangat kaya.
Namun sekali lagi saya tak bisa jatuh simpati apalagi empati pada kedua tokohnya. Saya merasa ditolak duluan, merasa jadi orang di luar pagar yang sia-sia saja mencoba memahami mereka. Tiba-tiba saya menjadi sepenakut kedua tokohnya untuk mencecap rasa. Jadi cukup sajalah mengikuti kisahnya tanpa larut apalagi hanyut.
Profile Image for Rose 📚🌹.
536 reviews132 followers
January 27, 2012
selengkapnya liat di : http://sikutubukuocemei.blogspot.com/...

Mereka adalah dua orang yang tidak saling mengenal. Tidak pernah menyapa, tapi selalu berada ditempat dan waktu yang sama, melakukan aktivitas yang berbeda. Menulis adalah kehidupan wanita itu. Bersama kakaknya, ia membuka usaha wine yang ternyata cukup banyak peminatnya. Dan pria itu adalah orang yang mencicipi wine di kedai Muse setiap harinya. Bermula dari tatapan yang tak sengaja bertemu, obrolan kecil pun terjadi. Obrolan mereka hanya seputar aktivitas keseharian mereka. Tidak pernah lebih dari itu. Tidak ada yang berani memulai tepatnya.

Cerita ini unik. Dari awal hingga pertengahan akhir, tempat yang menjadi lokasi pertemuan mereka selalu sama. Tak pernah berubah, seolah itu sudah menjadi bagian dari janji mereka yang tak terucap. Wine menjadi pilihan terbaik untuk menemani obrolan mereka. Tak ada yang menyadari jika wine-lah yang mempertemukan mereka berdua.
Profile Image for Niratisaya.
Author 3 books45 followers
February 6, 2012
This is what I expected of Winna Efendi!

Sejak membaca Remember When saya mengharapkan Winna (I didn't dare to call her Efendi, here) menuliskan sesuatu yang menggebrak dan membuat saya ketagihan, seperti seharusnya, pada tulisannya.

Meskipun ditampilkan dengan gaya yang sedikit fragmented dan membuat saya mesti menyediakan waktu khusus untuk membacanya, Unforgettable cukup berharga.

Sampai saat ini saya masih merasakan rasa giddy atas pengalaman membaca saya. Dan tidak ingin menghabiskan banyak kata untuk menjelaskan novel ini. Diksi Winna cukup menawan di sini. Begitu pula dengan ide cerita serta plot tampilannya. But what makes me satisfied is the end. Beberapa mungkin tidak setuju, tapi pada akhirnya, setelah berpikir ulang, saya rasa akhir yang ditawarkan Winna indah - jika tidak membahagiakan :)

Thumbs up for Winna Efendi and her unforgettable novel!
Profile Image for Muhammad Rajab Al-mukarrom.
Author 1 book28 followers
June 28, 2023
buku ini menjadi salah satu buku yang 'unforgettable' karya Winna Efendi.
ia tampil beda pada novel ini.
dewasa, natural, filosofis, dan lebih romantis.
awalnya, sebetulnya, saya kurang suka. entah mengapa beberapa bagian terasa mengundang rasa kantuk saya.
tapi dengan segala keindahan bahasa dan keromantisan suasana dalam novel ini membuat saya makin menyukainya. terutama dua tokohnya. membuat saya begitu penasaran.
dan WINE-nya tentu saja! ah, jadi kepengin minum juga jika memang semanis apa yang dideskripsikan penulis. ;)

saya suka akhir buku ini, seperti sebuah perjalanan (yang menurut saya benar-benar seperti sebuah perjalanan dua insan yang saling jatuh cinta, berbagi, menyayangi, dan merindukan)
romantis dan hangat.

karakter tokoh yang hidup, setting yang ciamik.
Winna, you did it! :)
Profile Image for owleeya.
307 reviews100 followers
February 27, 2012
Novel terbaru Winna Efendi ini memang berbeda dari novel-novel sebelumnya yang bergaya teenlit. Unforgettable memang diperuntukkan untuk pembaca yang lebih dewasa, tapi untuk YA (Young Adult) seperti saya juga bisa. ;)

Unforgettable menceritakan tentang dua orang yang sering bertemu di wine lounge, saling memerhatikan masing-masing, sampai akhirnya si pria memberanikan diri untuk menyapa. Yang dibalas baik oleh si perempuan.

Kemudian, mereka berbicara.

Awal-awalnya agak bingung kenapa ada tulisan yang dimiringkan, ada yang enggak. Kenapa ada dialog yang dimiringkan, ada yang enggak. Tapi lama-lama jadi biasa. :)

Dan rasanya kok pas banget ya ngebayangin Unforgettable ini dijadikan film, kayak One Day gitu. :p

Sayangnya, novelnya kurang panjang. Gak biasanya.

4/5
Profile Image for Dayuledys.
21 reviews
September 7, 2012
Aku berani kasi five stars , buat kk winna. Perfect.
Menrutku ini novel yang unik , dari segala sisi. Dan aku dapet banyak pelajaran dari buku ini.

Tentang 2 orang yang tidak saling mengenal , bahkan setelah mereka berbicara mengenai banyak hal, mereka masih tidak tau nama masing2. Yahh, sampai akhirnya si wanita tau nama si pria itu.

Ceritanya dewasa banget, apalagi membahas banyak tentang wine. Setelah membaca buku ini, jadi tertarik buat mencicipi.
Walaupun ceritanya dewasa tapi ini nyaman banget buat dibaca anak-anak remaja kok.
Dan gaya menulis kk winna. Sesuatu !
Walaupun antara dialog dan narasi hanya dibedakan oleh huruf biasa, dan huruf miring. Tapi buku ini nyaman untuk dibaca.
Pokoknya ini buku paling aku suka dari semua karya kk winna.
Profile Image for Yulistiani.
309 reviews33 followers
June 19, 2012
Beberapa bab awal; hoaam, ngantuk.
Beberapa bab berikutnya; wah, aku juga ngerasa kayak gini nih.
Bab terakhir; nangis.

Bagaimana mungkin buku setipis ini bisa mengingatkanku akan semua kenangan tentang dia?

3 bintang untuk ceritanya.
1 bintang karena...

Aku tidak tahu seseorang bisa melepaskan seperti itu dan baik-baik saja. Mungkin kami sudah terlalu jauh..

"Kita tidak bisa 'hanya' berteman," sahut perempuan itu. "Kita akan bertukar pandangan penuh makna. Kita akan teringat pada apa yang pernah ada. Kita akan berharap akan apa yang mungkin ada."


Displaying 1 - 30 of 193 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.