Jump to ratings and reviews
Rate this book

Ngawur Karena Benar

Rate this book
“Berani karena benar" sudah tidak spesial lagi. Sekarang yang spesial adalah "ngawur karena benar". Sujiwo Tejo menghidangkan hal-hal yang spesial dalam buku ini.

Bak martabak spesial, tepatnya martabat dari kengawuran yang berfondasi kebenaran. Jurus-jurus terakhir bagi kita setelah mentok pada jurus-jurus lain yang konon sistematis, santun, dan berbudi pekerti. Setelah kita endus bahwa di balik kedok tertata, sopan, dan bertata krama itu ternyata adalah kepalsuan, ketika itulah ngawurisme bermula.

Berbahan bakar urakan. Urakan berbeda dari kurang ajar. Urakan melanggar aturan termasuk aturan berpikir demi mengikuti hati nurani. Kurang ajar melanggar aturan hanya demi melanggar. Wahai jiwa yang hangat, selamat datang di alam ngawur.

“Normalnya, melihat kengawuran itu menyebalkan. Namun, saat yang disebut normal itu justru merusak akal sehat, lalu kita mau apa? Di sinilah mengapa seorang Sujiwo Tejo ada. Ia berani ngawur, menabrak batas normal yang sering penuh kepalsuan.” Rosianna Silalahi, TV Host, Praktisi Media, Pendiri RoSi Inc

Buku Ngawur karena Benar semoga menjadi pertanda "insight" yang membaik, dan bisa menjadi salah satu resep untuk memelihara kesehatan jiwa bangsa Indonesia tercinta.” NOva RIyanti YUsuf, Penulis, Psikiater, Perempuan di Parlemen

"Tulisan yang mengalir dan terasa kengawurannya dengan nyata. Mengacak-ngacak pikiran ke arah yang benar." Tina Talisa, Presenter Berita, Moderator, Trainer

248 pages, Paperback

First published March 1, 2012

58 people are currently reading
997 people want to read

About the author

Sujiwo Tejo

27 books432 followers
Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 47 tahun) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia adalah lulusan dari ITB. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".

Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
201 (44%)
4 stars
100 (22%)
3 stars
112 (24%)
2 stars
26 (5%)
1 star
13 (2%)
Displaying 1 - 30 of 40 reviews
Profile Image for Aditya Mahapradnya.
7 reviews3 followers
October 15, 2012

Ketika baru saja bertamasya pada satu halaman awal buku ini, yang langsung terpampang jelas di pikiran saya adalah: NGAWUR.. tapi ya barangkali benar juga.

Bagaimana ia membaurkan kosmologi wayang sesuai tafsirannya dengan filsafat dan logika ilmu pengetahuan modern, sungguh ngawur.. tapi ya pada akhirnya kita juga seperti ikut mengganggukkan kepala dengan kengawuran tersebut.

"Kita harus pakai Batman. Jangan Anggodo. Jangan Hanuman.." Tiba-tiba Bagong memecah keheningan di tepi kolam renang gedung baru DPR.
"Eling-elinglah film Batman. Yang bisa menghadapi Joker cuma Batman.."

Resi Subali. Dia satu-satunya yang bertapa seperti kelelawar. Ia menggantung tubuh terbalik dengan kepala di bawah. Berwindu-windu. Besok senin para panakawan akan menemui Resi Subali.


Barangkali kelemahan yang ada di buku ini adalah, saya membayangkan bagaimana orang-orang yang tak terlalu paham dengan idiom-idiom bahasa jawa, akan cukup kesulitan mengikuti manuver-manuver Tejo, karena memang sangat bertaburan di dalamnya.

Jam terbang kengawuran Mbah Tejo menghasilkan rangkaian yang mempunyai dinamika yang asyik dalam buku ini. Sindiran yang kocak, percintaan, rumah tangga, sampai optimisme, semua ada dalam balutan ngawur tadi.

Salut untuk Mbah Presiden!
4 reviews
May 20, 2025
Setelah saya membaca salah satu karya dari Sujiwo Tejo ini,rupanya Ngawurisme ala mbah Tejo bermula dari palsunya kesopanan dan tata krama yang selama ini diagung-agungkan. Jancuk sebagai akarnya. Ketika sebuah tujuan tidak bisa dicapai karena terlalu banyak tata krama, cara satu-satunya adalah ngawur.gila benerr
Ngawur di sini bukan berati arogan ataupun urakan yang sifatnya anarkis. Ngawur di sini maksudnya adalah keluar dari pakem. Tidak sesuai dengan aturan formal-prosedural yang ada. Dan mbah Tejo sendiri lebih menyukai cara yang ngawur namun tidak munafik dibanding santun namun munafik.
Isi buku ini adalah satire yang mbah Tejo ungkapkan dengan menyangkutpautkan kisah dunia perwayangan baik Ramayana maupun Mahabharata dengan kemelut yang terjadi Di Indonesia. Beberapa judul yang menarik adalah “Burisrawa Berwajah Gayus”, “Yudhistira Naik-naik ke Puncak Gaji”, “Memasuki Milenium Sengkuni”, dan maih banyak lagi.
actually ,saya sebenarnya kurang suka membaca karya yang isinya ada campuran bahasa daerah,apalagi saya tidak paham dengan arti kalimatnya.Namun,dari beberapa cerpen dalam karya ini,saya menemukan apa yang dimaksud di awal.Akan tetapi sulit menemukan koherensi dalam cerita ini,apalagi terdapat gaya bahasa yang tidak semua pembaca mengerti.
Profile Image for Arystha.
322 reviews11 followers
February 1, 2024
Ini buku isinya kumpulan tulisan beliau di media cetak, kayak di Jawa Pos, AREA, Kompas, juga Tempo. Saya terutama suka tulisan beliau yang judulnya "Wakil Rakyat Klampis Ireng", "Bapak Ceplas-Ceplos Nasional", "Semiliar Kunang-Kunang di Angkasa", "Orang Semenanjung Itu Telah Semakin Rusak", dan "Tak Ada Salahnya Jadi Kaum Optimis".

Sesuai judulnya, isi buku ini emang ngawur, tapi benar. Pikiran diadu kembali untuk berpikir sekali lagi tentang masalah-masalah yang ada, sampai akhirnya di ujung bacaan selalu muncul pernyataan: 'Hmm, ada benarnya juga.'
Profile Image for Della Permatasari.
4 reviews5 followers
November 1, 2017
Gara-gara ini saya kelabakan pengen kenal wayang-wayang 😂 ini buku komedi satir yg bikin mikir
Profile Image for Faj.
238 reviews
August 29, 2023
Karena hanya kebekuan yang susah memaafkan.
Profile Image for Risna Ristiana.
42 reviews5 followers
February 28, 2013
Julukan “Dalang Edan” atau “Dalang Gila” memang pantas disematkan kepada seniman eksentrik ini. Agus Hadi Sudjiwo atau yang lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah dalang kenamaan, seniman, sastrawan, sekaligus wartawan senior lulusan ITB yang memiliki pemikiran sangat kritis terhadap ketidakbenaran yang sedang terjadi di Bangsa ini. Dia acap kali menyampaikan kritikannya melalui cerita wayang dan tulisan-tulisannya yang dikarangnya. Salah satunya terhimpun dalam buku Ngawur Karena Benar, yang merupakan kumpulan esainya di media massa dari tahun 2010-1011.

Dalam pengantar bukunya, Sujiwo Tejo mengatakan bahwa “Ngawur Karena Benar” adalah jurus terakhir kita ketika mentok pada jurus-jurus lain yang konon sistematis, santun dan berbudi pekerti. Tetapi setelah diendus, dibalik kedok yang tertata, sopan dan bertata krama itu ternyata yang ada hanyalah kepalsuan, maka saat itulah ngawurisme bermula. Ngawurisme itu menurutnya berbahan bakar urakan yang melanggar aturan berpikir yang semestinya demi mengikuti hati nurani dan jalan kebenaran. Hal ini berbeda dengan kurang ajar yang melanggar aturan hanya demi melanggar, tak ada tujuan.

Dalam buku setebal 248 halaman ini, Jiwo menggambarkan peristiwa aktual yang sedang dihadapi masyarakat maupun pejabat bangsa ini dengan cara berceritanya yang ngawur dibumbui sindiran-sindiran tajam. Salah satu contohnya adalah sebuah cerita bertajuk “Komisi Peternakan Kroto” (h.54-59), dalam percakapan antara Bagong, Petruk dan Gareng. Dalam cerita tersebut Bagong bertutur bahwa kita (masyarakat) harusnya memberikan pelatihan untuk KPK bagaimana cara memanggil orang dengan benar dan tanpa basa basi. Pelatihnya adalah tukang panggil sopir di mal-mal. Perkataan Bagong tersebut mendapatkan reaksi dari Petruk dan Gareng, “Masa para pemimpin KPK dilatih oleh car caller?”. Tetapi dengan santainya Bagong menjawab, “Jangan menyepelekan mereka. Mereka kalau manggil orang itu bener-bener manggil, bukan basa basi.”

Bisa ditebak, bahwa sepenggalan sajian istimewa kisah satir tersebut ditujukan untuk KPK. Dalam cerita tersebut, Jiwo dengan cerdasnya mengkritik kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang beberapa saat lalu tidak bisa menampakkan taringnya dalam memanggil koruptor. Banyak orang yang dianggap koruptor telah dipanggil tetapi tidak ada kejelasan lebih lanjut. Masyarakat hanya bisa menduga-duga apakah yang dipanggil benar-benar koruptor atau hanya sebagai pembuktian bahwa KPK telah melakukan tugasnya.

Terlepas dari kekurangannya, seperti tidak adanya penjelasan atau sekedar footnote tentang beberapa istilah bahasa Jawa, buku ini tetap layak untuk dinikmati, terutama untuk masyarakat yang jenuh dengan keadaan negeri ini. Sujiwo Tejo dengan kengawurannya bisa menjadi salah satu cara kita untuk mengkritisi setiap aspek kehidupan bangsa ini, karena “berani karena benar” sudah tak spesial lagi dibanding “ngawur karena benar”.

@is_nna
Profile Image for Alfian Murtadlo.
3 reviews
April 17, 2013
Judul Buku : Ngawur Karena Benar
Penulis : Sujiwo Tejo
Penyunting : Tantrina Dwi Aprianita
Penyelaras : Mery Riansyah
Penerbit : Imania
Tahun Terbit : 2012
Jumlah Halaman : 248


Buku yang berjudul Ngawur Karena Benar ini berisi tentang kritikan-kritikan kepada permasalahan yang pernah menjadi topik pembicaraan masyarakat pada umumnya. Di mulai dari permasalahan DPR yang menghabiskan uang anggaran negara demi meng-elite-kan fasilitas ruang kerja yang tidak diimbangi dengan kualitas kerjanya itu sendiri, terbukti dengan masih banyaknya anggota DPR yang lalai terhadap kewajibannya. Sampai dengan lagu Udin Sedunia yang dinilai sebagai biang kerok sindiran-sindiran yang dilakukan para remaja kepada orang-orang yang namanya tersisipi kata “UDIN”. Perpecahan pada kubu Demokrat karena kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh Nazarudi dkk juga tak lepas dari pembahasan buku ini. Bahkan Bapak Susilo Bambang Yudhoyonopun juga dikupas gosipnya akan ketergantungannya dengan nomor 9. Tak khayal lagi bahwa buku ini buku yang termuat kengawuran didalamnya.
Kritik-kritik ini dibahas secara tersirat dengan bahasa yang ngawur. Bahasa yang ngawur ini dibumbuhi dengan peranan tokoh-tokoh masa lalu yang berasal dari Indonesia dan dari luar negeri. Tokoh-tokoh zaman dahulu Indonesia yang termuat pada buku ini adalah lakon-lakon dalam wayang seperti panakawan, Subadra, Abimanyu, Arjuna, Prabu Rama Wijaya, Dewi Durgandini, Ki Ageng Pemanahan, dan lain sebagainya. Tokoh Asterix dan Obelixpun juga dimuat dalam buku ini.
Buku ini sangat bagus untuk pembaca yang menginginkan pemikiran kedepan pada saat membaca buku. Kenapa dibilang pemikiran kedepan? Karena buku ini sangat sulit dibaca cepat (sekilas). Untuk mengetahui topik pembicaraannya, buku ini harus dibaca dengan gaya baca pengamatan (observation). Keistimewaan yang lain dalam buku ini adalah terdapat dalam subjudulnya (chapter). Setiap judul dari setiap chapter menggunakan bahasa yang menarik dan membuat penasaran si pembaca. Isi dalam setiap chapter dibawakan dengan santai dan tidak terlalu panjang (seperti cerpen) sehingga membuat pembacanya tidak bosan dengan permasalahan yang dibahas dalam setiapnya. Kelemahan buku ini adalah setiap chapternya tidak saling berkaitan walau diperankan dengan tokoh yang sama.

Nama : Alfian Ali Murtadlo
Kelas : X-Unggulan
Absen : 03
Profile Image for Irene J. Meiske.
Author 1 book5 followers
December 8, 2012


Jangan berharap bisa baca dengan mulus dan lancar buku ini, karena memang isinya ngawur sengawur-ngawurnya. Antara ledakan bom di Solo, dilaporkan oleh Tintin dan Snowy, lalu saksinya adalah Wayne Rooney? Kalau ngutip istilah Sujiwo Tejo, yang sering diucapkannya di jagad twitter, tidak akan bisa baca tulisan-tulisannya ini kalau IQ-nya "melati".

Menggunakan kisah perwayangan sebagai analogi untuk menjelaskan masalah sosial-politik-budaya yang sedang terjadi di negeri ini, sebenarnya kita tidak perlu ngerti wayang kok. Cuma kalau memang tidak tertarik wayang, sebaiknya sih jangan baca karena nanti akan pusing sendiri dan nggak bisa narik benang lurus di tengah kekusutan cerita-cerita yang memang dituturkan dengan ngawur. Dengan gaya ngawur kita akan dapat kebenaran. Sama seperti memahami apa yang terjadi negeri ini, kalau pakai cara lurus kita frustrasi. Jadi mending ngawur aja tapi benar...
Profile Image for Zaman Baj.
2 reviews
April 16, 2013
Kata-kata NGAWUR bagi sebagian orang mengartikanya sebagai sesuatu yang salah, keliru, keluar pakem dari kebenaran dan keluar dari standar yang ada. Namun ketika seorang Sujiwo Tejo memberikan judul besarnya dalam karyanya "Ngawur Karena Benar", ia ingin menabrak batas normal yang sering penuh dengan kepalsuan, seremoni dan tiada esensi.

Dalam pengantarnya, Sujiwo Tejo memberikan alasan yang sangat kuat "Ngawur Karena Benar" adalah jurus terakhir kota ketika mentok pada jurus-jurus lain yang konon sistematis, santun dan berbudi pekerti. Setelah kita mengetahui bahwa di balik kedok tertata, sopan dan bertata krama itu ternyata adalah kepalsuan, ketika itu ngawurisme bermula.

Buku ini sangat cocok bagi orang jawa yang menginginkan hiburan dan pemikiran psikologi karena kebanyakan tulisan buku ini berhubungan dengan bahasa jawa dan wayang jawa. Namun jika anda belum paham benar dengan adat Jawa, mungkin akan kesulitan memahami maksud yang ingin disampaikan dalam buku ini.
Profile Image for Anton.
157 reviews10 followers
May 24, 2012
Satu saja kelebihan buku ini, dia jujur kalau isinya ngawur. Makanya saya memakluminya saja ketika isi buku ini memang ngawur. Tak jelas apa maunya.

Meski sudah baca hingga lebih dari separuh buku, saya tetap saja tak menemukan asyiknya buku ini. Maka, saya pun menyimpannya saja kembali. Tak melanjutkannya.

Buku ini berupa kumpulan esai Sudjiwo Tedjo, dalang yang juga mantan wartawan. Isinya, sejauh yang saya baca, terutama tentang dunia sosial politik meski dalam balutan cerita pewayangan. Ada soal korupsi, ketidakadilan sosial, dan semacamnya.

Ketika membeli buku ini, saya sebenarnya berharap menemukan tulisan nylekit, menggigit, dan lucu ala almarhum Kang Harry Roesli. Saya beli buku ini karena ingin mencari buku hiburan sekaligus kritikan. Tapi, harapan saya terlalu jauh. Buku ini sama sekali tidak memenuhinya.
Profile Image for ABO.
419 reviews47 followers
June 18, 2015
Jadi gini, buku ini hadiah dari Kuis Kecil (KUCIL) yang diadain sama fanpage The Casual Vacancy Indonesia.

Isi buku ini emang ngawur sih tapi juga memang benar. Intinya cerita-cerita di buku ini punya tokoh-tokoh campur aduk dengan latar dunia perwayangan. Beberapa cerita berhasil membuat saya ngakak, miris, bahkan mengerutkan kening saking ngawurnya.

"Di Ngarab Saudi mereka dipotong tangan, di Cina dipotong lehernya, di tanah Nuswantoro ini malah dipotong masa hukumannya." (Hal. 60)

"Semua pejabat itu sumpahnya akan mendahulukan kepentingan umum, tapi kenyataannya?" (Hal. 134)

""Namanya saja memecahkan masalah. Jadi masalah satu dipecah jadi sua masalah, tiga masalah, empat masalah, dan seterusnya ... dari satu masalah jadi makin banyak masalah...." (Hal. 155)
Profile Image for W Hanuman.
26 reviews
February 17, 2013
Kumpulan esai seorang Sujiwo Tejo yang sarat paralelisme dengan dunia perwayangan, yaitu dunia yang setiap kondisi bisa diambil relevansi mulai dari penokohan, sifat, setting, dan kejadiannya. Namun itu hanya sebagian besar saja, akan ditemukan lebih banyak lagi 'pelintiran' realitas yang memang sudah semakin kabur nilai-nilainnya dari sentuhan kemanusiaan. Dengan tulisan ini kita seakan diingatkan kembali untuk mengingat segenap aspek kemanusiaan (lebih tepatnya manusia Indonesia) yang semakin tumpul oleh jaman, sehingga kemandirian serta objektifitas kita dalam menilai sesuatu akan kembali sehat dan bening. Berbagai cuilan cerita dikemas dalam banyak nuansa keunikan bahasa dan--yang sebenarnya sangat--berbudaya.
1 review
Read
July 17, 2013
wkwkwkkkwkwkwkwwk !

lucu, sekaligus memecah wacana tentang arti dan makna "ngawur". ngawur dalam budaya memiliki makna negatif, tapi dalam makna yang disajikan oleh "Kyia Kondang Ing Tanah Jawi", maknanya sangat luas dan perlu dijadikan pegangan, bahwa hidup di Era kekinian (era Es Be Ye) lebih enak ngawur dari pada berani, ngawur bukan berarti "menghalalkan segala cara" (serupa salah satu petinggi partai politik yang bukan hanya suka empal/daging, tapi juga suka empal brewok). haaaa.... lucu sampai tak bisa bilang apa, inilah hal baru yang disajikan oleh Kyai Kondang Ing tanah Jawi. cara bicaranya seumpama sabda, yang harus dilakoni dan di "lakeni", agar hidup ini lebih bermakna bagi rasa/kepekaan hati.

haaaa.....
Profile Image for Triyoga Adi Perdana.
3 reviews1 follower
January 8, 2013
Buku ini tuh, tipikal-tipikal yang benar-benar membuat gaya saya nulis langsung berubah. Sekiranya kalo orang seni disuruh nulis ya gini ini, semaunya sendiri. Baca cerita di buku ini, setidaknya harus punya dasar arti pewayangan. Mas Sudjiwo Tejo benar-benar menggunakan pemeran-pemeran utama di setiap cerita ini pake tokoh punakawan dan koleganya. Jadi kalo gak tahu kriteria kecil sifat masing-masing tokoh juga yang ada bingung, ngalor-ngidul gak jelas, ini maksudnya cerita nyeritain apa sih? :)

Over all, saya suka genre tulisan beliau.
Keep writing mbah. Setidaknya, menyindir itu benar-benar tidak melulu jalur kekerasan. *jooos
3 reviews
September 29, 2012
Jika saja Sujiwo Tejo adalah seorang koki, maka beliau ini mencoba menyajikan kpd kita sebuah menu yg terdiri dari dua makanan yg berbeda, keduanya dikombinasikan menjadi menu spesial.

Maksud saya, bahwa, ada dua hal yg saya dapat dari buku ini, pertama, pemahaman saya terhadap tokoh pewayangan semakin bertambah (tentu saja ini bukan buku pewayangan yg kumplit, tp setidaknya menambah wawasan saya dgn cara yg santai).

Kedua, seperti mendapat sebuah ajakan yg bersahabat dari seorang Sujiwo Tejo utk berpikir bersama dari setiap masalah/kasus yg diketengahkan dlm setiap babnya dari buku ini.
Profile Image for Edlin.
36 reviews4 followers
July 31, 2012
Dalam buku ini, Tejo banyak menggambarkan tentang peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di negara ini. Sebagai penggambaran, Tejo mengaitkan realita yang terjadi dengan kisah-kisah pewayangan. Menurut saya, buku ini akan kesulitan dipahami oleh mereka yang sama sekali tidak mengenal pewayangan. Salah satu petikan tulisan Tejo yang paling menarik dalam buku ini adalah bahwa mencintai itu takdir, dan menikah itu nasib. Di mana kita sebagai manusia bisa merubah nasib, tidak bisa merubah takdir.
1 review5 followers
Want to read
April 17, 2013
kenapa masyarakat ketika mendengar suara sirine mobil polisi langsung mingggir. Padahal menurut undang-undang lalu lintas hanya ada lima yang berhak didahulukan di jalan raya yaitu, presiden dan wakil presiden, tamu negara, ambulan, kereta api, dan pemadam kebakaran.“Menteri dan gubernur nggak berhak meminggirkan kita.” Matap Mbah Tejo :)
Profile Image for Ona Istiqoma.
1 review
June 5, 2012
kebenaran dgn balutan urakan yg cerdas,. buku ini berhasil mengundang senyam-senyum di bibir para pembacanya sekaligus menggugah kesadaran dengan pesan yang tersirat di dalamnya..

ketika "berani karena benar" sudah tidak spesial lagi, maka sudah saatnya kita beralih ke "ngawur karena benar"..
Profile Image for Andika  Abdul Basith.
66 reviews12 followers
October 30, 2012
sekarang saatnya kita dobrak pemikiran-pemikiran lapuk yang sudah mengendap di otak. diganti pemikiran yang ngawur tapi karena benar.
ini bukan buku terbaik sudjiwo tejo, tapi seperti biasa beliau selalu bisa membuat buku yang bagus dan menarik
Profile Image for Rip Dony.
8 reviews1 follower
December 26, 2012
benar2 sebuah buku yang sangat mengagumkan, sesuatu kengawuran namun kita menemukan kebenaran disana, sebuah kritikan pedas, namun ada sisi humoris disana, penggambaran sisi lain dari tokoh2 panakawan yang sangat epik dan mengesankan,
57 reviews4 followers
June 7, 2013
Aku sudah banyak baca buku, dan buku ini termasuk "spesies" baru yang aku temukan. Untung sku ngerti dikit2 cerita wayang, sehingga nggak mempan "dikibulin" dalang Tejo. Bener2 ngawur masak cerita wayang "diobrak-abrik" dicampur sama tokoh2 seperti Nazarrudin, Anas Urba, Nunun Nurbaeti, wkwk.
Profile Image for Amelia.
32 reviews32 followers
June 16, 2013
Membaca buku ini kalau tidak tahu tentang issue-issue politik yang sedang bergejolak di dalam negeri pasti membingungkan. Sujiwo Tejo dengan sarkasmenya menceritakan tentang masalah politik yang tengah terjadi di pemerintahan kita dengan pengandaian tokoh-tokoh epos pewayangan.
Profile Image for Matheus Aribowo.
24 reviews2 followers
March 18, 2015
Kritik sosial ala seniman. Itu yang terlintas ketika harus menulis tentang buku ini. Dengan guyonanan ala Mbah Tedjo, buku ini mengajak kita untuk melihat lagi diri kita. Dalam kaitan kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadilah warga negara yang baik, jangan seperti sengkuni.
Profile Image for Diah.
4 reviews2 followers
Read
June 18, 2012
very light....but smart!
Profile Image for Niken.
35 reviews1 follower
August 26, 2012
Ngawurnya benar-benar, tapi benarnya tidak ngawur. Rasanya, ini adalah bentuk kontemplasi Sang Presiden Jancukers atas kondisi negeri ini dengan pemisalan melalui filosofi wayang.
Profile Image for Rina Purwaningsih.
82 reviews1 follower
November 11, 2012
Tetap khas memang gaya tulisan sujiwo ini. Tetep mengusung cerita wayang dalam segala kisah kisruh negri ini.
Profile Image for Ibnu Nashr.
84 reviews13 followers
October 28, 2012
Perlu otak kanan untuk memahami tulisan-tulisan mbah jiwo :)
Displaying 1 - 30 of 40 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.