Jump to ratings and reviews
Rate this book

Trilogi Elir #1

Vandaria Saga: Takdir Elir

Rate this book
Ordo Vhranas yang terletak di Tanah Suci Bedina selalu mengirimkan bantuan menuju daerah-daerah Vandaria yang membutuhkan bantuan. Kali ini, seorang gadis frameless bernama Rozmerga yang merupakan anggota Kesatria Valiant Ordo Vhranas diutus untuk pergi menuju sebuah benua yang terletak jauh di timur laut Tanah Utama Vandaria yang bernama Elir, di mana sedang terjadi konflik tanpa alasan yang jelas di antara dua kerajaan besar di benua itu. Rozmerga, pergi dengan tekad bulat dan semangat yang berkobar, tanpa mengetahui cobaan takdir yang menyambutnya di benua asing tersebut...

265 pages, Paperback

First published March 8, 2012

9 people are currently reading
240 people want to read

About the author

Hans J. Gumulia

3 books13 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
73 (39%)
4 stars
53 (28%)
3 stars
33 (17%)
2 stars
22 (11%)
1 star
6 (3%)
Displaying 1 - 30 of 53 reviews
Profile Image for Reineke.
3 reviews5 followers
March 15, 2012

Membaca prolog dan bab awal Takdir Elir, hati ini serasa diiris...
Gimana enggak, melihat 25++ lembar kertas dibuang sia-sia

Intinya prolog dan bab 1 sebenarnya bisa dipadatin jadi:
-Pendeta berdoa
-Pendeta diberi perintah oleh dewi.
-Pendeta memanggil tokoh utama nomer 1.
-Pendeta memberi misi ke tokoh utama nomer 1 dan sepasukan prajurit suci agar mengantar surat untuk pimpinan 2 kerajaan yang lagi berselisih di Benua Elir.

Singkat kan? Untuk adegan itu si pengarang sukses menyeret pembaca melalui 25++ halaman..... Lengkap dengan info dumping pelajaran sejarah dan jabatan si tokoh utama yang akhirnya sama sekali tidak berpengaruh ke jalannya cerita


“Dari jajaran jabatan yang terdapat pada Ordo Vhranas hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menyandang Kesatria Valiant. Gelar tersebut hanya akan diberikan kepada seseorang yang telah dapat menunjukkan pengabdiannya terhadap Vhranas dan memiliki bakat luar biasa di bidangnya.”


Boros kalimat dan masih ditambah lagi dengan penjelasan mengenai kehebatan tokoh utama sepanjang dua paragraf...

Lanjut lagi, rupanya pembaca dibuat menunggu sampai detik terakhir sebelum mengetahui apa tujuan sang pendeta tadi memanggil tokoh utama. Kenapa? Karena si tokoh utama harus pergi sarapan dulu...

“Sarapan pagi hari itu berupa semangkuk sup jagung dan sepiring asparagus bakar yang menjadi santapan kegemaran Rozmerga. Clarith mengatakan bahwa hal tersebut merupakan tanda keberuntungan Rozmerga yang akan terus berlanjut di hari itu. Sugesti tak berdasar itu agaknya menambahkan kenikmatan lebih bagi asparagus bakar yang disantap Rozmerga.”


Benar-benar filler! Dan hampir 60% isi buku ini FILLER seperti itu!

Lanjut lagi...

Oh belum bisa, karena Sang pengarang memutuskan memasukkan selembar PUISI...


“Wahai Rashnu, sang bijak, Berilah akal dan ilmu abadi.
Wahai Tistrya, sang kaya raya, Bagilah kilaumu pada jalan anakmu (juga pada kantong kami!)
Wahai Vata, sang adil dan benar, Adillilah orang yang menjahati anakmu.”


tarik nafas panjang

Karena enggak ingin diadili Vata maka saya gak akan mengutip seluruh puisinya.

Dear Mr Author... for the love of whatever deity you believed in... PLEASE deh jangan mencoba sok jadi epik dengan masukin puisi yang useless!

Kenapa useless? karena tidak ada hubungannya dengan cerita.

And don't get me started with the dialogue.... keju bakar ditaburi bumbu keju dan disiram lelehan keju pun gak lebih keju daripada ini.


“Hei Clarith, kulihat pagi ini dirimu sangat ceria.”

“Tentu saja! Bagaimana tidak, hari ini adalah hari di mana sahabatku diutus untuk menemui Sang Pendeta Agung secara langsung! Kau tahu itu sangat berarti kan, Roz? Sebuah kehormatan yang luar biasa!”

“Tentu saja hal itu sangat berarti, sahabatku. Tapi bagaimana kalau kita sarapan terlebih dahulu?”


Seperti dubber film India lagi baca naskah....

Lanjut lagi…

Sekarang ganti setting, desa kaum Frameless hutan, tokoh utama nomer 2 bermimpi kalo dia ditakdirkan jadi pembawa BUSUR PANAH sakti. Dan seperti udah bisa diduga, saat hari pemilihan BUSUR PANAH sakti itu melesat ke arahnya. Ini yang melesat busurnya atau panahnya? Atau busurnya memuntahkan anak panah secara otomatis ke tokoh utama nomer 2?

Hanya pengarang yang tahu... yang jelas seluruh adegan diatas memakan 20++ halaman lagi. Sekali lagi FILLER...

Dan... Setelah BUSUR PANAH itu melesat ke tokoh #2 maka BOOOM

APPARATE.... eh salah TELEPORT!

Akhirnya tokoh #2 berakhir di padang pasir dan bertemu tokoh #3, yang memperkenalkan diri lengkap dengan profesinya "PETUALANG", mending kalo emang dia itu petualang profesional, ternyata dia baru bertualang seminggu, itu sih liburan sambil hiking + backpacking mas

Oh dan entah ini supposedly funny or what, tapi kulit tokoh utama #2 akan glowing HIJAU kalau minum air... "Don't make her drink! You wont like her when she's drinking!"

Dan ada narasi aneh yang cukup bikin pusing...

Gurun pasir Tak Bernama yang berada di bagian utara benua Elir dan seharusnya beriklim dingin itu menyimpan banyak sekali misteri di dalamnya.

Gurun pasir? Beriklim “Dingin”?

Well, I know deserts are very cold at night. But, really… Iklim dingin as in Antartic? (nyari desert daerah Artic and Antartic di Globe)

Yah mungkin itu emang fitur khusus dunia Vandaria dan benua Elir, pokoknya gurun itu beriklim dingin!

Lanjut lagi…

Kembali ke perjalanan tokoh #1 yang disuruh ke Benua Elir dan kini berada di atas sebuah kapal laut.

Kecuali Elir itu benua yang sama sekali ga pernah di explore masuk akal kah ada scene seperti ini
Tidak mudah bagi mereka untuk menemukan tempat berlabuh. Setelah menyusuri pesisir Elir berjam-jam lamanya, akhirnya mereka menemukan kota pelabuhan kecil

HELOOOO itu sekapal ngga ada navigatornya? Apa mereka berlayar buta? Nebak2 arah?

Atau ini dunia ala RPG? party dapat misi harus ke Continent sana tapi karena World Map blm terbuka jadi nyusurin pantai nyari port city?

Kalo sudah ada PELABUHAN, harusnya kan sudah ada petunjuk derajat lintang dan bujur untuk mencapai pelabuhan tersebut? Di Dunia Vandaria yang kecanggihnya sampai ada motor gurun, kapal terbang, dan kota terbang, masa tidak punya sistem navigasi dan peta? Kalau memang benar demikian... Really, ada yang SANGAT salah dengan prioritas progress teknologi dunia ini!

Tidak peduli seberapa asingnya Benua Elir. Kalau para tokoh dari benua lain tahu Elir itu ADA bahkan tahu bahwa di sana nyaris terjadi perang. Logikanya mereka tahu letak bujur lintang kota-kota pelabuhannya di peta.

Dan sebelum scene aneh diatas kita dijejali pula dengan filler lain seperti ini:

tokoh utama #1 'merasa' mereka akan sampai...
lalu datang seorang prajurit melaporkan 'kita akan sampai'...
tokoh utama #1 pun tersenyum puas dan MEMERINTAHKAN agar 'terus berlayar sampai daratan itu dan cari tempat untuk berlabuh...'

Well, that scene took 1 extra page, SPECIAL.

Buku ini benar-benar kebanyakan FILLER! Mungkin judulnya lebih pas kalo dijadikan Takdir FILLER?

Ok lanjut lagi, #1 dan prajuritnya lalu bertanya-tanya pada penduduk lokal

"Ke ibukota lewat mana bu?"

(facepalm)

Wahai tokoh #1 dan para prajurit suci, kalian sebulan berlayar ngapain aja sih? Main Capsa? Pelajari dong itu peta benua tujuan kalian!

Setelah itu mereka travel blindly lagi...

Ini prajurit apa backpacker sih? Saya MAKIN curiga orang2 dunia ini gak punya peta dan kompas.

Mereka terus berjalan buta dari kota-ke kota sampai menemukan penginapan bobrok, dan #1 pun bersyukur pada dewa seolah mereka akan mati kalau tidur di alam bebas.
“Puji Ahura Mazda!”

HELLLLLLOOOOO? Kalian itu prajurit bukan sih? Apa nggak pernah dilatih berkemah dan bertahan hidup di alam bebas?

(headbang)

Lanjut dengan scene di dalam penginapan, dan ternyata saya salah lagi... Mereka PASTI bukan backpacker! They are definitely rich school kid, whining during a cheap study tour. Mereka terus mengeluhkan makanan yang tidak layak dimakan. Mengeluh penginapannya berdebu dan bertikus.

Adegan berlanjut esok harinya saat #1 menanyakan arah ke pemilik penginapan yang bau busuknya bisa dicium dari jarak 10 kilometer, dan maksud saya bukan bau busuk yang sesungguhnya....

Saya hanya bisa facepalming saat si tokoh utama TERKEJUT bukan main ketika menyadari bahwa mereka ternyata dijebak oleh pemilik penginapan menuju sarang perampok.

Yeah missy, AS IF no one saw that coming from miles, well unless you of course.

Lanjut lagi, di hutan itu #1 dan prajuritnya tidak berkutik saat para perampok membunuhi mereka satu persatu semudah nepukin nyamuk.

Hold on... Sepasukan prajurit suci yang dipimpin oleh Kesatria Valiant, yang gelarnya dan kehebatannya bahkan sempat dijejalkan sepanjang tiga paragraf di bab awal..... Pawned by common robbers??

Yeah that is something

Untuk bapak pendeta agung... lain kali kirim suratnya pake merpati aja ya pak? Kasihan prajuritnya mati sia-sia…

Singkat cerita saat #1 terbangun, ternyata perampoknya dengan baik hati menunggu dia sadar sebelum memperkosa atau bahkan menggeledah barang-barang dia. Saya tidak melebih-lebihkan, para perampok itu memang menunggu sehari semalam sebelum menyeretnya ke dalam tenda dan berniat memperkosa dia!

Perampok di sana gentlemen semua ternyata. (applause)

Tapi pembaca tak perlu cemas. BEHOLD!! Ada keajaiban yang membuat our damsel in distress magicaly escaped untouched, unscratched!

Padahal saya akan jauh lebih respek sama #1 kalo dia menghajar si perampok saat berduaan aja. Seperti Chrodechild saat hampir diperistri paksa oleh Raja Mesum di Suikoden Tierkreis. Tapi rupanya ekspektasi ini ketinggian untuk novel yang covernya menampilkan cewe setengah bugil, dan perkenalan tokohnya dilengkapi dengan ukuran dada dan pinggul kaum hawanya... And people say DONT judge a book from the cover? (throw a book cover to those people)

Pindah lagi ke tokoh #2 dan #3

Mereka diserang Gorken dalam perjalanan. Apa itu Gorken? Versi Orc dunia Vandaria.

Lanjut lagi, di saat genting2 nya pertarungan antara mereka. Si #3 meraih BUSUR SILANG nya. Tapi #2 melarang #3 menembakkan busur itu

Kontan aja #3 nanya kan : kenapa ga boleh?
Dan #2 menjelaskan dalam satu paragraf betapa BUSUR PANAH miliknya begitu sakti mandraguna.
Lalu #3 pun menyuruh #2 untuk menemanah musuh
Barulah #2 memanah musuh

Penting? Sungguh deh kalian ini, TEMBAK dulu infodump-nya belakangan napa? Memangnya seperti model film2 Tokusatsu, Sentai, ato Mahou Shoujo, di mana tokoh utamanya sedang Henshin ato Gattai, musuhnya menunggu dengan manis di pinggiran.

(banging head on the table)

Tapi ini memang TAKDIR FILLER....

Singkat cerita karena kebaikan hati dan ketulusan #2 para Gorken menjadi bodyguard mereka sampai mereka menemukan senjata sakti kedua.

Dan formula klise yang sudah dipakai berulang kali pun dipakai di sini

Senjata2 itu dulu milik 5 pahlawan yang mengalahkan Big Bad Evil, dan sekarang seperti biasa karena si Big Bad Evil mau bangun lagi, 5 pahlawan generasi baru harus mengumpulkan lagi senjata-senjata tersebut dan melanjutkan tugas pendahulu mereka.

(menoleh dengan serius ke arah pembaca)

Wahai calon-calon pahlawan bumi di masa depan, seandainya suatu hari nanti kalian berhasil mengalahkan seekor evil lord. Kami mohon dengan sangat, do your job thoroughly! Basminya jangan tanggung-tanggung! Bakar mayatnya, kalau perlu siram abunya dengan air keras! Hancurkan senjata saktinya dan hukum mati seluruh keturunan, murid, pengikut, kekasih, dll nya!
Kami tidak mau DITAKDIRKAN membasmi ulang penjahat yang sama. Apalagi dengan petunjuk setengah-setengah, dan masih harus ngumpulin senjata yang udah disebar entah kemana, tanpa tau cara penggunaan senjata tersebut sebelum trial dan error berkali-kali.
Tambahan lagi... Kalau kalian memang cemas si big bad bakal bangun lagi... Kenapa juga senjata + cara penggunaan dan manual HOW TO KILL the big bad evilnya ga disimpen di satu tempat aja sih? Dan dijaga turun temurun oleh keturunan kalian?? Toh tidak usah cemas senjatanya akan disalahgunakan, secara dalillnya senjata-senjata sakti tersebut secara ajaib ‘mengenali siapa yang pantas menyandangnya’

(facepalm)

Formula yang klise sebenarnya enggak masalah, tapi entah kenapa cara pengarang meyampaikannya begitu... keju! Lengkap dengan para tokohnya mendapat pandangan gaib untuk MELIHAT masa lalu, tepatnya saat 5 pahlawan pendahulu yang juga leluhur mereka mengalahkan sang Big Bad Evil (mohon diingat poin ini, ini akan menjadi penting sekali nanti)

Sekarang #2 dan #3 pulang ke kota #3 yang melayang di langit, mencari clue tentang 5 pahlawan di masa lalu dan sang Big Bad Evil. Mereka lalu menuju sebuah kota/ desa misterius untuk mencari senjata milik sang Big Bad Evil. Saya penasaran, kenapa enggak dihancurkan saja sih dari dulu-dulu? bahkan Harry Potter pun memilih menghancurkan Elder Wand.

OK lanjut lagi, cerita berpindah ke tokoh Raja #4.

Si #4 mendapat laporan bahwa kotanya diserang oleh pasukan dari Raja #5 dan pembaca benar2 dipaksa menyaksikan adegan itu DUA kali! Saat penyerangan sesungguhnya benar terjadi, dan saat si prajurit melaporkannya pada Raja.

Really, flasback is OK. But do you really need to make us watch the same scene twice?

Dan dengan kejamnya sang pengarang masih membuat Raja #4 bertanya "Katakan wahai prajurit, benarkah yang kau katakan pada kami barusan?"

Dan seolah belum puas, pengarang masih membuat Raja #4 bertanya lagi pada penasihatnya "Katakan penasihatku apakah prajurit itu bisa dipercaya"
Sebagai pembaca yang dipaksa menjalani adegan yang sama selama berlembar-lembar saya hanya bisa menerimanya sebagai takdir….. Takdir Filler

Lanjut lagi

Raja #4 walau ia kenal baik dengan Raja #5 Sampai di tahap ia yakin #5 tidak akan menyerang kerajaannya. Begitu akrabnya sampai diceritakan saat kecil mereka sering beradu pedang... (dan keduanya diceritakan tidak menikah serta tidak punya keturunan, apa mereka ehm... punya kecenderungan yang nyerempet2?)

Raja #4 dengan MUDAH memutuskan THIS IS SPARTAAAAAA, TONIGHT WE DINE IN HELL, THIS IS WAAAARRRR

(menatap ke langit di mana tampak kilauan tali persahabatan yang baru saja di uppercut sekuat2nya)

What happen to diplomacy approach, my dear King?

Akhirnya #1 sampai di Kerajaan milik Raja #4 dan berhasil bertemu dengan Raja.

#1 menunjukkan surat dari pendeta agung agar Raja #4 menunda perang, karena ada Big Bad Evil yang memanipulasi agar perang terjadi.

Raja #4 menunda perang, namun ia HANYA memerintahkan pasukannya camp di perbatasan berhadapan dengan pasukan #5 Tanpa ada inisiatif untuk menyelidiki...

Hello!!! Diplomacy anyone??? Anyone????

Yah udah lanjut lagi deh

#1 lalu berangkat lagi untuk menyampaikan surat yang sama ke Raja #5

Dimana #1 kemudian disambut oleh pejabat2 dekat Raja, yang salah 1 nya tidak mengetahui keberadaan ordo suci yang mengutus #1

pejabat A: Ah, no pic = ordo hoax !
pejabat B: Bah dudut loe, ordo itu beneran tau!

Dan saya pun membenamkan wajah ke dalam bantal.... Dalam-dalam sekali....

Sekecil apa sih ordo yang mengutus #1 ini sampai bisa ada pejabat istana yang tidak tahu tentang mereka?

Mengingat penjelasan panjang lebar tentang ordo yang bersangkutan di halaman awal, rasanya digambarkan ordo ini begitu besarnya. Apalagi ordo ini punya militer sendiri. Regardless prajuritnya manja semua, gak bisa bertahan hidup di alam bebas, ga bisa baca peta/ navigasi, dan di pawned habis-habisan oleh bandit kampung.

Bahkan seorang civilian, salah satu teman tokoh #3 aja tau tentang ordo yang konon katanya sering mengutus pasukan untuk meredakan konflik di tempat-tempat jauh. Kebangetan kan ada pejabat istana yang tidak tahu keberadaan mereka sampai dianggap HOAX?

Lanjut lagi...

Raja # 5 membaca surat yang sama dan melakukan hal yang sama, menunda perang.

“Menepati janji pada Rozmerga mereka tidak menyerang, hal ini membuat prajurit mereka heran. Namun apabila ada yang keberatan dengan perintah itu mereka tidak mengatakannya.”

(banging head on the table)

Logisnya sih prajurit dua negara itu harusnya malah bngung waktu Rajanya memutuskan perang segampang order nasi goreng.
Dan saat diperintahkan cease fire, sudah sewajarnya para prajurit merasa LEGA. Kenapa harus keberatan? Mereka itu manusia, punya istri, anak, dan keluarga. Prajurit pergi berperang untuk melindungi itu, kalau tidak ada hal yang mengancam keberadaan keluarga dan negara mereka ya jelas mereka ga keberatan dong! Pada punya suicide tendency semua ya?

Kembali ke nomer #2 dan #3 mereka menemukan kota misterius yang ternyata menara. Disana mereka mengetahui bahwa senjata sang Big Bad udah hilang bertepatan dengan mulainya konflik di benua ini (DUH?!)

Lalu mereka diminta ngumpulin senjata2 sakti milik pahlawan-pahlawan yang lain. Dan diberi clue bahwa Raja #4 dan #5 masing2 memiliki senjata sakti. Setelah itu no #2 dan #3 masuk ke lingkaran sihir dan BOOOOM

TELEPORT!

#3 jatuh di tempat Raja #5
#2 jatuh di tempat Raja #4

Masing2 hero dan Raja mendapat 'vision' gaib lagi ke masa lalu tentang 5 pahlawan melawan sang Big Bad Evil (#1 yang kebetulan lagi bareng Raja #5 juga ikutan dapat vision walau dia ga punya senjata ajaib btw)

dan setelah mendapat vision itu, #3 mengajak "Ayo ketemu Raja #4" (well, logicly) Tapi Raja #5 masih bisa-bisanya nanya "Ngapain?"

Takdir FILLER...

Tapi akhirnya mereka bertemu juga....

"Berkat keputusan Raja untuk berperang, maka makin singkat pula jarak yang harus ditempuh 5 pahlawan Elir ini untuk saling bertemu"

What kind of logic is that?


Dan kembali terjadi scene ajaib di pertemuan itu

Raja #4: kenapa pasukan loe nyerang kota gw?
Raja #5: waah gw juga ga tau bro, mereka nyerang2 sendiri, tapi tenang bro.... gw mau tanggung jawab kok
Raja #4: *tersenyum lega sambil mikir dalam hati: mantap bro! gw tau loe emang ga bakal nyerang gw*

DA-FUQ....

Dan akhirnya mereka ber 5 menyatukan senjata sakti mereka (kecuali si #1 yang emang ga punya) dan BOOOOM

TELEPORT LAGI... kelima-limanya

Tapi, kali mereka teleportnya ini ke masa lalu, ke masa dimana Sang Big Bad masih berkeliaran. Yang ditunjukkan dengan sebuah selebaran berisikan SAYEMBARA untuk MENUMPAS si Big Bad Evil (serius SAYEMBARA untuk MENUMPAS) .

Dan saat itulah mereka sadar....

Mereka bukan keturunan dari para pahlawan, mereka sendiri pahlawannya....


NICE TWIST!


................



..............



...........



........



WAITAMINUTE.....


LALU VISION VISION YANG KALIAN LIHAT TADI APAAAAAA??? GAK SADAR APA UDAH NGELIHAT WAJAH SENDIRI?

LALU... (matiin caps lock) Lalu kalau leluhur kalian TIDAK mengalahkan big bad evil dan menyegel senjata sakti yang kemudian diwariskan untuk kalian...Bagaimana caranya kalian bisa kembali ke masa lalu dengan menggunakan senjata tersebut???

Masih mending kalau saat mereka balik ke masa lalu senjata-senjata itu hilang, dan quest mereka adalah untuk menciptakan kembali senjata yang bisa ngalahin sang big bad. Tapi ini tidak demikian!!!

Jadi kesimpulannya mereka datang dari masa depan, setelah mewarisi senjata dari masa lalu, lalu kembali ke masa lalu, demi mengalahkan big bad evil di masa lalu tersebut? Dengan menggunakan senjata yang dibawa dari masa depan (tapi merupakan warisan masa lalu?)

NO, this is not a nice twist! Am I the only one who see the HUGE time-paradox flaw here???

Yah setidaknya masih ada moral baik di kisah ini. “Jadilah perampok yang gentlemen! Jangan mencoba menyentuh korbanmu saat masih pingsan.”
Profile Image for Fredrik Nael.
Author 2 books45 followers
April 3, 2012
Selesai baca dalam beberapa hari. :)

Lumayan cepat, menurutku, buat novel fikfan lokal yang biasanya sering bikin mandek di tengah jalan entah karena gaya berceritanya yang ajegile atau terus menerus bikin kening berkerut.
Tapi gaya penulisan Hans ini asik kok, mudah diikuti, selain memang ceritanya cepet banget (terlalu cepet, bahkan) dan halamannya gak banyak.

Intinya, alkisah adalah lima orang berbeda yang terpilih oleh takdir atau, bisa juga, “takdir?” untuk menyelamatkan Benua Elir dari jiwa jahat seorang pengkhianat yang sempat tersisa karena gak ter-tumpas (sengaja bahasanya, :P) sampai habis sewaktu dikeroyok para pahlawan di masa lalu.

Ada yang bilang kalau buku ini isinya kebanyakan filler.
Well, imo, enggak.

Memang ADA filler-filler gak penting yang selain menuh-menuhin halaman ternyata pada akhirnya juga gak mendukung plot cerita, misalnya lagu sepanjang satu halaman di akhir bab 2 yang gunanya menunjukkan kalau ada banyak dewa-dewi di dunia itu dan (sebagian besar?) penduduknya relijius.
Tapi so what? Toh fakta ini gak mendukung kisah.
Kalau ternyata dunia Vandaria adalah monoteis, pembaca Takdir Elir juga gak akan merasa.
Kalau ngomongin soal filler, seriously, masih banyak buku fikfan lokal yang filler-nya jauh lebih banyak dan lebih parah isinya daripada yang ada di Takdir Elir. Jadi ini yaa ... masih bisa diterima lah. :D


Yang kurang banget dari buku ini, imo, justru adalah sense of urgency -nya, kalau gak mau dibilang gak ada sama sekali.
Ini menurutku ada beberapa faktor yang terkait:

1. Ada kekuatan jahat berlatar-belakang deimos/iblis yang sedang bangkit dan (mungkin?) akan mengacaukan dunia, selain Benua Elir. Tapi gak ada perasaan genting dalam bentuk apa pun yang diinfiltrasikan ke benak pembaca.
Seluruh kisah (yang seolah-olah penting) ini cuma berasa macam side quest yang dilakukan oleh para tokoh utama semata-mata karena mereka gak ada kerjaan lain.

Rozmerga pekerjaan utamanya adalah makan asparagus bakar, dan dia mungkin mulai bosan dengan rutinitas monotonnya (iya, makan asparagus bakar!), dan Sang Pendeta Agung (+ Sang Penguasa Kematian) mungkin juga mulai sadar kalau kebanyakan makan asparagus bakar bisa bikin seorang Kesatria Valiant jadi lenje dan dodol, maka berangkatlah Roz ke Benua Elir dalam sebuah misi sederhana (yang masih mending, daripada gak ada, dan terus menerus makan asparagus bakar!), menjadi ... kurir antar surat.
Kenapa Roz, btw, sama sekali gak jelas. Gak ada latar belakang tentang tokoh ini yang bikin pembaca peduli bahwa hidupnya harus diselamatkan dari takdir monotonnya ... makan asparagus bakar.
Oya, “bom” di ending juga gak mengubah apa pun.

Ketiadaan sense of urgency yang sama juga kerasa buat tokoh-tokoh lain.
Sigmar, seorang pemuda bukan siapa-siapa (secara literal, karna aku gak tau satu hal penting pun tentang dia), yang lagi berpetualang mencari harta, secara KEBETULAN bertemu dengan cewek frameless cakep semi bugil yang “jatoh dari langit” dan tubuhnya cem kena mutasi sampe bisa fluoresensi segala (:O).
Sigmar juga KEBETULAN mendapatkan keberuntungan lagi karna kemudian mendapatkan satu pusaka keren, The Super-sharp Glowing Dagger, yang fungsi spesialnya ... glow-in-the-dark.
Is he somewhat blind sampai-sampai dia harus nemu cewek fluoresens dan belati glow-in-the-dark?
Dan TERNYATA karena keisengan takdir, dia juga harus terlibat dalam lintang-pukang mengatasi kekuatan gelap yang mulai merayap bangkit.


2. Masih terkait dengan karakterisasi, sense of urgency terkikis habis karena semua karakter utama di buku ini digambarkan macam robot yang terus menerus dikasih tugas sama si penulis.
Kasian.
Mereka gak punya pendapat sama sekali.

Disuruh pergi ke benua seberang antar surat, pergi.
Disuruh teleport ke tempat A, B, C, teleport.
Disuruh pergi ke kuil misterius, pergi.
Disuruh naik ke pesawat, naik.
Disuruh siap-siap buat perang, siap-siap.
Disuruh berhenti siap-siap buat perang, berhenti siap-siap.

They just don’t think. @__@
Dan jika karakter gak berhenti buat mikir, pembaca gak akan bisa relate dengan apa pun yang mereka lakukan.


3. Yaaah, mungkin berpikir memang mahal dan buang-buang waktu.
Karena jujur, gak akan sempat!

Setiap peristiwa di dalam buku disajikan dengan sangat cepat!
Melompat-lompat dengan kecepatan ultra fast. Hop, hop, hop.
Bahkan itu pun masih terlalu lambat sehingga lebih dari satu kali, para tokoh utama kita harus teleport demi menghemat cerita mengejar waktu!

Namun walau cepat, bukan berarti mereka gak sempat makan asparagus bakar sih. Ayolaaah, makan itu kebutuhan primer kan?? *wink*

So, sangat minim drama.
Hanya satu even ke even lain ke even lain, dan seterusnya. Terlalu lurus. Sulit membangun sense of anything, sebenarnya.


4. Dan ini kan kembali lagi ke awal cerita di mana seharusnya ada suatu kegentingan yang dibangun di sana. Bahwa seisi buku ini adalah demi mengatasi sebuah masalah (apa pun itu).
Tapi pembaca ditinggalkan dalam keadaan blank.
Disuruh-suruh maju terus cem karakter-karakter utama tanpa tau mau dibawa ke mana. :-?

Oh, jadi tentang pengkhianat yang bersekutu dengan iblis di masa lampau! Oh, jadi tentang mengumpulkan relikui kematian! Oh, jadi ada lima jumlahnya! Oh, jadi ada lima pahlawan juga!

Semacam itu lah.

Tapi untungnya, sekali lagi, kalimat-kalimat yang ditulis di dalam buku ini enak dan gampang diikuti. Jadi semuanya mengalir lancar.
Dan ilustrasi-ilustrasinya juga keren. Aku adalah pembaca yang ga cerewet soal ilustrasi. Ilustrasi adalah medium penting dan punya kekuatan tersendiri dalam novel. Dan dalam kasus Vandaria Saga, kurasa ini adalah elemen yang sangat penting bahkan, jadi gak perlu lah dihilangin. Orang-orang yang mengaku terganggu dengan adanya ilustrasi di dalam novel, aku percaya mereka gak akan mati kalaupun ngeliat.
Jadi, selama ilustrasinya bagus, terusin aja.
Salut buat Rama Indra! ^^b


Selain tentang sense of urgency, ada beberapa hal lain yang kucatat juga:

- Ada beberapa penggunaan kata yang gak tepat, semisal “frekuen” di hal 9.

- juga blunder yang aneh, misalnya gurauan Sang Pendeta Agung yang terdeteksi pedo di hal 14 (heh?!? O__o).

- Serta copas redudant menjengkelkan dari perangkat kepemimpinan kedua negara, Serenade dan Vandergaard, yang dipimpin oleh cowok muda + keren, punya dua tangan kanan yang salah satunya harus tolol dan emosi-an supaya yang satu lagi bisa keliatan lebih sabar dan berwibawa, serta rajanya juga jadi bisa keliatan lebih bijak daripada seharusnya.
Memang sih kalau di-game biasanya brute dengan strength atau kemampuan war tinggi, stat intelligence-nya pasti dodol parah.
Tapi yaaa... please deh. Stereotipe klise banget. -___-'

- Copas mengerikan juga terjadi di bab 19 dan 20.
Isinya sama persis, cuma para pelakunya aja yang beda.
Intinya ada dua orang asing muncul di dua tempat berbeda dan harus meyakinkan dua raja berbeda dan para ajudan klise-nya bahwa mereka punya info penting dan kata-kata mereka dapat dipercaya.
Peringatan: Awas déjà vu akut!

- Dan setuju juga kalau diplomasi yang hilang juga jadi pertanyaan besar karena ternyata hubungan antara kedua raja (muda + keren) sebenarnya cukup akrab, bahkan mereka bisa saling melemparkan senyum simpul misterius di hal 221 sehingga sempat menimbulkan kesan kalau keduanya sepertinya punya hubungan BL di masa lalu. Err...

- Nuansa khas dunia RPG juga masih sangat kentara di mana para tokoh utama hidup hanya demi melakukan quest saja tanpa ada pertimbangan tentang rutinitas sehari-hari mereka kalau tanpa quest itu ngapain?
(Makan asparagus bakar lah, Fred!) Oh, yeah... @__@

- Apa beda frameless dengan manusia? Ini juga jadi pertanyaan, karena sepertinya gak ada.
Demi membuat frameless jadi keliatan lebih keren daripada manusia, maka mata dan rambutnya dibuat eksentrik dikit. Tapi selebihnya? Sama aja. Sihir? Manusia juga bisa. Jadi ya, kenapa harus frameless? Kenapa gak cukup muggle dan penyihir aja?

- Oya, character stats di bagian depan juga sama sekali gak membantu buat karakterisasi. Malah gak penting buatku, selain mungkin untuk fan service aja. Dan karna aku bukan fan, aku gak peduli tentang stats ini.
Bahwa Sigmar punya hobi mengintip, WTF?!? Apa itu penting? *cakar tembok*

- Trus perihal BWH, yang sepertinya memang udah jadi tradisi. Imo, sangat diskriminasi dan hanya menunjukkan kalau Vandaria Saga adalah sebuah saga yang sexist. :|
Benarkah? *pasang neon tanda tanya besar*


But overall, this book was ok for me.

Ada beberapa misteri yang belum kejawab, seperti siapa dalang di balik penyerangan di Torvain dan apa senjata pusakanya Roz.
Tentang yang terakhir, aku malah kepikiran kalau si Roz ini masih sangat misterius dan berpotensi jadi twist, entah dari senjatanya, atau dia-nya sendiri yang justru ternyata adalah salah satu hallows, atau bahkan mungkin dia adalah horcrux terakhir...?
Yah, kita liat aja. Fufufu~

Dan pastinyaaah, ada momen-momen alis terangkat dan kening berkerut yang masih bisa dibuat lebih baik di buku-buku berikutnya.
Tapi pada akhirnya, Takdir Elir ini gak sampai se-menjengkelkan itu kok dan masih bisa dinikmati.

So, congrats buat Hans dan buku perdananya! ;)
Profile Image for Anindito Alfaritsi.
65 reviews7 followers
March 29, 2012
Kalau kamu seorang pecandu game, yang pernah ikut menikmati kejayaan genre RPG di era 16-bit dan 32-bit, maka ada kemungkinan cukup besar kau akan menikmati buku ini. Tapi kalau kau seorang pembaca novel kelas berat, yang sangat kritis terhadap kualitas isi dari buku-buku tebal, maka kayaknya, sayangnya, akan ada banyak hal di novel ini yang bakal bikin keningmu berkerut.

Entah ini suatu hal yang sudah tersebar atau bukan, tapi memang ada semacam kontroversi soal kualitas novel-novel Vandaria Saga. Aku pribadi ngerasa itu terutama diakibatkan oleh kerangka berpikir para penulisnya sejauh ini. Dan hal itu masih bakal lumayan kentara di seputar Takdir Elir. Memang ada sejumlah kemajuan berarti yang Takdir Elir miliki dibanding dua novel sebelumnya, Harta Vaeran dan Ratu Seribu Tahun. Tapi harapanku agar VS suatu saat bisa sebesar setting Forgotten Realms atau Star Wars--yang keluaran novel-novelnya dipandang memukau--kayaknya masih bakal makan waktu lama sampai terwujud.

Pertama-tama, Takdir Elir itu berlatar JAUH sesudah masa dua novel sebelumnya. Kita diperkenalkan kepada sekte keagamaan Ordo Vhranas serta Imperium Bedina yang sudah sangat berkuasa. Tapi fokus novel ini kali ini bukanlah Tanah Utama, melainkan Elir, benua di timur laut samudra yang bagi para pemerhati perkembangan Vandaria sejauh ini, merupakan sesuatu yang masih asing. Ada dua negara di Elir yang berada di ambang peperangan; Serenade dan Vandergaard. Lalu atas petunjuk dari para Vanadis, Rozmerga, seorang ksatria perempuan muda dari Ordo Vhranas, diutus ke Elir untuk melakukan 'sesuatu' soal konflik itu.

Pemaparan cerita di sampul belakang novel ini sebenarnya agak menyesatkan, karena Nona Rozmerga sebenarnya bukanlah fokus utama novel ini. Ada empat tokoh utama lain yang sama-sama terlibat, terpilih oleh takdir untuk menyelamatkan Elir dari ancaman kehancuran misterius yang menghantuinya.

Ada lima karakter utama dengan hanya 229 halaman. Sekalipun kelimanya menarik, kau sebaiknya jangan mengharapkan adanya perkembangan karakter yang berarti.

Soal plotnya sendiri, enggak ada kejutan yang benar-benar kejutan karena ceritanya stereotip cerita RPG. Ada kesan bahwa semua perkembangan dan kejadian ajaib yang para tokoh alami terjadi karena diskenariokan, tidak lain oleh takdir misterius yang mengikat mereka berlima. Hal ini sebenarnya takkan terlalu menjadi masalah sih, asalkan pemaparannya menarik. Tapi narasi Takdir Elir sendiri juga masih agak kurang di situ.

Pertama, soal karakter tadi. Para karakter kurang tergali. Sifat seorang karakter bisa diperlihatkan melalui interaksi-interaksinya dengan karakter-karakter lain atau melalui pemaparan dari isi-isi pikirannya. Dengan lima karakter, dan dengan plot yang bergerak sangat cepat, Takdir Elir sangat kurang dari segi itu.

Lalu, soal latar. Aku perhatikan di beberapa bagian bahwa deskripsi latarnya lumayan bagus. Dan memang latar dunia Takdir Elir menarik. Apalagi dengan gambar-gambar ilustrasinya yang bagus dan menyampaikan nuansanya dengan teramat kuat. Cuma sayang, semuanya masih kurang tergali. Pemaparan dunianya masih kurang. World building yang menyeret pembaca untuk masuk ke dunianya masih lemah. Kita masih tak tahu apa-apa tentang reruntuhan apa sebenarnya yang Sigwar jelajahi bersama Liarra. Kita masih tak tahu soal bagaimana pemukiman Lav'Areth yang misterius sampai terbentuk. Padahal dunianya salah satu yang paling eksotis di VS sejauh ini, dengan hutan-hutan misterius, padang-padang gandum luas, dan kota mesin yang melayang di udara dengan penduduk dari beraneka latar.

Ironisnya dengan semua keterbatasan itu, Takdir Elir justru menjadi novel VS yang sejauh ini menurutku paling memperlihatkan keajaiban-keajaiban yang dunia Vandaria. Di dalamnya disebutkan soal tumbuhan-tumbuhan khas yang belum pernah kita dengar sebelumnya, soal cara bermasyarakat marga-marga suci Frameless tertentu... atau itu semua memang berkat ilustrasinya yang keren ya?

Ilustrasi Rama Indra yang tersebar di sepanjang cerita menurutku benar-benar enak dilihat. Mungkin masih ada kekurangan dari segi kerasnya raut muka sih. Tapi seandainya suatu saat nanti aku menulis novel Vandaria Saga-ku sendiri, aku berharap orang ini yang kelak menjadi ilustratornya.

Singkat kata, Takdir Elir merupakan pilihan yang bagus bagi siapapun yang sedang mempertimbangkan untuk menyumbangkan karya di dunia Vandaria Saga, tapi belum tahu banyak tentang dunia tersebut. Petualangannya masih akan bisa kau nikmati asalkan kau tak berpikir terlalu mendalam tentang detil-detilnya. Ini masih jauh dari kaliber R. A. Salvadore, tapi setidaknya ceritanya bisa menjadi dasar naskah RPG 16-bit yang lumayan. Lebih dari itu, kalian bisa sampai dibuat mengumpat-umpat atau bahkan menggebrak meja.

Mari kita berharap perkembangan di buku keduanya akan lebih baik.
Profile Image for Harbowoputra.
Author 3 books5 followers
March 14, 2012
Oke. Sebuah novel yang lumayan tipis dan lumayan murah. Sampulnya juga bagus. Comot. Baca sinopsisnya. Hum, tokoh utamanya bernama Rozmerga? Baca endorsmennya. Endorser yang paling atas agak gaje komennya. Sip, bawa ke kasir. Buka plastiknya. Baca.

Sampe rumah, saia selesai membacanya. DAN SAIA KAGET. Kenceng juga, ya. Kirain bakal gimana gitu.
=====

Wah pake prolog. Pertanda buruk. Ya okelah, okelah, okelah... lalu saia masuk bab 2, dan menurut saia kejadian di prolog bisa dimasukin ke bab 2! Iya, jadinya prolognya beneran sia-sia. Padahal bisa aja diceritain secara tidak langsung (melalui dialog) di bab 2.

Astaga. Bab 1 dibuka dengan adegan menatap cermin. Hum. Oke, lupakan. Setidaknya ini gak dibuka dengan adegan bangun-tidur-kesiangan.

Ceritanya asik... save the world gitu deh, meski yang di-save cuma continent. Tadinya saia kira protagnya si Rozmerga, tapi di bab-bab awal terjadi "POV jump" dan saia langsung cemas bahwa novel ini bakal terus-terusan jump. Kecemasan saia terkabul. Jadilah, novel ini pindah-pindah protag... tapi POV-nya gak limited. Bukan masalah besar sih.

Tapi masalah yang sangat menganggu. Iya! Okelah kalo pake 3rd Person Omni, tapi jangan keterusan lompat-lompat dong. Pas narasinya lagi menyelami pikiran satu tokoh, eh di paragraf berikutnya menyelami tokoh lain. Mendingan pindah POV-character nya pas lagi pergantian bab aja, biar lebih rapi.

Ih ada lirik lagu... jelek. Beneran, ini bukan menghina. Liriknya sama sekali gak bisa buat dicoba dinyanyiin. Kalaupun dipaksa (iya saia nyoba sekali di lagu Vanadis itu) tetep gak kebayang nadanya bakal kaek apa. Jadinya berantakan.
(Padahal ya, di A Storm of Swords tuh hampir semua lirik lagu yang ada tuh bisa dicoba dinyanyiin. Terutama The Bear and the Maiden Fair; sumpah deh itu asik banget buat dinyanyiin.)
Mungkin perlu diperhatikan pembagian suku-kata dan rima di tiap baris.

Eh eh eh pas pertama kali dibilang bahwa di Elir ada konflik antara dua kerajaan... SAMPE AKHIR PUN saia gak tau konfliknya itu apa. Padahal inti ceritanya kan menghentikan konflik dan mencegah perang. Tapi kon-flik-nya-a-paaaaa!?

1. Apakah serangan di Torvain? Itu mah cuma skirmish biasa. Bisa diselesein dengan tukeran anak atau pernikahan, atau si Kerajaan Hitam tinggal ngasih hukuman pada pencetus serangan. Dan lagi, gak mungkin konfliknya dimulai oleh ini.

2. Dua raja di Elir ini bahkan gak tau konfliknya apa. Mereka cuma bilang tentang sebuah "konflik yang menggantung", tapi apa!? Kenapa bisa-bisanya salah satu penasihat Raja Putih bilang bahwa perang akan mengakhiri konflik ini... kalau konfliknya aja mereka gak tau!?

3. Atau, konfliknya udah dijelasin di novel, tapi saia gak inget sama sekali. Berarti si pengarang gagal dalam membuat saia mengerti.
=====

Karakter sampingannya kebanyakan. Harusnya bisa dipangkas tuh tokoh-tokoh yang gak penting, terutama dipangkas POV-nya mereka.

Ah ya... entah mengapa di sini tuh karakter-karakternya gak ada yang membekas. Bahkan lima tokoh utama itu serasa lewat gitu aja bagi saia. Entah saia yang agak susah ngerti... atau...
:D

Palingan cuma Sigmar yang masih keinget. Palingan itu juga karena si Sigmar ini tipikal hero RPG-RPG Jepun.
=====

Footnote-nya... vandammit, footnote-nya masih ngeselin! Gak-pen-ting. Semua yang ditulis di futnot bisa dijelasin di narasi... dan bahkan ada yang udah dijelasin di narasi TAPI MASIH DIJELASIN LAGI DI FUTNOT.
(Yes you, irtharia blossom.)
Kalo emang tiap ada istilah asing harus dikasih futnot, kenapa Meadar dan Sarsaparilla gak dikasih futnot? Kalo emang dua itu gak perlu dikasih futnot, kenapa Unicorn dan entah-berapa-macem-tumbuhan-itu dikasih futnot?
=====

Gitu aja deh. Saia lagi males ngebahas yang dll dll, ehahahah...

Pokoknya kalian harus beli ini supaya gak bingung pas baca yang kedua!
Profile Image for Shiki.
215 reviews34 followers
March 9, 2012
Ketipisan buku ini dibandingkan kedua pendahulunya adalah daya tarik tersendiri bagi saya. Sejujurnya, sinopsisnya tidak terlalu menggugah, apalagi perkenalan karakternya yang menurut saya agak monoton, tapi sudahlah, itu tidak penting.

Secara singkat Takdir Elir berkisah tentang sebuah ancaman yang konon tengah mendekat ke benua tersebut, dan lima orang yang asing satu sama lain berkumpul di sana, kemudian terikat oleh suatu takdir unik yang ternyata berhubungan dengan sejarah tempat yang bersangkutan.

Secara ide, tidak jelek. Ilustrasi dalamnya juga jauh lebih rapi ketimbang Ratu Seribu Tahun yang campur aduk tiada juntrungan. Penceritaannya juga cukup rapi ketimbang Harta vaeran, TAPI, demi Segala Dewa Penghiburan dan Kesenangan, saya tidak tahan dengan detail yang berlebihan dalam deskripsi! Dan SELALU saya temukan, bukan tipikal di awal banyak tapi pelan-pelan berkurang secara wajar. Itu juga yang menyebabkan buku ini selesai kurang dari dua jam. Lalu, ada penerapan kebiasaan dalam game yang cukup banyak, beberapa oke, beberapa sedikit mengganjal, tapi untuk selera saya belum terlalu mengesalkan.

Satu lagi yang saya kesal adalah, kenapa, di tiap buku tidak pernah ada yang berperan sebagai Frameless dengan benar dan konstan untuk menunjukkan 'Ini lho, frameless itu seperti ini', selain wujud fisik?

Yah, yang jelas saya menantikan buku keduanya, berharap ada perbaikan dalam deskripsi, tentu.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
April 24, 2012
Judul : Takdir Elir
Penulis : Hans J. Gumulia
Penata letak : Mulyono
Pem. Aksara : Reyner Nabeel
Proofread : Bonmedo Tambunan, Dina Begum, Adit H. Pratama
Pencpt. hikayat : Ami Raditya
PR : Truly Rudiono

Mengkristal bersama Vandaria
Ungkapan inilah yang mungkin dirasakan oleh para pembaca yang pertama kali membaca, dan kemudian jatuh cinta dengan dunia Vandaria. Dibentuk sekitar tahun 1999-2000, Seorang Ami Raditya sukses membangun sebuah universe yang begitu kompleks bernama Vandaria. Sebuah dunia dengan lini masa sepanjang ribuan tahun dengan aneka kisah, mitos, dan legendanya sendiri. Sebuah dunia unik dengan legenda kaum frameless, para raja dan ksatria pemberani, hingga penyihir dan makhluk-makhluk eksostis yang memenuhi ekspektasi para pecinta genre fantasi. Begitu luasnya alam Vandaria, sehingga penulisnya pun merasa kewalahan untuk mengisi tiap jengkal dari tanah dan waktu di Vandaria, sehingga Raditya kemudian mengajak para novelis, komikus, animator, pembuat game, musisi, atau siapapun yang terpesona dengan dunia Vandaria untuk bersama-sama mewujudkan dan membesarkan sebuah alam fantasi hasil kolaborasi anak negeri yang tidak kalah dengan Middle Earth-nya Tolkien. Sebuah konsep open world atau shared world dimana setiap orang dipersilakan mengisi alam Vandaria dengan kreativitasnya.

Dari sejumlah novel bersetting dunia Vandaria, telah ada tiga buku yang diterbitkan, masing-masing Ratu Seribu Tahun oleh Ardani Persada, Harta Vaeran oleh Pratama Wirya, dan Takdir Elir oleh Hans J. Gumulia. Saya berkesempatan untuk mulai mencintai dunia Vandaria lewat Takdir Elir (terima kasih atas kepercayaan yang diberikan). Kisah dibuka dengan perkenalan 5 tokoh utama yang disebut-sebut akan menentukan takdir Elir, sebuah benua terpencil di dunia Vandaria yang terancam terkoyak oleh perang. Adalah Rozmega (seorang gadis-ksatria dari kaum frameless), Liarra V. Flavianus (gadis flameless flavian), Sigmar Arvhelon (petualang pemberani dari gurun), Althor Serenade (Raja dari Kerajaan Serenade), dan Xaliber Reginhild (Raja Kerajaan Vandergaard); lima orang terpilih untuk menyelamatkan Elir. Dua raja yang disebut terakhir adalah raja dari masing-masing kerajaan yang hendak saling berperang di Elir.

Dimulai dari sebuah petunjuk dari para Vanadis (Dewa-Dewi bangsa Vandaria), Pendeta Agung memerintahkan Rozmega untuk berangkat ke Elir untuk menyampaikan pesan perdamaian kepada dua raja yang hendak saling berperang, Xaliber dam Althor. Di saat yang sama, di Hutan Tenteram Raz’Vinel di benua Elir, Liarra telah terpilih sebagai pemegang busur legendaris Valuminaire milik kaum flameless flavian , yang secara gaib busur ajaib itu langsung melontarkan Liarra ke Padang Pasir Tak Bernama di utara Elir. Takdir seolah telah menjalin kisah pertemuannya dengan Sigmar, sang pemuda dari gurun pasir, yang ternyata juga ditakdirkan untuk memiliki senjata pusaka kedua. Bersama-sama, mereka berdua kemudian menuju tengah gurun untuk menemukan belati pusaka. Perpaduan petualangan yang biasa kita lihat dalam game dan film akan kita temukan dalam upaya pencarian mereka berdua.

Sementara, Rozmega juga telah sampai di Elir. Di sana, ia kurang mendapatkan sambutan yang meriah karena ia dijebak oleh bandit. Namun, dengan keyakinan bahwa masih akan ada setitik cahaya terang dalam kegelapan, ia mampu melewati cobaan yang datang menghadang—tentu dengan bantuan tak terduga dari para Vanadis yang mengirimkan api naga untuk menyelamatkannya. Singkat kata, Rozmega berhasil mendatangi Althor dan Xaliber secara berurutan, seraya menyampaikan surat dari Sang Pendeta Agung yang meminta agar masing-masing pihak menahan diri. Saat itu, Liarra dan Sigmar yang berpetualang sampai kerajaan sihir di utara Elir tiba-tiba ditransportasikan secara sihir, masing-masing ke kemah kubu Serenade dan kubu Vandergaard. Kelima orang yang disbeut-sebut sebagai penentu takdir telah dipersatukan. Dan ketika kelimanya saling menyentuhkan masing-masing senjata pusakanya, kelimanya mendapati sebuah fakta yang mengejutkan. Bersama-sama, kelimanya harus bersiap menghadapi seorang tukang sihir berbahaya yang mengancam akan menghancurkan kedamaian di Elir.

Terlalu tipis, begitu impresi saya ketika menyelesaikan Takdir Elir karena kisahnya yang memikat namun terpaksa harus berhenti sejenak untuk menunggu sekuelnya. Buku ini memang hendak diterbitkan dalam bentuk trilogi. Kelebihan dari buku ini adalah kisahnya yang ditulis dengan runtut dan rapi, tidak berbelit-belit sehingga mudah untuk mengikuti alurnya. Ditambah dengan setting alam Vandaria yang telah eksis, mejadikan Takdir Elir mampu mengisi celah kosong di linimasa Vandaria, sekaligus sukses mengajak pembaca untuk mulai mencintai Vandaria. Saya yakin, setting alam Vandaria yang telah disusun mapan oleh Raditya memiliki banyak peran dalam proses utuhnya novel ini, sehingga penulis bisa berfokus pada alur cerita dan karakterisasi, menjadikan novel ini sebagai novel fikfan yang matang.

Hanya saja, karakter-karakter di dalamnya agak sedikit mudah ditebak, walaupun penulis sangat piawai dalam membangun karakter-karakter yang unik. Rozmega sangat orisinal, Liarra cukup anggun sebagai frameless cantik, sementara Sigmar adalah semacam karakter yang sifatnya “harus ada” dalam setiap kisah-kisah petualangan. Ketiga karakter inilah yang mampu menghidupkan Takdir Elir . Namun, karakter Althor dan Xaliber sedikit terlalu “lurus” bagi saya, terlalu banyak kemiripan di antara keduanya; yakni sama-sama raja yang baik, tampan, pemberani, dan dicintai rakyatnya. Entahlah, mungkin karena porsi penceritaan kedua tokoh yang tidak sebanyak tiga tokoh pertama. Alur cerita di sepertiga bagian ke belakang juga saya rasa agak terlalu cepat karena saya masih ingin larut dalam alam Vandaria sebelum menuju klimaks di bagian penghujung akhir novel. Tetapi, elemen dan dasar cerita dalam Takdir Elir telah dibangun dengan mantap dan baik sekali, sehingga membuka peluang yang sangat bagus untuk sekuel-sekuel berikutnya. Semoga, alam Vandaria mampu membuai lebih banyak petualang dan orang-orang kreatif untuk turut membangun bersama di dalamnya.

Profile Image for Bitwerk.
1 review
March 27, 2012
Hans + Team,

I normally read Ad, Design, Travel, Sci or Business books. I'm trying to read yours and trying to understand the whole Vandaria Stuff. There are few opinions, i won't give any detailed critique as i'm not an expert:

Bashing the other review, cold climate desert do exist, i presume all your audience are avid google scholar, or kids, so i suppose they never go anywhere else outside cities, i went to everest, the base camp were arid desert, no ice or glacier, sands everywhere and in 12pm the temperature is still minus and yeah it was super cold. This is just for everyone's information.

Firstly, i agree with all the reviews, it's too descriptive while your readers i presume more to the imaginative type of person.

Secondly, I read some Brian Selznick's book and also the latest book Hugo Chabret, and maybe you can combine metaphoric fantasy storyline based on true story into it, this maybe could trigger opinions, and have a better moral story in overall.

Thirdly, Ignore the first and second opinions above. So just like my company's rule of thumb "Trying to get everyone to like you is a sign of mediocrity".

Fourth, And in my experience If you are really effective at what you do, 95% of the things said about you will be negative. It's a reminder that the best people in almost any field are almost always the people who get the most criticism. The bigger your impact and the larger the ambition and scale of your project, the more negativity you’ll encounter. So that's purrrrfectly normal.

Ciao.
Profile Image for Dewi.
177 reviews67 followers
April 20, 2012
Pertama kali membaca kata yang tertera di sampul buku ini (Vandaria Saga), saya langsung ngerasa salah buku. "Hah? Vandaria tuh apaan?" pikir saya.

Membaca perkenalan para tokoh dan bab pertama, saya makin mikir kalo saya salah buku. Lah wong saya blank banget dengan istilah dan tata cara dunia Vandaria. Misalnya : frameless itu apa sih? Ordo Vhranas itu apa? Kalo semua penghuni Vandaria memuja Vanadis, kenapa musti ada pembagian ordo segala?

Huaa....saya makin bingung.
But the show must go on. Sekali buku terbuka, pantang berhenti tengah jalan (pret!). Dan saya pun melanjutkan petualangan saya bersama Rozmerga yang gagah berani.

Dari sekilas pandang, saya sempat berpikir kalau Vandaria ini semacam RPG (dan kayaknya sih emang iya). Soalnya perkenalan tokoh di halaman awal itu sampai mencantumkan ukuran fisik segala dan biasanya ini hobi di RPG (teori seenaknya XD)


Adalah seorang pendeta tinggi di Ordo Vrhanas yang mendapat wangsit untuk mengirimkan salah satu frameless juniornya ke Benua Elir. Saat itu, perang hampir pecah di sana karena pertikaian 2 kerajaan besar di benua Elir. Berbekal surat dari pendeta tinggi dan ditemani serombongan ksatria suci, Rozmerga pun melipir ke Benua Elir #heyitsryhme #rhymendasmu X)

Scene lalu berpindah ke Liarra, seorang frameless hutan dari marga suci entah-apa-namanya yang berdomisili di Benua Elir. Rupanya klan Liarra ini memiliki senjata suci nan sakti bernama busur Valuminnaire. Dan berhubung Benua Elir sedang dalam masa kritis, para tetua mendapat wangsit bahwa sudah saatnya busur itu dilepas untuk memilih tuannya. Dan (as we can guest) Liarra lah yang dipilih oleh sang busur.

And...Poof!!!
Begitu Liarra bersentuhan dengan busur Valuminnaire, detik itu juga dia teleport ke Gurun Pasir Tak Bernama dan bertemu Sigmar, seorang pengembara setengah frameless yang sedang dalam misi untuk mencari sebuah kuil yang hilang.

Berhubung Liarra yakin takdirlah yang membuatnya bertemu Sigmar, maka dia yakin adalah takdirnya juga untuk ikut mencari kuil tersebut. Perjalanan mereka gak mudah, sampai ketemu Gorken segala dan akhirnya para Gorken malah jadi pengikut setia Liarra. Oh...apakah Gorken itu? Entah...semacam monster sih. Mungkin sejenis dengan Golem ato Orc kali ya.

Lalu cerita balik ke Rozmerga yang baru sampai di Elir, tepatnya di wilayah kerajaan Serenade. Dalam perjalanannya mencapai ibu kota, dia sempat nyasar, diserang segerombolan perampok, akhirnya terselamatkan dan dapat tumpangan di rumah warga hingga akhirnya dapat tumpangan kendaraan juga ke ibukota.
Buat saya sih bab ini aneh. Gak jelas tujuannya apa secara gak berpengaruh juga ke cerita. Dan aneh juga karena kok Rozmerga dan rombongannya bisa segampang itu kejebak bandit kampung? Apa si pengarang bermaksud menunjukkan betapa juniornya Rozmerga ini?

Setelahnya cerita kembali ke Liarra dan Sigmar yang sudah berhasil menemukan kuil itu dan menemukan pisau belati kuno. Setelahnya Sigmar dan Liarra menyadari kalau kedua senjata mereka bersinar. Mereka mencoba menyentuhkan kedua senjata dan mendapat suatu visi. Dalam visi tersebut terlihat 5 Pahlawan Legendari Elir melawan Gottfried Serenade, musuh terkuat dalam sejarah Elir. Pertanyaannya, apakah hubungan visi tersebut dengan kondisi Elir yang kritis saat ini? Dan apa pula peran mereka dalam konflik ini?

"Ingatlah wahai putri Vanadis, bahwa di jalan segelap apa pun, selalu saja ada secercah cahaya yang akan melindungimu..."

Bingung dengan sinopsis di atas? Nggak perlu.


Karena walaupun ditulis dengan multiple POV, tapi gaya berceritanya nggak bikin bingung kok.
Memang sih ada beberapa hal yang aneh dan lucu seperti Sigmar yang membacakan petunjuk cara menghadapi Gorken ke Liarra tepat saat mereka akan diserang Gorken. Atau saat Rozmerga dan rombongannya gak tahan menghadapi penginapan yang jorok. Juga saat Rozmerga begitu naifnya sampai gak nyadar dia ditipu padahal pembaca awam seperti saya aja bisa nyadar.

Lucu memang, tapi saya pikir biarlah, Toh ukuran saya memberi rating adalah seberapa menikmatinya saya membaca buku tersebut. Dan harus saya akui, membaca Takdir Elir ini enak banget. Bahasanya (walopun kadang-kadang cheesy terutama di bagian percakapan) mengalir banget. Tanpa disadari udah selesai 1 bab aja dan penasaran untuk lanjut bab berikutnya.

Mengenai hal-hal yang belum jelas di buku ini, seperti kegunaan bab waktu Rozmerga diserang (lupa bab berapa) juga apa sebenarnya penyebab konflik di Elir, saya sih berharap akan ada penjelasannya di buku kedua.

Oya...saya juga suka twist di akhir cerita, tentang mereka (saya sengaja gak bilang siapa "mereka" itu) yang terlempar ke masa lalu. I didn't see that coming. Tapi di sisi lain, saya juga heran sendiri. Kok bisa mereka balik ke masa lalu tanpa sebelumnya ngeh itu mereka?
Ah time paradox dan time travel selalu jadi konsep yang membingungkan untuk saya. Mudah-mudahan sih akan ada penjelasan yang logis di buku berikutnya.

Empat bintang saya berikan untuk buku ini. Dipotong satu bintang karena hal yang "lucu" dan aneh di atas. Dan tadinya saya mau potong setengah bintang lagi karena saya gak suka covernya. Tapi akhirnya batal, karena saya suka ilustrasi-ilustrasi cantik dalam buku ini.

Oh bye the way, ampe akhir saya masih belum tahu frameless itu apa. Tapi pada akhirnya saya gak peduli karena saya toh tetap menikmati buku ini. Yep...this book was that good :)
Profile Image for Aryo.
1 review24 followers
April 20, 2012
Jika saya menilai ini sebagai sebuah buku yang berdiri sendiri berdasarkan standar pribadi saya, saya tak akan segan menilai buku ini dua bintang, satu bintang bahkan jika saya tak kenal penulisnya secara pribadi.

Tapi kenapa saya memberinya lima bintang?
Karena saya yakin (tidak hanya ‘berharap’) bahwa Vandaria Saga akan sukses. Karena saya yakin Vandaria Saga akan mengembangkan dunia fantasi Indonesia.

Para pembaca di sini, kita, yang memiliki akun Goodreads, banyak yang bisa dibilang para pembaca novel kelas kakap, atau setidaknya sudah sangat familiar dengan dunia fiksi. Pantaslah jika banyak yang mengkritik sebuah novel yang hampir tidak membawa sesuatu yang baru, yang premisnya begitu klise, yang karakternya datar, yang begitu... belum terasah. (Untuk detail betapa kurangnya, silakan lihat review-review lain)

Tapi novel ini bukan untuk mereka. Setidaknya, yang membuat saya yakin Vandaria Saga akan sukses bukanlah mereka. Yang membuat saya sadar ini adalah kolom Book Club Deteksi, di mana sekelompok remaja menikmati buku ini dengan jujur.

Kita tahu akan berbagai klise, kita tenggelam dalam dunia fiksi... namun para remaja ini belum. Dan itulah yang membuat mereka dapat menikmati buku ini.

Permasalahannya adalah, bagaimana membuat mereka yang belum begitu mengenal dunia fiksi tertarik kepada sebuah buku fiksi? Marketing adalah jawabannya. Dan di sinilah Vandaria Saga memiliki kelebihan yang tak dimiliki fiksi fantasi lokal lainnya.

Namun bagaimana kesuksesan Vandaria Saga merupakan suatu hal yang bagus?

Akan saya analogikan dengan dua hal lain untuk menunjukkannya: Vandaria Wars dan seri fantasi Dragonlance.

Seri fantasi Dragonlance merupakan shared universe seperti Vandaria Saga. Dengan strategi multimedia marketingnya, mayoritas pembaca awalnya merupakan anak-anak dan remaja. Seri tersebut pun sukses luar biasa.

Dan jika anda mencari pendapat-pendapat orang, anda tak akan sulit menemukan orang-orang yang membaca ulang ketika mereka dewasa dan menemukannya buruk sekali atau hanya memiliki nilai nostalgia saja.

Namun... Namun, seri tersebut telah berhasil membuat mereka menjadi pembaca novel. Seri tersebut berhasil membuat banyak anak tertarik terhadap dunia fantasi. Ditambah dengan kesuksesannya secara finansial, bisa dibilang dia merupakan salah satu faktor penting terbangunnya infrastruktur fiksi fantasi di Amerika.

Analogi kedua adalah Vandaria Wars. Seri TCG Vandaria Saga yang bisa dibilang cukup sukses.

Di masa awalnya Vandaria Wars merupakan TCG yang belum terasah. Adanya kartu-kartu yang terlalu kuat. Penerapan mekanisme yang tidak efektif. Jelas, karena para pembuatnya merupakan penggemar TCG yang tak memiliki pengalaman membuat TCG dan belajar sambil membuatnya.

Kesuksesannya tak dapat dipungkiri adalah berkat awalnya dari majalah Zigma. Vandaria Wars mampu meraih cukup banyak audiens yang belum mengenal seluk beluk TCG (balance, metagame, dsb) namun memiliki predisposisi untuk tertarik kepada TCG.

Namun dalam perjalanannya, para pembuatnya semakin belajar banyak dan sekarang Vandaria Wars memiliki balance dan mekanisme yang cukup setara dengan TCG kelas internasional.

Dari situ, saya harap jelas bahwa Vandaria Saga, yang berkat visi dan karisma pembuatnya yang kuat dan startegi multimedianya dapat membuatnya menembus pasar mass market yang selama ini kurang mampu ditembus fiksi fantasi lokal lain, merupakan benih terkuat di dunia fiksi Indonesia sejak lama.

Dia bisa membawa semakin banyak orang tertarik ke dunia fiksi fantasi. Dia bisa menjadi salah satu dasar pertama infrastruktur industri kreatif Indonesia. Dia bisa menjadi awal lahirnya penulis-penulis yang menghasilkan mahakarya.

Itulah mengapa saya yakin. Itulah mengapa anda perlu yakin.
Profile Image for Ardani Subagio.
Author 2 books41 followers
March 9, 2012
Takdir Elir. Kisah tentang lima orang terpilih yang harus menyatukan beberapa kunci untuk menghentikan kekuatan jahat yang membawa dua kerajaan pada ujung perang. Cerita sederhana yang ditampilkan dengan cara luar biasa.

Secara keseluruhan tidak ada yang mengganggu kenikmatan membaca sewaktu mengikuti kisah ini dari awal sampai akhir. Jika salah satu endorsement di balik buku berkata betah melahap habis halaman demi halaman sampai tak bersisa, maka hal itu benar adanya.

Teknik bercerita yang dimiliki penulis diperindah dengan ilustrasi-ilustrasi yang cisro (ciamik soro) dari sang ilustrator, Rama Indra. Berbagai hal dan adegan dilukiskan sehingga kita merasa semakin terserap masuk ke dalam dunia cerita. Penulis hebar dan ilustrasi yang memanjakan mata sepertinya menjadi rumus sempurna untuk kisah yang membuat orang terpana.

Beberapa kejadian mungkin terasa seperti kebetulan di buku ini, tapi terasa sekali ada tanda-tanda yang mengisyaratkan bahwa kebetulan bukan kebetulan. Bahwa ada seseorang, entah dengan niat apa, mengatur semua kejadian hingga terjadi seperti apa yang telah terjadi. Dan tentu saja ini semakin menarik rasa penasaran untuk terus membalik halaman.

Jadi kesimpulannya, ini cerita yang hebat. Dengan ilustrasi yang tak kalah hebatnya pula. Jika harus memilih bagian yang saya sukai, maka untuk ilustrasi itu adalah ilustrasi pada halaman 115. Ketika Sigmar, Liarra, dan teman-temannya bertarung melawan sekelompok tengkorak demi mendapatkan salah satu kunci.

Dan untuk adegan/ dialog yang paling saya sukai agak sulit memilihnya. Karena ada banyak adegan yang membuat saya kagum, terkejut tak menduga, atau bahkan tertawa. Tapi dari semuanya, saya paling menyukai dialog di halaman 170.

"Tidak ada buku yang menjelaskan secara mendetail mengenai pertarungan Lima Pahlawan Elir melawan Gottfried. Yang paling jelas justru buku anak-anak karangan Douglas L. Charles."
Profile Image for Feby.
Author 3 books19 followers
April 16, 2012
Selesai juga. A little bit struggling.... tapi selesai x__x
-------------------------------------------------------------------

Beberapa hal yang membuat buku ini tidak pantas menyandang 1 bintang:

1. Saya berhasil membacanya sampai habis. (Sudah komit, ga akan kasih 1 bintang buat buku yang berhasil saya habiskan)

2. Jumlah halaman sedikit, dan harganya ga mahal-mahal amat.

3. Ada beberapa hal, cukup membuat saya enjoy bacanya.

4. Dibanding 2 buku sebelumnya (sempat saya intip baca), ada perbaikan narasi yang bagus.

5. Berkat buku ini, saya jadi tahu istilah "Kastel". (Thx juga buat Panda, Xeno, dan Harbow buat infonya \(^o^)/ )

6. Ilustrasi-ilustrasinya bagus. Cukup menghibur. Credits to illustrator.

7. Saya dapat merasakan kecintaan pengarang pada dunia RPG dan komedi. Credits to writer.

Akhir kata, buat Hans, semangat ya. Terus menulis! ^^/
Profile Image for Biondy.
Author 9 books234 followers
January 11, 2022
Edit 11/1/2022:
Oke, setelah membaca buku ini untuk kedua kalinya sekitar 7 tahun sejak yang pertama, bintangnya saya turunkan jadi dua saja. Misi yang dijalankan tokoh utamanya seperti tidak penting dan seperti yang tertulis di ulasan lain, tidak ada sense of urgency-nya sehingga membuat saya tidak terlalu peduli dengan jalan ceritanya.

***

Judul: Takdir Elir (Trilogi Elir, #1)
Pengarang: Hans J. Gumulia
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 238 halaman
Terbitan: 2012

Takdir membawa lima orang untuk bertemu. Rozmerga, Liarra, Sigmar, Althor, dan Xaliber. Lima orang dengan latar belakang berbeda, tapi memiliki satu takdir yang sama. Membawa kedamaian di Benua Elir. Satu per satu misteri di benua itu terungkap dan menggiring mereka semakin dalam ke jalan takdir mereka. Sanggupkah kelima pahlawan ini menjalani takdir mereka?

Review
Buku Vandaria kedua yang saya baca. Setelah sebelumnya sempat mencicipi Sang Penantang Takdir, kali ini saya merasakan buku pertama dari Trilogi Elir, Takdir Elir.

Sesuai judulnya, isi cerita kali ini memang bertumpu pada takdir. Takdir menunjuk Rozmerga sebagai pembawa pesan ke tanah Elir. Takdir memilih Liarra sebagai sang pembawa busur. Takdir mempertemukan Sigmar dengan Liarra dan akhirnya membuatnya menjadi si pemegang belati. Takdir yang sama juga akhirnya menyatukan kelima karakter di atas untuk membasmi roh jahat yang bermukim di Elir.

Berhubung saya baru baca dua buku Vandaria, mau gak mau, sadar gak sadar, saya jadi membanding-bandingkan kedua buku tersebut. Kita mulai dari kover. Secara kover, saya lebih suka dengan kover Takdir Elir. Saya suka dengan penggunaan warnanya juga pose karakternya. Ada banyak hal menarik yang bisa dilihat dari kovernya.

Dari segi bahasa, bahasa di Takdir Elir lebih enak diikuti ketimbang di SPT. Cuma berhubung pengarangnya SPT bilang bahwa dirinya memang bereksperimen dengan gaya bahasanya di buku itu, jadi saya gak bisa bilang kalau Takdir Elir "menang". Soalnya, buat saya, memang gak bisa dibandingkan. Kecuali kalau gaya bahasa Hans J. Gumulia di sini juga merupakan eksperimen ybs.

Dari segi cerita, hmm... Pace di sini lebih cepat dan juga lebih tipis. I mean seriously. Rasanya SPT jauh lebih tebal dan lebih padat hurufnya ketimbang ini. Tapi, yah, kalau di SPT ceritanya emang soal basmi naga yang makan waktu bertahun-tahun, span waktu di sini lebih cepat dan rasanya buku ini memang lebih menjadi sebuah pembuka trilogi. Sementara untuk SPT, dia rasanya masih bisa berdiri sendiri (walau tetep masih ada aja misteri yang membuatnya harus dilanjutkan di buku berikutnya).

Masuk ke dalam ceritanya. Saya merasa kalau si Rozmerga ini terlalu gak punya emosi atau bagaimana? Dia disuruh pergi ke Elir untuk mendamaikan konflik dua kerajaan dan pertama kali terima misi dia cuma bereaksi, "Hah? Aku disuruh mendamaikan konflik dua kerajaan?", habis itu dia ho oh aja, mau ngejalanin misi itu. Err... Ini ngedamaiin dua kerajaan yang sudah lama berkonflik loh, Bu. Mungkin dia memang seorang true believer kali yah. Pendeta Agung ngomong apa, dia ngikut aja.

Setelah berkenalan sedikit dengan Rozmerga, fokus cerita mulai pindah pada Liarra dan Sigmar. Nah, buat saya di sini ada ketidaksinkronan antara blurb, kover, dan porsi karakter dalam novel. Di blurb, fokus ceritanya ada pada Rozmerga. Di kover, yang pose kece di bagian depan itu si Sigmar sama Liarra dan memang mereka yang dapat porsi lebih besar di dalam Takdir Elir ini. Berasa aneh dan gak fokus aja. Rozmerga yang harusnya tokoh utama, malah jadi sampingan di sini. Kerjanya cuma bawa pasukan, lari dari perampok, terus bawa surat. Gitu doang. Secara keseluruhan, saya gak bisa relate dengan dia. Sama sekali.

Lanjut ke Raja Althor dan Raja Xaliber. Ini dua orang bener-bener raja dari dua kerajaan yang sudah lama berkonflik bukan sih? Mereka pertama kali bertemu bukannya saling tekan atau saling mengeluarkan aura-aura tidak suka atau bagaimana. Pertama kali bertemu malah:

"Raja Xaliber. Kau masih saja sulit mengekspresikan perasaanmu, sepertinya?" [...]

"Sementara kau, Raja Althor, masih saja terlalu mudah mengekspresikan perasaanmu," balas Xaliber datar, namun kemudian menyunggingkan senyum simpul.

Althor juga ikut tersenyum. [...]


Nggg....

Secara keseluruhan, masih banyak misteri yang memaksa pembaca (yang penasaran) untuk membeli buku kedua trilogi ini. Cuma, secara cerita sejauh ini sih masih biasa aja. Karakter? Ngg... favorit saya sejauh ini sih Liarra, sisanya biasa aja. Walau Sigmar juga cukup menarik sih (runner-up lah).

Buku kedua? Bolehlah masuk list to-buy (atau ada yang mau ngasih gratis juga boleh *ngarep). Semoga ada lebih banyak aksi yang berarti di buku kedua dan diam2 menunggu lebih banyak "aksi" di antara Xaliber dan Althor. Bisa request Rozmerga dan Liarra juga?.

Nilai 2.5 bintang untuk novel ini. Dibulatkan ke atas. *lalu buru2 ngacir sebelum ditimpuk karena mengharapkan adegan yang bukan-bukan di buku selanjutnya.

Buku ini untuk tantangan baca:
-2013 New Authors Reading Challenge
- 2013 Fantasy Reading Challenge
- 2013 TBR Pile Reading Challenge
Profile Image for Zehel.
19 reviews3 followers
March 15, 2012
Cerita sederhana, dan KLISE tidak selamanya buruk. Saya beranggapan demikian.
Tapi dalam buku ini, saya dikecewakan karena pengarang sepertinya tidak maksimal dalam mengolah ceritanya.

Pertama, saya akan menyuarakan kebingungan saya;
APA SIH FRAMELESS ITU SESUNGGUHNYA?
Ras yang kondisi emosinya berbeda dengan manusia, dan bisa sihir? Kalau begitu, hanya premis kedualah yang tepat, karena tokoh frameless di sini jelas-jelas cuma manusia bermata beda warna, dan SANGAT NAIF, kalau tidak mau dibilang BODOH.
Lalu, satu pertanyaan tidak penting tapi cukup membuat saya bertanya-tanya;
Apakah Clarith itu laki-laki?

Kedua, yang saya kurang puas; kondisi mental para militer di sini, kenapa selembek tahu? Kenapa kurang informasi? Bukankah dia elite? Lalu kenapa bisa kacau balau cuma karena perampok murahan yang bahkan cuma berumur satu-dua chapter? Kenapa pasrah nyaris diperkosa? Kenapa protes mesti tidur di alam terbuka? Kenapa mengeluh penginapan kurang cantik?

Ketiga, penjelasan visi sangat tidak jelas. Memang jadi kejutan bahwa yang dilihat itu ternyata diri sendiri, TAPI, karena penyampaian yang tidak rapi, saya malah merasa "Kalian itu bego ya? Kok nggak sadar itu diri sendiri" alih-alih "WOW! Ternyata itu bukan sekedar visi!"

Keempat, saya tahu ini pasti ingin disimpan untuk kedua buku berikut, tapi, Demi Tuhan, singgunglah AKAR KONFLIK KEDUA NEGARA daripada mengisi halaman dengan syair/puisi/lagu yang tidak jelas atau mengenang masa lalu atau menyayangkan kondisi!

Saya SANGAT BERHARAP ada PENINGKATAN BAGUS di buku selanjutnya.
Ide dan skill sebagus apapun, jika kemasannya parah, tidak akan nikmat. Setidaknya bagi saya. Dan saya harap, pengarang (dan para pendukung vandaria) menerima ini sebagai kritik, bukannya mengalihkannya sebagai "ah cuma orang gila" atau "cuekin, orang sirik" dan sejenisnya.
Profile Image for Abe Mitsuteru.
9 reviews1 follower
March 14, 2012
Sangat menarik. Mampu menarik pembaca untuk mengexplore lebih dalam dari dunia vandaria. Minim typho which is good.

Plot twistnya mantabh dan mampu membuat saya ingin cepat-cepat membaca sambungannya. Selain itu pemilihan katanya baik, kemungkinan paling baik dari sebelumnya. Ilustrasinya mengagumkan, peletakan yang tepat dan gaya gambar yang khas membuat novel ini mampu untuk menstimulasi imaginasi pembaca.


Kekurangan dari novel ini sebagian besar terletak di backgroundnya. Mungkin yang jadi isu adalah perjalanan mereka terkesan mudah. Di daerah yang sedang tegang seperti Elir, tidak terkesan warganya saling curiga satu sama lainnya.

Sekian review dari saya. :)
Profile Image for Ardian P.
1 review
April 20, 2012
Oke, sebagai salah satu orang yang sudah memiliki pengetahuan Vanadis, errr... maksud saia, sudah familiar dengan Vandaria Saga, Takdir Elir adalah novel Vandaria pertama yang saia baca. Ada beberapa alasan sih, pertama, dua buku sebelumnya agak terlalu... *intip dompet* dan melihat ketebalannya, takut ga sempat membaca sampai selesai, sementara novel ini cukup bersahabat baik dari segi harga dan ketebalan.

Alasan kedua, karena saia juga sudah tahu dan cukup mengikuti pembuatan Elir dari jaman masih diposting data2 konsepnya dan cuplikan2 cerita di forum Gamequarters. Udah cukup lama sih, jadi lupa2 inget. Tapi sebagian besar karakternya sudah familiar. Ada rasa penasaran bagaimana jadinya cerita yang sudah digodok sekian lama itu akhirnya menjadi sebuah novel utuh. Dari situlah saia memutuskan untuk membeli Takdir Elir.

Saia mungkin ga akan terlalu banyak membahas masalah teknis secara detail, karena banyak reviewer di sini yang pasti sudah banyak membahas dan jauh lebih paham dari saia, jadi saia akan lebih menekankan pada kesan yang saia dapat setelah membaca buku ini dan apa aja kelebihan/kekurangannya. Dan walaupun saia sudah familiar dan menantikan novel ini seperti yang saia tulis di atas, saia tetap akan memberikan review jujur sejujur-jujurnya tanpa bias. So, brace yourselves, bung Hans >:)

Firstly first, I love the cover. Kalau seandainya dari tiga novel Vandaria yang sudah ada dijejerkan dan harus memilih satu untuk dibeli (tanpa melihat harga & ketebalan) maka saia pasti tanpa ragu bakal memilih buku ini. Ada kesan "mewah" dari pemilihan saturasi warna yang agak pucat dan kehijauan, apalagi art stylenya yang cukup unik. Salut buat ilustratornya :D

Masuk ke dalam cerita. Takdir Elir memiliki 5 orang protagonis walaupun summary yang tertulis di cover belakang hanya menuliskan mengenai Rozmerga. Agak misleading sih, tapi toh di cover juga cuma menampilkan 2 protagonis lain, so I won't say much. Buka2 halaman pertama, ada biodata para protagonis. Rozmerga, Liarra, Sigmar, Althor, Xaliber... hey, as expected I already knew those guys :P Saia juga masih ingat penampilan mereka dalam bentuk kartu dari TCG VW-nya dulu, hohoho.

Mengenai ceritanya sendiri, sangat terasa citarasa JRPG-nya. Sudah bisa diduga dan ga kaget sih, karena cerita dan setting dalam Vandaria sendiri memang sangat berbau JRPG. Intinya menceritakan tentang 5 orang terpilih dengan senjata legendaris untuk menumpas akar kejahatan di masa lalu. Kalau saia ga familiar dengan Vandaria saga atau Elir dan membaca inti cerita tersebut mungkin saia bakal terbatuk2 beberapa kali sampai nangis. Yes, it's pretty much *very* cliche, standard JRPG banget. Tapi saia pribadi ga terlalu mempermasalahkan konsep cerita yang klise, karena di luar sana banyak sekali konsep dan plot yang klise tapi dieksekusi dengan baik sehingga bisa terasa epik.

Lalu, bagaimana dengan Takdir Elir? *zooms*

Saia akan bahas hal2 yang saia suka dulu dari buku ini. The positive things issss... *drum rolls*

Pertama, penulisannya rapi, tekniknya enak dibaca dan ga terlalu berbelit-belit. Saia lihat ada beberapa orang yang komplain dengan pendeskripsiannya yang kebanyakan berlebihan. Well, it's true. Beberapa bagian sebenarnya dapat dipangkas untuk memberi ruang lebih pada karakterisasi tokohnya. Tapi secara keseluruhan, ga terlalu mengganggu saia. It's readable, dan selama cukup jelas dan ga membingungkan, that's enough for me.

Kedua, penggambaran lingkungan dan nuansa di dalamnya yang eksotis. Favorit saia adalah Raz'vinel dan republik Highwind. Saia membayangkan andaikata cerita ini dijadikan game RPG beneran di konsol, kedua tempat itu bakal jadi keren banget.

Ketiga, ilustrasi. Neat, bagus, unik, mantap deh pokoknya. No further comment, I just love this artist's style.

Keempat, Rozmerga. Why? Because it's Rozmerga. Don't ask. :P

Oke, lanjut ke kekurangannya. Here comes... the negativeees. *drum rolls*
Again, brace yourselves >:)

Pertama, para karakternya. Setelah membaca sampai lebih dari setengah jalan, saia baru sadar kenapa rasanya ada yang hambar dari para karakternya. The character's action are all too plot-driven. Bukan cuma protagonis, tapi hampir semua karakter di buku ini semuanya terasa seperti sudah di"assign" pada suatu role yang menjadikan mereka seperti sebuah karakter game yang wajib di"approach" kalau mau lanjut ke quest atau scene berikutnya. Basically, they feels like plot device character, dan itu makin terasa karena ketebalan buku ini yang cuma 200+ halaman dengan 5 karakter.

Kedua, no neutral characters? No twisted characters? Entah kenapa kelima protagonis itu semuanya karakter yang lurus dan "good". I won't say it's bad (well, actually it is, sadly...), dan mengingat buku ini adalah trilogi, "mungkin" ke depannya bakal ada karakter2 yang agak2 menyimpang, bahkan mungkin juga salah satu protagonisnya sendiri akan berubah sifat. Tapi sejauh yang saia baca hal itu tidak ada di buku ini. Ini membuat kelima karakter tersebut sulit untuk disukai, karena ga ada sesuatu yang unik dan menarik secara khusus dari mereka. (Kecuali Rozmerga, again, don't ask :P). Dan buat saia yang sangat memperhatikan keunikan dan variasi karakter, ini cukup mengecewakan.

Ketiga, kebanyakan adegan "tau-tau"nya. Tau-tau teleport ke tempat lain, tau-tau ketemu si protagonis, tau-tau dirampok, tau-tau ketemu senjata, tau-tau ketemu rekan terpilih lain, tau-tau... (okay I should stop this :P). Basically, kebanyakan tukang tahu di cerita ini. Seperti yang saia katakan di awal, being cliche is okay as long the execution is good. Masalahnya, ada sesuatu yang membuat adegan2 dalam novel ini jadi sangat menonjol "tau-tau"nya itu. Entah karena cerita yang terlalu padat dan singkat atau terlalu ngebut, sehingga tukang tahunya jadi kentara banget.

Keempat. Bagus tidak sebuah cerita buat saia adalah apakah cerita tersebut meninggalkan kesan yang memorable atau tidak. Sejauh dari saia membaca Elir, tidak ada yang benar2 memorable dan "mmph!". Selama saia baca rasanya datar2 aja. Enjoy sih, tapi yaaa... serasa lagi baca koran atau majalah aja gitu. Tensionnya itu lho, nggak ada. Ga ada yang bikin deg2an atau mikir, atau bikin pingin baca terus bab selanjutnya.
Kalau diibaratkan penyanyi, ada 2 jenis penyanyi: penyanyi yang menyanyi dengan penuh perasaan dan bergetar walaupun tanpa mengandalkan teknik macam2, dan penyanyi yang bernyanyi dengan teknik impresif tapi ga berkesan. Sayangnya Elir ini mungkin masuk ke golongan 2. Intinya, reading this novel feels like reading newspaper. We know what happened, who did the act, how it was happened, where it happened, but we don't feel anything. Serasa lewat aja.

Kira2 begitulah kesan2 saia terhadap novel pertama bung Hans ini. Well, mengingat ini adalah trilogi saia yakin ada lebih banyak twist dan kejutan ke depannya. Harapan saia cuma poin2 negatif di atas bisa diperhatikan, dijadikan PR dan dipecahkan masalahnya karena saia yakin bukan saia aja yang ngerasa demikian. Elir ini punya potensi untuk jadi sangat keren, hanya saja belum terlihat di buku pertama ini. Mudah2an kelanjutannya bisa mengubah pendapat tersebut :)

Looking forward for the next book boss, hopefully it gets better :D *applause*

Normalnya saia akan kasih rate 2/5 bintang. Tapi karena saia enjoy bacanya dan beberapa poin positif di atas cukup berkesan, saia naikin jadi 3/5. Sayang boss, kalo porsi Rozmerganya dibanyakin *cough*apalagi ditambah adegan yuri*cough* saia kasih 4/5 deh :P *becanda*
Profile Image for Han Asra.
60 reviews26 followers
October 10, 2012
Review pertama yang benar-benar jujur dari saya.
Dengan tulisan ini, saya berharap sang author mau membacanya. Saya ingin jujur disini, dan tidak akan memberikan rating service. Ini demi perkembangan si penulis agar semakin baik kedepannya, dan memajukan dunia fiksi fantasi di Indonesia juga!

Kalau begitu, kita mulai saja dari sesuatu yang diluar "isi" bukunya.

Pertama yang akan saya singgung disini itu adalah kovernya. Bisa dibilang, kovernya ini menjadi faktor utama bagi saya untuk membeli Takdir Elir. Desain dan artworknya sungguh menawan, terutama ditengah deraan novel-novel bersampul malas modal foto orang serta photosop. Kover yang ditampilkan seakan menjanjikan sesuatu yang segar. Walau ternyata ekspetasi saya terlalu tinggi disitu.

Kedua, penggunaan bahasa dan penulisan. Bisa dibilang gaya penulisannya oke. Bahasa mengalir walaupun ada beberapa pengulangan rima yang persis, tapi tetap enak dibaca dan kosakatanya cukup beragam. Saya sebenarnya bisa loh ngasih rating 3 karena penulisannya. Apa daya, kelemahan begitu banyak sampai penulisan sendiri tidak menyelematkannya.

Yang bermasalah disini adalah sering kalinya penulis memasukkan detil yang tidak penting, dan tidak mengkontribusikan apapun kedepannya. penulis juga saya rasa dalam pemaparan deskripsi karakter masih terlalu seperti "laundry listing". banyak sebenarnya diluar sana cara memparkan ciri fisik karakter secara lebih "subtle".

ooh, ketiga, mengenai artwork. artworknya secara style udah bagus, dan pas. tapi yang saya permasalahkan itu peletakkannya. banyak banget gambar yang ngubah bentuk paragraf secara harafiah sampai saya males bacana. belum lagi gambar dua halaman yang disisip diantara paragraf yang menyambung. apa itu gambar gede gak bisa ditaruh di akhir chapter? gambar itu enaknya ditaruh di dua tempat: di awal dan akhir chapter. buat apa? biar ini gak mengganggu kepembacaan. sebagai penulis harus juga mengingat perihal kepembacaan. tanpa pembaca, untuk apa ada penulis

oke, sekarang kita langsung ke isi bukunya

Premisnya benar-benar klise ala JRPG yang jadul. Ingat,jadul karena genre JRPG udah berubah. Tapi premis klise, kata beberapa reviewer lain, bukan halangan untuk mengeksekusinya menjadi cerita yang mantap. Coba tengok game JWRPG (Japanese Western), Demon's Souls. Premis cerita standar sekali. Dedengkot iblis bangun, kita harus buat itu iblis tidur lagi biar dunia gak hancur. Tapi eksekusi premisnya begitu menarik sehingga dia bisa menciptakan dunia yang begitu menghisap dan bahkan bisa memberi rasa kuat pada karakter yang cuma punya line dialogue kurang dari 20. sayangnya, premis klise disini benar-benar dijalankan dengan cara yang paling klise sampai ke tulang-tulang.

Prolog disini sepertinya tidak benar-benar menggambarkan prolog. Prolog yang seharusnya, IMO, kayak peristiwa yang benar-benar memulai semua hal ini. Awalnya mungkin berasa random dan gak nyambung dengan chapter berikutnya (walau chapter berikutnya sama gak penting)tapi akan menjadi masuk akal beriringan dengan cerita.
banyak yang gak penting disini, kayak adegan sinetron dengan Clarith atau sarapan sup asparagus. Kecuali si penulis berusaha menjadikan sup asparagus sebagai Chekov'sGun. terus disini saya membaca kalau Rozmerga membeli gulungan sihir. ya, membeli. padahal di paragraf-paragraf sebelumnya sudah begitu diceritakan segimana elitnya ordo ksatriaan yang diabdikan oleh Rozmerga. tapi dia masih beli sesuatu yang begitu remeh?

Rozmerga juga disini sama sekali gak berasa seperti ksatria. Dia gak punya sense of awareness sama sekali. dengan percayanya begitu saja perkataan seseorang yang dengan detilnya digambarkan berfisik buruk (yang semakin menekankan dia pasti karakter yang jahat). heh, malahan, mana ada komandan yang masuk hutan begitu saja tanpa ada precaution terlebih dahulu. dan lagi setelahnya lebih buruk, ksatria yang katanya elit bisa kalah dari bandit kampung. ya mereka memang kelelahan tapi alasan kelelahan mereka sangat gak masuk akal. kenapa harus juga menginap di gubuk reyot kalau mereka bisa di alam liar, bergantian shift jaga. mereka yang tidur bisa melepas baju zirahnya dan tidur dengan nyaman.

kemudian banditnya. mereka memang gentleman abis karena untuk memperkosa, mereka menunggu si Roz untuk bangun. kalau banditnya memang bener-bener keparat, itu Roz bangun udah.....ya tahu lah apa maksud saya. lalu yang paling parah disini muncul deus ex machina. ya, seekora ular api yang tanpa penjelasan apapun muncul dari kehampaan. saya berharap di akhir buku akan diberitahu siapa itu yang melakukannya api gak ada sama sekali. fore shadowing yang lebih jelas pun tidak.

bagian introduksi Liarra, disini terlalu banyak slice of life yang tidak penting. dan sangat tidak mengenakkan disini adalah, bagaimana Liarra mendapatkan busur itu. sangat, sangat, sangat klise dan tertebak. belum lagi setelah itu dia di teleport tidak jelas bagaimana caranya muncul disebelah orang yang gak dikenal yang notabene belum megang relik yang bersangkutan.

Dunia disini cuma berasa sebagai background saja karena gak ada pergerakan. Sama sekali.
Dua negara mau berperang, tapi kenapa penduduknya biasa-biasa aja? yang di perbatasan gak mau pergi mengungsi ke tempat yang lebih aman?
dari situ....gak, dari awal sense of urgency atas perangnya juga gak ada. akar konfliknya pun gak jelas. saya gak merasa sama sekali perang urat syaraf antar dua kerajaan. Usaha diplomasi juga minim padahal sudah jelas diberitahu kalau kedua raja dari kerajaan masing-masing saling bersahabat. IMO ini aja udah jadi faktor yang sangat kuat dalam menghambat peperangan. Apalagi "katalis" yang dikasih cuma skirmish kecil-kecilan ke kota yang antah berantah juga.

salah satu yang paling parah disini adalah minimnya karakterisai. Semua karakter berasa hampa dan hanya author appeal atau agen aja. Karakter hanya mengikuti alur cerita yang begitu plot-driven begitu saja tanpa memikirkan apapun konsekuensi yang akan terjadi berikut. mereka juga tidak pernah memberikan pendapat atas hal yang terjadi. karakter begitu berasa seperti boneka yang hampa dan mudah terlupakan.

perkembangan karakter juga noneksisten. stelah yang mereka lalui, gak ada perubahan sama sekali pada pandangan hidup mereka. Terutama Rozmerga dan Liarra. Rozmerga sudah menempuh hardship yang seharusnya membuat dia punya pandangan lebih crapsack terhadap dunia tapi nyatanya gak. Terus Liarra. padahal saya sudah puas, sangat puas bahkan alasan dibalik Liarra setengah telanjang gitu. tapi kalau memang ada karakter development, itu seharusnya Liarra setelah melihat orang-orang highwind dia menggunakan pakaian yang jau lebih tertutup (ya, saya memang melihat di salah satu artwork kalau dia menggunakan baju, tapi tetap saja terbuka)

dan itu paradoks waktu diakhir cerita, bisa membuat plot hole yang sangat besar sampai bahkan matahari mampu lewat kedalam situ.

sebenarnya masih banyak masalah yang ingin saya utarakan seperti redundant copy-pasta event, copy-pasta stereotyped character, instant teleporting dan sebaganya yang sudah diberitahu oleh reviewer lain, tapi karena susah mengingatnya (isi bukunya meman kurang memorable),saya tutup saja.

keseluruhan, sebenarnya ini bisa lebih bagus namun masih terjebak sama trope JRPG tua yang sudah usang.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
November 18, 2015
Sebelumnya saya berterima kasih kepada Gramedia, mbak Melody Violine dan mbak Truly Rudiono yang sudah memberikan kesempatan kepada saya me-review buku ini dengan cara mendapatkan buku ini secara gratis. Saya sendiri tergolong nekat mengajukan diri untuk me-review buku bergenre fantasy seperti ini. Soalnya genre fantasy bukanlah favorit saya. Tapi rasa penasaran saya begitu besar untuk membaca buku ini.

Ketika buku ini tiba dengan selamat di tangan saya, saya sempat mengintip isinya. Ada beberapa istilah yang membuat saya menjadi “takut” untuk memulai membaca buku ini. Apa itu frameless? Apa itu Vandaria? Akhirnya bukunya saya simpan selama hampir dua minggu. Selama waktu itu, saya mencari-cari informasi di internet mengenai dunia Vandaria dan sampailah di situs ini. Segala penjelasan tentang Vandaria saya temukan di sana, yang ternyata Vandaria ini bukanlah hal baru bagi penggemar cerita fantasy. Jadi, saya memberanikan diri membacanya. Kalau saya bisa “selamat” membaca tujuh seri Harry Potter yang tebal itu, harusnya saya juga bisa membaca buku tipis ini. Dan sekiranya review yang saya berikan tidak begitu jelas dan memuaskan, maafkanlah pandangan orang awam ini

Sebelumnya, saya jelaskan dulu soal frameless. Frameless itu fisiknya seperti manusia, tapi punya kelebihan bisa merapalkan mantra sihir secara alami. Selain itu penampilan frameless biasanya mencolok dan asimetris. Warna mata kiri dan kanan selalu berbeda, warna rambut juga putih atau perak. Sehingga mereka bisa langsung dikenali. Nah separuh frameless itu perpaduan antara manusia dan frameless. Biasanya fisiknya seperti frameless (warna mata berbeda), tapi ada yang punya energi sihir alami dan dapat juga tidak. Nah, manusia digambarkan sebagai sosok yang biasa saja. Punya keterbatasan, tidak jelas apa maunya.

Benua Elir, salah satu benua di dunia Vandaria sedang mangalami konflik. Dua kerajaan besar yang ada di sana (Kerajaan Serenade dan Kerajaan Vandergaard) sedang terlibat konflik yang (sungguh) tidak jelas dimana letak permasalahan pemicunya. Kalau di buku ini disebutkan ada energi negatif dari seseorang bernama Gottfried Grandarius Serenade yang menyerahkan dirinya pada kekuatan jahat, dan dia membutuhkan peperangan untuk membangkitkan (kembali) kekuatan negatif itu.

Lima orang dipilih oleh Vanadis (dewa-dewa Vandaria) untuk menyelematkan Benua Elir. Mereka adalah Rozmerga (gadis frameless dari Ordo Vhranas/ Ksatria Valiant), Liarra Valweyn Flavianus (gadis frameless dari marga suci Flavianus), Sigmar Arvhelon (pemuda separuh frameless dari Republik Highwind), Althor Rauzell Serenade (Raja Serenade), dan Xaliber Reginhild (Raja Vendergaard). Kelima orang ini (kecuali Rozmerga) ternyata masing-masing mendapatkan senjata yang menjadi kunci untuk menentukan Takdir Elir. Liarra dengan busur Valuminaire, Sigmar dengan belati Sylia, Xaliber dengan tombak Krieger, dan Althor dengan pedang Valdin. Jika ada dua atau lebih senjata bertemu (tentunya dengan pemilik masing-masing) maka mereka mendapatkan visi (penglihatan) mengenai Gottfried, sehingga mereka memahami apa tugas mereka sebenarnya.

Sebenarnya buku ini bercerita tentang perkenalan para tokoh dan bagaimana kelima orang ini bisa bertemu. Karena kisah Takdir Elir adalah sebuah trilogi, jadi tentu saja ceritanya tidak selesai di buku ini. Kisahnya dimulai dari pengutusan Rozmerga oleh Pendeta Agung Ordo Vhranas. Rozmerga sendiri adalah seorang frameless yang menjadi ksatria. Tidak jelas mengapa Rozmerga yang terpilih. Mungkin Vanadis memilih secara acak. Sejauh saya membaca, tidak ada kelebihan Rozmerga yang bisa menjadi alasan terpilihnya dia. Mungkin karena perawakannya seperti laki-laki dan berwatak keras. Tapi perawakan dan wataknya itu tidak menolong dia ketika dia ditangkap oleh segerombolan penjahat di tengah hutan saat melintasi benua Elir. Dia kan bisa merapalkan sihir, kenapa ga disihir saja para penjahat itu? Dia malah ditolong oleh ular api yang diutus oleh Vanadis.

Kemudian ada Liarra. Gadis frameless yang kadang-kadang berkulit hijau, menguasai tumbuhan, dan terpilih untuk memegang busur panah Valuminaire. Saya paling suka dengan Liarra. Dia sih keren, bisa mengeluarkan panah secara magis, mengeluarkan tumbuhan bersulur, atau memerintahkan tumbuhan bekerja sesuai kehendaknya. Liarra juga vegetarian, hanya makan buah dan sayur. Ketika dia menyentuh (atau tersentuh oleh) Valuminaire, tiba-tiba Liarra mengalami teleportasi ke gurun pasir.

Selanjutnya Sigmar, si petualang. Dia mendapatkan warisan dari neneknya sebuah batu berukir, katanya batu ini akan menjadi kunci untuk kuil kuno yang dicarinya di Gurun Pasir Tak Bernama. Dia juga yang menemukan Liarra yang terdampar di gurun pasir. Bersama Liarra, akhirnya mereka menemukan kuil yang dicari dan Sigmar menemukan senjata yang menjadi takdirnya. Kedua raja tidak banyak diceritakan asal-usulnya, kecuali mereka sempat bersahabat sewaktu kecil, tapi kemudian bermusuhan di saat dewasa dan memimpin kerajaan masing-masing.

Ketika kelima orang ini bertemu, dan senjata mereka dipersatukan, kelimanya terlempar ke waktu lain. Takdir mereka membawa mereka ke suatu tempat dan masa yang berbeda. Selanjutnya mereka tidak tahu apa yang akan dihadapi. Tapi mereka tahu bahwa nasib benua Elir ada di tangan mereka berlima. Ada yang sedikit aneh ketika mereka berpindah alam itu, mereka terkejut dengan kenyataan bahwa merekalah sebenarnya Pahlawan Elir itu. Lha sewaktu masing-masing melihat visi tentang Pahlawan Elir, apakah mereka tidak melihat diri mereka? Ataukah mereka melihat orang lain sebagai Pahlawan Elir dalam visi mereka? Bagaimana mungkin Liarra dan Sigmar harus mencari tahu tentang Gottfried lagi? Padahal sebenarnya mereka “sudah bertemu” dengan Gottfried, ya kan?

Ada juga biodata singkat para tokoh utama lengkap dengan gambar ilustrasi di awal cerita. Illustrasi tokoh memang penting untuk membangun karakter, tapi apa perlu sampai memasukkan data makanan favorit, terpenting, yang tidak disukai dan ukuran tubuh? Saya jadi ingat waktu SD suka nulis-nulis biodata semacam itu di buku diary teman-teman (tentu saja ga pake ukuran tubuh segala… )

Setelah saya menghabiskan buku ini rasanya saya masih sangat penasaran. Bukan saja kelanjutan cerita benua Elir, saya jadi penasaran dengan Vandaria. Kabarnya Vandaria adalah sebuah dunia terbuka yang kompleks. Siapapun boleh berpartisipasi dalam dunia Vandaria yang sudah tertata oleh penemunya, Ami Raditya. Ada yang membuat komik, cerpen, bahkan novel berseri seperti Takdir Elir ini. Istilahnya “Mengkristal bersama Vandaria“.

Ketakutan saya bahwa saya tidak akan mengerti jalan cerita fantasi ini tidak terbukti. Saya menikmatinya. Saya bahkan ikut mengunduh Vandaria Newsletter untuk mencari tahu lebih banyak tentang Vandaria. Ternyata informasi tentang benua Elir dan frameless bisa didapatkan di Vandaria Newsletter 1. Saya berharap kelanjutan trilogi ini tidak terlalu lama terbitnya. Untuk Takdir Elir, saya kasih 3 bintang.
Profile Image for Magdalena Amanda.
Author 2 books32 followers
June 20, 2012
Ini buku kedua Vandaria Saga yang saya baca.

Berbeda dibanding kedua pendahulunya yang tebal2, Takdir Elir ini termasuk tipis (terlepas dari fakta bahwa dia akan menjadi sebuah trilogi). Nice strategy. Calon pembaca lebih cenderung membeli buku yang tidak terlalu tebal jika dia tidak mengenal siapa penulisnya.

Nah, mari kita bahas mulai dari ... kover!

Saya suka kovernya. :P Gambarnya rapi (bosan belakangan ini melihat kover novel kok banyak pake foto) dan komposisinya (Anda bisa mengabaikan hal ini karena saya sbnrnya tidak capable menilai komposisi sebuah gambar krn tidak berlatar belakang desain) oke.

Ada satu komentar, tapi saya tahan dulu setelah saya memperkenalkan sekilas karakter utama dari buku ini.

Karakter utama dalam buku ini ada 5. Rozmerga, Liarra, Sigmar, Althor dan Xaliber. Mereka diperkenalkan di beberapa halaman khusus perkenalan karakter di awal buku. Ini bukan sesuatu yang bisa ditemukan di novel-novel lain.

Karena saya gamer, saya merasa sedikit nostalgia karena format peletakan profil karakter di awal ini sering saya temukan di walkthrough game RPG di majalah-majalah.



Hnaaah, kembali ke kover (dan sinopsis) lagi.

Begini.

Setelah saya membaca sampai tuntas. Menurut saya ada ketidakcocokkan antara kover, sinopsis, dan karakter yang paling dominan diceritakan di dalam buku. Di kover nampak Liarra dan Sigmar (Rozmerga nampak di belakang, Althor dan Xaliber sepertinya di istana masing2 sehingga tidak termuat dalam kover), kemudian sinopsis membicarakan Rozmerga sebagai fokus utama, tapi nyatanya di dalam buku Sigmar dan Liarra-lah yang lebih banyak mendapat sorotan dibandingkan Rozmerga yang mendapat giliran diceritakan pertama tapi porsinya kalah banyak dibanding Sigmar-Liarra.

Nah lho~

Oke, langsung saja ke cerita.

Mengenai cerita, saya merasa bernostalgia sekaligus ...

... terganggu.

Bernostalgia karena alur di dalamnya khas sekali cerita RPG yang pernah saya baca, namun merasa terganggu karena alur itu adalah alur RPG tahun 80an. :| Di mana menurut saya, alur RPG tahun 80an itu sudah tidak mantap lagi.

Diperparah dengan--entah untuk alasan apa, jangan biarkan saya memberikan prasangka buruk pada Anda--penulis senang menggunakan modus transportasi teleportasi untuk para karakternya.

Oh well ...

Karakter di sini yang paling "kena" di saya adalah Liarra. Karakteristiknya mungkin cenderung datar (CMIIW, tapi "datar" sendiri adalah karakteristik Liarra), tapi saya mendapati adanya kebiasaan2 yg konsisten pada dirinya (tidak makan daging, sering mengangkat sebelah alis, dll). Berbeda dengan karakter lain yang sepertinya hanya dijabarkan bahwa dia begini dan dia begitu, namun pada prakteknya tidak cukup kuat untuk membenarkan pernyataan "begini" dan "begitu" tersebut.

Jadi, maaf, saya tidak bisa memberikan nilai bagus untuk karakteristik dan plot.

Tapi meskipun demikian, saya memuji gaya penulisan Takdir Elir. Gaya penulisannya enak diikuti dan tidak kaku, sehingga membaca pun lancar dari awal sampai akhir.

Well, segitu saja pembahasan dari saya. Saya berharap buku selanjutnya menunjukkan poin2 plus yang lebih banyak lagi daripada buku pertama ini. :D

Skor 2/5. Banyak berkurang karena plot dan karakteristik, namun terbantu oleh faktor bahwa saya seorang gamer yg byk main game RPG dan gaya penulisan.

Hehe.
Profile Image for Truly.
2,760 reviews13 followers
March 9, 2012
Kita memang tidak bisa menebak kemana takdir akan membawa kita.
Siapa yang bisa menduga, Valuminaire melesat menyatu dengan diri Liarra Valweyn Flavianus
Busur panah sudah memilih majikannya
Liarra, terpilih untuk menyelamatkan Benua Elir

Sementara itu, Rozmega, frameless anggota Ksatria Valiant Ordo Vhranas di Tanah Suci Bedina. diutus untuk menjadi duta perdamaian di daerah yang tak pernah ia bayangkan keberadaannya, daerah di timur laut Tanah Utama Vandaria. Keduanya tidak bisa mengelak dari takdir, setiap individu pemegang peranan masing-masing demi mewujudkan kedamaian di Vandaria.

Benua Elir berada dalam bahaya. Liarra dan teman-temannya harus menemukan lima buah senjata yang menjadi kunci pembuka rahasia energi negatif yang menyelubungi Benuar Elir. Bukan tugas mudah.

Banyak hal dalam buku ini yang sepertinya merupakan sebuah kebetulan. Kebetulan saat Liarra Valweyn Flavianus tersedot oleh sebuah kekuatan gaib dari busur panah Valumninaire, ia muncul padang pasir dihadapan , Sigmar Arvhelon Entah kebetulan atau memang campur tangan takdir, tapi apapun itu kelak membawa mereka ke sebuah peristiwa.

Penulis mengisahkan bagaimana perjuangan mereka tidaklah mudah. Mereka tidak saja harus berhadapan dengan aneka mosnter tapi juga musuh dalam selimut. Tidak saja berurusan dengan musuh yang kelihatan tapi juga musuh yang tak kasat mata.Tapi, ada juga musuh besar yang berbalik arah menjadu sekutu.. Siapa yang bisa menebak akhir sebuah peristiwa.

Dibeberapa bagian ,ita akan menemukan catatan kaki. Hal tersebut jelas membantu pembaca memahami kisah yang ada. Peta yang diletakkan di halaman depan membuat pembaca bisa mengikuti perjalanan para tokoh dengan mudah dan memahami ”benang merah” yang ada diantara mereka. Ilustrasi para tokoh membantu pembaca mevisualisasikan tokoh yang ada. Bukan membatasi imajinasi seseorang hanya membantu memdapat gambaran mengenai sosol yang ada dalam buku ini.

Konon, ini merupakan buku pertama dari sejumlah buku yang bakalan menyusul. Masih banyak sekali pertanyaan yang membuat saya penasaran. Banyak detil kecil yang membuat saya ingin bertanya, tapi sepertinya saya harus menahan diri . Mungkin penulisnya sengaja membiarkan pembaca berada dalam rasa keingintahuan dan baru menemukan jawabannya di buku-buku selanjutnya.

Untuk urusan ilustrasi, sepertinya tak perlu diragukan lagi. Ilustrasi yang ada dalam buku ini sesuai dengan uraian yang ada. Jika penulis menggambarkan bagaimana sebuah mangkuk yang terbuat dari buah keras berisi ramuan jamu diterima dengan antusias, maka ilustrasi juga sangat mendukung. Mangkuk itu digambarkan sedemikian rupa sehingga yang melihat bisa memahami mengapa mangkuk berisi jamu diterima dengan gembira.

Dengan segala kemudahan yang ditawarkan , tak ada alasan untuk tidak membaca buku ini khan???

*versi panjang nanti yahhhhhh*

Profile Image for Alvina.
732 reviews122 followers
May 11, 2012
Nama gadis itu adalah Rozmerga, ia seorang frameless yang merupakan anggota Kesatria Valiant Ordo Vhranas di Tanah Suci Bedina. Suatu hari ia ditugaskan oleh Sang Pendeta Agung untuk pergi ke Benua Elir, menghentikan konflik dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Serenade yang dipimpin Raja Althor dan Kerajaan Vandergaard yang dipimpin oleh Raja Xaliber. Ditemani para Prajurit Suci, ia berangkat menuju benua asing di timur laut untuk mengaminkan takdir yang telah dituliskan untuknya.

Liarra adalah nama gadis itu. Seorang gadis frameless yang tinggal di Hutan tenteram Raz’vinel di sebelah selatan pegunungan Gablsisk yang terletak di Benua Elir. Frameless adalah makhluk yang hidup bersahabat dengan alam, pun mencintai perdamaian. Sehingga mereka amat resah karena mengetahui adanya gejolak antar kerajaan di benua Elir tempat mereka tinggal. Ketika ada upacara pemilihan penyandang Valuminiare, sebuah busur panah pusaka yang merupakan kunci untuk mengatasi konflik di Benua Elir, gadis frameless ini terpilih untuk memilikinya. Ketika ia memegang busur tersebut kekuatan cahaya menenggelamkannya dan memunculkan gadis itu di tempat yang berbeda.

Namanya Sigmar Arvhelon, pemuda separuh frameless dari Republik Highwind ini sedang mencari kuil kuno di Gurun Pasir tak Bernama di Benua Elir ketika ia bertemu dengan gadis berpakaian aneh yang bernama Liarra. Mereka berdua meneruskan perjalanan hingga menemukan pusaka di Kuil Kuno yang ternyata menghubungkan keduanya dalam visi yang sama. Dari peristiwa tersebut, mereka memutuskan untuk pergi mengikuti takdir mereka menyelamatkan Benua Elir dari konflik yang makin memanas.

Sementara itu Rozmerga yang sudah sampai di Benua Elir, memutuskan harus segera menemui pemimpin dari kedua kerajaan yang memiliki konflik. Karena ia mendarat di kerajaan Serenade, maka ia berencana menghadap raja Althor terlebih dahulu. Sayangnya perjalanan Roz menemukan banyak rintangan, bertemu bandit, kehilangan pasukan dan perbekalan yang habis membuatnya terlunta-lunta kehilangan kesempatan bertemu Raja Althor.

Tapi seperti judul buku ini, Takdir Elir, Takdir membawanya bertemu dengan Raja Althor dan menyampaikan pesan dari Sang Pendeta Agung untuk menunda peperangan terlebih dahulu. Tapi apakah Sang Raja mau mendengarkan gadis separuh frameless ini? Sedangkan para tentara sudah dikerahkan ke perbatasan, dan Raja Xaliber dari Kerajaan Vandergaard juga telah mendengar pernyataan perang tersebut.

Lalu bagaimana cara Liarra dan Sigmar mengambil peran dalam menyelamatkan Benua Elir? Takdir telah diputuskan dan di tangan kelima orang inilah masa depan Benua Elir terletak. Akankah mereka mampu menyelamatkannya?

review lengkap di :

http://orybooks.blogspot.com/2012/05/...
Profile Image for Melody Violine.
Author 27 books45 followers
April 19, 2012
Takdir Elir adalah buku pertama dari trilogi Chronicles of Elir karya Hans J. Gumulia. Novel ini merupakan novel ketiga Vandaria Saga, menyusul Harta Vaeran dan Ratu Seribu Tahun yang sudah terbit sebelumnya. Selain kesamaan hidup di semesta, sejauh ini tidak ada hubungan cerita yang signifikan di antara Takdir Elir dengan kedua novel pendahulunya. Ketebalannya pun kurang dari setengah masing-masing novel tadi sehingga membeli Takdir Elir tidak membutuhkan pertimbangan seberat Harta Vaeran dan Ratu Seribu Tahun.

Dari deskripsi pada sampul belakang Takdir Elir, saya kira tokoh utamanya hanya Rozmerga. Ternyata ada lima tokoh utama dan, seperti bisa ditebak, saya belum terlalu bisa mengenali mereka karena tipisnya buku ini hanya memberikan sedikit kesempatan bagi masing-masing tokoh untuk tampil.

Rozmerga adalah frameless yang berpangkat cukup tinggi sebagai ksatria Valiant di tanah suci Bedina, pusat Ordo Vhranas yang dianut oleh manusia dan frameless di Vandaria. Seorang Pendeta Agung Ordo Vhranas didatangi Vanadis (dewa) yang menyampaikan pesan bahwa Benua Elir membutuhkan bantuan. Itulah latar belakang Rozmerga dikirim ke sana dari Bedina yang terletak di Tanah Utama Vandaria (benua tengah yang sebesar Asia ditambah sepertiga Afrika).

Liarra adalah frameless yang tinggal di komunitas tersembunyi di Benua Elir, yaitu Hutan Tenteram. Dalam sebuah ritual yang dihadiri semua warga, busur Valuminaire memilih Liarra untuk menjadi penyandangnya. Sekejap kemudian Liarra berpindah tempat dan bertemu Sigmar, manusia setengah frameless yang sedang berpetualang untuk menyelidiki asal-usul benda peninggalan ibunya.

Dua tokoh lain tidak akan saya ceritakan di sini karena bila demikian sama dengan saya membocorkan hampir semua jalan cerita Takdir Elir. Benua Elir yang menjadi pusat perhatian novel ini dikatakan sedang mengalami konflik, tepatnya ketegangan antara Kerajaan Serenade dan Kerajaan Vandergaard. Penyebab terjadinya ketegangan ini dicurigai bisa diusut bila mereka mempelajari kisah para pahlawan legendaris Elir. Pada akhir cerita kita akan mengetahui bahwa sesungguhnya mereka punya hubungan yang mengejutkan dengan para pahlawan legendaris ini.

Dibandingkan kedua novel Vandaria Saga sebelumnya, Takdir Elir mempunyai gaya bercerita yang lebih enak dibaca walaupun potensinya belum tergali maksimal. Meskipun demikian, hal-hal kecil seperti puisi dan teka-teki dalam Harta Vaeran masih lebih berkesan bagi saya. Dari segi alur cerita, Takdir Elir baru tahap pengenalan sehingga saya belum bisa mengomentarinya. Untunglah akhir ceritanya yang menggelitik berhasil membuat saya ingin membaca novel keduanya nanti, Masa Elir.
2 reviews2 followers
April 27, 2012
Buku yang menarik untuk dibaca!

Meskipun awalnya saya tidak pernah tau apa itu Vandaria dan frameless karena biasanya saya bukan pecinta buku ber-genre fantasy seperti ini, saya tertarik untuk membaca buku ini ketika melihat covernya yang cantik.

Ketika saya mulai membalik halaman demi halaman, tak terasa saya terhanyut kedalam dunia Vandaria dan ceritanya. Bahasa penulisnya yang menarik dan mudah dicerna (oleh saya, sang orang awam) membuat saya terhibur dan perlahan mulai dapat membayangkan dunia Vandaria dan isinya. Apalagi dibeberapa halaman terdapat gambar ilustrasi yang cantik yang membantu saya membayangkan cerita ini dalam pikiran saya.

Buku ini berhasil membuat saya tersenyum sendiri karena beberapa dialog antar tokohnya yang lucu. Sedikit berdebar disaat Liarra dan Sigmar dikejar tengkorak hidup.

Sekarang saya penggemar Liarra yang unik dan Sigmar yang kocak. Masih belum begitu terpesona oleh Rozmerga dan kedua Raja. Mungkin karena penulisnya belum begitu mengupas ketiga tokoh ini.

Tapi yang jelas, tidak sabar untuk menunggu buku keduanya untuk tahu kelanjutan kisah ini dan mengenal para tokohnya lebih dalam. Terutama Rozmerga yang kelihatannya merupakan tokoh paling penting dalam cerita. Meski sekarang penulisnya seolah masih membuatnya menjadi misteri. He he he....

Pendek kata: AKU SUKA BUKU INI!!Kalau kamu?
Profile Image for Alex.
Author 7 books11 followers
October 21, 2012
I bought this book because I read Hans J. Gumulia's short story in KRISTALISASI "Pentagon", which quite made me confused a bit but I love the characters' parts, even I still didn't get the point of telling their stories (back then)...

AND THEN... I read TAKDIR ELIR on that fated day and realized "Oh, okay.. it was like the introduction or some sort of excerpt of what's happening in Elir Trilogy, get it.. get it.."

And reading his work, made me think of an RPG game (which is good) such as Tales series or Final Fantasy. I love how he layouts the chapters with specific perspectives on the five main characters. Rozmerga, Liarra and Sigmar plus those two kings(Althor & Xaliber were not that focused in this book yet, but I have a hunch they will be for the next book, judging from the preview cover for MASA ELIR).

Overall, I am amazed how this book can lead me to certain ecstasy of wanting more to read or giggling to certain dialogues (especially Sigmar's) and how the characters have certain traits which are loveable.

The ending.. well.. it's a trilogy.. it hasn't end yet but the 'ending' for this book made me just want to speed up time to the awakening of MASA ELIR. GREAT BOOK. I love Vandaria now after I read this book!
Profile Image for Mahfudz D..
Author 1 book21 followers
March 11, 2012
Entah kenapa, aku ngerasa kok kayanya dipaksakan jadi trilogi ya?
-____-
Profile Image for Kristy Tjong.
Author 1 book9 followers
March 11, 2013
Ceritanya mayan asik buat diikuti. Tapi jujur saya agak sweatdropped juga sama beberapa poinnya...

Dua negeri yg lagi panas2nya perang, langsung pada anteng begitu disuguhi kata "takdir" pada sebuah surat.

Lalu (saya nggak setuju juga sama reviewer yang bilang novel ini kebanyakan fillernya), menurut saya justru segala sesuatunya terjadi dengan terlalu cepat. Alur di paruh pertama cerita udah pas. Tapi begitu udah masuk paruh kedua, saya ngerasanya kayak diburu2 banget ceritanya. Sebentar udah ke sini, terus pindah ke sana lagi... Seakan Benua Elir ini luasnya hanya setara dengan kota Jakarta.

Dan yang paling memperkuat kesan diburu2 ini, ada beberapa kali kejadian di mana para karakternya secara magically keteleport dan langsung ketemu sama the right person. Para Vanadis baik banget ya sama mereka berlima...

Diluar hal2 yg nggak sreg di atas, overall Takdir Elir ini bacaan yg cukup oke kok. Cara penulisannya sederhna & enak dibaca, tanpa dibumbui dengan kalimat berbunga2 ala puisi gimana :3 Jajaran karakternya juga cukup menarik. Tapi jujur, belum ada bener2 favorit sih (semoga di buku berikutnya lebih diperdalam & lebih dimunculin kekhasan masing2 karakternya lagi).

Cheers :D
Profile Image for Sabilal  Ramadhan.
72 reviews
April 15, 2012
aku rasa keinginan penulis untuk membuat cerita yang mengambil setting di benua elir,vandaria ini agak kurang pas(it's just my opinion). sehingga konflik yang terkandung pada buku rada "kurang bumbu".. konflik baru terasa pedas-asam-manisnya di akhir-akhir buku. perjalanan liara dan sigmar pun kurasa agak sedikit plat. namun adanya peta benua elir di awal buku menjadi nilai plus dari buku ini.bebeda dengan buku vandaria saga sebelumnya yang pernah kubaca, ratu seribu tahun yang tidak memberikan peta di buku sehingga aku agak sedikit "kehilangan arah". selain itu buku yang tipis membuat mood to read this mood tidak pernah decrease rapidly.
Profile Image for Agam Wira sani.
1 review1 follower
November 22, 2012
Sebuah buku yang membawa ukiran kisah dan tertulis baik di dalamnya.
Terimakasih saya ucapkan kepada buku Takdir Elir. Buku yang telah mengenalkan saya kepada vandaria saga serta kepenulisan novel fantasy.
Buku yang menginspirasi saya untuk mengukir kisah, menulis cerita fantasy walaupun masih dalam tahap perkembangan "iseng-iseng" saja.

Terimakasih Hans J. Gumulia, terimakasih Takdir Elir, terimaksih Vandaria Saga.
semoga kristalmu tetap terang, mengukir dan mengalun damai di Vandaria Saga.
Profile Image for indy ❁ ⋆⁺₊⋆.
361 reviews93 followers
September 3, 2021
Sebenarnya buku ini memiliki premis cerita yang bagus. Cukup menjanjikan lah kalo mau dibikin trilogy atau universe. Sisi kontra-nya, sepertinya penulis cukup memerlukan 100 halaman untuk menyampaikan plot inti dari cerita, karena sisanya hanya berupa part-part asesori yang sebenarnya bisa banget dibuang saja.
Saya beli buku ini sekitar delapan tahun lalu. Ketika setelahnya saya nyari sequelnya di togamas tapi ga kunjung nemu. Semoga kalau tidak lupa nanti cari lagi di toko buku.
Displaying 1 - 30 of 53 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.