Sebelum buku ini, ada beberapa buku yang juga membicarakan masalah pertentangan kasta di Bali. Akan tetapi, buku ini hadir dengan kelebihannya tersendiri, antara lain tesis yang mengatakan bahwa praktik-praktik perkastaan di Bali merupakan hasil rekayasa peradaban para aktor [kebudayaan] yang cerdas.
Untuk mendukung tesisnya itu, Made Kembar Karepun melakukan penelitian kepustakaan yang sangat luas kemudian menyajikan temuan-temuan tekstualnya dengan cerdas, terbuka, dan kritis. Pencariannya itu melewati lintas batas geografi, kebudyaan, dan waktu.
Buku ini akan menghentikan karya penulis berikutnya mengenai pertentangan kasta. Sebuah buku yang patut dibaca kalangan intelektual dan awam untuk bersama-sama membangun kesadaran bahwa kebenaran kemanusiaan adalaj kebenaran universal, setara, sederajat, dan egaliter. Jika keasadaran baru ini tidak dibangun, maka Bali akan mengalami petaka.
Dari judulnya saja, buku ini sudah amat jelas, Mengurai Benang Kusut Kasta, Membedah Kiat Pengajegan Kasta di Bali. Ada dua pesan utama yang saya tangkap dari judul tersebut. Pertama, penulisnya merasa isu kasta itu serupa benang kusut. Sesuatu yang ruwet dan kompleks. Maka, pesan kedua adalah, penulis buku ini berusaha membongkar bagaimana sistem kasta itu coba dilestarikan di Bali.
Begitulah kemudian penulis buku ini, Made Kembar Kerepun, membahas isu kasta dalam buku terbitan Penerbit Panakom, Denpasar pada April 2007 ini. Made Kembar Kerepun, yang sudah almarhum, membedah isu kasta dalam 10 bab dan 308 halaman buku ini. Saya sih tak hanya menangkap pesan "kegeraman" penulis pada masalah kasta tapi juga upayanya untuk membedah dan menjelaskan bahwa sistem kasta itu sebuah kesalahpahaman yang harus dibongkar.
Kesalahpahaman terbesar, menurut Kerepun, adalah bahwa kasta itu tradisi Bali dan karena itu harus dilestarikan. Menggunakan berbagai arsip sejarah, termasuk lontar pada zaman kerajaan Bali sebelum Majapahit dan buku-buku pada zaman kolonial Belanda, Kerepun menunjukkan bahwa Bali dulunya tak mengenal kasta. Bali hanya mengenal Catur Warna. Kasta jika mengacu pada India adalah pembagian sistem sosial berdasarkan keturunan. Adapun Catur Warna klasifikasi berdasarkan pekerjaan, bukan darah alias keturunan.
Kasta mulai ada di Bali setelah Majapahit menguasai Bali dan kemudian dilestarikan oleh Belanda, termasuk melalui kebijakan Baliseering, semacam purifikasi Bali ala gerakan Ajeg Bali saat ini. Tujuan pelestarian kasta ini untuk mempertahankan kuasa oleh kolonial melalui tangan-tangan penguasa, terutama Brahmana dan Ksatria, dua tingkat tertinggi dalam kasta.
Kebijakan ini memicu perselisihan bertahun-tahun yang bahkan, setahu saya, masih terjadi hingga saat ini. Tak hanya pertentangan diam-diam tapi juga terbuka. Tak hanya terkait isu politik dan budaya tapi juga hingga agama. Kembar Kerepun menjelaskan semuanya dengan bahasa yang, bagi saya, kadang amat sarkas. Terasa benar antipati dia pada sistem kasta.
Jika ingin belajar tentang sistem kasta dari kacamata kritis, atau bahkan sinis, buku ini jawabannya. Sayangnya sih buku ini bukan untuk pemula yang belajar tentang Bali. Terlalu banyak istilah Bali yang susah dimengerti, mungki tak hanya saya yang outsider, tapi juga orang Bali sendiri. Ini saja sih kekurangannya.