Jump to ratings and reviews
Rate this book

Para Priyayi #2

Jalan Menikung

Rate this book
Masih ingat Para Priyayi, kisah tentang keluarga besar Sastro Darsono dari Wanagalih? Dalam Jalan Menikung ini kisah keluarga Sastro Darsono berlanjut dengan kehidupan Harimurti-Sulistianingsih bersama anak tunggal mereka, Eko, yang belajar di Sunnybrook College, Connecticut, Amerika Serikat. Sukses dalam studi dan ingin kembali ke tanah air, ternyata Eko tersandung oleh masa lalu ayahnya. Harimurti dipecat dari pekerjaannya, anjuran sang ayah ia tetap tinggal di Sunnybrook dan kemudian bekerja

184 pages, Paperback

First published January 1, 1999

23 people are currently reading
267 people want to read

About the author

Umar Kayam

38 books143 followers
Many predicate have been given to Umar Kayam. He was a writer, lecturer, bigscreen artist. Most of his time was spended as a lecturer at Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Bibliography:
* Sri Sumarah (Pustaka Jaya, 1975)
* Para Priyayi (Pustaka Jaya, 1992)
* Jalan Menikung/Para Priyayi 2 (Pustaka Jaya, 2002)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
117 (21%)
4 stars
174 (31%)
3 stars
180 (32%)
2 stars
67 (12%)
1 star
17 (3%)
Displaying 1 - 30 of 55 reviews
Profile Image for Galih Surya.
69 reviews
July 19, 2025
“Lanjutan dari “Para Priyayi”. Lewat karyanya “Jalan Menikung”, beliau membuktikan bahwa percakapan peradaban tinggi bisa juga dinikmati oleh kaum Indonesia, tidak melulu oleh bangsa Yahudi. Tutur kata yang halus namun menekan, batas-batas yang jelas serta tegas terkait rasis dan perbedaan adat budaya dapat didudukkan dan diselesaikan secara kekeluargaan. Umar Kayam, anda sungguh luar biasa bijaksana dan jenius!”
Profile Image for Melynessa.
21 reviews
December 6, 2008
awalnya gw pikir..sesuatu yang berhubungan dengan "karya sastra" itu berat banget bahasanya, ternyata setelah ikut kuliah Apresiasi Sastra, dan disuruh (tugas) baca novel sastra, ternyata gak seberat yang gw duga, malah asyik juga. seperti "Jalan Menikung" menceritakan kehidupan keturunan para priayi (buku 1) yang ternyata kehidupannya mulai modern dan kebarat-baratan. inti konflik memuncak pada saat Eko menikah dengan Claire, dimana seorang Muslim menikah dengan seorang Yahudi,namun pada akhirnya keluarga Eko berusaha menerima Claire dengan toleransi yang tinggi.

namun ada kalanya, penyampaian bahasa Claire, kurang pas rasanya. walaupun diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, namun terjemahan itu terasa Jawa sekali..terkadang yang saya bayangkan Claire itu adalah orang Jawa bukan orang Amerika. begitu pula alurnya yang kurang greget, terasa datar - datar saja, dan tidak ada konflik yang cukup menarik perhatian. hmm gw jadi pengen baca kisah para priayi yang katanya lebih bagus dari jalan menikung.
Profile Image for Ahmad.
Author 8 books37 followers
October 31, 2007
Lika-liku cerita tentang anak keturunan ningrat yang memilih "jalan menikung", menikahi adat Barat, dan memberontak dari adat Jawa. Menarik, dan Umar Kayam membuatnya dengan begitu cerdas.
8 reviews
November 9, 2007
Kalau sudah baca Para Priyayi, buku ini jauh banget. Kecewa aja.
Profile Image for Iyank.
12 reviews
February 21, 2008
yg bisa aq ambil kesimpulan dari buku ini, yaitu: orang jawa, meskipun mereka telah menjadi orang yang kaya raya 'n modern, tetapi mereka berusaha untuk tetap menjaga tradisi mereka.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
July 7, 2020
Sekuel Para Priyayi ini mungkin tidak semegah novel pendahulunya yang begitu detail menggambarkan jatuh bangun sebuah dinasti keluarga Jawa hingga menjadi keluarga Priyayi. Tema pokoknya pun bergeser, karena ada aroma westternisasi kental. Bahwa menjadi manusia masa kini adalah menjadi warga dunia juga. Jika dulu Lantip, kali ini adalah Eko, putra dari Harimurti yang bersekolah di Amerika. Jika dulu leluhurnya sudah luar biasa bisa masuk sekolah Belanda, kini cucu jauhnya meluaskan jangkauan hingga ke negeri manca. Begitulah manusia terus berjalan dan berkembang.

Dalam novel yang tergolong tipis ini, ada begitu banyak tema yang diangkat. Bahkan di awal pun Umar Kayam sudah menyeret pembaca pada kasus politik cukup pelik, tentang eks organisasi terlarang yang dilarang jadi PNS. Sayangnya, larangan ini merembet menjadi apa saja, bahkan anak cucu pun ikut menanggung akibatnya. Mereka bahkan tidak dibiarkan tenang walau bekerja di perusahaan swasta. Lalu ada tentang perkawinan Eko dan Claire yang tidak hanya beda bangsa, tetapi juga beda agama. Tidak main main, Claire adalah seorang Yahudi (walau masuk Yahudi yang liberal). Bagaimana seorang priyayi Jawa tulen dan Islam bisa menerima mantu seorang Yahudi? Tapi, dunia kini memang tak sama lagi, termasuk orang orangnya

Bahkan yang Jawa kaya pun pada akhirnya akan tersentuh oleh nilai nilai internasional dengan berbagai tuntutan mewahnya. Keluarga Tommi adalah contohnya. Di satu sisi ingin menunjukkan baktinya sebagai orang Jawa yang menjunjung tinggi leluhur, di sisi lain tidak tahan untuk menunjukkan gayanya sebagai orang kaya yang tidak ketinggalan mode. Maka jadilah rumah priyayi Jawa ini dikelilingi taman model Amerika. Maka, pernikahan Eko dan Claire pun seharusnya dan memang akhirnya bisa mereka terima.

Sama seperti di novel pertama, penulis kok ya jago banget mengupas luar dalam orang Jawa. Betapa Jawa yang masih begitu teguh memegang pertalian saudara sehingga hubungan kekerabatan begitu terjaga. Di satu sisi, ini baik karena keluarga besar saling berkumpul dan dianjurkan untuk kenal mengenal. Di sisi lain, sebagaimana yang dilihat Eko dan Claire sebagai generasi termuda, kumpul kumpul sering kali jadi ajang memamerkan harta, kadang memaksakan kekuasaan. Yang muda harus manut sama yang tua, yang kurang mampu harus sendika dalem dengan yang kaya. Jadilah dalam diri orang Jawa ini sering berkumpul sifat sifat bertentangan yang bikin orang luar bingung: bermulut manis tetapi bicara pedas di belakang, suka pamer tapi juga suka berderma, tidak individualistis tapi juga sering memandang terlalu tinggi diri dibanding orang di bawahnya. Pada akhirnya, manusia mana pun, dari suku bangsa apa pun, memang punya kelebihan dan kekurangan.

Sebagaimana jalan hidup yang tidak pernah sepenuhnya lurus dan sering menikung, novel ini menggambarkan sifat manusia yang selain beraneka ragam dan suka menikung eh juga memiliki sifat sifat baiknya.
7 reviews
October 3, 2018
Novel Jalan Menikung adalah lanjutan Para Priyayi. Novel Para Priyayi merupakan novel etnografi tentang masyarakat Jawa, khususnya kalangan priyayi. Lewat tokoh-tokohnya, pembaca diajak menafsirkan makna priyayi. Novel Jalan Menikung bercerita tentang generasi cucu dan cicit Sastrodarsono. Cerita dimulai ketika Harimurti yang pernah ikut dalam gerakan pemuda "kiri" terkena kebijakan "bersih diri dan lingkungan" sehingga kehilangan pekerjaan. Harimurti lantas meminta Eko, anak satu-satunya yang sedang kuliah di Amerika untuk menunda kepulangannya.

Tokoh Eko adalah representasi orang Jawa yang mulai "tampil" di dunia internasional. Modernitas dan segala kecakapannya membuatnya tak lagi mengalami diskriminasi sebagai bangsa dari "dunia ketiga". Eko sebagai orang Jawa mesti belajar di Amerika dan tinggal bersama keluarga Yahudi-Amerika. Terjadi perbenturan nilai-nilai pada diri Eko yang ingin mempertahankan ke-Jawa-annya, tetapi mulai permisif terhadap nilai-nilai kehidupan yang longgar di Barat. Ia semakin goyah ketika jatuh cinta pada Claire Levin, anak induk semangnya.

Hal yang cukup mengganggu dalam novel ini ialah deskripsi tokoh yang kurang "riil". Semua terasa "sangat Jawa". Tokoh Claire, misalnya, bisa sangat paham budaya Jawa, bahkan cara berbicaranya seperti orang Jawa. Latar waktunya juga terasa "berjarak" karena saya lahir dan tumbuh jelang masa transisi Orde Baru ke Reformasi dan Orde Baru tidak dibahas secara komprehensif dalam kurikulum sekolah.
Profile Image for Nadia.
27 reviews
March 26, 2020
"Jawa, Claire, berhenti di rumah ini."
Penggalan kalimat tersebut, disampaikan oleh Eko, anak Harimurti, dari keluarga priyayi jawa Sastrodarsono kapada istrinya Claire, seorang Yahudi Amerika, sedikitnya dapat menggambarkan dari cerita Jalan Menikung. Sekuel dari Para Priyayi ini menceritakan tentang lunturnya budaya dan tradisi jawa di era modern yang begitu dinamis. Secara diksi, harus diakui bahwa Para Priyayi lebih asyik dan mengagumkan untuk dibaca. Entah apakah Umar Kayam sengaja menunjukkan perbedaan diksi antara kedua buku tersebut atau tidak, tetapi dari halaman pertama saat membaca Jalan Menikung dapat dirasakan adanya perbedaan diksi yang signifikan jika dibandingkan dengan Para Priyayi. Selain menggambarkan lunturnya budaya jawa dalam keseharian hidup orang-orang jawa di Jakarta, Jalan Menikung secara bersamaan masih menyisipkan kesan bahwa nilai-nilai kejawaan masih ada di hati para priyayi anggota trah Sastrodarsono. Jalan Menikung juga menggambarkan cerita tentang kesenjangan sosial dan keseharian yang terjadi di Jakarta dan Wanagalih serta mengangkat cerita tentang kondisi politik dan pendidikan di Indonesia. Namun, yang paling penting, Jalan Menikung menceritakan tentang hidup dan kebutuhan manusia untuk tumbuh dan berkembang dalam berbagai pilihan, salah satunya melalui merantau, yang berujung pada kesimpulan: "Jalan yang telah dilalui dan akan ditempuh begitu banyak menikung. Kita akan terus merantau. Bagaimanapun, jalan akan terus menikung".
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Truly.
2,762 reviews12 followers
December 13, 2020
Semula saya agak kecewa ketika membaca blurd bahwa yang menjadi tokoh adalah Harimurti dan anaknya. Sepertinya saya terlalu berharap agar Lantip mendapat peranan yang lebih besar lagi dalam kisah ini.

Tapi jika mengingat tokoh Hari pernah bersinggungan dengan hal yang dianggap membahayakan negara, maka menjadi masuk akal jika ia yang menjadi lakon. Toh ternyata Lantip juga mendapat peranan lumayan dalam kisah ini.

Pemugaran makan keluarga membuat saya teringat akan makan keluarga di Desa Tirip, Jawa Tengah. Bulan madu sekaligus tugas Eko membuat saya teringat pada beberapa rekan penerbit. Buku yang mengusik memori
Profile Image for Louisa Olivia Hadiwirawan.
36 reviews13 followers
January 9, 2020
Buku yang lebih ringan dibandingkan dengan karya pendahulunya, Para Priyayi, meski tidak mengurangi keindahan kata serta kejenakaan tulisannya.

Memang permasalahan yang diceritakan tidaklah semendalam Para Priyayi, mungkin karena dalam buku ini tidak tunggal membahas budaya Jawa secara mendalam melainkan menggambarkan akulturasi budaya dirasakan dan dihadapi di jaman yang semakin modern.

Tentu saja ketajaman Umar Kayam yang disertai dengan kejenakaannya membuat membaca buku ini terasa menghibur dan kagum tentang ragam pandangan dan sikap tokoh-tokoh terkait akulturasi budaya.
Profile Image for Ridho AS.
40 reviews
June 29, 2021
Seperti menonton sinetron indonesia. Akhirnya bisa di tebak. Latar kuat yg biasa di sajikan umar kayam terasa hambar. Karakternya sederhana. Konfliknya mudah di tebak. Menarik utk jadi bacaan ringan sebelum tidur.
Profile Image for Putri Sayuti.
13 reviews5 followers
September 13, 2022
Mestinya saya tidak memnadingkannya dengan buku pertama. Para Priyayi adalah legenda saastra Indonesia, yang renyah dan sedap dibaca kapan pun.
30 reviews
July 24, 2025
Lanjutan kisah keluarga sastrodarsono yg makin mendunia
Profile Image for Om Wawan.
43 reviews2 followers
October 26, 2024
Jalan Menikung.., novel lanjutan Para Priyayi ini membawa kita pada sejarah keluarga Sastrodarsono yg semakin modern dengan semua dinamika sosialnya. Adaptasi sosial pada setiap situasi yg berbeda, lebih terbuka, dan sering dianggap lebih maju mereka terima dan jalani dengan tetap menjunjung tinggi penghormatan pada leluhur sebagai pokok pohon keluarga.

Mari kita baca
Profile Image for Shadiq.
55 reviews1 follower
October 14, 2023
Kelanjutan kisah atau sekuel dan perjuangan kelas Para Priyayi dari Novel sebelumnya yang mana sekarang sudah berada pada generasi ke 3 dan 4 dari eyang Sastrodarsono.
Hampir satu dekade lamanya sekuel kedua ini diterbitkan, tentu saja dinamika dan perubahan kondisi masa dan situasi masyarakat sudah banyak yang bergeser walaupun kesan dan histori lama beberapa diantaranya masih saja menempel. Mungkin itu juga yang ingin ditunjukkan oleh Umar Kayam dalam novelnya ini. Pluralitas budaya, suku, ras, cinta, agam, feodalisme, dan politik dengan semakin meluasnya jangkauan perjalanan menjadikan tantangan tersendiri bagi pejuang-pejuang kelas yang mewariskan generasi selanjutnya.

Mungkin saja mode perjuangan kelas yang sedang berjalan tidak seberat para pendahulunya namun tetap dengan nuansa dan tantangannya sendiri. Dulu cerita tentang sekolah desa dari pemerintah belanda sekarang tentang kuliah manca negara, dulu tentang petani desa, mantri desa, ndoro guru dengan gaji beberapa rupiah saja sekarang tentang bisnisman dan milyarder serta pegawai kantor swasta dan negeri yang luar biasa, dulu tentang kekentalan seni budaya dan ada istiadat daerah dan bangsa, sekarang tentang teknologi dan budaya eropa-amerika. Begitulah dinamika perubahan kehidupan manusia yang terus berjalan. Manusia dipaksakan untuk terus beradaptasi dan menerima dalam rangka mempertahankan eksistensinya, tinggal jalan mana yang akan dipilihnya. Jalan Menikung tidak hanya kental dengan nuansa ruang lingkup keluarga keturunan kelas priyayi jawa atau konglomerat indonesia saja, namun juga permasalahan kebudayaan dan strata kelas yang mendunia. Lihatlah setiap sudut pandang 'aku' dalam setiap karakter tokoh dalam novel ini, kemudian kita akan melihat sudut pandang yang akan dibawakan oleh penulis.

Seiring memudarnya ingatan dan pelestarian budaya dan sakralitas konsep priyayi, terdapat beberapa hal yang masih dapat dijadikan pedoman dan rute untuk menemukan jejak-jejak sisa perjalanan akan esensi manusia untuk kembali, salah satunya adalah kebiasaan lelulur yang syarat akan makna dengan pulang bersama, makananan, kesederhanaan, sikap nrimo dan ziarah. "Merantau itu pergi jauh. Kadang-kadang juah, jauh sekali. Kadang-kadang rasanya sewaktu-waktu akan dapat kembali. Rasanya. Padahal jalan yang telah dilalui dan akan ditempuh begitu banyak menikung. Kita akan terus merantau. Bagaimanapun, jalan akan terus menikung..."
Profile Image for Ivan.
79 reviews26 followers
Read
November 21, 2012
Novel ini aku selesaikan ketika menginap di stasiun senin jakarta. Ketika menunggu kereta datang esok pagi aku libas habis isi novel ini. Ternyata sangat mengasyikkan, menyelesaikan isi sebuah novel disambi kita menginap di stasiun dan begadang disitu.

Isi novel ini merupakan lanjutan dari novel sang priyayi. Tokoh-tokoh dalam novel ini juga merupakan cucu-cucu dari keluarga sastrodarsono. Ceritanya tentang kehidupan kota anak-anak keturunan keluarga sastro. Kebanyakan sudah mapan, nggak seperti kehidupan kakek-nenek mereka dulu. Dalam cerita ini juga ada konflik keluarga Harimurti yang mempunyai anak Eko. Eko memutuskan untuk menikah dengan keluarga yahudi di Amerika. Ketika itu Eko mendapat beasiswa untuk sekolah di Amerika dan mendapatkan orang-tua asuh orang yahudi. Eko terlibat percintaan dengan anak orang tua asuh itu. Namanya Claire. Dia akhirnya menikah setelah ketahuan hamil. Di Amerika hal tersebut sudah tergolong biasa jadi orang tua Claire juga memaklumi itu. Tetapi mendengar itu, orang tua Eko sontak terkejut. Karena eko menikah dengan orang Yahudi yang memiliki stereotip negatif di mata orang Indonesia.

Ceritanya menarik, konflik yang ditampilan juga cukup menyita perhatian pembaca. Tetapi setting tempat kota agak kurang nggreget. Banyak spot spot penting di kota yang kurang di eksplor oleh Bapak Umar Kayam. Jadi yan terlihat penggambaran setting tempat di perkotaan agak sedikit kurang mengena. Tapi dari isi cerita dan hikmah yang ada dalam cerita ini cukup menarik.
Profile Image for Marina.
2,035 reviews359 followers
August 3, 2014
** Books 205 - 2014 **

Buku ini adalah sekuel kelanjutan dari para Para Priyayi: Sebuah Novel Yang telah saya baca pada 15 Juli 2014 kemarin.. Buku ini kembali menceritakan bagaimana nasib anak cucu keluarga besar Sastrodarsono. Bisa dibilang novel ini melihat dari sudut pandang Eko yang merupakan anak dari Harimurti dan Sulis yang belajar dan merantau di Amerika lalu menikahi wanita yahudi bernama Claire.

Buku ini sarat dengan pesan moral dan secara tidak langsung memotret seperti apa kisah nasib orang2 yang tidak "bersih diri" dan betapa melekatnya budaya korupsi di berbagai bidang. Seperti usaha proyek yang dipegang Tommy lagi2 membuat saya terkenang dengan Novel Orang-orang Proyek by Ahmad Tohari dan negara kita tidak bisa lepas dari unsur "Ada duit, semua akan mudah" yang saya rasa masih dirasakan di negeri kita.

Saya sudah menurunkan ekspektasi saya pada novel ini kalo membaca beberapa review teman2 Goodreads yang mengatakan novel sekuel ini tidak sehebring jilid kesatunya.. jadi kalo novel pertama saya berikan 4,8 dari 5 bintang.. novel jalan menikung ini bisa puas saya berikan 3,4 dari 5 bintang! :)
Profile Image for Arinamidalem.
106 reviews7 followers
March 2, 2009
lama juga jeda saya membaca Para Priyayi ke Jalan Menikung-Para Priyayi2 ini.. baru lihat lagi bukunya di ex-kwitang setelah bertahun2 gak nemu di Gramed...senangnya dapat buku ini ;p

Saya lebih suka Para Priyayi (1), lebih membumi. Di Jalan Menikung ini para priyayinya koq jadi seperti film India yg jual kemegahan dan emosi yg meluap2.

Pertentangan dalam keluarga karena berbagai hal yang semestinya gak perlu - menurut saya - tapi malah sangat mungkin terjadi. ini yang menarik, emosi menjadi naik turun, kadang pasang kadang surut.
Saya juga heran.. di keluarga yg bbrp bergaya sangat western dengan cerutu havana-nya, high level nyonya yg kalau pesan catering dari hotel berbintang.. tapi kolot untuk masalah menerima perbedaan.
Semua dipertentangkan, tapi toh nrimo juga akhirnya. Kenapa gak dari awal sih? sadar situasi gitu, daripada buang2 energi dan emosi ;p

3 bintang, couriosity terobati sudah..puasssss ;D



Profile Image for anis Ahmad.
47 reviews13 followers
August 5, 2008
pfuihh, dua hari saya selesaikan baca novel ini setelah beberapa hari saya dapat menyelesaikan novel pertamanya. novel ini adalah lanjutan dari novel para priyayi. pada novel ini generasi pertama dan kedua dari keluarga besar sastrodarsono telah meninggal, tinggal generasi ketiga alias cucu dari sastrodarsono yang menjadi tokoh dari novel ini. tommy dan mery berkembang menjadi konglomerat. sementara itu harimurti yang telah memiliki anak bernama eko yang kuliah di amerika justru mendapatkan tekanan dari perusahaan karena terlibat peristiwa Gestapu. sementara itu lantip dan istrinya halimah tidak terlalu terlibat dalam konflik keluarga yang rumit, kecuali di akhir bagian nobel ketika lantip, harimurti, eko, dan istri-istrinya pulang basamo ke daerah sumatera barat.
dalam novel ini UK sangat vulgar dalam menceritakan kiah-kisah asmara generasi keempat keluarga sastrodarsono.
bagus..
Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
January 4, 2010
Apa yaaa...

Jauuuh sekali tikungan jalan yang dilewati Lantip dan keluarga Sastrodarsono dalam buku ini dibandingkan trek asli mereka di Para Priyayi. Asimilasi nilai keluarga "Jawa tradisional" dan "dunia modern" yang sarat korupsi-kolusi-nepotisme terlalu dipaksakan, dan tampil telanjang. Tidak ada emosi dan keterikatan cerita di sini. Lagi2 sebuah cerita biasa di masa Indonesia merdeka ini.

Oiya satu lagi. Seandainya Pak UK atau penerbitnya mencantumkan dulu silsilah keluarga Sastrodarsono di awal buku, pasti bisa menyegarkan ingatan saya tentang siapa itu Hari, Tommi, Marie, Eko, dll.

Profile Image for Ipung.
31 reviews4 followers
November 21, 2012
"Merantau itu pergi jauh. Kadang-kadang jauh, jauh sekali. kadang-kadang rasanya sewaktu-waktu akan dapat kembali. Rasanya. Padahal jalan yang telah dilalui dan akan ditempuh begitu banyak menikung. Kita akan terus merantau. Bagaimanapun, jalan akan terus menikung." [h 178]
=================================================

Buku ini seperti dengan sendirinya menghampiri saya untuk dibaca tepat sebelum saya merantau ke negeri yang jauh untuk waktu yang tidak bisa dibilang sebentar.

Kisah Eko yang mengalami kegelisahan di rantau, keputusan yang dia ambil, perasaan melankolisnya yang timbul dan keikhlasan orang tua (ibu) yang melepas anaknya meskipun berat. Memberi sedikit bayangan seperti apa nantinya perantauan saya.

Buku yang bagus.

Profile Image for Lani M.
346 reviews42 followers
February 5, 2017
Buku ini menceritakan kelanjutan kisah keluarga besar Sastrodarsono yang sebelumnya diceritakan dengan sangat indah di buku Para Priyayi. Bertolak dari kesederhanaan keluarga Jawa, anak dan cucu Eyang Sastrodarsono memeluk modernitas ibu kota dan ada juga tokoh yang melintasi batas-batas negara.

Di sini, kita diajak melihat kalau nilai-nilai yang dulu ditanamkan dan diperjuangkan oleh Eyang mereka memudar bahkan menghilang tanpa bekas. Menyedihkan. Mungkin memang benar kita manusia modern cenderung memandang nilai-nilai kebijaksanaan dari para leluhur kita telah usang.

Buku ini seakan hendak menyadarkan kembali bahwa seluruh nilai kebijaksanaan (untuk tetap sederhana setinggi apapun pencapaian kita dan memanusiakan manusia) semestinya tidak tergerus oleh waktu.
Profile Image for Emon.
42 reviews8 followers
September 22, 2008
Ini adalah kisah generasi ketiga keluarga Soedarsono. Ketika para anak dan cucu tidak sesuai dengan garis priyayi mereka. Cucu-curu mereka tidak lagi menikah dengan orang Jawa, akan tetapi dengan orang-orang diluar suku Jawa, yang tentu saja tidak sesuai dengan trah keluarga priyayi mereka. Seperti Eko yang menikah dengan Claire, orang Yahudi di Amerika Serikat. Keluarga ini berubah juga dengan adanya perubahan jaman yang melingkupi. Mau tidak mau.

Ini mungkin saja, seperti petanda bahwa nilai-nilai jawa yang semakin lama semakin mengikis dengan perubahan jaman. Keberadaan priyayi hanya sebuah simbol dari nilai-nilai Jawa itu sendiri.
Profile Image for nath nocturvis.
15 reviews2 followers
January 2, 2013
Kurang ber-roso, kurang sepenuh hati. Sebagai penulis yang pernah menghasilkan Para Priyayi dengan amat indah, kok terlalu ‘njeglek’ alias jauh berbeda cara bertuturnya. Membaca Jalan Menikung seperti menonton film-film komersil Indonesia tahun 90an, kaku, formil, alurnya terburu-buru, karakter yang hampir sama satu sama lain, nampak dipaksakan.

Konflik batinnya seharusnya bisa lebih ‘dalam’ kalau bicara soal perbenturan budaya dan jaman, namun cara bertuturnya agak ‘kedodoran’, datar, menyentuh hanya dipermukaan saja. Pesan yang sebenarnya baik dan bisa direnungi, jadi kurang berbekas. Ke’priyayian’ modern sepertinya topik yang kurang hidup di buku ini.
Profile Image for Edy.
273 reviews37 followers
October 1, 2007
Buku ini agak kurang menarik karena alurnya terkesan mengulang buku masterpiece Para Priyayi, hanya saja setting lingkungannya sudah berubah menjadi kehidupan kota. Dengan setting demikian suasana terasa kering dan kurang mampu menggiring pembaca untuk ikut terbang menjelajahi kehidupan. Setting ini terkesan dipaksakan. Umar Kayam yang sangat menguasai budaya Jawa dipaksa menulis budaya kontemporer perkotaan... ada gagap disana...
Profile Image for Rahman seblat.
24 reviews2 followers
July 19, 2010
titik tikung yang ditawarkan dalam novel ini terletak pada perkawinan Eko dengan Claire Levin,seorang gadis Yahudi yg kemudian memicu perdebatan di keluaga besar Eko. Juga keterlibatan ayah EKo, yaitu Harmurti yang kesandung kasus G30S/PKI, yang melempar EKo keluar dari negaranya, untuk kemudian berkarir di Sunnybrook.

tidak jadi istimewa konflik yang dibangun di buku ini untuk kondisi sekarang memang.
Profile Image for Rynal may.
32 reviews3 followers
September 21, 2007
Sequel dari para priyayi,disini diceritakan sang tokoh menghadapai benturan budaya,dimana ia dihadapkan oleh ketidakmengertian dirinya akan polah anak -anaknya yang telah mengalami pendidikan luar negeri.
tidak kalah menariknya dengan para prijaji
Profile Image for Ameru.
61 reviews2 followers
April 7, 2008
ga sebagus buku pendahulunya, 'Para Priyayi'... apa karena ini sequel ya, jadi berasa "kurang menggigit" gitu lho...
Tapi kalo untuk yang pengen tau nasib tokoh-tokoh di 'Para Priyayi' ya lumayan menghibur lah..
19 reviews1 follower
March 8, 2009
mengingatkan kita agar tak lepas dari akar kita...
fenomena yang sekarang masih terjadi: banyak anggota masyarakat yang kehilangan jati diri...
beda dengan para priyayi, jalan menikung menyajikan alur yang lebih cepat, dinamis...
Profile Image for Zulhanief.
15 reviews1 follower
October 12, 2011
Buku ini lanjutan dari novel para priyayi. Pertentangan budaya makin keras ketika Jawa bertemu Minang dan Jawa bertemu Yahudi.

Ketika baca buku ini, agak tercengang juga. Kok bisa ya, timbul inspirasi mempertemukan Jawa sama Yahudi. Nice! :)
Displaying 1 - 30 of 55 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.