Jump to ratings and reviews
Rate this book

Seri Pustaka Puisi

Negeri Daging

Rate this book

Paperback

First published January 1, 2002

8 people are currently reading
183 people want to read

About the author

A. Mustofa Bisri

43 books139 followers
Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang. Mantan Rais PBNU ini dilahirkan di Rembang, 10 Agustus 1944. Di masa mudanya ia pernah nyantri di berbagai pesantren seperti Pesantren Lirboyo Kediri di bawah asuhan KH Marzuqi dan KH Mahrus Ali; Al Munawwar Krapyak Yogyakarta di bawah asuhan KH Ali Ma'shum dan KH Abdul Qadir; dan Universitas Al Azhar Cairo, di samping mengaji di di pesantren milik ayahnya sendiri, KH Bisri Mustofa Rembang.

Gus Mus menikah dengan St. Fatma, dan dikaruniai 6 (enam) orang anak perempuan serta seorang anak laki-laki.

Selain dikenal sebagai ulama dan Rais Syuriah PBNU, Gus Mus juga budayawan dan penulis produktif. Ia kerap menulis kolom, esai, cerpen, dan puisi di berbagai media massa seperti:
Intisari; Ummat; Amanah;Ulumul Qur’an; Panji Masyarakat; Horison; Jawa Pos; Republika; Media Indonesia; Tempo; Forum; Kompas; Suara Merdeka dll.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
33 (31%)
4 stars
31 (29%)
3 stars
32 (30%)
2 stars
5 (4%)
1 star
5 (4%)
Displaying 1 - 13 of 13 reviews
Profile Image for Devi Nilasari.
73 reviews6 followers
October 2, 2007
salah satu puisi mustofa bisri yang menurutku Ok.

IBU

Ibu
Kaulah gua teduh
Tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
Dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
Yang tergelar lembut bagiku
Melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku
Siang dan malam
Mata air yang tak berhenti mengalir
Membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain
Berenang dan menyelam

Kaulah, ibu, laut dan langit
Yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
Yang mengawal perjalananku
Mencari jejak surga
Di telapak kakimu

Tuhan, aku bersaksi
Ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
Menyampaikan kasihsayang-Mu
Maka kasihilah ibuku
Seperti Kau mengasihi
Kekasih-kekasihMu
Amiin…
Profile Image for Nanto.
702 reviews102 followers
March 11, 2010
Sejak mengenal puisi balsem saya menyukai puisi Gus Mus. Kesukaan saya lebih bahwa bertanya bukan hal yang tabu malah bisa membuat syahdu. Bertanya hingga menggugat bukan hal yang tabu karena utamanya bertanya dan menggugat itu lebih tertuju kepada yang ada dalam diri ini. Seperti halnya akan kemerdekaan yang pantas untuk terus dipertanyakan. Di buku ini ada puisi "Rasanya Baru Kemarin" entah versi ke berapa. Jadi, mari merdeka untuk bertanya tentang kemerdekaan. Saya salinkan versi 2005 yang ada dari tautan berikut

"Rasanya Baru Kemarin"

Rasanya…
Baru kemarin Bung Karno dan Bung Hatta
Atas nama kita menyiarkan dengan seksama
Kemerdekaan kita di hadapan dunia.
Rasanya baru kemarin
Gaung pekik merdeka kita
Masih memantul-mantul tidak hanya
Dari para jurkam PDI saja.
Rasanya
Baru kemarin.
Padahal sudah enam puluh tahun lamanya.

Pelaku-pelaku sejarah yang nista dan mulia
Sudah banyak yang tiada. Penerus-penerusnya
Sudah banyak yang berkuasa atau berusaha
Tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa
Sudah banyak yang turun tahta
Taruna-taruna sudah banyak yang jadi Petinggi negeri
Mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi
Sudah banyak yang jadi menteri dan didemonstrasi.

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah lebih setengah abad lamanya.

Petinggi-petinggi yang dulu suka korupsi
Sudah banyak yang meneriakkan reformasi.
Tanpa merasa risi

Rasanya baru kemarin
Rakyat yang selama ini terdaulat
sudah semakin pintar mendaulat
Pejabat yang tak kunjung merakyat
pun terus dihujat dan dilaknat

Rasanya baru kemarin
Padahal sudah enam puluh tahun lamanya

Pembangunan jiwa masih tak kunjung tersentuh
Padahal pembangunan badan
yang kemarin dibangga-banggakan
sudah mulai runtuh

Kemajuan semu masih terus menyeret dan mengurai
pelukan kasih banyak ibu-bapa
dari anak-anak kandung mereka
Krisis sebagaimana kemakmuran duniawi
Masih terus menutup mata
banyak saudara terhadap saudaranya

Daging yang selama ini terus dimanjakan
kini sudah mulai kalap mengerikan
Ruh dan jiwa
sudah semakin tak ada harganya

Masyarakat yang kemarin diam-diam menyaksikan
para penguasa berlaku sewenang-wenang
kini sudah pandai menirukan

Tanda-tanda gambar sudah semakin banyak jumlahnya
Semakin bertambah besar pengaruhnya
Mengalahkan bendera merah putih dan lambang garuda
Kepentingan sendiri dan golongan
sudah semakin melecehkan kebersamaan

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka.

Pahlawan-pahlawan idola bangsa
Seperti Pangeran Diponegoro
Imam Bonjol, dan Sisingamangraja
Sudah dikalahkan oleh Sin Chan, Satria Baja Hitam,
dan Kura-kura Ninja

Banyak orang pandai sudah semakin linglung
Banyak orang bodoh sudah semakin bingung
Banyak orang kaya sudah semakin kekurangan
Banyak orang miskin sudah semakin kecurangan

Rasanya
Baru kemarin

Tokoh-tokoh angkatan empatlima
sudah banyak yang koma
Tokoh-tokoh angkatan enamenam sudah
banyak yang terbenam
Tokoh-tokoh angkatan selanjutnya
sudah banyak yang tak jelas maunya

Rasanya
Baru kemarin

(Hari ini ingin rasanya
Aku bertanya kepada mereka semua
Sudahkah kalian
Benar-benar merdeka?)

Rasanya
Baru kemarin

Negeri zamrud katulistiwaku yang manis
Sudah terbakar nyaris habis

Dilalap krisis dan anarkis

Mereka yang kemarin menikmati pembangunan
Sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban
Mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri
Sudah meninggalkan utang
dan lari mencari selamat sendiri

Mereka yang kemarin
sudah terbiasa mendapat kemudahan
Banyak yang tak rela sendiri kesulitan
Mereka yang kemarin mengecam pelecehan hukum
Kini sudah banyak yang pintar melecehkan hukum

Rasanya baru kemarin
Padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka

Mahasiswa-mahasiswa yang penjaga nurani
Sudah dikaburkan oleh massa demo yang tak murni
Para oportunis pun mulai bertampilan
Berebut menjadi pahlawan
Pensiunan-pensiunan politisi
Sudah bangkit kembali
Partai-partai politik sudah bermunculan
Dalam reinkarnasi

Rasanya
Baru kemarin

Para seniman sudah banyak yang senang berpolitik
Para agamawan sudah banyak yang pandai main intrik
Para wartawan sudah banyak yang pintar bikin
trik-trik

Rasanya
Baru kemarin

Tokoh-tokoh orde lama
sudah banyak yang mulai menjelma
Tokoh-tokoh orde baru
sudah banyak yang mulai menyaru

Rasanya
Baru kemarin

Pak Harto yang kemarin kita tuhankan
Sudah menjadi pesakitan yang sakit-sakitan
Bayang-bayangnya sudah berani pergi sendiri
Atau lenyap seperti disembunyikan bumi
Tapi ajaran liciknya sudah mulai dipraktekkan
Oleh tokoh-tokoh yang merasa tertekan

Rasanya baru kemarin

Habibie dan Gus Dur sudah mencoba sebentar
Menduduki kursi kekuasaan yang terlantar
Megawati yang mendapat giliran dan sudah berusaha
Sekuat tenaga gagal memperpanjang kuasa

SBY yang menggantikan kekuasaan
Terus dicoba cobaan demi cobaan
Jusuf Kalla sudah menggantikan Hamzah Haz di istana
Sambil menggantikan Akbar Tanjung di Golongan Karya

Saifullah Yusuf dan Alwi Syihab sudah menjadi menteri
Meski berbuntut pertikaia n dalam partai sendiri
Tokoh-tokoh KPU yang dituding sering memperlihatkan arogansi
Malah banyak yang menjadi terdakwa kasus korupsi

Mantan-mantan calon dalam pilpres dan pilkada
Banyak yang masih tak bisa menerima kenyataan yang ada
Banyak yang demam pesta demokrasi
Ternyata belum bisa menghayati demokrasi

Rasanya baru kemarin

Partai-partai politik sudah menjadi rebutan
Para pemimpinnya sendiri yang melihat kesempatan
Tanpa peduli warga mereka yang rentan
Ormas-ormas pun banyak yang seperti tak tahan
Melihat iming-iming kekuasaan

Rasanya baru kemarin

Wakil-wakil rakyat yang kemarin hanya tidur
Kini sudah pandai mengatur dan semakin makmur
Bahkan rakyat tak perlu lagi berkelahi dan memperkaya diri
Karena wakil-wakil mereka sudah mewakili dengan baik sekali

Insan-insan pers yang kemarin seperti burung onta
Kini sudah pandai menembakkan kata-kata

(Hari ini ingin rasanya
Aku bertanya kepada mereka semua
Bagaimana rasanya Merdeka?)

Rasanya
Baru kemarin
Padahal sudah enam puluh tahun kita Merdeka.

Para jenderal dan pejabat sudah saling mengadili
Para reformis dan masyarakat sudah nyaris tak terkendali
Mereka yang kemarin dijarah
Sudah mulai pandai meniru menjarah
Mereka yang perlu direformasi
Sudah mulai fasih meneriakkan reformasi
Mereka yang kemarin dipaksa-paksa
Sudah mulai berani mencoba memaksa

Mereka yang selama ini tiarap ketakutan
Sudah banyak yang muncul ke permukaan
Mereka yang kemarin dipojokkan
Sudah mulai belajar memojokkan
Mereka yang kemarin terbelenggu
Sudah mulai lepas kendali melampiaskan nafsu
Mereka yang kemarin giat mengingatkan yang lupa
Sudah mulai banyak yang lupa

Rasanya baru kemarin
Ingin rasanya aku bertanya kepada mereka semua
Tentang makna merdeka

Rasanya baru kemarin

Pakar-pakar dan petualang-petualang negeri
Sudah banyak yang sibuk mengatur nasib bangsa
Seolah-olah Indonesia milik mereka sendiri
Hanya dengan meludahkan kata-kata

Rasanya baru kemarin

Dakwah mengajak kebaikan
Sudah digantikan jihad menumpas kiri-kanan
Dialog dan diskusi
Sudah digantikan peluru dan amunisi

Rasanya baru kemarin

MUI yang didirikan untuk mendukung rezim lama
Kini sudah mencoba menjelma orsospol ulama
Pendukung-pendukung Islam
Sudah semakin berani mencemari Islam

Masyarakat Indonesia yang berketuhanan
Sudah banyak yang kesetanan
Bendera merahputih yang selama ini dibanggakan
Sudah mulai dicabik-cabik oleh dendam dan kedengkian

Aceh semakin merana
Ambon dan Papua terus terlena
Bangsaku yang sejak dulu dipuja-puja
Kini selalu dihina-hina

Rasanya baru kemarin

Orangtuaku sudah lama pergi bertapa
Anak-anakku sudah pergi berkelana
Kakakku dan beberapa kawanku sudah berhenti menjadi politikus
Aku sendiri masih tetap menjadi tikus

(Hari ini
setelah enam puluh tahun kita merdeka
ingin rasanya aku mengajak kembali
mereka semua yang kucinta
untuk mensyukuri lebih dalam lagi
rahmat kemerdekaan ini
dengan mereformasi dan meretas belenggu tirani
diri sendiri bagi merahmati sesama)

Rasanya baru kemarin
Ternyata sudah enam puluh tujuh tahun kita
Merdeka

(Ingin rasanya
aku sekali menguak angkasa
dengan pekik yang lebih perkasa:
…Merdeka!....)

Rembang, 17 Agustus 2005
KH Mustofa Bisri

Puisi ini ada juga dalam versi tahun 2004, dan juga versi 1998
Profile Image for Niken Anggrek.
Author 1 book3 followers
February 24, 2011
Negeri daging adalah kumpulan puisi. Padahal saya tidak suka puisi. Puisi atau sajak di lembaran majalah atau koran langka saya baca. Puisi hanya pernah saya bikin ketika saya jatuh cinta. Namun, ajaibnya, buku puisi yang diterbitkan Bentang itu mampu saya lalap habis.

Nah, kumpulan puisi yang dibuat oleh Mustofa Bisri itu membuat saya bisa menikmati puisi. Menyukai, sekaligus tersindir juga. Merasa 'dionek-onekke' oleh pengasuh ponpes kelahiran Rembang itu.
Profile Image for Ariel Seraphino.
Author 1 book52 followers
November 28, 2020
Puisi-puisi dalam Negeri Daging adalah puisi keresahan dan kepasrahan. Resah akan kondisi bangsa Indonesia dan manusianya yang macam-macam. Pasrah akan kehendak Allah Yang Maha Kuasa, mengatur segala kehidupan sebagaimana Ia. Saya suka bagaimana puisi bisa menjadi begitu terang benderang di tangan Gus Mus. Tak berbelit mencari kata atau rima yang pas demi memberi berbagai tanda. Justru kata-kata itulah yang akhirnya menjelaskan segala pertanda dari penulisnya. Seperti salah satu bait dalam puisi Hijrah: " Ya Rasul, kami ingin hijrah seperti paduka, tapi hendak ke mana?"
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
October 25, 2023
Tasawuf, praktik keberagamaan di tengah keberagaman, politik praktis, hingga sentilan pada keakuan dipentaskan dengan begitu bersemangat oleh beliau lewat puisi. Di negeri daging, orang mudah mendapatkan daging. Daging ada dimana-mana, sampai tak ada tempat bagi yang namanya jiwa. Nampol sekali puisi yang ini.
Profile Image for Mazdan Assyayuti .
58 reviews3 followers
November 2, 2024
(#BukuUntuk2024)

Selesai baca buku ke-4
Negeri Daging – A Mustofa Bisri
DIVA Press, Yogyakarta (2020)
95 halaman
Lama baca: 6 Maret - 19 Mei 2024

Antologi puisi karya Gus Mus atau Ahmad Mustofa Bisri ini terdapat 35 judul. Beberapa di antara puisinya pernah tampil dalam pentas atau diwujudkan dalam pembacaan oleh Gus Mus.

Ihwal yang menarik perhatianku adalah pemilihan sampul buku yang menggunakan lukisan Gus Mus. Dahulu, lukisan ini pernah menjadi topik pembicaraan kala tren goyang ngebor oleh seorang penyanyi dangdut.

Beberapa judul puisi yang kukenal yaitu Syahadat, Kaum Beragama Negeri Ini, Negeri Haha Hihi, dan beberapa judul lain. Syahadat dan Kaum Beragama Negeri Ini aku dengarkan dulu sewaktu SD melalui kaset, masih lekat sekali ingatan itu, berkesan.

Buku ini merangkum karya maestro Gus Mus. Kebanyakan puisi beliau berkisah tentang kesalehan sosial sehingga memuat kritik-kritik bagi masyarakat maupun pemerintahan. Rasanya, Negeri Daging mencerminkan muatan materi kritik-kritik tersebut.

Ulasan lebih lengkapnya bisa dilihat di s.id/elsuyuthi

Rate
****/*
Profile Image for Asep Sambodja.
28 reviews35 followers
October 23, 2007
Saya sangat ingin membaca semua versi puisi "Rasanya Baru Kemarin". Dari sedikitnya 12 versi yang ada, saya baru punya beberapa versi saja. Kalau ada yang punya versi puisi itu secara lengkap, saya ingin memintanya. Atau, kalau Gus Mus sendiri membaca tulisan ini, sudilah mengirim seluruh versi puisi "Rasanya Baru Kemarin" itu ke email saya: asepsambodja@yahoo.com. Terima kasih Gus!
Profile Image for Luthfi Bashori.
3 reviews
Read
March 17, 2013
pernah baca meskipun tak sampai selesai... puisinya bagus dan memiliki makna yang dalam serta kritik bagi pemerintahan... dari sinilah kemudian saya mulai menggemari dan jatuh cinta terhadap puisi beliau...
Profile Image for Aris.
6 reviews4 followers
October 22, 2013
Buku ini memang tipis namun isinya cukup untuk menjejali otak saya setelah membacanya untuk yang kesekian kali. Puisi Gus Mus kadang-kadang malah tidak seperti puisi, saya malah merasa tengah membaca renungan dari diri saya sendiri. Apakah kau terlalu bebal, atau aku yang terlalu peka? haha.
Profile Image for Fery Jayanta.
20 reviews3 followers
April 15, 2008
aku pernah baca beberapa puisi di antologi ini dulu waktu masih sering demo. :), bikin ngakak sekaligus merenung, nah lo!
Profile Image for Faya.
1 review
August 10, 2012
sanya satu kata buat bliau,, pnyair best of the best yg prnah saya jumpai di bumi ini
Displaying 1 - 13 of 13 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.