What do you think?
Rate this book


198 pages, Paperback
First published January 1, 1988
... dalam novel ini, para pelaku utama saling mengaku. Sekarang bayangkanlah andaikata kita menjadi pendeta. Begitu sering kita mendengar pengakuan sekian banyak orang yang merasa telah berbuat salah, dosa, atau tindak-tindak kelemahan lain.
Kehidupan mereka jauh lebih membosankan daripada dugaan kita semula.
... bahwa dalam mengaku pun, seseorang mungkin masih munafik.
Rafilus telah mati dua kali. Kemarin dia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi. Padahal, semenjak bertemu dengan dia untuk pertama kali beberapa bulan lalu, saya mendapat kesan bahwa dia tidak akan mati. Andaikata tumbang, paling-paling dia hanya akan berkarat."
Dalam proses kreatif, abstraksi dan peristiwa dapat membaur. Dari pembauran terjadilah peristiwa-peristiwa dalam novel....
... "Rafilus telah mati dua kali" adalah abstraksi yang sudah merupakan peristiwa, dan siap menggelinding untuk berangkat dengan peristiwa-peristiwa lain. Apa kelanjutan "Rafilus telah mati dua kali" saya tidak tahu, sebelum kata-kata kelanjutannya selesai dalam sebuah novel...."
Rafilus telah mati dua kali. (hal. 2)
Dan ibunya menuntut haknya sebagai orang yang pernah mengadakannya, meskipun sama sekali dia tidak pernah minta diadakan. Dia justru sering menyesal mengapa dia sudah terlanjur ada. Dan karena sudah terlanjur ada itulah, dia harus tegak. (hal. 158)
Dan jika anak saya lahir, dia lahir tentunya bukan atas permintaannya sendiri. Sementara itu aib yang akan dia lakukan tidak akan menjadi tanggungan siapa pun, tidak juga yang membuatnya lahir, selain dia sendiri. (hal. 244)
Sembari merunduk, bunga mawar kecil berkata, "Ich steche dich, dass du ewig denkst an mich", yaitu, "Kutusuk kau, agar kau selalu ingat padaku. (hal. 103)
Saya langsung jatuh cinta dengan gaya penulisan Budi Darma. Ini buku pertamanya yang saya baca, disarankan oleh seorang teman.
Eksplorasi tokoh melalui rinci dan uniknya pemaparan cara pandang keempat tokoh utama menunjukkan kedalaman pemahaman penulis akan karakter manusia. Ya, tanpa dialog, Budi Darma mengolah bagaimana keempat tokoh memandang proses, angan, dan takdir, tema utama novel ini.
Adanya Abstraksi dan Catatan membuat Rafilus terasa sangat intim. Saya merasa tidak berjarak dengan penulis.