Tatkala memasuki usia dewasa, tanpa melalui proses yang berliku, kita tiba-tiba telah mendapati diri kita seorang Muslim. Orang tua, suasana rumah, dan lingkungan sekitar, telah membawa kita kepada suasana batin yang penuh iman dan larut dalam tradisi ubudiah. Ini patut disyukuri. Hanya saja, jika potensi keimanan dasar ini tidak dikembangkan dengan wawasan pengetahuan keislamanan lebih lanjut, keimanan kita menjadi stagnan dan pasif. Dan fenomena ini banyak dijumpai di tengah komunitas umat Islam. Padahal, ajaran Islam diturunkan oleh Allah untuk ditegakkan di muka bumi. Ia tidak hanya berisi tuntunan individu manusia dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya dalam aktivitas ibadah ritual, namun juga berisi sistem kehidupan untuk menjadi panduan bagi seluruh umat manusia dalam menata kehidupan. Untuk misi yang demikian ini, dan sebagai sebuah nilai yang harus diperjuangkan, Islam memerlukan komitmen penuh dari para pemeluknya. Komitmen dalam memegang prinsip keyakinan, komitmen dalam memegang teguh nilai, dan komitmen dalam memperjuangkannya. Buku ini, dalam bentuknya yang relatif kecil, hadir dengan fokus pembicaraan tuntas tentang arti berkomitmen kepada Islam, agar setiap Muslim mengetahui apa makna sesungguhnya dari penisbatan dirinya kepada Islam, agama Allah yang suci ini.
Sa`id Hawwa (Arabic: سعيد حوى, Sa`īd Ḥawwá) (1935–1989) was a leading member and prominent ideologue in the Muslim Brotherhood of Syria. Hawwa authored a large number of books that dealt with the proper organizational principles and structures for Islamist organizations, the proper spiritual and practical training for Muslim activists, and issues of interpretation, jurisprudence, and creed in Islam.
Hawwa enrolled as a student in the Faculty of Islamic Law at the University of Damascus in 1955.As a student at that time, he had the opportunity to take instruction from Mustafa al-Siba'i, founder and first Inspector General of the Syrian Brotherhood.
Hawwa also continued his education in Sufism under the tutelage of a number of shaykhs in Damascus, the most notable of whom was `Abd al-Karim al-Rifa`i (Arabic عبد الكريم الرفاعي) of the Zayd Ibn Thabit Mosque.
In particular, al-Rifa`i's idea of "a school in every mosque" shaped Hawwa's thinking regarding the conditions required to ensure a proper religious education for Muslims in the modern age.
Scholars differ regarding Hawwa's intellectual orientation. Emmanuel Sivan refers to Hawwa as a "disciple" of Sayyid Qutb and, like Qutb, a proponent of Islamic revolution.
Tatkala memasuki usia dewasa, tanpa melalui proses yang berliku, kita tiba-tiba telah mendapati diri kita seorang Muslim. Orang tua, suasana rumah, dan lingkungan sekitar, telah membawa kita kepada suasana batin yang penuh iman dan larut dalam tradisi ubudiah. Ini patut disyukuri. Hanya saja, jika potensi keimanan dasar ini tidak dikembangkan dengan wawasan pengetahuan keislamanan lebih lanjut, keimanan kita menjadi stagnan dan pasif. Dan fenomena ini banyak dijumpai di tengah komunitas umat Islam. Padahal, ajaran Islam diturunkan oleh Allah untuk ditegakkan di muka bumi. Ia tidak hanya berisi tuntunan individu manusia dalam menjalin hubungan dengan Tuhannya dalam aktivitas ibadah ritual, namun juga berisi sistem kehidupan untuk menjadi panduan bagi seluruh umat manusia dalam menata kehidupan. Untuk misi yang demikian ini, dan sebagai sebuah nilai yang harus diperjuangkan, Islam memerlukan komitmen penuh dari para pemeluknya. Komitmen dalam memegang prinsip keyakinan, komitmen dalam memegang teguh nilai, dan komitmen dalam memperjuangkannya. Buku ini, dalam bentuknya yang relatif kecil, hadir dengan fokus pembicaraan tuntas tentang arti berkomitmen kepada Islam, agar setiap Muslim mengetahui apa makna sesungguhnya dari penisbatan dirinya kepada Islam, agama Allah yang suci ini.