Perlawanan terhadap upaya penyebaran paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme makin menguat. Setelah muncul komunitas #IndonesiatanpaJIL yang terus bergerak dan mendapat dukungan luas masyarakat di seluruh Indonesia, kali ini buku yang mengupas sepak terjang para aktivis dan pemikiran liberal akan segera dilaunching ke publik.
Buku ini mengupas sepak terjang para aktivis liberal dan pemikiran-pemikiran menyimpangnya, serta membongkar misi asing yang menjadi penumpang gelap dari proyek liberalisasi di Indonesia. Penulis buku ini menulis sub judul: Misi Asing dalam Subversif Politik dan Agama. Karena, komunitas liberal sebagaimana tercermin dalam pemikiran para aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), telah melakukan upaya makar (subversif) terhadap negara dengan menerima dana asing dan melakukan subversif terhadap Islam dengan melakukan pelecehan-pelecehan terhadap ajaran-ajaran Islam.
Karena itu mereka tidak hanya ancaman bagi akidah kaum Muslimin, tapi juga bagi keutuhan bangsa Indonesia. Fakta soal ini bisa dilihat dari pernyataan dedengkot JIL, Ulil Abshar Abdalla yang mengatakan, “Di dalam liberalisme politik terdapat liberalisme agama. Saya kira perjuangan JIL sebagian besar diarahkan pada isu ini,” tegasnya.
Buku #Indonesia Tanpa Liberal ini ditulis oleh Artawijaya, penulis buku-buku bertema pergerakan Islam dan peneliti masalah-masalah zionisme. Buku yang dikemas dengan gaya popular ini diharapkan bisa menjadi amunisi baru bagi generasi muda dalam mengkonter dan memahami peta pergerakan kelompok sekular di Indonesia. Termasuk memahami siapa saja tokoh-tokoh liberal dunia yang menjadi kiblat pemikiran para aktivis liberal di Indonesia. Rencananya, buku ini akan dibedah di beberapa wilayah di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia.
Gagasan mengenai #Indonesia Tanpa Liberal adalah wacana yang sah, selama ide itu didasari pada argumen yang kokoh, pada studi dampak dan pengaruhnya di masyarakat. Sebagaimana negara ini bisa melarang komunisme, maka liberalisme pun bisa dilarang jika ada political will pemerintah. Tinggal bagaimana umat Islam bisa melakukan pressure terhadap pemerintah dan menyadarkan masyarakat akan bahaya ideologi “Sepilis Global” yang diimpor dari Barat, kemudian dipasarkan oleh para pengasongnya di negeri ini
Buku seperti ini selalu menarik untuk dibaca. Konspirasi dan segala sesuatu yang menyelubunginya. Mencari kebenaran di tengah arus kepalsuan yang sengaja dibuat oleh para media penyebar paham liberal. Membaca cuplikan-cuplikan pemikiran anggota liberal yang tercantum dalam buku ini saja bisa membuat berbagai pertanyaan yang membahayakan akidah. Bagaimana jika benar-benar membaca buku-buku tulisan mereka?? Awal penjelasan buku ini mengarah pada tokoh-tokoh dengan pemikiran pada masa sekarang. Seperti alur flash back, semakin ke belakang buku ini menceritakan sejarah asal mula perkembangan pemikiran liberal dan beberapa konspirasi yang terjadi pada masa awal perjuangan kemerdekaan. Sayang di buku ini penulis tidak mencantumkan jawaban atas pernyataan-pernyataan para pendukung pemikiran liberal. Pernyataan-pernyataan mereka mungkin bisa dijawab dengan bahasa iman tapi bagi mereka yang keyakinannya belum terlalu mantap mungkin masih memerlukan jawaban yang logis untuk pernyataan-pernyataan mereka. Karena apa yang disampaikan oleh kaum liberal jika dilihat sekilas memang kelihatan logis apalagi jika didukung dengan kuatnya media yang mereka punya. Sesuatu yang salah jika terus menerus disajikan akan kelihatan seperti kebenaran.. "Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahayaNya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai" (QS At Taubah:32)
l'histoire, se repete--sejarah akan terus berulang..
Ini buku berat menurut saya. Tetapi karena ini, saya kok malah ketagihan baca sejarah. Wkwkwk. Nggak apa-apalah sok-sok-an ikut menguak fakta sejarah (daripada menguak kamu yang masih jadi rahasia Tuhan *ea). Ngaco *abaikan.
Intinya saya merasa, oh begitu ya ternyata. Walau tetap saja saya harus baca rujukan sejarah lain. Apalagi yang setema. Tetapi saya sempat merasakan haru, sedih, nyeri, terenyuh juga. Ada di ringkasan review di update status saya. Pokoknya begitulah rasanya baca buku sejarah. Kalau sedih, bisa lebih dalem sedihnya daripada baca novel semelankolis apa pun.
Sekian dulu review saya. Saya sedikit kesulitan nge-review buku non fiksi ini. Maafkeun. Hehehe~
Pesan saya, halo, kamu adek-adek SD-SMP-SMA yang buku sejarahnya masih itu-itu aja, mending banyakin referensi baca buku sejarah yang lebih menguak fakta ya, biar tidak ada yang tertutupi di antara kita. *eh