Cinta. Satu perkataan, sejuta maksudnya. Cinta itu bukan cubaan. Cinta yang lara pasti membawa duka. Tetapi, cinta yang suci, pasti menempa keberkatan daripada Ilahi. Keberkatan sejati itu yang perlu diburu. Meniti bahagia, membawa ke syurga. Buku ini terbahagi kepada tiga bahagian utama
Bagaimana kita merayakan rasa cinta pada perkara yang kita sukai Bagaimana kita merayakan rasa cinta pada perkara yang kita tidak sukai Bagaimana kita merayakan rasa cinta yang sejati, cinta yang membawa kepada kebaikan Terkandung juga tip-tip
Mencari cinta yang berkat sehingga melangkah ke alam rumah tangga Meraih cinta melalui penjagaan kebersihan diri Bagaimana menjaga etika cinta dalam setiap detik, setiap ketika Memperkayakan ilmu bercinta demi menjaga hati pasangan Adab bercinta yang melibatkan keluarga mertua, jiran, mahupun tetamu Bagaimana menjaga keharmonian perhubungan dalam rumah tangga Mendapatkan cinta yang berkat di mana sahaja Ternyata, tatkala keberkatan bercinta itu dinikmati, terpercik kegembiraan dalam hati, terungkai kelapangan dalam dada. Akal menjadi jernih, jasad menjadi nikmat. Berkatnya cinta itu mencorakkan musim menjadi ceria, walaupun badai sedang melanda. Berkatnya cinta itu membawa senyuman bersama, walaupun diiringi titisan air mata. Berkatnya cinta itu menyapa rindu dalam kejengkelan dan membelai lembut jiwa yang resah bergelora. Barakallahu laka, Bahagianya Merayakan Cinta!
Salim A. Fillah adalah seorang penulis buku Islami dari Yogyakarta, Indonesia. Hingga 2014, ia telah menulis beberapa buku, 'Agar Bidadari Cemburu Padamu' (2004), 'Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan' (2004), 'Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim' (2007), 'Jalan Cinta Para Pejuang' (2008), 'Gue Never Die' (2006), 'Barakallahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta' (2005) dan 'Dalam Dekapan Ukhuwah' (2010), Menyimak Kicau Merajut Makna (2012), dan Lapis-Lapis Keberkahan (2014). Buku-buku ini diterbitkan oleh Pro U Media, dan telah menjadi best-seller. Karya terbarunya, Lapis-Lapis Keberkahan, harus masuk cetak ulang hanya 3 hari sesudah diluncurkan, 13 Juli 2014.
Lagi-lagi bukunya Salim A fillah sukses bikin Hana nangis rasanya #jleb pas baca
Makasih Kak Ryan udah pinjemin buku ini :)
Buku ini mengajarkan konsep menikah yang barakah, dan untuk mencapainya harus dilandasi niat dan keyakinan yang benar
Barakah, mengubah kalimat "Ini salahmu!" menjadi "Maafkan aku, Cinta!" Ia menganti diksi dari "Kok bisa-bisanya sih kamu!" menjadi "Aku mengerti sayang, sabar ya" Barakah juga melafazkan "Kamu kemana saja sih?" agar terdengar "Aku disini menantimu dalam rindu yang menyesak" Dan ia membahasakan "Aku tuh sebenarnya ingin kamu ... " agar berbunyi "Cinta makasih ya, kau membuatku"
Cara berpikir kita masih berbasis objek, yakni dia. Hatinya berkata "Wah, saya harus perbaiki diri dulu nih. Soalnya kalau ngga, belum pantas dapat istri dia." Astagfirullaahal'adhiim. ... Saya kemudian mencoba menggariskan ulang bahwa perbaikan diri harus berbasis subjek, yakni saya. Hilangkan semua kepedulian dan ketergantungan pada hal-hal di luar "saya". Itulah ikhlas. Tidak peduli ada atau tidak ada dia, saya harus terus melakukan perbaikan diri. Bukan untuk ukur-mengukur pantas ngga dapat dia. Apalagi kalau dia nya definitif. Itu terlalu cetek untuk menjadi tujuan sebuah perbaikan diri yang nanti prosesnya terus-menerus yang kita lakukan setelah menikah dan sepanajang hidup. .... Soal siapa yang jauh lebih baik dari dia, tak ada waktu menebak-nebak. Biarlah, itu urusan Allah. Sampai pada kondisi kita serius untuk memproses pernikahan, lalu ada ikhtiar, Dia akan bukakan rahasia dengan mudah, Insya allah.
Akankah ada barakah dalam pernikahan kita? Awalnya memang dari Niat. Niat ketika menetapkan kriteria. Niat ketika memulai proses. Niat ketika melihat calon, Niat ketika menentukan mahar dan persyaratan. Niat ketika menyatakan persetujuan. Niat ketika merencanakan hari akada dan walimah. Niat selama masa penantian. Niat ketika mengucapkan ijab kabul. Niat ketika menerima ucapan selamat dan doa Nia, niat
Dulu aku pernah menganggap bahwa membenci sebuah perbuatan tanpa membenci orangnya adalah omong kosong dan mustahil. Tetapi sekarang aku merasa bahwa aku sudah bertahun-tahun melakukannya pada seseorang: diriku sendiri!
Tidak cukup bagi dua orang yang telah menjadi suami istri untuk puas dengan kesalehan yang ada pada masing-masing mereka
Berbaurlah tapi jangan lebur. Tebarkan kebaikan, tapi jangan kehilangan benteng diri. Dikhawatirkan ketidakmampuan keluarga islami untuk memberikan celupan nilai keislaman akan berimbas buruk pada mereka sendiri. Jika tidak ada mekanisme defensif, rembesan-rembesan nilai jahiliyah muncul.
Komitmen itu melahirkan cinta. Boleh jadi sebelumnya kenal pun tidak, tetapi cinta tumbuh dari komitmen saling menutupi, saling melengkapi, mengisi dan melejitkan potensi.
“Segala sesuatu selain zikrullah adalah permainan dan kesia-sian kecuali terhadap empat hal. Yaitu seorang suami yang mencandai istrinya, seseorang yang melatih kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua sasaran (panahan) dan seseorang yang berlatih berenang.” (HR Nasa’i)
Rasulullah menyebutkan bahwa seorang mukmin berada pada kondisi niat suci, keikhalasan paripurna, dan kesadaran mendalam pada kebesaran Allah hanya sa’atan sa’atan, sesaat-sesaat aja.
Orang sukses biasanya hanya akan tersenyum saat ditanya tentang keberhasilannya, sementara orang-orang gagal akan banyak bercerita tanpa diminta. Cinta selalu membutuhkan kata. Tidak seperti perasaan-perasaan yang lain, cinta membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka cinta terkembang dalam jiwa, tiba-tiba kita merasakan dorongan tak terbendung untuk menyatakannya dalam kata. Sebatas sorot mata, takkan mampu mengungkap semuanya. Mata hanya sanggup menyampaikan pesan bahwa ada badai di laut jiwa.
Seperti iman menumbuhkan jihad, komitmen insya allah menumbuhkan ikhtiar. Seperti iman, konsekuensi amal, komitmen terwujud dalam upaya. Inilah pacaran kita setelah menikah, sebuah ikhtiar untuk meniup cinta yang telah berkuncup. Atau juga menyemai benih-benih yang akan menyandarkan kita bahwa dunia ini indah, dunia ini perhiasan. Dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita salehah. Inilah pacaran kita.
Ketika waktu berganti mengalirkan hal-hal yang kita sukai, adakah kecipak syukur membucah? Ketika zaman memutar perjalanan, adakah pusaran-pusaran rasa takut kepada Allah semakin membesar? Saat musim berganti menawarkan keceriaannya masing-masing, adakah gemuruh iman, adakah pelangi syukur, adakah kilatan-kilatan insyaf, adakah detak-detak takwa? Atas amanah yang ditangguhkan ke pundak, atas kepercayaan yang dipikulkan bersama sebuah perjanjian berat, atas miitsaaqan ghaliizhaa
Engkau telah mencintaiku dalam kesyukuran yang melipatkan nikmat. Kini, bersediakah kita menguatkan ikatan cinta ketika diminta olehNya kesabaran? Ada baiknya, kau dan aku menyusuri perayaan kedua dari cinta kitaa, di bilik-bilik yang penuh kemensaraan, jika kita ikhtiarkan. Insya Allah.
Di saat apapun, barakah itu membawakan kebahagiaan. Sebuah letup kegembiaraan di hati, kelapangan di dada, kejernihan di akal dan rasa nikmat di jasad. Barakah itu memberi suasana lain dan mencurahkan keceriaan musim semi, apapun masalah yang sedang membadai rumah tangga kita. Barakah itu membawakan senyum meski air mata menitik-nitik.Barakah itu menyergapkan rindu di tengah kejengkelan. Barakah itu menyediakan rengkuhan dan belaian lembut di saat dada kita sesak oleh masalah.
Niat yang baik akan menumbuhkan komitmen pernikahan yang kokoh. Ketika seseorang dikuasai oleh komitmen yang mantap, hatinya disibukkan untuk melakukan yang terbaik bagi keluarganya. Ia menjadikan keluarganya sebagai tempat menyemai kebaikan. Ketika ia bersikap mesar ada istri, itu dilakukan bukan hanya untuk memperoleh gairah seksual yang tak terbayangkan, melainkan memenuhi perintah Allah untuk bergaul dengan mereka secara makruf. Ketika ia mencoba berkata manis dan bersikap lembut, hatinya terbebas dari motivasi-motivasi rendah. Ia hanya ke satu arah, pada keridhaan Allah.
Begitulah hati. Ketika hati kita jernih, rahmat Allah akan merambahnya, menjadikan lembut dan penuh kasih sayang. Ketika hati kita jernih, dada kita meluas. Kita tidak mudah terbumbu oleh kata-kata lawan bicara yang pedas. Kita lebih mudah mencerna aneka kata tanpa prasangka, kemudian menyikapi dengan tindakan paling tepat. Ketika hati jernih, maka pikiran kita bening dan kepala dingin. Lisan pun hanya menghembuskan wangi dan meniupkan sejuknya ahlak yang ada dalam diri.
Begitulah hati. Ketika hati kita kasar, maka sikap kita menjadi keras. Tidak ada kelembutan. Dada kita menyempit. Mendengar sesuatu yang sebenarnya belum kita pahami maknanya. Jiwa kita dipenuhi prasangka, menebak-nebak maksud mereka yang berbicara pada kita dan bersinggungan di arena kehidupan. Maka tiap orang akan merasakan aroma neraka tiap kali kita berbicara. Mereka merasakan sakit, seolah setipa huruf yang terucap dari lisan kita dalah pedang-pedang yang menyambit. Maka mereka-minimal hati merek-berlari menjauh meninggalkan kita. Apa jadinya jika yang demikian dirasakan oleh orang yang paling dekat dengan kita? Istri kita? Maka cinta menjadi sesuatu yang mahal harganya dalam rumah tangga kita. Dan akhirnya segalanya terasa hampa.
Masalah hati. Dada kita dipenuhi prasangka yang kurang baik. Kita suka menebak-nebak maksud pembicaraan orang. Kita melakukan jumping to conclusion, lompatan ke kesimpulan. Bukan saja membuat kita ataupun lawan bicara kita dongkol, pembicaraan yang terpotong mengakibatkan terjadinya blocking. Kita tiba-tiba lupa apa yang akan kita sampaikan. Kita mengalam transferasi atau pengalihan perasaan. Yang awalnya rasa tidak nyaman karena pembicaraan terpotong berubah menjadi kemarahan dan bahkan kebencian kepada ia yang memotong pembicaraan kita. Jika ini yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, akibatnya adalah kejengkelan yang bertumpuk dan rasa tak sanggup lagi untuk hidup bersama. Menerangkan sesuatu tanpa diminta, kadang menunjukkan salah satu diantara dua hal bagi lawan bicara. Kesombongan atau kebodohan kita. Perilaku menerangkan ketika lawan sedang asyik bercerita, apalagi kalau dia sedang menjelaskan persoalan yang mendesak, bukan sekedar membuat pembicaraan terpotong tapi mengaburkan arah pembicaraan. Alurnya menjadi kabur, terlalu banyak dibumbui oleh penjelasan-penjelasan kita, padahal meski Dibutuhkan pun, menerangkan pada waktu yang tidak tepat dapat bikin orang ngambek.
“Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) mendapat (balasan) yang lebih banyak (Q.S. Al-Mudatssir [74] : 6)”
Sudut pandang tawadhu akan membawa kita melakukan yang terbaik tanpa menuntut berlebihan dari pasangan. Dan disanalah, kita akan merasakan akrunia Allah dengan adanya suami di sisi lebih besar dari harapan-harapan. Maka kita lebih peka untuk bersyukur. Maka selanjutnya, Allah akan menambahkan nikmat. Alangkah berharganya kesediaan mendengarkan. Alangkah bernilainya jika kita tak hanya bersedia mendnegarkan sesuatu menyenangkan, tetapi juga hal-hal menyulitkan.
Engkau tidak akan pernah mencukupi manusia dengan hartamu. Maka cukupilah mereka dengan wajah ceria dan akhlak yang baik.
Alhamdulillah, buku inilah yang menjadi hadiah indah bagi pernikahan kami. Buku yang diberikan dan ditandatangani langsung oleh Ust. Salim kepada istriku (waktu itu masih calon) saat kami mengikuti sebuah Gathering Pranikah di kawasan Parongpong Bandung.
Aku pribadi banyak belajar dari buku ini: bahwa menikah bukan sekadar ikatan dua manusia untuk hidup bersama, tetapi sebagai bentuk ibadah yang mesti dilandasi keyakinan yang benar, dengan membawa misi mulia.
Nah, karena pernikahan itu kita yang mengarunginya, maka mestilah kita menyelami kebahagiaan yang akan didapatkannya: bukan sekadar saat indah penuh romatisme, tetapi juga saat badai menerpa-nerpa yang melimbungkan kapal rumah tangga.
Semuanya mestilah barakah. Barakah dalam makna membawa (menambah) kebaikan. Jadi, saat apapun dan kapanpun, barakah mestilah ada. Makanya, barakah itu mesti diupayakan.
Menikmati buku ini adalah salah satu pengupayaan barakah. Aku sangat menikmati buku ini. Saat membacanya, tergambar sosok Ust. Salim yang cerdas dan lucu. Cerdas dalam memahami agamanya dan diekspresikan dalam pilihan kata yang sering membuat saya senyum-senyum. Senyum yang tentu membuat istriku makin cintaaaaa padaku. Sungguh.
Judge me all you want because of this rather cringeworthy book title. Apparently my husband, a firm believer of learning by doing, judged me as being a too 'by-the-book' person for even reading this. But hey, I've seen far worse titles about marriage in Islam that sadly became best sellers in Indonesia. For example : "The type of wives Allah hates since day 1 marriage" (Obviously written by a misogynist and a demotivation for newly weds).
On the contrary, I never thought this book could be a booster for me, considering that marriage was never on my most recent list of milestones I wanted to achieve upon graduation. It gave me the knowledge of the blessings and nobility that come with marriage in Islam, backed up with beautiful Quranic and hadists discussions. I never would have chose this book myself if it wasn't because of a wedding gift that my mom's colleague gave to me.
As a preacher, Ustadz Salim A Fillah actually knows how to subtly joke about various odd things we would find in Indonesia's wedding traditions, bringing some misleading concepts back to what is regarded sufficient in Islam, while demystifying what is often misperceived within an arranged marriage. He blends his language to young readers (young newly weds) as so to make this book less theoretical, while simultaneously making us feel humbled by his rich knowledge.
buku bagus. *koment singkat karena bingung mau mengekspresikan bagaimana*
well, buku ini memecahkan rekor membacaku. biasanya ya klo buku2 tentang yang kayak gini2. dua-tiga hari udah selesai. tapi buku ini.. sampai sekarang belum selesai, :)) bukan karena membosankan, tapi karena aku berniat untuk membaca pelan-pelan. sok menghayati gitu deh. *preet
alhamdulillah... selesai juga membaca buku inihh... *cari buku lain*
Penulis yang cerdas...^_^ meski bagian puisi-puisi dilewatkan (he-he...afwan ya Mas Salim, aku bukan pujangga). Buku ini fokus ke setelah akad nikah ya...pengen cari buku yang di refer buku ini e.g. yg nge-bahas tentang niat untuk menikah. Karena didalam buku ini ada kalimat bahwa sebaiknya dari 6 pertemuan kajian nikah, 4 membahas tentang nikah..
Pernikahan merupakan ikatan paling dalam, paling kuat, dan paling langgeng yang memadukan antara dua anak manusia. Ia meliputi interaksi paling luas yang bisa dilakukan oleh dua orang. Ia adalah ikatan jiwa, keterpautan ruh, perpaduan akal, dan penyatuan jasad. (Sayyid Quthb)
Buku ini, tak membahas hanya tentang keindahan pernikahan, melainkan juga, susah, permasalahan, dan tantangan yang menanti mereka yang menjalani kehidupan rumah tangga. Dari topik menyenangkan tentang hubungan dalam berumah tangga hingga topik yang tetap wajib diilmui, semisal perceraian dan poligami.
Maka dari kisah Uqail bin Abi Thalib, kita belajar bahwa betapa lengkap doa yang diajarkan Rasulullah untuk mereka yang menikah, "Barakallahulaka wabaraka'alaika wajama'a bainakuma fii khair". Ada dua kata barakah dengan preposisi yang berbeda 'barakallahu-laka' (barakah kepadamu) dan baraka-'alaika (barakah atas mu). Barakah yang pertama memaknai harapan kita pada hal-hal yang disukai dan Barakah yang kedua menyiratkan doa kita senantiasa barakah ada dalam hal yang tidak kita sukai. Kemudian seperti doa ini pun ditutup dengan wajama'a bainakuma fii khair (semoga Allah menghimpun kalian berdua dalam kebaikan), buku ini ditutup dengan maksud bahwa keluarga muslim bukanlah keluarga yang selesai dengan urusannya sendiri. Ada tatanan masyarakat yang menanti haknya ditunaikan dengan kewajiban kita.
Ada pengingat terutama untuk laki-laki, baik yang jomblo (seperti saya), maupun yang sudah menikah bahwa pernikahan adalah perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghaliza), frasa yang hanya disebutkan tiga kali oleh Allah dalam Al Quran: saat Allah mengambil perjanjian agung dengan nabi-nabi pilihanNya; saat Allah mengambil perjanjian yang berat atas Bani Israil hingga Ia angkat Gunung Thursina di atas kepala mereka; saat Allah mengingatkan kepada para suami bahwa istri mereka telah mengambil perjanjian yang kuat dari mereka.
"Celakalah engkau !", ucap Umar Ibn Khaththab r.a, "Apakah pernikahan hanya dibangun di atas cinta? Lalu dimanakah takwa, tanggung jawab, dan rasa malu?"
semoga keberkahan melingkupi di setiap sudut kehidupan kita.
Iseng baca buku ini karna ditawarin temen buat baca dan kagetttt nemu buku agama yang bahas edukasi seks dengan cukup baik terutama buat kedua belah pihak (re: suami-istri), cuman perlu sih sebagai pembaca ga cuman jadiin satu buku sebagai patokan. Perlu juga untuk menambah literatur lain.
Buku ini ga cuman ngebahas mengenai itu, menurutku cukup dalam membahas mengenai hubungan dengan Allah dan sesama manusia. Meski ada beberapa bagian yang aku juga kurang setuju terutama di menjelang akhir bagian dari buku ini.
Judul: Baarakallaahu laka... Bahagianya merayakan cinta Penulis: Salim A. Fillah Penerbit: Pro U media Dimensi: 534 hlm, 16 x 24 cm, cetakan ketigabelas november 2013 ISBN: 978 979 981 5194
Saat menikah, dalam Islam tamu diharapkan mengucapkan kalimat "Barakallahu laka wa baraaka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khaiir.."
Bukan doa 'semoga sakinah mawaddah warahmah' atau 'long last yaa' atau 'semoga bahagia dan lekas punya anak'
Bukan itu semua. Mengapa doa itu yang dipilih? Ternyata ada maknanya. Salim dengan cerdas dan bahasanya yang puitis, indah, namun tetap sarat makna mengurainya menjadi tiga perayaan.
Perayaan pertama, sebait doa 'Baarakallahu laka..." yang berarti semoga allah karuniakan barakah kepadamu. Maknanya adalah, silakan merayakan cinta di tiap detik yang mengundang senyum, tawa dan syukur. Teruslah merayakan cinta dalam kegembiraan dan kesenangan. Sebab memang inilah kurnia allah dalam pernikahan, semoga berkah segala hal yang baik dan menyenangkan, inilah nikmat.
Perayaan kedua, doa 'wa baaraka 'alaika.." yang berarti semiga allah limpahkan keberkahan atasmu. Maknanya adalah rayakan cinta meski ujian menerpa. Bersama barakah, masalah akan menguatkan jalinan. Teruslah rayakan cinta dalam komunikasi yang penuh kemesraan, menghormati para orangtua, memuliakan tetangga, menyambut tamu, menjaga lisan dari dosa, mengupayakan nafkah yang halal, menjaga diri dari kata pisah kecuali karenaNya. Sebab inilah ujian dari Allah atas hal-hal yang kurang kamu senangi saat melayarkan biduk rumah tangga.
Terakhir, bait doa 'wa jama'a bainakuma fii khaiir...' yang berarti semoga allah himpun kalian berdua dalam kebaikan. Maknanya adalah merayakan cinta dalam ibadah yang menghidupkan sunnah, jihad dan dakwah yang menggelora, aktualisasi diri yang memesona dunia, menyambut anak-anak yang akan meramaikan dunia dengan peran-peran kesalehan. Setelah syukur atas nikmat di bait pertama, bersabar atas ujian di bait kedua, maka bersinergilah di bait ketiga.
Ada beberapa bagian di dalam buku yang dinukil dari buku karya penulis sebelumnya, seperti 'Agar bidadari cemburu padamu', dan 'Dalam dekapan ukhuwah'. Hanya saja, agak lucu ketika saya mengingat betapa buku ini saya diamkan beberapa lama disebabkan murabbi saya dahulu melarang membacanya jika belum ada keinginan menikah. Ternyata ini sebabnya, dalam buku ini ada penjelasan tentang malam zafaf dan begitu terasa keinginan penulis agar yang membacanya merasai pernikahan. Semuanya gamblang dijelaskan secara syariat tanpa porno. Dan ternyata, memang buku ini dibuat oleh penulis saat beliau masih mereguk manisnya bulan madu. Pantas saja, terasa indah sekali pernikahan dan keinginan penulis agar yang membacanya juga menyegerakan pernikahan. Yaa... memang di kampus dahulu, ada guyonan bahwa ustad salim ini dikenal sebagai ustad nikah, sebab kampanyenya untuk nikah muda... haha
Secara keseluruhan, saya memberi 4 dari 5 bintang. Sebab, beberapa pengulangan tersebut membuat saya kadang lupa sedang membaca karya penulis yang mana.
Alhamdulillah.. akhirnya menamatkan buku ini :) pada awalnya membaca buku ini, memang banyak hal yang membuat ingin berhenti membaca, bukan karena bukunya tidak menarik atau tidak bagus, tapi lebih karena malu ^^ Buku ini mengupas segala seluk beluk pernak-pernik menjelang, saat dan setelah pernikahan dengan cukup detail, beserta hadis-hadis dan ayat-ayat AlQur'an yang mendukungnya. Sungguh karena teramat detail sehingga ada bagian yang membuat malu saat membacanya. Mungkin karena saya sendiri belum menikah, maka dari itu ada malu yang tak tersebut saat membacanya. Tetapi setelah dipikir, harus disingkirkan rasa malu ini demi ilmu :) dan Alhamdulillah, banyak sekali ilmu yang didapatkan dari buku ini, semoga dan semoga bisa mengamalkan yang baik-baik dari buku ini :) Menurut saya sih, cukup recommended untuk mereka yang sedang berniat maupun sudah menjalani pernikahan... di mana kita diajak untuk memaknai pernikahan sebagai sarana Ibadah yang lebih lagi kepada Allah, membangun arena dakwah baru dan semoga membawa kita mencapai kesempurnaan iman dan ibadah kita kepada Allah SWT...
Saya fans berat Salim A. Fillah, walaupun saya bukan fans PKS, he he.. Memang di dalamnya banyak kutipan dan syair dari Sayyid Quthb, Yusuf Qardhawi dan Hasan Albana, tapi secara objektif insya Allah ndak ada yang menyimpang, bahkan bermanfaat. Penulis, Salim A. Fillah juga menyertakan fatwa dan bahasan dari Syaikh Utsaimin, Ibnu Taimiyyah, dan lainnya. Satu eksemplar sudah saya berikan kemarin pada pasangan teman saya satu angkatan yang baru saja menikah. Benar-benar jilid ilmu yang berharga untuk pasangan baru maupun lama, atau bagi saya yang baru-akan-mau menikah, hhe. Berpahala Insya Allah. Bacalah!
Ini buku yang ketika pertama kalinya saya tau, langsung bernafsu dan berambisi untuk mendapatkannya. Makanya, ketika itu langsung kontak teman yang jualan buku dan pesan.
Ini pun adalah buku yang tidak sekedar menjelaskan perihal bagaimana perayaan cinta sesungguhnya (dalam bingkai kehalalan Islam), tetapi juga melangkah lebih jauh dari semenjak hari pertama akad hingga mengarungi bahtera (halah, bahasanya warta pisan, Haha). Beberapa kali saya sampai tak tega hati bila tidak terenyuh. beberapa bahasannya memang mampu untuk membuat saya meneteskan air liur, eh salah deng, air mata maksudnya. :D
Merangkum banyak buku dan pendapat para konsultan pernikahan. Bakda buku-buku yang bertema cinta dan bekal pernikahan seperti Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, Jalan Cinta Para Pejuang, Agar Bidadari Cemburu Padamu, Gue Never Die, maka buku ini -semoga tidak- adalah penutup yang sempurna. Meskipun didalamnya terdapat cuplikan-cuplikan dari buku-buku sebelumnya tapi justru membantu memahamkan pembaca tentang pendapat penulis pada makna pernikahan.
Baru selesai akad dan pesta pernikahan Lagi otw menuju kamar pengantin 😅 . . . Menarik pembahasannya, pemilihan kata yang menarik, pembasan disusun berdasarkan garis waktu/time line.
Bersumber dari dalil al Quran dan Hadist, pendapat Ulama Ulama, filsuf", penulis, Bible, dokter, dan sumber lain.
Dari 100 halaman yang sudah Mufti Baca, buku ini lebih cocok dibaca oleh lelaki menurutku berdasarkan kalimat kalimat yang tertulis, tapi tentu bisa juga dibaca oleh perempuan.
Sudah hampir satu tahun buku ini duduk manis di rak buku saya :D dan sampai sekarang blum selesai juga di baca. Dulu beli buku ini,karena kata temen2 buku ini bagus banget. Mungkin karena aku belum menikah kali ya jadi blum tertarik buat membaca buku ini sampai tuntas :p
Saat ini yg sudah saya baca dengan tuntas Taman Ketiga hal 128 sampai 148,satu2nya bab yang paling menarik bagi saya.
berilmu sebelum beramal :D baca buku ini waktu lagi masa-masa ta'aruf (telat banget yak, haha), jujur aja waktu baca buku ini pusing banget.. akhirnya memilih membaca buku lain ttg pernikahan yang lebih mudah dipahami demi alasan mepet, ahahaha...
Buku ini memendam banyak ilmu tentang pernikahan, dirangkai secara indah, menawan dan komprehensif. Sangat pas bagi mereka yang pernikahan tinggal menghitung hari maupun bagi mereka yang baru saja menikah...
Barakah itu membawakan senyum meski air mata menitik-nitik. Barakah itu menyergapkan rindu di tengah kejengkelan. Barakah itu menyediakan rengkuhan dan belaian lembut di saat dada kita sesak oleh masalah
Siapa bilang Romeo dan Juliet itu kisah romantis. Sungguh, Rasulullah saw dan Aisyah, mencontohkan kisah cinta mereka, jauh-jauh-jauh lebih romantis dari kisah tersebut. Terimakasih Mas Salim A Fillah untuk bukunya :)
Akhirnya selesai juga baca buku ini. Buku ini bagus dibaca untuk mereka yang akan dan sudah membina rumah tangga. Kalau datang ke pernikahan rekan-rekan saya nanti, insya Allah saya mau hadiahkan buku ini ^^
Berbeda dengan buku dari penulis sama: "Nikmatnya pacaran setelah menikah", buku ini lebih praktikal membahas persiapan dan paska pernikahan, dibandingkan menjual romantisme. Direkomendasikan untuk yang konkret akan menikah, untuk persiapan pernikahan maupun pasca pernikahan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Subhanallah.. buku yang sangat bermanfaat, seperti judulnya "Barakallahu laka" Semoga pembaca yang ingin menikah, akan menikah atau mungkin sudah menikah mendapat barakah dari Allah