Jump to ratings and reviews
Rate this book

Trilogi Elir #2

Vandaria Saga: Masa Elir

Rate this book
Rozmerga, Sigmar, Liarra, Althor, dan juga xaliber telah dikelabui oleh takdir sehingga harus mengambil peran sebagai penyelamat benua Elir. Perputaran masa kekal pun tak terelakkan, mempertemukan mereka dengan tokoh-tokoh masa lalu yang melegenda. Sementara itu, benua yang mereka kenal sudah lenyap, terganti oleh tanah asing yang menyimpan banyak sekali sejarah pahit didalamnya. Mampukah kelimanya bersatu dan kembali menuju Elir yang mereka kenal sekali lagi?

283 pages, Paperback

First published November 1, 2012

6 people are currently reading
153 people want to read

About the author

Hans J. Gumulia

3 books13 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
37 (38%)
4 stars
39 (40%)
3 stars
13 (13%)
2 stars
7 (7%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 26 of 26 reviews
Profile Image for Rynaldo Hadi.
Author 1 book7 followers
November 25, 2012
Sejak awal saya sudah cukup optimistis dengan Masa Elir. Ekspektasi saya tidak salah. Beberapa aspek yang kurang dieksekusi dengan baik di prekuelnya (Takdir Elir), berhasil disempurnakan dan dipadukan menjadi karya yang lebih baik oleh Hans Junaidi Gumulia.

Cover & Ilustrasi
Cover Masa Elir ini bisa dibilang salah satu yang terbaik dari seri Vandaria Saga. Semenjak pertama kali melihat ilustrasi Rama Indra di Takdir Elir, saya sudah jatuh cinta sama artwork ciptaannya. Pewarnaannya mantap dan karakternya begitu menyatu dengan latar belakang yang ada. Saya juga suka konsep covernya. (Yang dapat disambung dengan Takdir Elir dan Roda Elir)

Ilustrasi-ilustrasi dalam Masa Elir juga sangat bagus. Masing-masing ilustrasinya bener-bener layak dapat satu halaman penuh.

Pengenalan Tokoh : Mantap! Artwork karakternya bahkan worth it untuk dapat satu halaman sendiri!

Daftar Isi & Bab : Kenapa ga ada nomor babnyaaaa?!(Ga krusial-krusial amat sih, tapi entah kenapa saya tetep merasa kehilangan)

Cerita
Secara keseluruhan Masa Elir sangat sesuai bagi para penggemar game RPG klasik. Karena petualangan kelima pahlawan Elir serasa seperti petualangan tokoh-tokoh dalam game. Menjelajahi kerajaan, menghadapi monster dan tantangan sulit sebelum akhirnya mengalahkan dalang utama di balik segala masalah yang ada.

Sepuluh bab pertama mayoritas akan berisikan perjalanan panjang para pahlawan Elir sebelum menghadapi sang lawan utama.

Bab "Serigala Kecil Yang Kesepian" sukses memberikan warna pada cerita setelah petualangan panjang selama sepuluh bab terakhir. Good job! Saya merasa masih bisa dipoles lagi tapi overall udah OK! :D

Keberadaan Raccuroh cukup nice juga. Selain memperkenalkan suku di Vandaria, ini juga cameo yang bagus buat para penggemar Vandaria Saga. Sayangnya Raccuroh ini terasa sepintas lewat. Padahal bagus juga kalau diulik lebih dalam.

Seluruh petualangan panjang itu akan diakhiri dengan sebuah bab yang cukup menghentak berjudul : "Masa Elir". Untuk bab ini harus saya akui. KEREN!

Konsep yang bikin saya kagum adalah... Akhir dari Takdir Elir adalah awal dari Masa Elir dan akhir dari Masa Elir adalah awal dari Takdir Elir. Benar-benar seperti Roda!

Overall, Masa Elir mengalami peningkatan di banyak faktor jika dibandingkan dengan prekuelnya, Takdir Elir. Masa Elir cocok untuk menjadi bacaan di waktu senggang anda dan sayang dilewatkan bagi para pembaca fiksi fantasi terutama penggemar seri Vandaria Saga!
Profile Image for Andreas.
3 reviews
November 15, 2012
Masa Elir, buku kedua dari trilogi Elir, berhasil melepaskan diri dari bayang-bayang Holy Knights dan Frameless Orb yang menjadi basis Vandaria Saga. Membaca Masa Elir terasa nikmat karena segala hal yang dituangkan penulis dalam buku ini terasa pas. Alur cerita yang berjalan cepat dan ringkas tanpa adegan yang dipanjang-panjangkan menjadikan kisah ini mempesona tanpa henti. Adegan pertarungan pun cukup seru meskipun berlangsung tanpa adegan "epik". Saya justru lebih menikmati cara penyampaian yang seperti ini karena kelima Pahlawan Elir memang tidak perlu repot mengatasi lawan yang lebih lemah. Masa Elir hanya menyampaikan dua buah pertarungan yang penting; saat melawan ular raksasa dan saat melawan Gottfried. Humor disisipkan dengan tepat sehingga tidak menjadi "garing". Peralihan antar adegan berlangsung lancar dan tidak menyebabkan pembaca kebingungan.

Karakterisasi adalah kekuatan utama buku ini. Setiap tokoh tampil dengan kepribadian yang nyata tanpa adanya kesan dibuat-buat. Tokoh-tokohnya berinteraksi dengan sewajarnya sehingga pembaca sendiri yang menentukan karakter masing-masing tokohnya. Hal ini pula yang, menurut saya, membantu ilustrator membuat ilustrasi yang menawan untuk kisah ini. Karakterisasi yang kuat turut mewarnai ilustrasi yang ada dalam buku sehingga menghasilkan gambaran yang nyata hasil kerja sama yang baik antara penulis dan ilustrator.

Namun, sebaik-baik Masa Elir, tetap ada kekurangannya. Pertama disadari adalah banyaknya kesalahan ketik ataupun cetak. Penggunaan kalimat yang terkadang ambigu juga menjadi gangguan walaupun tidak menjadikan kisah ini sulit dimengerti. Selain itu, kurangnya bahasa dan aksen yang beraneka ragam membuat kisah ini jadi sedikit monoton. Antara Althor, Xaliber, Rozmerga, Liarra dan Sigmar seharusnya ada perbedaan bahasa, aksen dan cara bertutur kata sebab mereka berasal dari negeri yang berbeda-beda. Hal lainnya adalah perubahan sikap Gottfried yang berlangsung instan. Kalaupun ada rasa iri yang terpendam dalam diri Gottfried, hal tersebut kurang jelas tergambar. Apa hal ini memang disimpan untuk buku selanjutnya?

Akhirnya, Masa Elir adalah pencapaian tertinggi Vandaria Saga untuk saat ini. Kisah fantastis, alur yang cepat dan ringkas, humor yang pas, tata bahasa yang sopan, dan ilustrasi menawan; Masa Elir adalah buku yang pantas dibaca semua orang dari segala usia, bahkan untuk yang awam terhadap Vandaria Saga sekalipun.

Profile Image for Han Asra.
60 reviews26 followers
December 31, 2012
Akhirnya selesai juga membaca buku kedua dari Trilogi Elir ini. Perjalanan yang cukup memberatkan bagi saya karena beberapa kali tersadar bahwa ekspetasi saya tidak akan terwujud, lalu muncul kesempatan untuk berekspetasi lagi tapi akhirnya malah benar-benar jatuh.

Review dalam singkatnya, Masa Elir saya dapat katakan lebih superior dari buku pertamanya. Penulisan yang bahasanya cukup baik, plot yang jalannya lebih mulus, dan tidak adanya bagian yang berasa buang-buang halaman bisa dikatakan merupakan perbaikan dari buku sebelumnya. Selain itu penempatan gambar lebih baik (walau masih ada yang memotong paragraf) dan tidak lagi berlebihan, dan detil-detil kecil yang saya cukup sukai.

Walau demikian, kekurangan sangat banyak, dan benar-benar sangat disayangkan. Pertama-tama, apa yang saya keluhkan sebelumnya, character development, walau ada masih sangat minim. Lalu world building yang ada pun juga sangat sedikit. Belum eksekusi plot yang sangat belepotan.

Sebenarnya bisa saja memberi bintang 2 bagi Masa Elir karena banyaknya kesalahan-kesalahan fatal tersebut. Namun sebagai apreasiasi karena faktanya buku kedua ini lebih baik dari yang pertama, maka saya pastikan akan memberi bintang 3 (maunya sih bintang 2.5) sebagai apreasiasi pada Bung Hans karena bisa membuat saya yang motivasi awal menyelesaikan buku hanya karena kurang kerjaan, jadi sejenak terhisap kedalam bukunya sampai saya jatuh balik ke alam nyata. Dan juga karena yang sudah disebutkan sebelumnya, bisa membuat buku ini lebih baik dari yang pertama.

Untuk bagian review yang lebih mendetilnya akan saya tuliskan di bawah 

Pertama-tama, soal penulisan dan bahasa
Soal penulisan dan bahasa, sayang bilang tidak banyak yang berubah ya. Hal itu merupakan hal baik karena berarti masih enak dibaca dan juga hal buruk karena tidak ada perbaikan dari kesalahan penulisan-penulisan yang sebelumnya.

Saya menemukan kalimat yang mengulang-ngulang atau redundant. Selain itu dalam satu kalimat/frasa saya sering menemukan satu kata yang berulang-ulang. Selain itu ada beberapa paragraf narasi deksripsi yang bahasa sangat kaku dan malah lebih mirip buku teks (IMO, ini mungkin bagi saya saja)
Kekurangannya tidak sampai situ. Penggunaan bahasa dalam dialog pun, walau cukup bagus, banyak yang tidak tepat. Seperti yang paling saya sangat, ketika Vhelturius menggunakan kata “teori”. Aduh, Vhelturius ini salah satu dari Delapan yang Abadi kan? Usianya sudah merentang lebih dari beberapa millenia, sedari ilmu sains tidak ada bedanya dari sihir, ketika kisah-kisah masih diceritakan dalam bentuk nyanyian rakyat dan mitos. Rasanya sangat tidak pas “seseorang” yang memiliki reputasi mistis dan kuno seperti dia sampai menggunakan kata “teori” yang dimana menurut saya kata tersebut baru lahir ketika munculnya sains. Kata yang terlalu muda untuk Vhelturius Felvianus, yang lebih senang menyendiri bersama kaum didalam hutannya, untuk mengerti dan gunakan.

Contoh saja ya, misal begini “Menurut hipotesaku, mereka pasti belok disana”. Hipotesa, kata yang satu ini akan membuat kalimat tersebut sangat aneh untuk disebutkan kecuali oleh ilmuwan sinting. Coba saja misalnya pencuri menggunakan kata “hipotesa”. Rasanya tidak pas.

Selain itu masih dialog yang kaku, saya merasa sangat canggung ketika membaca perkataan Xaliber kecil ke (calon) ayah angkatnya. Saya berpikir, apa bener ini anak kecil? Kenapa gaya bicaranya gak jauh beda dari orang dewasa?

Lanjut ke character development

Walau tidak separah Buku Pertama, chardev (saya singkat biar gak cape) disini masih sangat minim, kalau bukan tidak ada.

Memang patut dipuji kalau di novel ini nampaknya sudah hampir tidak ada useless chatter banter. Bahkan sampai chatter banter sama sekali tidak ada.

Ini sangat aneh. Mereka berlima, belum kenal begitu lama, bisa saling akrab. Gimana caranya? Mereka berbeda satu sama lain, seperti yang sudah disebutkan diawal novel.

Ya, saya mikirnya pasti mereka mengobrol di perjalanan. Sayangnya novel ini gak menunjukkan itu, yang menurut saya menjadi titik fatal di sebuah cerita dengan “fellowship” semacam ini. Sehingga ketika di bagian akhir novel Roz bilang “kawanku” saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Kapan kalian jadi teman?

Padahal menurut saya, bisa saja dituliskan bagaimana Althor dan Xaliber yang saling bersahabat mengobrol satu arah (Althor ngomong, Xaliber hanya menjawab dengan mengangguk atau hmm aja). Liarra dan Roz saling bertukar papun itu karena mereka masih satu ras. Semua itu meninggalkan Sigmar sendirian aja sampai dia mencoba menarik perhatian. Sayangnya ini Cuma ada di imajinasi saya aja -_-

Karakter yang chardevnya paling kerasa bagi saya, ironisnya memang yang paling dikit ngomong, Xaliber, semata-mata karena flashbacknya yang cukup baik, walau agak klise (klise bukan hal yang buruk kalau eksekusinya baik). Flashbacknya itu membuat sikapnya yang serba diam jadi masuk akal buat saya. Beban menjadi seorang putra mahkota bagi ayah angkatnya pasti sangat berat, sehingga dia lebih baik diam daripada buat malu. Bagus, sampai situ aja tapi. Karena setelahnya si Xaliber jadi patung lagi dan ga nunjukkin apa-apa.

Dan komplen saya dari Buku Pertama masih sampai sekarang. Karakter yang seharusnya paling punya ruang untuk chardev, sama sekali gak dapet apa-apa. Masih sama. Atau setidaknya, gak ditunjukkan
Dia berasal dari Flavianus, klan nirbingkai (saya nemu ini di bagian akhir cerita) endogami yang menutup diri dari dunia luar dan hidup dalam kedamaian. Serenity, bahasa inggris yang tepat untuk menggambarkannya. Apa seseorang yang berasal dari msyarakat kayak begitu gak punya banyak pertanyaan ketika melihat dunia luar yang jauh berbeda? Ketika dia melihat monster, benda aneh, dan kematian. Hal ini diperparah karena Liarra cukup muda, maka saya asumsikan dia juga masih naif (terbukti ketika pertemuan pertamanya dengan Sigmar).

Oke, mungkin dia merasa malu atau tertutup untuk bisa bertanya, tapi setidaknya setelah masuknya Roz, seorang nirbingkai lainnya, Liarra bisa mulai betanya-tanya berbagai hal darinya. Pasti banyak yang membuat dirinya penasaran dari dunia ini. Dia belajar, dia berkembang, dia dapet chardev, Roz juga bisa dapet chardev (dan disini Roz hampir gak dapet chardev sama sekali).
Yah, berarti tinggal Althor, yang menurut saya sangat disayangkan karena udah ada ruang untuk chardev (yang dia gamang melihat pangeran-pangeran itu), saya tunggu-tunggu sampai akhir buku dan ternyata belum ada -_-

Dan Sigmar, ya udah lah, saya bingung mau bilang apa karena banyak penggambaran tentang perilakunya bikin kesel. Satu-satunya yang bisa buat saya agak suka Cuma konsistensinya sebagai seorang biasa yang punya rasa cemas dan bisa takut (walau tanpa alasan yang begitu jelas menurut saya, di akhir cerita dia jadi berani).

Tambah lagi. Itu Althor dan Xaliber kan raja, tapi kok cepet amat ya terbiasa dengan kehidupan seorang petualang. Xaliber sih memang bakalan diem aja. Althor juga palingan gak bakal banyak bicara tapi sebenarnya kalau mau, bisa ditulis perilaku mereka yang berusaha beradaptasi disini.
Ini novel fantasi kan? Tapi kenapa worldbuildingnya gak kerasa sama sekali ya? Dengan mengasumsikan pembeli buku ini gak semuanya tahu dunia Vandaria, seharusnya worldbuildignya lebih baik lagi. Tidak, HARUS lebih baik karena worldbuilding secara umumnya terlalu minim. Sesuatu yang sangat disayangkan karena dalam genre fantasy, salah satu cara membuat pembaca merasa fantastis dan terhisap adalah dengan worldbuilding yang baik.

Darimana mereka dapat kudanya? Darimana mereka dapat perbengkalan untuk menempuh perjalanan? Apa mereka istirahat? Duh, detil itu gak ada sehingga dunianya Cuma berasa jadi backdrop aja.
Seperti misalnya kayak pas bertemu dengan Hyro. Apa mungkin dia disitu menggila sendiri? Gak mungkin soalnya ada penduduk lain disitu. Lagipula mau dapat darimana dia bahan-bahan untuk menciptakan mesin-mesin hasil imajinasi tersebut kalau gak ada uang (kenapa uang gak pernah disinggu disini sih? Padahal di RPG pun pahlawan harus bayar duit buat nginep di inn dan nge-save). Kesempatan yang seharusnya bisa digunakan bagaimana kehadiran Hyro bisa mengubah kota itu tampak berbeda dari yang lainnya. Semisal gerobak dikota lebih mekanik, ada mesin tempa yang lebih dan sebagainya. Sayangnya dia tinggal disitu gak dijadikan kesempatan untuk melakukan worldbuilding.

Dan Pemberontak. Ini kenapa Pemberontak memberontak dari raja yang seharus tidak memberontaki ( :p ). Itu gak jelas banget soalnya kita tahu Abraham sering disebut sebagai rasa yang welas asih. Malah kayaknya bakalan lebih baik kalau Pemberontak ini malah disebut sebagai brigand atau kelompok bandit raksasa atau sejenisnya. Jadi saya juga gak perlu merasa aneh ketika pemberontak namanya cuma Pemberontak. Apalagi ketika yang mereka lakukan itu bisa ngebuat orang lain mandang rendah keturunan mereka.

Kemudian pas perang di hutan, saya sendiri gak tahu kenapa para Flavianus itu bisa merasa biasa aja padahal pemimpin mereka lagi bersama 5 orang asing antah berantah, ngebantai deimos dengan mudahnya kayak itu udah pemandangan sehari-hari.

Sekarang, kebagian yang paling penting dan paling banyak memiliki kesalahan fatal, plot.
Plotnya secara keseleuruhan sebenarnya udah cukupbaik, rapih, walau klise ala cerita “fellowship” gitu dengan semacam “grand quest” (walau bagi saya gak ada megahnya). Tapi sayang eksekusi berantakan, belepotan.

Pertama-tama disini gak dijelaskan kenapa mereka harus menjalankan tugasnya dalam grup 5 orang saja walau harus menghadapi pasukan iblis. (satu komplen saya pada bagian ini adalah bagaimana mereka dicoba digambarkan spesial dengan agak maksa. Saya sangsi hnya mereka aja yang punya keeratan grup seperti itu. Lebih kalau misalnya ada grup lain yang berhasil lewat ujian pertama, tapi setelahnya gagal.)

Kita ambil contoh penggunaan fellowship yang paling terkenal, LotR. Mereka menggunakan grup kecil agar tidak menarik perhatian dan lebih mudah untuk menyelinap. Ini benar, karena kalau menggunakan pasukan mereka malah ada dilibas dengan anak buah Sauron dan Saruman. Lagipula ini terbukti di bagian akhir LotR bagaimana Frodo dan Sam bisa menyelinap karena mereka Cuma berdua aja ketika seluruh pasukan orc di alihkan ke Black Gate.

Nah, disini itu belepotannya. Grup kita-kita pindah sana-sini tanpa alasan yang jelas. Awal-awal dikesankan kalau Kerajaan Serenade mencari grup biar seperti itu biar mereka bisa menyelinap masuk ketika pasukan kerajaan mengalihkan perhatian para Deimos (bagi saya, asumsinya seperti ini)
Tapi habis itu mereka teleport ke hutan dan setelahnya mereka memutuskan untuk pergi keatas gunung dengan menaiki pesawat (melakukan fetch quest pula). Halo? Serius? Kalian memang orang-orang terpilih dengan senjata sakti tapi kalian tetap 5 orang. Senjata gak akan bisa membunuh kalau pengguna capek.

Keanehan ini berlanjut dengan Gottfried yang kepedean dan sok pinter karena bukannya manggil banyak mahluk Deimos untuk mengoverwhelm mereka (dan ini diperlucu dengan fakta kalau deimos-deimos remeh berhasil ngebuat mereka capek), malah sendirian ngelawan.
Semuanya jadi berasa berantakan. Apa yang mereka lakukan diawal cerita jadi gak ada gunanya di akhir. Padahal, kalau saja eksekusi lebih bagus, gak akan belepotan. Coba misalnya setelah mereka teleport ke hutan, mereka balik ke benteng, ngomongin gimana caranya keatas, pergi ketemu si ilmuwan sinting, lakuin fetch quest, pesawat jadi, pasukan serenade maju ke gunung Galbisk buat ngalihin Deimos ecek-ecek. Udah, kalau gitu gak bakal belepotan menurut saya (balik lagi ke eksekusinya) dan apa yang mereka lakukan diawal gak berkesan cuma jadi filler dan akhirnya nanti bisa memberi konklusi yang lebih epik (bagi saya setidaknya).

Dan oh, Gottfried. Perubahan dia jadi gila gak banget deh, dangkal, cetek. Personifikasi dia sebagai seorang “villain” juga biasa banget.

Satu hal yang paling membuat say bisa ngebuat dia dangkal karena dia selalu disebutkan dengan “licik” dalam penggambaran, seperti menjustifikasikan kalau dia memang jahat dan layak dianggap jahat. Dan yang paling dangkalnya lagi transformasi dia jadi gila yang eksekusinya gak banget.

Gini aja, Gottfried dari dulu sakit-sakitan. Kakaknya baik sama dia dari dulu gara-gara itu. Mungkin sebenarnya bagi Gottfried gak ada sosok lain yang bisa menggantikan kebaikan kakaknya. Tapi tongkatnya ini bisa gampang ngerubah perasaan yang sudah diakumulasikan bertahun-tahun begitu aja.
Gelutnya perasaan dia dengan kekuatan yang baru dia icip-icip tidak di eksekusi dengan baik sehingga menambahkan kedangkalan dirinya. Karena perubahan dirinya dikesankan terlalu cepat dan faktor hawa korupsi senjatanya aja, bukan dari diri Gottfried-nya sendiri.

Dalam contoh kasus soal “corruption”, senjata akan baru benar-benar bisa merasuki jiwa manusia ketika muncul celah di dalam hatinya. Nah disini Gottfried terasa sangat dangkal karena celahnya itu terlalu gampang muncul dan dia bisa aja gak curiga sama tongkat. Ngelawan tapi kok megang terus.
Coba kalau begini: Gottfried menerima tongkatnya, dia sembuh tapi denger-denger bisikan sesat. Akhirnya ditaruhlah tongkat itu. Tapi kekuatan tongkat itu terlalu sedap dia icip-icip terus. Disini Abraham udah ada dan mulai sering nanyain Gottfried soal tongkatnya. Si tongkat ngebisikin tentang kakaknya terus, sosok yang jadi pelindung paling kuat dalam hati Gottfried untuk melindungi dari pengaruh jahat, agar muncul keretakan dalam jiwanya. Tapi Gottfried gak percaya, karena dia tahu kakaknya betul-betul. Tapi toh pengaruh tongkatnya terus merasuki, sampai dia jadi gila, kakaknya bilang kedia untuk menyerahkan/membuang tongkatnya, namun dipersepsikan sama Gottfried kalau kakaknya hanya mau kekuatan tongkat itu.
Jadi inti dari paragraf diatas, ekesekusi tranformatsi Gottfried, sekali lagi belepotan karena kurangnya gelut psikologis Gottfried dan berlangsung terlalu cepat.

Kemudian disini ada satu komplain lagi yang saya bingung mau taruh dimana
Pas yang Liarra sakit, saya rasa penjelasannya kurang kenapa bisa dia sakit. Kalau buat saya sih, saya tahu dia sakit karena kelelahan yang dia alami selama 2 hari menjelajahi gurun, perjalanan-perjalanan sebelumnya, dan ditambah lagi pas dia memakai busurnya membabi buta. Jadi buat saya sih masuk akal dia bisa sakit walau lukanya hanya segitu.

Tapi masalahnya, gak semua pembaca cukup jeli untuk menyadari soal itu. Sebenarnya aka jadi jauh lebih baik kalau aja diberitahu secara subtle alasan kenapa Liarra bisa sakit biar menghindari asumsi pembaca kalau sakitnya Liarra ini aneh.

Ya sampai situ aja sih, saya gak bisa ingat mana lagi yang bisa dikritisi.
Ada beberapa detil-detil kecil yang saya suka disini. Kayak dimana para kstaria wanita selalu berambut pendek. Saya suka detil kecil macam ini, menambah karakter dan worldbuilding disaat bersamaan.

Sekian dulu reviewnya. Semangat untuk Bung Hans.
Profile Image for Shiki.
215 reviews34 followers
November 14, 2012
Menyambung buku pertamanya, cerita mulai mengarah pada teka-teki kelima pahlawan benua Elir, serta pihak antagonis, yang sialnya belum (atau tidak) digambarkan dengan jelas, kenapa bisa mendadak gila seperti itu. Oke, dia dapat bisikan-bisikan yang mungkin memperkuat emosi negatifnya, tapi sayangnya konflik pertempuran batin itu kurang oke penyajiannya. Kalau diumpamakan, seperti ada ubur-ubur raksasa lewat, tapi sedetik kemudian menghilang begitu saja ke kedalaman, tanpa ada niatan muncul kembali.

Dari segi karakter, saya masih menyayangkan kedua raja masih agak terlalu mirip sehingga saya kerap tertukar setiap kali mereka mengobrol. Yang langsung mudah dikenali adalah Sigmar, karena entah kenapa setiap dia membuka mulut saya langsung tergoda menendangnya.

Untuk cerita, sekalipun cukup tertebak, saya sejauh ini masih bisa menikmatinya, dan sejujurnya, menantikan buku ketiganya.

Gaya penulisan, saya bukanlah ahlinya jadi tidak akan banyak komentar, tapi dalam beberapa bagian, menurut saya terasa kurang luwes, dan sering kali terasa redundan. Sialnya ini terjadi sepanjang buku, sehingga saya sering kali mengerutkan kening dan otomatis mengeditnya dalam benak, baru melanjutkan membaca.

Tapi keluhan terbesar saya hanya satu.
KENAPA TIDAK ADA CLARITH!!! >___<

Oh well.
mudah-mudahan dia muncul di buku terakhir!!! AMIN!!!
4 reviews
November 22, 2012
Finally, setelah berapa lama menunggu, akhirnya saya menemukan novel Vandaria yang berkualitas. Yup, berkualitas dari sudut pandang saya tentunya :)

Sorry to say, krn saya belum menyelesaikan buku Masa Elir sepenuhnya (padahal tinggal bab terakhir) karena sulit mencari waktu senggang pada saat kerjaan sedang menumpuk.

Bagi saya sendiri, sebagai seorang reader yang setia - karena saya membeli seluruh novel Vandaria mulai dari Harta Vaeran sampai Masa Elir. Dan saya juga penggemar Holy Knight di Ultima Nation - selama Vandaria menerbitkan novel, ada 3 yang benar-benar epic: Ratu Seribu Tahun, Hailstorm, dan Chronicle of Elir. meskipun Elir Trilogy belum ending, tapi saya sangat berharap buku ketiganya bisa membuat saya terkesima seperti buku keduanya.

OK, lets the review begin:

Membaca Ratu Seribu Tahun memberikan perasaan tegang: ada chasing part nya, dan ada battle yang digambarkan secara epic oleh si penulis yang tidak lain adalah mas Ardani. Thrill and tense.

Kalau Hailstorm nya "The Awesome King", saya merasa seperti nonton film horror, gore and adventure. Sangat bagus dan merupakan salah satu masterclass nya Vandaria Saga.

Dan membaca Takdir & Masa Elir (saya gabung aja review nya): saya seperti nonton anime. yup anime adv yang mengisahkan tentang kumpulan/group kesatria sakti menyelamatkan suatu kerajaan, area atau kota/benua. saya membaca buku ini dengan sangat nyaman, santai, and relax, bahkan untuk buku keduanya ada sedikit tambahan perasaan tegang.

Saya tidak terlalu perduli dengan plot nya yang klise dan banyak dipakai oleh novelist/komikus lain. cerita 5 Kesatria yang sakti mandraguna dengan senjata2 berkemampuan ajaib memang sudah umum dipakai, bahkan kalau tidak salah komik Doraemon pun pernah memakai plot yang sama. dan untuk alternate time plot seperti kembali ke masa lalu pun memang sangat umum. perjalanan ke masa lampau untuk mengembalikan sejarah, memperbaiki dan mengubah sejarah pun sering dipakai oleh novelist2 di jagad raya ini.
Tapi saya tidak bergitu perduli karena meskipun dengan plot yang demikian, toh saya sangat enjoy membacanya pada saat senggang dan sebelum tidur.

untuk karakterisasi sendiri, saya tidak bingung dengan yang mana Althor dan yang mana Xaliber. kenapa? karena Althor adalah team leader dan paling banyak bicara, sedangkan Xaliber lebih seperti serigala kesepian (kata si sigmar) dan hampir tidak pernah bicara sampai 3/4 buku. Untuk sigmar, sepertinya dia lebih cocok jadi main character dibanding lainnya. Rosmerga dan Liarra lebih berperan sebagai support character yang notabene membuat karakter Sigmar lebih bersinar.
Bagi saya penggambaran karakter sudah cukup OK, tapi ada baiknya kalo Liarra dan Rosmerga mempunyai komposisi yang sama dengan Althor dan Sigmar, sedangkan Xaliber jelas2 harus sering tampil kalo tidak mau ketinggalan dengan keempat lainnya. Bagi saya, Sigmar the desert boy adalah karakter utama dan paling utama dibanding yang lain, dan karakternya pun sangat berkesan dimemori.

penulisan, ... sangat friendly read. ada sedikit metafora pada awal2 paragraph, tapi komposisi dari metafora sangat pas dan tidak berlebihan. ada kesalahan penulisan dibeberapa tempat, dan ada juga tanda baca yang seharusnya ada tapi tidak ada, tapi itu tidak membuat saya kecewa: everyone make a mistake, even the novelist.

Ilustrasi! ini adalah bagian yang membuat saya menambahkan satu bintang pada buku ini. karena ilustrasi dari bang Rama Indra inilah yang membuat buku bintang tiga berubah menjadi bintang empat. sulit bagi saya untuk mendeskripsikan keindahan ilustrasi beliau di Masa Elir. di Takdir Elir memang ilustrasinya terlihat biasa apalagi dibagian awal pengenalan tokoh, rasanya kurang nendang. Tapi di Masa Elir, ... wah ... that's what we called art. very artisty, saya sangat suka, luar biasa, sulit untuk mengungkapkan pujian untuk setiap garis sketsa di bagian ilustrasi.

Saya rasa Vandaria adalah kumpulan dari pemuda-pemudi berbakat di seluruh negeri, begitu juga dengan ilustrator berbakat. Felix dan Rama Indra ... lengkap sudah.

Saya tidak mau berharap kalo buku ketiga lebih baik dari pada buku kedua, karena kalau harapan tidak terwujud, nanti saya malah kecewa. yang pasti buatlah ending yang epic dan akan diingat oleh setiap fanboy dan fangirl Vandaria Saga.

Akhir kata, ... hmmm bukunya cukup mahal yah, padahal jumlah halamannya (yang ada ceritanya yah. abaikan iklan yang ada dibelakang) kurang lebih dari Takdir Elir.
Sedikit request dari saya: buku ke tiga, yang terakhir, dibikin lebih tebal dan lebih panjang!!! biar puas endingnya. seperti novel2 kelas wahid lainnya, ending must be long and long and longer than the predecessor.

Viva for Vandaria
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
January 25, 2013
Sebuah sekuel yang sangat memuaskan dari saga Benua Elir. Kalimat ini dengan sangat tepat mampu menggambarkan novel Masa Elir. Sebagai bagian kedua dari Trilogi Elir, Masa Elir adalah kelanjutan dari Takdir Elir sekaligus sebagai penyambung cerita menuju saga pamungkas di buku ketiga Roda Elir. Ketiganya ibarat sebuah kronik yang mengisahkan satu cerita yang mungkin terlupakan di Tanah Vandaria, sebuah kisah dari sudut jauh Tanah Utama namun tidak kalah seru.

Masa Elir dibuka dengan berkumpulnya kembali lima pahlawan legendaris Elir yang ternyata adalah lima pejuang yang datang dari masa depan. Dalam Takdir Elir, kita masih ingat ketika di ujung cerita kelima tokoh utamanya terlempar ke masa lalu. Mereka adalah Rozmerga, Liarra, Sigmar, Althor, dan Xaliber yang belum sempat menyelesaikan petualangan mereka untuk mencari lima senjata suci. Baru empat senjata yang ditemukan, dan senjata kelima itu ternyata harus ditemukan di masa lalu. Di sini, terlihat kepiawaian penulis (lebih tepatnya kesabaran) dalam menjalin benang-benang cerita antara masa lalu dan masa depan Benua Elir.

Dan, di sanalah mereka, terdampar ratusa tahun sebelum masa kehidupannya. Masa ketika mereka bertemu kakek buyutnya yang masih muda, melihat kebesaran kerajaan Serenade, serta melihat langsung seorang tokoh budak yang kelak akan mendirikan Kerajaan Vandergaard. Di daratan masa lalu inilah kelimanya harus kembali menjanai petualangan yang jauh lebih dahsyat, lebih seru, dan berbahaya ketimbang petualangan mereka di buku pertama. Di mana mereka harus melawan deimos-deimos dengan kekuatan gelap, seorang penyihir dengan tongkat saktinya, serta keganasan alam liar di Elir lama dengan misteri-misterinya. Bahkan seluruh kisah dalam Masa Elir adalah sama pentingnya sehingga akan sangat sulit untuk menulis alurnya tanpa membocorkan banyak hal.

Satu hal yang jelas, akan ada banyak sekali adegan pertempuran, perkelahian, serta petualangan yang dalam mungkin belum tercakup dalam Takdir Elir. Jika Takdir Elir alurnya menanjak sedikit demi sedikit, maka Masa Elir ibarat jalan yang bergelombang, naik dan turun, membuat pembaca susah untuk berhenti membaca begitu terlarut dalam ceritanya. Dari segi karakter, kelima pahlawan Elir dalam buku kedua ini jauh lebih berkembang ketimbang pada buku pertama. Di Takdir Elir, hanya Rozmega dan Sigmar yang karakternya relatif utuh dan jelas, sementara sosok Liarra hampir-hampir tak terjangkau, sementara Althor dan Xalinder ibarat dua pangeran tampan dengan segala kesempurnaannya.

Dalam Masa Elir, kita akan menjumpai sisi-sisi manusiawi mereka.
Tentang Althor yang berbadan besar tapi grogi kalau berhadapan dengan wanita, Xalinder yang menyiimpan masa lalu pedih dibalik topeng kecuekannya, dan Liarra yang ternyata bisa pingsan selama berhari-hari. Di Masa ELir inilah kelima pahlawan kita terlihat tidak sempurna, yang dengan demikian malah makin menjadikannya terasa lebih realistis. Lima pahlawan dengan segala ketidaksempurnaannya berjuang melawan para deimos dan kekuatan jahat yang hendak menghancurkan Elir, ini baru cerita yang seru. Kesimpulannya, jangan sampai melewatkan dan tidak membaca Masa Elir jika kamu telah membaca Takdir Elir. Percayalah, seri kedua ini akan semakin membuatmu terlarut di alam dan petualangan Vandaria.
Profile Image for Alex.
Author 7 books11 followers
November 14, 2012
Well, to make it short.. I was expecting this book since the day I finished reading TAKDIR ELIR (2012), especially since I know that it would be in a trilogy and, yes... after I bought and read it... Dang.. it was better than I expected!

One thing that I noticed was the costume changes and how the characters (especially Xaliber and Althor) mingled with each other, as if the five are friends of adventure for a life time (in fact we knew by now, they're not quite that close and status-ly equal).

The next thing was the back story between Abraham and Gottfried which still led me to a certain thirst of revelation, I guess that task would be completed by RODA ELIR (2013) :D

I do love and.. have this certain empathy towards Gottfried.

Now... Speaking of endings, "no spoiler of course", I am still wondering about the fate of Rozmerga and her 'weapon'.. I mean.. WHY? and WHAT? well.. again.. RODA ELIR hopefully will answer this :))

Anyhow, it was a pleasure to find that one of the Immortal Eight (no spoiler) joining in (the first time I see 'he' acted human-like with fear and confusion; not really that frameless-ish as I read him before) :)

Anyway.. another five stars... will wait for next year.. and patiently waiting for it :) (well REDFANG is coming so yeah... I'll have the time to kill) :)

AWESOME, Just .. awesome...

Profile Image for Rizal Kusumawijaya.
6 reviews
December 16, 2012
AKhirnya buku kedua dari Trilogi Elir ini muncul juga.
Seperti yang saya duga, buku kedua ini memang bagus sama seperti yang pertama. Mengangkat cerita Benua Elir yang sedang terancam oleh bahaya peperangan antara dua kerajaan yang aslinya bersahabat. Hal yang paling saya sukai dari ceriotanya ialah alurnya yang menurut saya sukar ditebak, ini kan asik sekali jadi kita penasaran untuk melihat apa yang terjadi dihalaman selanjutnya.

Akhirnya ilustrasinya kembali, yah ilustrasi ciri khas Vandaria Saga yang saya sukai ya ini, penggambaran sederhana namun mendetail dan berkesan kuat dan penuh misteri.

Jujur saya sangat menantikan buku ketiganya, akankah Hans J. Gumulia memberikan ending yang tak terduga, seperti alur ceritanya, atau sesuatu yang luar biasa dan meledak-ledak??? Saya sangat menantikannya

P.S tokoh favorit saya disini ialah Xaliber hehehe
Profile Image for Abe Mitsuteru.
9 reviews1 follower
November 18, 2012
Buku kedua yang jauh lebih baik dari buku pertama! Pengulasan masa lalu dari sebagian besar karakter menjadi salah satu point bagus pada novel kedua ini. Kemunculan beberapa sosok karakter (dan ada juga beberapa karakter veteran)mampu merangsang minat pembaca.

Profile Image for wali_yeah.
58 reviews6 followers
March 15, 2016
Ok, gue memang pecinta fantasi, fiction and dark story jadi waktu nemu buku dengan judul Vandaria Saga : Masa Elir di sebuah bazar buku, ekspetasi gue cukup tinggi. Sebab di tengah selera lokal dengan cerita cinta mehe-mehe berbackground luar negeri, kisah inspirational atau kisah hijabers tralalala bin trilili, ada juga orang Indonesia yang otaknya keren punya. Jadi gue ambil buku Vandaria Saga : Masa Elir ini.

Sinopsis:
Kisahnya dibuka oleh lima orang dari ras berbeda terdampar di masa lalu (sial ternyata gue dapet bukan seri pertama) Ada Rozmerge seorang gadis frameless (semacam elf), Liarra gadis pemanah framless, Sigmar separuh frameless separuh manusia, Althor seorang raja muda dan Xaliber seorang raja juga. Nah, kelima ras ini berpetualang di benua Elir pada masa lalu yang bernama Masa Elir, tujuan mereka ke Masa Elir adalah untuk mengetahui fungsi dan kekuatan dari empat senjata pamungkas yang dipegang oleh masing-masing jagoan dan untuk menemukan senjata kelima milik Rozmerge, sebab hanya dia yang belum menemukan senjata pamungkasnya.

Di Masa Elir ini kelima jagoan ini berpetualang melalui berbagai daerah ketika masa itu dikuasai oleh dua kerajaan besar, serta situasi yang tengah berkecamuk pada saat itu, perjalanan ke masa lalu di benua Elir ini menguak berbagai pertanyaan mengenai apa yang terjadi di tanah utama Vandaria pada masa depan.

Kelima jagoan bukan hanya menguak misteri namun juga ikut bertarung dalam peperangan melawan kaum Deimos (kalau di Lord Of The Ring mungkin ini urug hai dan org) dibalik misi menguak kekuatan dan menemukan senjata pamungkas kelima, kelima jagoan ini pun dikejutkan dengan intrik politik mengapa mereka bisa terlempar ke masa lalu, sebab penggunaan sihir ruang dan waktu tentunya membutuhkan seseorang yang berkekuatan tinggi.


Overall:
Gue memang nggak riset dulu kalau ternyata Vandari Saga bukan murni sebuah cerita fantasi namun sebuah proyek sampingan dari sebuah game kartu dan kickstarter game rpg. No wonder, cover dan artworknya sangat game sekali. Karena ini based on game mau nggak mau memang kita dipaksa mentah-mentah untuk menerima apa itu dunia Vandaria tanpa ada korelasi dengan dunia kita seperti halnya Lord Of The Rings, Narnia, Harry Potter, The Big Friendly Giant, Where The Wild Thing Are etc.

Untungnya gue memang suka maen game rpg jadinya nggak terlalu berat dan pusing untuk bisa mengikuti Masa Elir namun sebagai avid reader dari novel fantasi, Masa Elir itu sejujurnya lumayan failed untuk bisa membuat gue larut dalam dunia Vandaria.

Pertama semua tokohnya serasa tak berjiwa, sebab karakter mereka nggak bisa ketahui dari gaya bicara namun dari deskriptif penulis. Misalkan Althor yang kolot dan dewasa berbicara: “kita belum tahu itu!” Balas Althir dengan menaikan volume suaranya. Atau Sigmar yang rada-rada culun, pas ngomong penulis harus menambahkan deskriptif “Sigmar beceletuk” tapi gaya bicaranya sama sekali nggak berceletuk malah datar, apa lagi tokoh yang lain seperti Liarra dan Xaliber yang nggak bisa kebaca sifatnya seperti apa dari penuturan gaya mereka bicara, sebab semuanya berbicara dalam gaya yang sama dan terkadang gue suka loss siapa bilang apa? Ini sebabnya di awal buku terdapat gambar kelima tokoh lengkap dengan biodata dan sifat mereka.

Menurut gue penokohan yang soulness ini parah banget, coba ingat kalau baca Lord Of The Ring kita bisa dengan mudah mengenali karakter Bilbo Baggin yang aktif dan selalu bersemangat tanpa ada deskriptif “kata Bilbo Baggins dengan penuh semangat” atau Gandalf ketika berbicara “kata Gandalf dengan bijaksana” Semua karakter dalam Masa Elir ini seperti zombie, they all dead! I could not felt their emotions! Seperti semua kekuatan penulis habis oleh riset dan segala detail untuk dunia Vandaria Saga dan melupakan penempatan emosi dan tehnik penokohan.

Kedua, sorry tapi sebagai sebuah novel fantasi bukan based on game ada juga beberapa hal yang mengganggu banget, misalkan fact kalau Vandari Saga ini mostly based on erope focklore and legend terus ada Griffon yang dikasih nama Cakar Elang! I was like wha? Kenapa nggak Sky Strike atau ama eropa lain yang lebih masuk?

Seperti yang udah gue tulis di depan bahwa untungnya gue pecinta game rpg jadi bisa mengikuti cerita Masa Elir ini, kalau nggak mungkin dari 25 lembar pertama udah tutup buku. Vandari Saga ini lebih mirip Star Wars atau Final Fantasy dari pada sebuah novel fantasi. Untungnya dunia benua Elir cukup detail dan nggak membosankan dari satu benteng ke hutan, ke medan perang dan masih banyak dungeon eh tempat dengan detail memukau.

Ketiga soal plot cerita, shame there no twist or OMG moment? Everything felt so flat. Just like play rpg game. Kita cuma pindah dari satu tempat ke tempat lain dan yang memukau adalah tempat itu sendiri bukan ceritanya. Bahkan pertarungan dengan Gottfried bukan terasa seperti buku fantasi, malah yah kaya maen game. I don’t know, kalau baca Lord Of The Ring, Harry Potter pas klimak pertarungan pasti ada twist or something yang kita nggak duga, but this… I was like meh, I knew they gonna win.

Sayang sekali Vandari Saga : Masa Elir ini tak punya jiwa dan aura magis namun masih mampu memberikan petualangan yang lumayan memukau. I’m expecting too much tapi kalau game rpgnya beneran bisa jadi gue pasti maen but as a book, well I’m end up here.

Read my othe review below:
http://www.everybodygoesblog.com/2016...
Profile Image for Anindha.
50 reviews1 follower
August 4, 2022
Sebenarnya aku mau kasih bintang 4.5 buat buku ini, tapi berhubung ga bisa, jadi aku buletin 5 aja. Di buku ini akhirnya lima pendekar elir bersatu dan kembali ke masa lalu. Penggambaran petualangan mereka masih menarik, namun ada detail-detail yang masih mengganjal. Akhir ceritanya menggantung, mungkin penulis berniat menyelesaikannya di buku ketiga yang sampai saat ini belum terbit/dalam masa kepenulisan. Sebagai penikmat cerita fantasi, novel ini worth it untuk dibaca.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
February 5, 2013
Masa Elir merupakan buku kedua dari Trilogi Elir. Sudah cukup lama sejak saya membaca buku pertama, Takdir Elir. Kalau di buku pertama kita berkenalan dengan kelima tokoh Pahlawan Elir (Rozmerga, Liarra, Sigmar, Althor dan Xaliber), maka di buku kedua ini kita akan melihat kisah perjalanan mereka yang terlempar ke masa lalu demi menyelamatkan Benua Elir.

Jadi dikisahkan di akhir buku pertama bahwa kelima orang tersebut bertemu dengan membawa masing-masing senjatanya (kecuali Rozmerga yang belum menemukan senjata pusaka-nya). Sigmar memiliki belati Sylia, Liarra dengan busur panah Valuminaire, Althor dengan pedang besar Valdin, serta Xaliber dengan tombak Krieger. Ketika keempat senjata itu dipersatukan, kelimanya kemudian terlempar ke masa lalu, dan berhadapan dengan fakta bahwa mereka harus mengalahkan Gottfried untuk mendapatkan senjata kelima.

Perjalanan mereka tidak mudah, tentu saja. Selain harus menyamarkan diri agar tidak terlihat seperti dari masa depan, mereka juga harus mempersiapkan dan menemukan jalan untuk bertarung dengan Gottfried. Soal bertarung, baik Rozmerga, Althor dan Xaliber tidak menemukan masalah, karena sedari kecil mereka sudah dipersiapkan menjadi kesatria. Liarra yang seorang frameless berdarah murni juga tidak mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Satu-satunya yang merasakah ada masalah dalam bertarung adalah Sigmar. Bukan saja senjatanya yang hanya berupa belati, tetapi dia harus menerima tempaan keras dari keempat temannya.

Kalau di buku pertama saya suka dengan Liarra yang mampu menguasai alam, di buku kedua saya justru menyukai Sigmar yang lucu dan sedikit polos. Walaupun berdarah setengah frameless tetapi darah manusianya yang lebih dominan membuat Sigmar sering bertindak ceroboh dan mengeluarkan kata-kata tanpa berpikir. Tapi otak Sigmar yang cerdas itu yang membuat mereka nantinya menemukan jalan menuju Gottfried.

Dalam perjalanan mereka, kelima Pahlawan Elir ini berusaha sebaik mungkin agar tidak mengubah sejarah di masa depan. Dan berbekal apa yang mereka ketahui di masa depan itulah mereka mencoba mengulangi sejarah yang sudah tertulis. Hanya saja ada bagian dari sejarah itu yang terlupakan, dan ternyata memegang peranan penting dalam keberhasilan mereka di masa lalu ini. Apakah kelimanya berhasil mengalahkan Gottfired dan membuka kunci menuju masa depan? Lantas senjata apa yang sudah dipersiapkan untuk Rozmerga?

Jika dibandingkan dengan buku pertama, maka saya akan menambahkan satu bintang lagi untuk kisah di buku kedua ini. Selain ada begitu banyak peristiwa yang semakin memperjelas latar belakang kelima tokoh utama, interaksi antar kelima Pahlawan Elir ini yang membuat saya menikmati buku ini. Rozmerga yang selalu sinis pada tingkah laku Sigmar ternyata bisa juga menerima pendapat Sigmar di saat-saat penting. Althor yang selalu dianggap sebagai pemimpin di antara mereka, bisa tersipu-sipu malu ketika diminta merawat Liarra yang terluka. Sementara Xaliber yang pendiam dan nyaris tanpa ekspresi ternyata adalah seorang yang bijaksana ketika dihadapkan pada sejarah masa lalunya. Di balik fakta bahwa mereka adalah pahlawan penting bagi Elir, mereka berlima adalah sosok yang bisa terpuruk, terluka, bahkan bagi frameless seperti Rozmerga dan Liarra juga tidak selamanya akan tampil kuat. Kelimanya belajar menyisihkan ego masing-masing dan mempercayakan diri kepada teman-temannya dalam satu tim. Saya semakin penasaran dengan kelanjutan perjalanan kelima Pahlawan Elir ini, dan bagaimana nasib mereka jika perjalanan itu sudah selesai. Semoga buku ketiga tidak lama terbitnya. Ohya, di buku pertama covernya kan Sigmar dan Liarra, trus di buku kedua ini ada Althor dan Xaliber. Kira-kira di buku ketiga nanti Rozmerga sama siapa ya?
Profile Image for Feby.
Author 3 books19 followers
August 1, 2014
Membaca buku ini lebih asik sambil membayangkan para karakternya dalam wujud sprite JRPG klasik, muter2 seperti ular, melawan musuh, dapat task, menyelesaikan task. Gimana nggak? Saya menemukan ada Cid Highwind menyamar dengan nama lain. :))

Overall, iya, emang Masa Elir lebih oke dari prekuelnya. Ada improvement dalam narasi dan karakter. Sayangnya, itupun nggak semua. Saya bisa membedakan dua raja itu akhirnya, juga saya punya hasrat menendang Sigmar dan menenggelamkan manusia hentai tolol ini di comberan.
Kenapa saya bilang improve? Karena penulis berhasil memancing emosi saya pada karakter ini. I hate to admit it. Tapi karakter yang buat saya paling oke di Masa Elir ini ya si manusia hentai tolol yang kepalanya pengen ta tenggelemin di comberan ini!
*hosh
*hosh
*hosh

Uhuk.
Sayangnya, saya tidak merasakan hal yang sama pada Roz dan Lyra, yang notabene juga termasuk karakter utama. Cmiiw. (Atau jangan2 karakter utamanya ya si Sigmar?) Apalagi pada jenderal-jenderalnya Abraham. Saya anggap aja semuanya orang yang sama :P

Hnah. Sementara pada karakter-karakter di atas saya kehilangan emosi, tetapi sama sang raja Abraham, saya EMOSI JIWA. Gimana nggak? Lha wong, mau perang kok nyari prajurit milih-milih tho? Kenapa ga semuanya aja direkrut dan dibuat pasukan merchenary sekalian?! Belum lagi, konflik internal keluarga kerajaan yang bisa-bisanya ditunjukkan di depan yang katanya prajurit terpilih.

Sorry to say. Sepertinya, ini raja paling odonkdonk yang pernah saya temui di fiksi fantasi.

Sementara itu, untuk musuhnya.... ..... ..... ...... saya ngakak. :))
Habisan, setiap kali ada nama Fried disebut, saya selalu membayangkan ayam goreng paha atas AW. #lapar


Lanjut. Di halaman seratusan (lupa berapa persisnya) saya bingung dengan istilah pemberontak yang konon katanya tidak setuju dengan pemerintah, lalu nyari penduduk desa untuk bikin benteng. Whuut?
Ini pemberontak atau perampok? Kalau emang ini pemberontak, dirangkul dong penduduk desanya, jangan malah dijadiin budak!


Jadi, ya, nilai buku ini sesungguhnya 2,5. Naik 0,5 dari prekuelnya. Ada beberapa adegan yang berhasil buat saya ngakak (misal: Roz yang histeris lalu komat-kamit doa waktu naik pesawat :)) :)) ), tetapi sayangnya ga cukup menggerakkan hati saya buletin bintangnya jadi 3.

Good luck, Hans untuk buku ketiganya.

PS:
Special hug buat seorang sista yang meminjamkan buku ini ke saya ~ <3
Profile Image for Ardani Subagio.
Author 2 books41 followers
January 13, 2013
Masa Elir. Kelanjutan kisah lima pahlawan Elir setelah pada akhir buku sebelumnya mereka kini mereka harus menghadapi salah satu dalang utama yang membuat keributan di buku sebelumnya.

Dijelaskan dengan kalimat singkat, buku ini adalah peningkatan dari buku sebelumnya. Bukan hanya plot yang mulai bergerak lebih cepat dan lebih menuju inti masalah, tapi kita juga semakin mengenal para tokohnya lebih dalam. Terutama figur kedua raja, Althor dan Xaliber, yang menjadi kover buku ini. Sikap, tindakan, dan keputusan mereka terasa sangat khas diri mereka masing-masing. Ditambah ketiga karakter lainnya, Sigmar, Liarra, dan Rozmerga, yang juga semakin terpoles. Singkat kata, semua karakternya terasa like-able.

Buku ini juga menjawab beberapa pertanyaan yang belum terjawab di buku pertama, sekaligus memberikan beberapa adegan epik yang membuat pembaca menuntut jawabannya nanti di buku ketiga. Terutama melihat plot cerita juga bergerak semakin mendekati inti masalah dan rasanya sudah waktunya untuk diselesaikan.

Ditambah lagi dengan ilustrasi khas Rama Indra yang sangat cantik, dunia Elir jadi terasa lebih hidup dan megah. Aku terutama suka dengan ilustrasi dua halamannya, walau sayang tidak ada margin kecil di tengah buku untuk kedua ilustrasi itu. Wajah cantik Rozmerga jadi terpotong. :P
Tapi selain itu, ilustrasinya memang sangat keren dan menggambarkan adegan yang sedang terjadi dengan sangat jelas. Terutama gambaran monster2 Deimos-nya yang sangat detil dan menakjubkan.

Jadi, buat yang sudah membaca Takdir Elir, buku ini adalah buku yang wajib dibaca. Bagi yang belum membaca Takdir Elir, sebaiknya segera mulai membacanya, karena kisah trilogi Elir ini adalah sesuatu yang sayang untuk dilewatkan.
Profile Image for Magdalena Amanda.
Author 2 books32 followers
May 24, 2013
Dibanding buku pertamanya, Masa Elir saya nilai lebih bagus karena cerita mulai berjalan. :D Di buku pertama, saya kurang sreg karena masih seperti babak pendahuluan. Nah, buku kedua ini udah mulai masuk pokok permasalahan dan udah mulai banyak hal terjadi.

Masih bisa dibilang sama/mirip dengan Takdir Elir, Masa Elir memakai pola "RPG tahun '90an" di mana demi mengkonfrontasi antagonis adalah via sayembara, ketemu raja bisa via memohon pada jenderal, dan untuk mencapai suatu tempat dibutuhkan alat transportasi yg baru bisa didapatkan setelah kita dijadiin babu oleh orang lain. :))

OOT: Di game RPG, sering sekali terjadi protagonis atau kelompok protagonis dijadikan "babu" disuruh ini itu bantu sana sini, dengan alasan apapun. :)) Sayangnya tidak termasuk di dalamnya "membantu nenek menyeberang jalan" dan "membuang sampah pada tempatnya".

Penulisan kadang kala ada pincang2 sedikit. Biasanya antara kalimat tidak selesai, kurang kata "yang", pemenggalan kalimat yang malah bikin kalimat terdengar janggal. Jenis2 semacam itu. IMHO, masalah seperti ini hanya masalah kurang jam terbang dan tidak sampai membuat proses membaca sampai tersendat-sendat parah. (kebetulan saya tahu ADA cerita yang ditulis dengan begitu parahnya sampai baca pun bikin lieur parah orz)

Saya akan menantikan buku ketiganya, btw. :D :D :D

OOT no 2: Selama baca, susah gak bayangin novel ini dibuat dalam format game yg dibikin pake RPGMaker. :)) Tapi krn belum kelar ceritanya, saya akan menunggu dulu sebelum memulai iseng2nya. :P :P :P
Profile Image for マユ.
11 reviews
May 5, 2025
Eh, apa, ya, yang aku bilang setelah baca buku pertama dari Trilogi Elir ini? Wasted potential? Kayaknya sekarang pendapatku tentang trilogi ini mulai sedikit berubah.

Pertama, dari segi narasi, masih banyak frasa dan pemborosan kata yang ada di dalam novel ini. Beberapa dialognya juga masih terasa agak kaku dan aku nyaris gak bisa membedakan dialog Althor dan Xaliber sampai menjelang akhir cerita. Tapi, seenggaknya sekarang sudah terkesan jauh lebih luwes dan enak untuk dibaca. Lalu, penggunaan kata "nirbingkai" sebagai pengganti nama frameless juga cukup unexpected. Good job, deh.

Selanjutnya, mengenai perkembangan cerita. Seenggaknya di novel ini, ada konflik yang terjadi dan menarik untuk diikuti, jadinya gak terkesan hambar kayak yang sebelumnya. Also, their last battle dan klimaksnya berhasil bikin aku keasyikan bacanya. Keren banget!

Terakhir, karakterisasi. Aku suka banget sama tingkah dan respon tengilnya Sigmar di segala situasi wkwk, benar-benar jadi pencair suasana. Selebihnya, yah, gak jauh berbeda dengan novel pertama. Oh, iya, aku agak kurang suka dengan bab "Serigala Kecil yang Kesepian" karena pembawaannya terasa klise dan dialognya Xaliber kecil terasa terlalu baku untuk tokoh anak-anak.

Sebenarnya, score asli dariku buat novel kedua ini adalah 3.5 dari 5 bintang, tapi mempertimbangkan beberapa hal, aku memilih buat melakukan pembulatan ke bawah. Well, it doesn't change the fact kalau ada beberapa peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan bagian pertamanya, so good job!

Sekarang aku tinggal berkelana buat mencari novel ketiganya, hehe.
Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,056 reviews295 followers
June 1, 2015
akhirnya! selesai juga, lega :) semakin seru, suka banget sama petualangan kelima tokoh utama di buku ini walau harus bersabar karena klimak ceritanya ada di buku terakhir, Roda Elir. ada beberapa bagian carita yg ak rasa hilang begitu saja. review lengkapnya menyusul aja yah, masih banyak hutang baca T.T dan sepertinya ak akan gagal merampungkan semua buku vandaria saga di bulan ini berhubung banyaknya challenge yg ak ikuti jadi bacaannya harus adil #curcol. dan rencananya setelah ini mau baca Harta Vaeran, yap, ak ingin memulai membaca seri Vandaria yg potongan ceritanya ada di buku Vandaria Saga pertama yg ak baca, Kristalilasi. dan melihat jumlah halaman Harta Vaeran...... udah keder duluan. walau gagal merampungkan semua seri yg rencananya ak maraton bulan ini, ak akan berusaha tiap bulan baca buku Vandaria :)
Profile Image for Putri.
21 reviews
January 23, 2013
Bagus banget! Senang rasanya bisa membaca buku bagus seperti ini.
Setelah berhasil menuntaskan misinya di masa lalu, aku jadi penasaran apa yang akan terjadi di masa asal mereka? Nggak sabar menunggu petualangan berikutnya! :3
11 reviews
July 3, 2013
buku kedua dari Trilogi Elir!!
masa lalu dua raja di ungkap di seri ini
gak sabar menunggu seri terakhir Trilogi Elor: Roda Elir
Profile Image for Billy Akbar.
10 reviews1 follower
September 27, 2016
Novel Fantasi yang menggugah kreativitas dan semangat untuk berimajinasi. Salut untuk penulis. Saya menantikan yang ketiga.
Profile Image for LiLa.
317 reviews12 followers
April 12, 2017
*Review menyusul (kalau tidak diserang virus malas)*
Displaying 1 - 26 of 26 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.