Alkisah dalam KEMI, santri cerdas (Ahmad Sukaimi) terjebak dalam kubangan liberalisme dan terjerat sindikat kriminal pembobol dana-dana asing untuk proyek liberalisasi di Indonesia. Nasib Kemi berujung tragis. Ia disiksa donaturnya sendiri karena dianggap gagal menjalankan misi.
Kini, KEMI 2 berkisah tentang perebutan Kemi oleh sesama aktivis liberal. Kemi diculik dari Rumah Sakit dan dikirim ke pusat pengobatan canggih. Pergulatan Islam dan liberalisme memasuki babak yang semakin seru melibatkan aktor penting bernama Doktor Rajil, pengamat politik terkenal, dan Habib Marzuki, pegiat Islam yang dicap garis keras. Kecanggihan Doktor Rajil merekayasa proyek liberalisme harus berbenturan dengan suara hati putri kecilnya sendiri yang suatu ketika merajuk pada sang ayah, "Pokoknya Papa jangan liberal, ya... Putri takut, Pa...nanti Papa masuk neraka! Janji ya, Pa! Papa enggak liberal!"
Lahir di Bojonegoro pada 17 Desember 1965. Pendidikan formalnya ditempuh di SD-SMA di Bojonegoro, Jawa Timur. Gelar Sarjana Kedokteran Hewan diperoleh di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, 1989. Magister dalam Hubungan Internasional dengan konsentrasi studi Politik Timur Tengah diperoleh di Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya, dengan tesis berjudul Pragmatisme Politik Luar Negeri Israel. Sedangkan gelar doktor dalam bidang Peradaban Islam diraihnya di International Institute of Islamic Thought and Civilization -- Internasional Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), dengan disertasi berjudul “Exclusivism and Evangelism in the Second Vatican Council: A Critical Reading of The Second Vatican Council’s Documents in The Light of the Ad Gentes and the Nostra Aetate.
Berbeza dengan novel sulungnya, sequel ini lebih dibumbui aksi apabila watak baharu seperti Habib Marzuki dan Dr Nasrul bergabung dengan watak sebelumnya, Ahmad Petuah dan Bejo menjejaki Kemi yang dilarikan dari rumah sakit. Justeru, membaca novel ini lebih pantas meskipun pengarang sempat menyisihkan wacana yang lebih menyorot konspirasi jaringan liberalisme pada peringkat antarabangsa. Elemen imaginasi memang lebih terasa kepada pembaca yang melihat persekitaran secara literalis tetapi seandainya bersedia membuka pengetahuan tentang hakikat di sebalik perancangan Barat, maka kita dapat menerima logika pada tema yang diungkapkan pada sequel ini.
Novel kedua ini menceritakan lebih lanjut akan perkembangan Kemi dan juga liberalis yang dikaitkan dengan badan antarabangsa.
Dalam novel kedua ini,saya tertarik dengan watak Siti,yang dahulunya liberalis akhirnya bertaubat dan menjadi pembela kepada Islam (berhujah dengan feminis dan pendokong kesetaraan gender).
Pada novel pertama KEMI, Rahmat berjaya membuatkan Ramon yang menjadi orang tengah kepada dana untuk disalurkan kepada gerakan pemikiran Islam liberal dibanteras. Akhirnya, gerakan itu tergugah seketika.
KEMI dimasukkan ke hospital asbab dibelasah teruk, dan Siti yang juga dibelasah teruk dan diracun. Tetapi Siti telah melalui proses penyembuhan dan mengabdikan diri untuk menghafal alQuran dan mencurahkan ilmu di pesantren bapanya. Walau ada bait-bait cinta yang timbul dihati Rahmat dan Siti, masing-masing memilih untuk membereskan urusan ummah dan memendamkan perasaan cinta. Manakala KEMI pula mengalami kecederaan teruk di kepala dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa untuk proses pemulihan. Memori ngatannya juga hampir 100% musnah.
Ramon dan konco-konconya dibanteras. Indonesia jadi heboh disebabkan perkara itu. Sana sini media massa meddia cetak buat ulasan untuk melariskan perniagaan mereka. Dan tanpa diam, orang-orang atas yang juga dalang kepada fahaman Islam liberal ini berhimpun dan mengadakan mesyuarat untuk mencari penyelesaian agar gerakan mereka meracuni pemikiran orang-orang Muslim Indonesa tidak terhenti setakat di situ sahaja. Maka mereka mencari penyelesaian baru.
Saya tertarik dengan kata-kata orang-orang atas ini, kalau bahasa Melayu dia lebih kurang camni la..
"Alaaa.. Kita cari isu lain untuk mengaburi mata pihak berkuasa dan orang-orang Indonesia. Kau bukan tak tahu. Sekarang ni memang heboh pasal Islam liberal, nanti timbul isu baru.. orang-orang Indonesia akan lupa isu kita ini!"
Kebenaran tetap kebenaran. Kesalahan, tetap kesalahan.
Sesuai dengan judulnya, Kemi 2 membawa pembaca melihat gerakan disebalik aliran pluralisme, sekularisme dan liberalisme. Tetapi di mana Kemi masih menjadi tanya tanya. Pasti lahir Kemi 3 selepas ini
Kemi hilang dalam KEMI 2. Watak Habib Marzuki dan Bejo seakan mendominasi pada awalnya kemudian terus menghilang. Cuma, dari segi kupasan isu liberal, KEMI 2 lebih mendasar dan menarik.
Melanjutkan seri kedua dari trilogi Kemi. Menurut saya buku ini kurang menggigit jika dibandingkan dengan buku pertamanya. Saya merindukan dialog-dialog perang pemikiran yang begitu kental di buku pertama. Di buku ini rasanya malah terlalu banyak dialog-dialog yang tak perlu. Beberapa dialog tentang kesetaraan gender di bagian akhir pun menurut saya masih kurang ‘nendang’ hehe.
Cerita lebih mengalir pada bagaimana proses pencarian Kemi yang tiba-tiba hilang dari Rumah Sakit Jiwa, tempat ia dirawat sebelumnya setelah babak belur oleh Roman sang mafia. Bagaimana proses tersebut melibatkan banyak pihak-pihak baru seperti Dokter Nasrul dan Habib Marzuki.
Disini lebih tergambar bagaimana kondisi ‘perpolitikan’ sebuah negeri. Ketika sebuah kasus tiba-tiba ‘hilang’, putusan-putusan tak adil dalam peradilan, atau polisi yang menghindar dari kasus yang sebelumnya ia hadapi. Yang ternyata ada sebuah ‘kekuatan besar tak terlihat’ yang mengatur itu semua. Sebuah kondisi yang rasanya sudah tak asing lagi.
Tokoh favorit saya di buku ini adalah Habib Marzuki, yang sejak melihat sekilas ilustrasi di cover belakang buku rasanya sudah langsung tergambar sosok beliau. Membuat penasaran apa perannya dalam proses pencarian tersebut.
Novel ini merupakan lanjutan dari seri Kemi 1. Sebelumnya Kemi terlibat sindikat liberalisasi yang berkaitan dengan penggelapan dana asing beserta mafia yang diketuai oleh Roman. Nah, di novel ini diungkap kalau sebenarnya Roman itu baru mafia level bawah. Soal kucuran dana asing ini mungkin kalau yang suka nonton ILC, bisa paham karena sering dibahas dan disebut-sebut.
Kemi yang dirawat di salah satu rumah sakit jiwa tiba-tiba menghilang. Ahmad Petuah (wartawan Indonesia Jaya) bersama Habib Marzuki (cendekiawan muslim yang dilabeli dengan Islam garis keras), dan Dokter Nasrul (dokter yang merawat Kemi sebelumnya) berusaha mencari keberadaan Kemi. Dibantu oleh Bejo, wartawan Paginasia yang nyentrik. Lalu ada kisah Siti yang sudah bertaubat dan malah sekarang dia berdakwah untuk membantah ideologi kesetaraan gender yang dulu pemikiran itu menjadi kesehariannya.
Kalau menurutku, novel seri pertama lebih seru. Perdebatannya juga banyak yang menggugah. Padahal aku agak excited pas bagian Siti debat dengan Doktor Demiwan Ita di DPR untuk RUU Kesetaraan Gender. Seharusnya perdebatannya bisa dibanyakin lagi. Tapi mungkin masih banyak pertanyaan yang akan dijawab di seri ketiga novel ini, karena kisah Kemi belum usai sampai di sini.
Ah, alas... the brand new kemi without having kemi as the main actor in the story no more. Actually, this book is about kemi, but he didn't really appear physically in the book, only from the dialogues they keep talking about.
At some point, Adian Husaini could make quite a thrilling plot when it comes to a conspiracy theme. I also noticed he inserted some points of his researches for this book to be published, which could also be his research while doing either his master or doctor degree, such as " What went wrong" by Bernard Lewis, " What Islam did for us" by Tim Wallace Murphy, and 'The clash of civilization' Theory by Bernard Lewis and Huntington.
Although I do often find a waste of unecessary dialogues. Joke dialogues that are sometimes too intimidating to read. I passed three pages myself that had too much of the wasted dialogues.
Reading this book was like reading a simple version of liberalism in islam discussions. You know, so that rookies like me could understand. Frankly, I liked the first Kemi better. This kemi was rather predictable, but real. The figures mentioned in the book are real, the issues are real, so for those who are, or wanna be aware of the liberalism issue, this book describes a brief summary of the cases and the common arguments that the liberalist would attack us with. Adian Husaini fights back intellectually through a plot of conspiracy.
Sebenernya agak kecewa dengan novel 'unik' ini. selain karena judul dan isinya yang kurang berkesesuaian, yakni berjudul 'kemi' namun dengan isi yang justru tidak banyak menceritakan tokoh 'kemi' nya itu sendiri, juga karena saya menangkap adanya kesan berat sebelah yang terukir dalam beberapa dialog. meski begitu, sajian keilmuan dalam novel ini tetap menjadi daya tarik utama. kita masih bisa melihat pertarungan dialektis antara pihak liberal dan anti liberal. juga tak lupa kajian tentang feminisme yang belakangan pernah menjadi pembicaraan luas di masyarakat.
Satu yang saya catat. bahwa novel ini tidak seperti novel sebelumnya yang menurut saya cukup mampu membuat dahi saya berkerut dan berkedut. dalam novel ini materi disajikan secara biasa-biasa saja. tidak sepadat yang terdahulu. meski demikian, usaha menyadarkan masyarakat akan bahaya liberalisme lewat sebuah novel patut untuk diapresiasi. karena tidak banyak novel ber'genre' yang seperti ini. dan juga tidak mudah untuk mengonversi sebuah bahasan yang rumit ke dalam sebuah cerita fiksi. mudah-mudahan semua usaha yang telah dilakukan penulisnya ini bernilai ibadah serta bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi umat islam. Allahumma aamiin.
buku sequel ke 2 dari kemi : cinta kebebasan yang tersesat ini bercerita tentang penculikan dan pencarian kemi,dan kisah siti yang berdebat dengan salah satu tokoh wanita kesetaraan gender. meski berjudul menyelusuri jejak konspirasi. namun, dirasa belum menggigit seperti novel yang pertama. alurnya terkesan lebih datar dan mengungulang permasalahan yang telah dijelaskan di novel pertama.
tapi tetep cinta dengan karya adian husaini. terus berjuang "berantas" JIL. I'm exactly not JIL.
This second book is quite soft & moderating from the previous one and it is still a heroic one to voice what's right to the young generation in understanding the Islamic view. Hopefully we are young generation more sensible to absorb and filter ourselves by consistently searching the goodness in Islam! Looking forward to the next book! An invigorating book for our soul!
Novel kelanjutan kemi 1 (ya eya laaaah). tetapi, kemi-nya sedang dirawat oleh sebab insiden dari novel kemi 1 (babak belur gitu).
di novel ini, jejak konspirasi yang disusun oleh golongan liberal di indonesia termasuk skenario, pendanaan dan support atau dukungan dari liberal internasional juga dikemukakan.
saya berharap ada novel lanjutannya, yaitu kemi 3. karena memang belum tuntas, sih.
menjadi novel yang dinanti dan kalah seru dari volume pertamanya. perjuangan Rahmat dalam mempretahankan idealismenya dibumbui begitu sempurna dengan berbagai pro-kontra serta idealisme-idealisme lainnya. membuka cakrawala para pembaca mengenai seluk beluk dan perkembangan islam liberal di Indonesia, serta bagaimana cara Rahmat beserta sahabat-sahabatnya menghadapi itu semua.
Buku ini menjelaskan bagaimana feminis berfikir dan memegang teguh prisipnya, bagi awam, buku ini mampu menjelaskan dengan sangat menarik, dibarengi dengan alur cerita yang seru, dan tidak membosankan.
Lebih komikal dari Kemi 1. Seni beretorika dan humor lebih merata di banyak tokoh (yang lalu hanya Rahmat dan Bejo). Ada beberapa skin yang tidak begitu detail sehingga terasa kurang rapi "jahitan" volume ini. Overall, kocak. Kompor gas!
Tidak seseru yg pertama. Mungkin ini kesulitan dalam pembuatan novel sekuel. Namun, novel ini tetap membuat saya kagum dengan penulisnya, karena beliau paham betul dengan apa yg akan dibicarakan, membaca banyak buku dan melakukan banyak riset.
Novel popular yang mengambil isu liberalisme agama dan feminism sebagai bumbu. Karya Adian yang paling tidak menarik. Tidak baca pun tidak rugi kerana tiada perkara baru yang dihidangkan.
Lebih ringan dari buku 1, baik dari panjang cerita maupun bobot materi. Lebih terasa sebagai sekuel untuk ceritanya ketimbang tambahan bahan materi 'kuliah'.
Lanjutan Novel sebelumnya dengan konflik yang lebih seru dan isi yang lebih padat. membaca novel ini semakin memupuk rasa penasaran dan keingintahuan akan isu- isu liberal dan rahasia- rahasia dibaliknya.