Jump to ratings and reviews
Rate this book

Destination : Jakarta 2040

Rate this book
Konsep waktu menjadi suatu fundamental dari bagaimana alam semesta bekerja. Mungkin, manusia sudah bisa memahami bagaimana waktu memengaruhi segala hal melalui ilmu fisika, tetapi belum bisa memanipulasinya. Namaku Ilyas, aku mempelajari alam semesta dan bagaimana menciptakan manipulasi waktu. Waktu memilihku untuk merasakan manipulasi itu secara nyata. Perjalanan manipulasi waktu merusak hubungan cintaku dengan seorang gadis bernama Alisa di tahun 2015, dan dipertemukan kembali secara tiba-tiba di tahun 2040.

Perasaan yang aku rasakan sama, tetapi Alisa seperti masuk ke dunia mimpi di mana dia bisa melihat kembali kekasih yang hilang selama 25 tahun. Kehilanganku selama 25 tahun membuat Alisa membuka ‘jalan’ untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Namun, aku bingung oleh perjalanan distorsi waktu, tetapi aku harus mengetahui, apakah ini perjalanan yang harus dihadapi atau disadari?

262 pages, Paperback

Published January 1, 2023

21 people are currently reading
311 people want to read

About the author

Mashuri .

1 book13 followers
Buku yang sudah terpublikasi:

1. Destination: Jakarta 2040
Edisi pertama Maret 2021
Edisi halaman depan baru Januari 2023
diterbitkan oleh Bhuana Ilmu Populer [Kompas Gramedia]

Menulis untuk menumpah. Berbagai ide terlalu penuh di dalam pikiran ini. Terlalu penuh akan visual yang perlu ditumpahkan. Pada titik itu saya memilih untuk menumpahkannya dalam tulisan.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
31 (12%)
4 stars
55 (21%)
3 stars
111 (43%)
2 stars
45 (17%)
1 star
15 (5%)
Displaying 1 - 30 of 80 reviews
Profile Image for Daniel.
1,179 reviews851 followers
February 6, 2023
Mashuri
Destination: Jakarta 2040
Bhuana Ilmu Populer
272 halaman
π

Destination: Jakarta 2040 is too ambitious for its own good.

Destination: Jakarta 2040 barangkali segelintir novel lokal yang berhasil membuat saya intrigued. Premisnya sekilas mengingatkan saya akan serial Manifest dan cerita seram fiksi ilmiah dari r/nosleep, dan dari situ saja, saya sudah bisa merasakan pancaran keambisiusannya. Oleh karena itu, saya akhirnya memutuskan membaca buku ini dengan hati riang gembira dan tanpa ada hasrat untuk mencela.

Namun, sayangnya itikad baik saya tidak bertahan lama: saya sudah meringis sejak membaca halaman pertama. Kalau misalnya para penumpang pesawat di Lost ternyata berada di alam purgatory , saat saya membaca Destination: Jakarta 2040, saya sendiri yang merasa sedang berada dalam purgatory.

Buku ini diawali dengan adegan bangun tidur yang, percaya atau tidak, menurut saya bukan sesuatu yang patut dipermasalahkan, tidak seperti saran dari panduan menulis buku lainnya (Aturan no. 1 dalam menulis buku: Jangan awali dengan adegan bangun tidur). Yang saya permasalahkan lebih ke gaya bernarasinya, seperti ini misalnya:
Kehidupan seorang lelaki diciptakan ketika reseptor trakea menerima rambatan dari getaran gelombang udara dengan frekuensi tinggi dan melengking.
Mungkin butuh otak yang prima untuk bisa mencernanya! Saya sejujurnya mengerti citra apa yang ingin penulis bawakan dari gaya bernarasi ini. Ilyas, sang protagonis, kebetulan memang lelaki cerdas, lulusan kosmologi (bukan ilmu yang mempelajari kosmetik) dari Columbia University (seperti Cinta Laura) dengan predikat summa cum laude. The thing is, jujur narasi seperti ini terkesan aloof dan membuat pembaca seperti saya bingung. Untungnya, entah mungkin karena sang penulis sendiri juga enggan untuk memikirkan kata-kata canggih atau bagaimana, tipe narasi semacam ini hanya muncul di sedikit bagian awal buku. Sebagian narasi sisanya lebih lugas dan ringkas, which is a good thing!

Tapi sebenarnya, beef terbesar saya dengan buku ini lebih ke bagaimana Destination: Jakarta 2040 masih belum berhasil menyuspensi ketidakpercayaan saya. Suspension of disbelief, padahal, adalah komponen terpenting dalam cerita fiksi ilmiah supaya pembaca bisa memasuki dunia ceritanya. Salah tiga dari hal yang lumayan mengganjal buat saya:

1. Demi suspension of disbelief, saya memutuskan untuk percaya kalau pesawat yang ditumpangi Ilyas ini hilang di tahun 2015 di atas langit Sri Lanka, kemudian muncul kembali di tahun 2040 di dekat Pulau Mentawai. Tapi bagaimana dengan ATC terdekat yang tiba-tiba mengidentifikasi ada pesawat asing yang tiba-tiba muncul di layar radar mereka? "Lah, ini kok tiba-tiba ada pesawat asing mak bejujug muncul?" Apakah mereka bakal membiarkan pesawat ini tetap berada di atas airspace Indonesia dan melenggang kangkung ke Soekarno-Hatta? Atau apakah pesawat itu bakal ditembak karena mengancam kedaulatan NKRI dan tidak sesuai dengan Pancasila?

2. Ok, misalkan entah karena suatu sebab demi suspension of disbelief, pesawat itu dibiarkan terbang sampai ke Soekarno-Hatta dan diizinkan mendarat, bukankah seharusnya di Soekarno-Hatta sudah ada banyak tentara yang menunggu buat tahu, "Pesawat apaan neh?" mungkin kata mereka. Tapi di buku ini, si Ilyas dibiarkan turun dari pesawat, terus baru ketahuan kalau dia adalah penumpang pesawat yang sempat hilang 25 tahun lalu di passport control.

3. Ok, sekali lagi demi suspension of disbelief, kalau memang penumpang itu dibiarkan turun karena tentara dan pemerintah juga bingung mesti ngapain, terus kenapa para penumpang ini dibiarkan ngebolang mandiri di masa depan. Mungkin coba bayangkan kalau misal tiba-tiba pesawat MH370 muncul lagi dan mendarat di KLIA. Bukannya pemerintah, at least, bakal memastikan keselamatan isi pesawat (misal cek kesehatan) dan juga mau tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan pesawat mereka.

Dari tiga concern sederhana di atas, premis yang awalnya menarik itu jadi mudah diambrukkan. Belum lagi begitu banyak ke-mak bejujug-an dan ke-tahu-tahu-an di novel ini: misal tahu-tahu ada talk show televisi yang langsung sehari jadi (apakah di tahun 2040 sudah tidak ada podcast Deddy Corbuzier?), misal tahu-tahu saja mereka memutuskan untuk , misal tahu-tahu saja alat canggihnya sudah jadi, atau misal tahu-tahu ada karakter yang muncul dan membuat saya bertanya, "Sokap neh?"

Ambisi adalah hal yang bagus, tentu saja, dan saya senang sekali Mashuri berani menulis sesuatu yang seberani dan serumit ini yang menambah khazanah perfiksiilmiahan tanah air. Tapi saya seakan masih bisa melihat fragmen-fragmen skeleton dari draf Destination: Jakarta 2040, dan sang penulis sendiri seakan keblinger sendiri buat menyatukannya. Saya bukan bicara buat konsep fisikanya (karena saya sendiri juga bego fisika, tapi anggap saja memang hal itu bisa terjadi), tapi saya lebih melihat bagaimana Mashuri terkadang memilih ambil jalan pintas buat menyatukan fragmen dan memberikan transisi antaradegan dengan tak lain dan tak bukan adalah membuat karakternya tidur. Saya tak yakin apakah memang ini disengaja, terutama mengingat setelah membaca konklusi dari cerita ini. Tidur jadi semacam Macguffin yang menggerakkan plotnya. Saya merasa penulis seperti tergesa-gesa untuk menuliskan bagian ceritanya yang asyik, misal saat penjelasan fisika, tapi lupa untuk menyisipkan transisi yang mulus dan ciamik.

Jujur menurut saya, selain keberanian penulis, saya rasa Destination: Jakarta 2040 masih sangat perlu dipoles oleh tangan besi editor (not trying to be that guy, tapi masih lumayan banyak grammatical error) yang mestinya juga terus mendonder dengan pertanyaan, seperti "Misal A melakukan B, apa yang terjadi? Apakah A bakal bertentangan dengan C?" atau sesuatu semacam itulah. Mashuri, sebagai seorang penulis, sebetulnya sudah memiliki modal yang besar: premis cerita yang sangat menarik, dan menurut saya, itu sudah merupakan awal untuk menciptakan sesuatu yang lebih epik lagi ke depannya.
Profile Image for yun with books.
714 reviews243 followers
May 19, 2021
"Karena perasaan ini seperti hujan yang awalnya bermanfaat, tapi takut kalau durasinya lama jadi merugikan."


𝘼 𝙘𝙤𝙥𝙮 𝙥𝙧𝙤𝙫𝙞𝙙𝙚𝙙 𝙗𝙮 𝙩𝙝𝙚 𝙖𝙪𝙩𝙝𝙤𝙧—𝙈𝙖𝙨𝙝𝙪𝙧𝙞—𝙞𝙣 𝙚𝙭𝙘𝙝𝙖𝙣𝙜𝙚 𝙛𝙤𝙧 𝙖𝙣 𝙝𝙤𝙣𝙚𝙨𝙩 𝙧𝙚𝙫𝙞𝙚𝙬.



Destination : Jakarta 2040 berkisah tentang ilmuwan astrofisika muda asal Indonesia bernama Raden Ilyas Aditya. Setelah lulus dari Universitas Columbia, Amerika Serikat, Ilyas berencana untuk pulang ke Indonesia. Namun, sebuah tragedi mengakibatkan Ilyas harus mengalami time travel atau perjalanan waktu ke tahun 2040. Jakarta di tahun 2040 tentu sangat berbeda dari Jakarta tahun 2015, dengan kebingungan yang menimpa, Ilyas harus mencari cara untuk kembali ke tahun 2015, dibantu oleh teman-teman sesama ilmuwan dan pacar Ilyas, Alisa yang ternyata menjadi pribadi yang berbeda di tahun 2040.

First of all, aku mengapresiasi sang penulis karena berhasil menerbitkan buku dengan tema yang menurutku merupakan tema yang rumit dan sophisticated.
Destination : Jakarta 2040 menjadi salah satu buku paling ambisius tahun ini, pun aku menyukai desain sampul dari buku ini. Bagus.
Aku baru tau jika buku ini cukup terkenal di platform Wattpad, sehingga buku ini sampai diterbitkan menjadi sebuah buku, utuh. Buku ini memang memiliki potensi untuk menjadi buku yang lebih WOW, tetapi menurutku untuk sekarang buku ini masih menjadi buku yang "asal jadi" karena kurangnya dipoles dari segi plot, karakter dan dialog. Editornya mana....editor????!!!!!!!


There are sooooo many things dari buku ini yang kurang "sreg" bagiku. JUJUR 100 halaman pertama buku ini memang sangat intriguing dan enjoyable, namun sisanya aku ga bisa tahan buat ga cringe di setiap bagiannya. Mungkin akan lebih objektif jika aku jabarkan satu per satu plus dan minus dari buku ini:

1. plot holes everywhere
Ini aspek pertama yang aku teliti ketika membaca keseluruhan isi buku ini. Singkatnya, plot yang ada di buku ini hasil dari "tempel sana...tempel sini.." asal jadi. Tidak ada kroscek ulang, kerunutan settings tempat maupun waktu yang berkaitan dengan respons karakter-karakter per se. Contoh: ketika karakter Ilyas berkunjung ke suatu tempat, sedang melakukan satu hal, lalu di kalimat berikutnya karakter Ilyas sudah kembali ke tempat sebelumnya tanpa ada aba-aba. Selain itu, rasanya sangat jelas jika plot buku ini cuma sekadar, "cap...cip...cup..."Inti buku ini adalah membangun cerita tentang terciptanya sebuah penemuan ilmiah bagaimana perjalanan waktu bisa dibuat. Dengan embel-embel istilah fisika-yang aku ga paham sama sekali- maka harusnya berpotensi sebagai cerita yang kalo gak bagus-bagus amat, minimal bisa dinikmati.
Aku sangat menyayangkan sekali, karena dari segi tema dan keseluruhan plot, buku Destination : Jakarta 2040 sangat bagus.

2. ununderstandable, unimportant, ineffective dialogues
Aku tahu, buku ini merupakan buku dengan genre sci-fi/science fiction, bertema perjalanan waktu. Namun, dialog-dialog di dalam buku ini banyak yang membuat aku pusing, bahkan ada beberapa yang membuat aku cringe dan berakhir dengan bertanya, "mengapa tidak disederhanakan saja sih kalimat ini?"
Contoh, di dalam opening lines buku ini terdapat kalimat:
"Kehidupan seorang lelaki diciptakan ketika reseptor trakea menerima rambatan dari getaran gelombang udara dengan frekuensi yang tinggi dan melengking.


Keliatannya keren ya? Tapi menurutku ini aneh :((
Selain itu, terdapat beberapa dialog antara Ilyas, yang masih berusia 21 tahun (di tahun 2040) dengan David dan Alisa, pacar Ilyas di tahun 2015 (namun pada tahun 2040 berusia 40 tahun, a grown-mature woman). Dialog-dialog yang tercipta sangat amat..... childish, for God's sake, mereka ilmuwan... literally. Tetapi dialog yang dipersembahkan oleh penulis adalah dialog ala anak SMA yang... menurutku gak ada "inti" dan "maksudnya".
Contoh:
"Yeah, by the way, before the champagne pops in front of people, I think you should pour the champagne on her," kata David sambil tertawa cekikikan.
"The hell man, don't make my brain is filled up by a dirty thing," balasku.


Di situ kondisinya mereka sedang merayakan sebuah penemuan TERHEBAT umat manusia. Like what....
Ada contoh dialog lainnya:
"M1 di sini, adalah massa benda pertama yang biasanya paling besar, dan M2 adalah massa benda kedua yang pasti benda yang lebih kecil. Betul kan?" tanya Alisa.

Aku mengangguk. Lalu, Alisa sibuk dengan pikirannya sendiri seperti memikirkan sesuatu.

"Kalau massa untuk menggambarkan 'aku cinta kamu' itu ada nggak?" Alisa terkikik.


OH MY LORD...

Aku tidak akan mengkritik mengenai penggunana Bahasa Inggris dalam beberapa dialog, karena aku tidak ingin menjadi tipe orang yang seperti itu. Lol. Untuk hal satu itu, no comment


3. wasted and superficial characters
Sebuah buku, jika plot tidak cukup membangun cerita, setidaknya ada karakter. Di sini karakter pun tidak membantu. Raden Ilyas Aditya, tokoh utama yang berpotensi untuk menjadi "sang pelopor" hanya menjadi karakter yang menurutku "mlempem".
I don't know why... karakter-karakter di buku ini seakan tidak ada "jiwanya". Asal ada. Udah. Cukup. Putri, Arvi, Alisa, David, Pak Hasan... Tidak ada karakter yang bisa menjadi "sorot utama" dari cerita ini.

4. writings inconsistency
Buku ini ditulis dan diceritakan dari sudut pandang orang pertama, Ilyas yang bercerita. Sudut pandang Ilyas, Ilyas yang memegang penuh atas ceritanya.
Tetapi, jika kalian baca di halaman 161, bab XV (15). Ketika karakter Ilyas, keluar dari ruangan. Tiba-tiba karakter Alisa dan David memiliki sudut pandang. Lalu, beberapa bagian, karakter Ilyas mengambil alih kembali "sudut pandang" cerita.
Plot hole? Absolutely.
A mistake. I don't know.

MAKANYA AKU BILANG, EDITOR MANA EDITOR?????

Overall, buku ini berpotensi menjadi karya yang sangat epik. Aku pribadi suka ide ceritanya, makanya aku baca buku ini sampai selesai dan memberikan poin-poin di atas agar bisa menjadi sedikit insight bagi penulis. Aku pribadi sangat berterima kasih karena sudah diberi kesempatan untuk menikmati ide cerita yang begitu menarik dari buku Destination : Jakarta 2040 ini.
Tentu, aku akan menantikan karya dari Mashuri yang lainnya.
Profile Image for Buddy The Book.
157 reviews16 followers
May 15, 2021
Pertama kali tertarik baca buku ini simply karena covernya bagus. Kedua, karena cukup ramai berseliweran di timeline. Ketiga, ternyata agak tidak menyangka kalau ternyata penulisnya adalah junior se-almamater dan se-jurusan. Meski tidak sempat ketemu karena beda angkatan. Halo, Mas! Hebat benar! Dulu waktu kuliah saya bahkan tidak punya waktu buat nulis macam-macam.

Cerita sains fiksi buat saya selalu menarik, soalnya sains fiksi selain unsur fiksinya penulis dilibatkan dalam teorema sains. Entah soft-science atau hard-science. Dari unsur sainsnya aja selalu menarik untuk dikulik. Makanya ketika tahu kalau novel ini membahas soal time-travel langsung saja memutuskan untuk baca.

Bicara sinopsis, simpelnya begini... satu pesawat pada tahun 2015, tiba-tiba mendarat di tahun 2040. Ilyas, salah satu penumpangnya yang adalah seorang saintis, kemudian terlibat dalam misi bagaimana mengembalikan penumpang pesawat kembali ke tahun 2015. Menarik, oh jelas... Nah karena beberapa review sudah bahas in general penokohan, plot dan gaya bahasa, saya mau bahas soal sains-sainsnya aja. Semoga tidak begitu boring yaaa~ Hahaha

Kalau melihat time travel, pasti butuh media. Di novel ini medianya adalah wormhole—But, hold up. It mentioned as wormhole. Bingung? Bayangkan saja lubang yang menghubungkan satu titik dengan titik lain. Titik 2015 dan titik di 2040. Tapi kalau bicara teoritisnya, wormhole sangat ga mungkin ditemukan hanya pada atmosfer bumi. Kondisi massa wormhole ini padat mampus. Bisa-bisa tidak ada benda yang dapat bertahan disekitarnya, alias tersedot semua. Pada bagian itu, agak menjadi note, kenapa menggunakan definisi dari wormhole. Ah! Tapi ternyata penulis cukup pintar menyadari missing link tersebut dengan mengasumsikan yang menjadi media transfer bukan wormhole, tapi material sejenis yaitu spacetcloud aka space time cloud. Yang dikatakan 'mekanisme'nya sama hanya saja dalam energi yang lebih kecil dan relatif stabil. Which more make sense. Well done! Sayangnya beberapa kali setelahnya, kata wormhole tetap disebut sebagai media transfernya, Hmmmm....

Tadi soal wormhole, sekarang soal perpindahan waktu 2015-2040. Dengan istilah wormhole, maka teorinya memiliki konsep kurang lebih begini.. Dimensi pindah melewati wormhole itu berpindah secara waktu dan ruang. Waktunya menjadi maju, 2015 ke 2040. Tapi ruangnya tetap. Tidak ada perpindahan. Wormhole transfer isn't linear; it moves you through time and space. Both. not just one. But then again, penulis menggunakan konsep Spacetcloud, which maybe the mechanism would be different.

Isu lain adalah, konsep traversable (dapat dilalui) dari wormhole sendiri sebenarnya meski abu-abu, beberapa fisikawan masih berasumsi di masa depan teknologi macam ini mungkin aja bisa. Idk. Tapi yang agak meragukan itu adalah konsep reversible (timbal balik). Hmmmm—- jadi bertanya-tanya. Sederhananya, kalau konsep memajukan waktu dapat ditolong dengan penjelasan dilatasi waktu, tidak dengan reversible. Kalau konsep perpindahan dari 2015-2040 masih dapat dijelaskan, tapi kalau konsep ruang dan waktu dapat bergerak kembali/mundur, jadi menciptakan beberapa hal ganjil. Berkaitan dengan fragmen ruang dan waktu yang rusak. Atau familiarnya disebut sebagai Time Travel Paradox. Simpelnya begini, Okelah, si Ilyas ini pada akhirnya bisa kembali ke 2015, tapi apakah fragmen ruang dan waktu yang terjadi di 2040 itu akan hilang? musnah? atau akan tetap ada? atau akan berantakan? Misalnya kejadian ada pesawat dari 2015 nongol di bandara Soetta2040, apakah akan tetap terjadi walaupun Ilyas udah balik lagi ke 2015?? Which means ada dua Ilyas??

Missing link itu sebenarnya punya daya tarik tersendiri buat ngeliat bagaimana penulis menciptakan skenario yang memungkinkan terjadinya reversible time, yang tentunya bikin jadi penasaran apa yang terjadi ketika pada akhirnya si Ilyas ini bisa balik ke 2014. Ternyata eh ternyata pemirsa, dibikin shock sama endingnya bahwa ternyataaa .................. (baca aja sendiri) HAHAHAHA. Udah gamau terlalu banyak spoiler. 'shock ending' tadi itu yang pada akhirnya membuat penulis lepas dari tanggung jawab rusaknya ruang dan waktu dengan kembalinya dia ke 2015. Hah... pinter juga. Jadi sebenarnya jadi jawaban juga kenapa penulis ga perlu repot-repot mikir apakah dimensi ruang dan waktu 2040 yang ia datangi bakal terjadi atau rusak total.

A flinch juga kalau ternyata buku ini mirip dengan konsep Interstellar. Selain soal wormhole tadi, juga soal tentang gimana tokoh utama dibantu sama sosok "mereka" yang dianggap menjadi kontrol akan teknologi perpindahan dimensi tersebut. Jadi buat yang suka sains bertema perjalanan waktu, mungkin bisa masukin buku ini jadi salah satu wishlist.

Terakhir, kalau mau nyari review soal diksi, plot dan seluk beluk bahasa mungkin bisa ngulik ke review lain. Simply karena saya jauh lebih tertarik untuk ngulik sainsnya. Juga tolong nih, reminder banget. Karena akhir-akhirnya lagi ramai juga isu soal 'reviewer' & 'kritik buku' saya mau bilang kalau saya berbicara cuma sebatas ketertarikan saya sama sains sambil mereview novel sains-fiksi. Biar bagaimanapun label sains-fiksi memang membiarkan kita berkelakar soal fiksinya. Tapi dengan konsep sains adalah bagian dari genrenya, maka teorema sains harus tetap dicocokkan dan dinarasikan dengan baik.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Maryam Qonita.
39 reviews6 followers
May 29, 2021
Sangat jarang penulis Indonesia yang berani menggarap genre fiksi ilmiah, dan itu adalah salah satu alasan kenapa saya memutuskan untuk membaca buku ini. Saya salut dengan Mashuri karena berani membahas tema yang langka.

Saya tidak jago fisika, namun saya juga sedang menulis novel fiksi ilmiah. Jadi saya sempat membaca beberapa teori fisika yang Mashuri tuliskan, seperti multidimensi (dimensi nol adalah titik, dimensi satu adalah garis, dsb). Meski saya tidak tahu bagaimana implementasinya untuk mengakses dimensi-dimensi yang lebih tinggi, seperti dimensi 5 dan 6. Kalau para PhD professor mungkin bilang, we know nothing that's why we are so excited about it.

Terlepas dari itu, sebagian besar kritik dari saya adalah terkait novel ini sebagai karya sastra.

Kurangnya riset dan backstory dari karakter

Saya bingung, apa sih yang membuat Ilyas dipandang begitu hebat dan terkenal di Indonesia? Dia lulus summa cum laude, sidang penelitiannya juga mengesankan para profesor, dan dia mahasiswa terbaik. Namun saya rasa itu semua tidak cukup untuk menjadikannya terkenal. Saking terkenalnya Ilyas hingga dia lulus saja masuk berita. Selain itu, beritanya mungkin dipakai untuk pengalihan isu korupsi.

Saya alumni S2 di kota New York (NYU). Dua semester terakhir saya mendapat A di semua mata pelajaran & lulus magna cum laude. Padahal saya biasa2 saja. Setahu saya, lulus cum laude menjadi kewajiban di beberapa jurusan kampus ternama. Nilai dibawah B+ artinya mengulang mata pelajaran dan summa cum laude bukan lagi hal yang istimewa. Saya merasa banyak mahasiswa di Columbia Univ memiliki prestasi tinggi dan IPK bagus, tapi mereka tidak terkenal.

Ilyas yang populer dari awal akan lebih meyakinkan kalau dia sudah menciptakan banyak groundbreaking innovation yang sudah terasa pada masyarat banyak. Kalau di drama Korea Sisyphus The Myth, tokoh utama laki-lakinya adalah pendiri perusahaan teknologi. Atau karena Ilyas masih mahasiswa, dia bisa telah mempublikasi banyak penelitian di jurnal ilmiah. Sayangnya tidak dituliskan seperti itu. Itu pun, hasil penelitian selalu perlu dikaji dan dikritisi oleh para peneliti lain.

Saya paling banyak mengkritik Ilyas karena saya seharusnya bisa relate sebagai lulusan Amerika. Tapi tidak hehe. Selain itu minim juga backstory dari karakter yang lain, seperti Alisa. Bagaimana Ilyas dan Alisa saling jatuh cinta, apa yang menjadikan Alisa begitu berharga bagi Ilyas dan lain sebagainya? Semua karakter-karakter ini seperti tempelan dan alat plot. Bukan bagian dari cerita itu sendiri.

Penulis perlu mampu membedakan dan menyeimbangkan antara plot dan cerita

Plot is physical. Story is emotional.
Plot is your protagonist’s physical journey.
Story is your protagonist’s emotional journey.
Plot = action.
Story = reaction.


Karena plot adalah aksi, cerita adalah reaksi. Jadi banyak penulis umumnya menggunakan plot sebagai alat untuk menyetir emosi pembacanya. Namun sayangnya, Mashuri terbalik dalam hal ini. Mashuri menggunakan emosi menjadi alat untuk menciptakan plot.

Sebagai contoh, banyak dari penumpang pesawat yang merasa sedih karena kehilangan keluarga mereka. Namun bagian emosi dari para penumpang ini mendapatkan porsi sangat sedikit, hanya dua tiga halaman mungkin. Setelah itu, Ilyas memutuskan akan menciptakan mesin waktu kembali ke tahun 2015. Lalu 75% dari novel ini fokus kepada teori dan prosedur bagaimana Ilyas dkk menciptakan wormhole. Pada akhirnya, pembaca lebih banyak membaca teori dan prosedur ilmiah dibandingkan cerita yang mengundang emosi. Meski saya menyukai fiksi ilmiah, bagian-bagian teori ini banyak saya skip karena terlalu banyak dan in my opinion, tidak perlu. Pendekatannya juga agak sulit dipahami masyarakat awam.

The biggest plot hole in my opinion

Disini saya jujur kaget ketika Ilyas berkata bahwa dia ingin menciptakan wormhole agar bisa kembali ke tahun 2015, karena saya tidak melihat ada urgensinya. Ujug-ujug dia membuat keputusan seperti itu. Anehnya semua penumpang pesawat setuju, semua terkesima, semua tepuk tangan. Padahal itu artinya mereka mengambil risiko yang berbahya, membahayakan nyawa mereka sendiri. Dua tiga penumpang ditanyai, mereka setuju karena mereka semua kehilangan anggota keluarga secara fisik atau mental. Tapi itu tidak menggeneralisasi ratusan penumpang memiliki kasus yang sama. Lalu semua orang di dunia setuju, NASA, dan pemerintah Indonesia. I mean, seriously? Padahal bisa berbahaya, karena bisa mengubah masa depan dunia.

Contoh selain itu, ada penumpang yang bilang bahwa cucu-cucunya sudah punya anak. Emangnya dia gak bahagia melihat cicit-cicitnya di masa depan? Atau kenapa cucu dan anak-anaknya gak mencegah si penumpang agar tidak kembali ke 2015? Karena kalau orang tua mereka kembali, semua skenario bisa berubah. Mereka bisa nikahin orang yang berbeda, atau melakukan hubungan seks dengan pasangan di waktu yang berbeda. Terus mereka yang tadinya punya anak A, malah jadi punya anak B. Emangnya gak sedih?

Pergantian antara adegan yang cepat dan minim konflik

Sebenarnya ini merujuk ke yang sebelumnya sih, bahwa karena penulis ingin fokus pada penjabaran teori dan prosedural ilmiah, banyak sekali yang dikorbankan. Seperti saat Ilyas meminta tolong untuk mengumpulkan seluruh penumpang pesawat dalam satu ruangan konferensi, lalu di hari yang sama, semua penumpang sudah terkumpul. Literally, di hari yang sama. I was like, what? Padahal mereka seharusnya gak tinggal di satu daerah yang sama di satu negara Indonesia. Perpindahan antara adegannya sangat cepat.

Rujukan-rujukan yang tidak ilmiah

Disini beberapa tokoh sering merujuk pada karya novel atau film fiksi ilmiah, seperti Supernova atau Inception. Lalu mereka menginterpretasikan apa yang sedang terjadi pada Ilyas berdasarkan film-film tersebut. Lalu Ilyas mengiyakan. Padahal seharusnya, seorang lulusan terbaik lembaga akademik lebih banyak merujuk kepada karya-karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dialog dan narasi yang cheesy

Beberapa dialog yang harusnya fokus berbicara fisika, malah dikaitkan dengan emosi yang jadinya cringey. Kayak misalnya lagi diskusi tentang massa benda, tiba-tiba Alisa berkata, "Kalau massa untuk menggambarkan 'aku cinta kamu' itu ada nggak?" sambil terkikik.

Atau ada adegan yang harusnya mengedapankan pada emosi, malah dikaitkan dengan fisika. Jadinya lucu. Saat Ilyas bilang "Kami seorang lelaki manusia biasa. Punya perasaan bahkan hingga dalam proton dan neutron kami. Dan ya artinya, aku bisa kangen kamu." Padahal adegan ini harusnya emosional banget sih, cukup bilang kalau dia kangen. Tapi selalu dia kaitkan dengan proton, neutron, elektron, tarikan gaya, dsb haha.

Ilyas kayak jadi tukang gombal. Kapanpun dan dimanapun.

Kesalahan-kesalahan minor lainnya

Sebagai contoh, di awal dituliskan usia Ilyas saat lulus dari Columbia University adalah 21 tahun. Namun di tahun 2040, saat memberikan pidato setelah Alisa, dia berkata usianya adalah 20 tahun. Ini minor banget sih, tapi ini basic banget dan berpotensi bikin bingung pembaca. Dan lain sebagainya. Editornya kayak emang gak teliti juga sih.

Last words from me
Anyway, mohon maaf kalau panjang banget. Karena ini fiksi ilmiah dan saya sangat menyenangi karya-karya bergenre ini. Jadi kritiknya juga panjang. Pohon ditendang karena banyak buahnya :)

Sebenarnya tadi mau saya kasih bintang dua dari segi karya sastra. Tapi karena saya ngerasa cukup banyak riset tentang teori-teori fisika (meski saya juga gak jago dan belum tahu implementasinya bagaimana), saya menambahkan satu bintang lagi. Saya sedang menulis novel fiksi ilmiah, dan menulis genre yang satu ini wonderfully annoying! Harus menguras pikiran banget haha. Good job for Mashuri!
Profile Image for Adhella Subalie.
41 reviews
February 4, 2022
I really don't know where to start this review, but here we go.

Saya mendengar tentang buku ini langsung dari penulisnya sendiri, lewat akun social media-nya yang muncul di feed saya. Melihat premis yang menarik dan fakta bahwa ada penulis Indonesia yang menerbitkan literatur bergenre fiksi ilmiah, I was sold right away. Great marketing btw!

Dengan judul Destination: Jakarta 2040, saya langsung bertanya-tanya bagaimana penulis membuat latar tempat di masa depan untuk Jakarta, dan bagaimana penulis mengikutsertakan elemen ilmiah untuk memberikan penjelasan terhadap kejadian yang menimpa main character kita, Ilyas.
Namun antusiasme saya secara eksponensial menurun seiring saya membaca novel ini.

1. Cerita
Secara garis besar, premis yang diberikan sangat menarik. Sebuah pesawat yang berangkat dari New York pada tahun 2015 tiba-tiba mendarat pada tahun 2040. Sebagai salah satu penumpang dengan latar belakang astrofisika, Ilyas menjadi pemain inti dalam penelitian atas apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk memecahkan misteri ilimiah ini. Cerita tidak memiliki konflik yang konkrit selain sedikit pertikaian yang kurang jelas antara Ilyas dan Alisa (yang di saat terjadinya konflik ini sudah berusia 40 tahun, dan harusnya memiliki lebih banyak keterampilan komunikasi untuk menyelesaikan masalah seperti ini). Motivasi untuk membangun portal kembali ke 2015, sekedar untuk membantu para penumpang pesawat kembali juga tidak masuk akal melihat banyaknya biaya yang harus digunakan untuk projek seperti ini. Cerita terasa 1-dimensional dengan banyaknya faktor yang diabaikan seperti kondisi politik antar negara pada tahun 2040, motivasi tiap organisasi yang terlibat dalam projek (atau mungkin organisasi yang baru dari Indonesia), dan juga motivasi dibalik semua hal yang terjadi dibalik kejadian ini. Banyak pula elemen masa depan yang tidak dimanfaatkan dengan maksimal oleh penulis selain beberapa pembahasan seperti kereta hyperloop dan Dufan yang sekarang sudah menyerupai Disney Land.

2. Karakter
Ini mungkin merupakan hal yang paling menggangu saya sepanjang jalannya cerita. Seperti plotnya, semua karakter pada buku ini sangat 1-dimensional. Ilyas yang notabene adalah seorang ilmuan genius lulusan Columbia (saking geniusnya sehingga mendapat julukan "Jupiter of The Equator" oleh salah satu dosen ternama pada saat itu, yang alasannya tidak pernah diceritakan) tidak pernah menunjukkan karakteristik seorang ilmuan. Sesampainya di 2040, Ilyas tidak pernah sekalipun tertarik untuk mencari tahu apa saja yang sudah berubah di tahun ini, termasuk perkembangan ilmiah apa saja yang sudah terjadi. Semua keputusan ilmiah yang dibuatnya tidak melalui metode ilmiah atau proses konfirmasi apapun, dan nampaknya semua karakter pada buku ini juga selalu langsung mentah-mentah menerima masukan tidak berdasar dari Ilyas, dan memulai projek besar berdasarkan usulan mentah tersebut. Sepanjang novel, Ilyas juga sering mengeluarkan emosi yang kurang dapat dimengerti asalnya darimana. Penulis berusaha keras memberitahu pembaca bahwa Ilyas adalah seorang genius, namun tidak ada satupun kelakukannya yang menujukkan hal tersebut.
Selain Ilyas, karakter lain nampaknya juga tidak memiliki ciri khas apapun yang dapat membedakan antara karakter satu dan lainnya. Dialog antar karakter terasa hambar dan tidak alami. Motivasi tiap karakter juga hampir tidak ada atau tidak konsisten, sehingga emosi yang terkadang muncul tidak dapat diidentifikasi penyebabnya. Hubungan antar karakter pun juga mengalami nasib yang sama.

3. Kurangnya Riset
Banyak sekali fakta ilmiah yang dipakai untuk menulis buku ini digunakan dengan tidak akurat atau kurang tepat. Rasanya seperti membaca laporan kumpulan video Youtube mengenai sains populer (blakhole, wormhole, dan kawan-kawannya) tanpa adanya pengetahuan hubungan fundamental antar teori, sehingga penyebutan pengetahuan pada novel ini dirasa sangat arbitrary. Pada genre fiksi ilmiah, sains di dalam genre tersebut masih bisa dibilang 'fiksi' dan sangat diwajarkan apabila ada campuran fantasi pada ceritanya. Namun pengaplikasian teori fisika asli pada buku ini terasa dipaksa dan tidak tepat. (Contoh, gravitational lensing pada hal. 155 tidak akan mempengaruhi ukuran benda yang memiliki massa itu sendiri, namun massa yang sangat besar dari sebuah benda akan mempengaruhi space and time di sekitar benda yang akan membuat distorsi cahaya. Yang akan berubah adalah cahaya yang melewati lensa tersebut, bukan benda itu sendiri)

Selain fakta imiah dan pengaplikasiannya yang kurang tepat, sifat dari komunitas ilmuan di buku ini sangatlah jauh dari kenyataan. Tidak ada konfirmasi sederhana seperti fact check, riset, dan juga diskusi yang tidak banyak dalam menyelesaikan masalah dan melemparkan ide. Semua hanya berdasarkan ide Ilyas yang langsung diterima tanpa adanya penjelasan lebih lanjut,

4. Penulisan
Selain komplen tentang banyaknya kesalahan grammar (yang sesungguhnya tidak terlalu masalah apabila karakter berasal dari Indonesia, namun Ilyas dan teman-temannya adalah lulusan dari universitas New York!), penulisan dialog terasa kaku, tidak alami dan sering terasa tidak ada tujuan. Penjelasan latar waktu juga terasa tidak smooth dan jelas sehingga seing kali saya harus membaca ulang paragraf karena informasi pergantian latar waktu dan tempat sering terlewat.

Overall, I'm really disappointed in this novel karena mungkin ekspektasi saya sangat tinggi. But Mashuri, keep writing novels! Jarang sekali ada literatur fiksi ilmiah di Indonesia, and I think with the success of this book's sales, you will inspire younger generations untuk menulis something similar. I, myself is quite inspired to write a science fiction book myself hehe. I think you already have the vast imagination sebagai fondasi, dan banyak kalimat pada buku ini yang sangat saya suka seperti:
"ALISA! I love you from the very first hydrogen atom was created until the last black hole evaporates,"


Cheers and good luck with your next book!
Profile Image for Laven.
340 reviews14 followers
August 30, 2022
Sepertinya ekspektasiku untuk buku ini terlalu tinggi, ide yang ada dalam buku ini bagus. Namun eksekusinya kurang memuaskanku, alur yang ada terasa sangat cepat seperti diburu-buru. Aku bahkan kurang bisa merasakan rasa bingung dan sedih yang dimiliki oleh tokohnya, juga adaptasi yang harus dilakukan oleh tokohnya karena lompatan waktu tidak terasa. Aku hanya mendapatkan fisika tiga tahun selama masa sekolahku, tapi teori yang disajikan terlalu banyak dan penjelasannya masih sukar kumengerti selayaknya membaca textbook sekolah. Selain itu, terlalu banyak bahasa inggris yang digunakan. Bagiku sendiri lebih baik hal ini diminimalisir penggunaannya meski ada tokoh yang dari Amerika. Dialog antar tokoh masih terasa kaku, emosi tokohnya seakan tidak tergambarkan dari dialog yang ada.

Kak Mashuri . terus menulis novel dan berkarya ya, aku senang sekali menemukan novel ilmiah karya anak bangsa.
Profile Image for lala.
87 reviews6 followers
June 29, 2022
spoilers below, I won't tick the hide review because I want people to read this review before buying this book.

I almost never write a bad review, but I had a high expectation on this book after seeing it hyped up on TikTok. I actually went to gr*media only for this book. Let's see. The premise itself isn't bad, although the basic premise is the same as the tv series 'Manifest'. From the first few pages I've already had my doubts because AFAIK there's no program specifically in Astrophysics in Columbia Uni. But it's a technicality I'm willing to let go. The author latter often mixes up Astrophysics and Cosmology a lot. Although Cosmology is a sub-field of Astrophysics, it's weird for the author to constantly mix the two things up. So the base premise is that a plane which the main character, Ilyas, board is transferred from 2015 to 2040. After the plane landed, Ilyas went home and the subsequent day he was called in a meeting with organizations such as NASA, CERN, etc. in INDONESIA. Since the plane originally flew from New York, it makes *some* sense that NASA is there, but CERN??? also in the same meeting Ilyas is regarded highly because he's such a big deal back in Columbia, even called "the greatest man in Asia", has he published a paper or make direct contribution to Astrophysics whilst doing his Bachelor to make him such an important person in the meeting? The author does not provide an explanation. Also, the meeting participants chant "SCIENCE! SCIENCE!" after Ilyas declared that they should make effort to bring the plane back to 2015. If it isn't cringy, idk what is. So there's an international joint effort to do so, but it's based in Indonesia, and the team consists of Ilyas, his girlfriend who becomes a cosmologist because she wants Ilyas back so bad after learning the plane has gone missing back in 2015, and a graduate student David from Columbia University. This effort to bring everyone back to 2015 concerns a lot of passengers who the author doesn't delve into save from a random person Ilyas met. And y'all want to know the solution to bring back the plane to 2015 is?? it's a spinning ring that somehow creates a wormhole to travel time with. Also Ilyas and his girlfriend who's in her 40s in 2040 is still dating?? like?? that's weird?? At the end of the day, the spinning ring is built in a matter of months which is so unrealistic. The book also has some inconsistency, for example, Ilyas once boarded a hyperloop train to get to places, but then drive cars in other scene, and there seem to be no technological advancements even though the world has gone by for 25 years.

and the plot twist. As it turns out the whole thing was some sort of pocket universe that Ilyas' grandchildren creates as per Ilyas' instruction. I particularly dislike this kind of plot twist, because it's just an easy way out??

I read this book last year and I forgot a lot of technical details but the science doesn't makes sense at all. Kudos for the author to popularize science fiction book in Indonesia, but I hope he would've done his research better.
Profile Image for ~ Dra.
120 reviews3 followers
October 13, 2023
Mungkin sebagian orang ada yang memiliki keinginan untuk menjadi time-traveler dan melintas ke masa depan untuk sekadar mencari tahu keadaan masa depan atau ingin melihat kecanggihan teknologi yang terdapat di masa depan. Tapi bagaimana jika kita terpaksa menjadi time-traveler dan secara tidak sengaja datang ke masa depan? Destination: Jakarta 2040 merupakan sebuah rujukan yang tepat dalam menggambarkan nasib seseorang yang terdampar di masa depan.

Melalui novel ini, kita akan dibawa ke sebuah perjalanan waktu yang dirasakan oleh Raden Ilyas Aditya. Seorang pemuda berusia 2o tahun yang secara tidak sengaja datang ke tahun 2040 meski seharusnya ia berada di tahun 2015. Yah, sekitar 25 tahun dari masa di mana ia seharusnya berada. Ibaratnya seperti orang yang tersasar di suatu tempat, Ilyas cukup merasa kebingungan saat pertama kali sampai di tahun 2040. Ia tidak pernah menyangka penerbangan yang seharusnya membawa kembali dirinya dari Amerika ke Indonesia untuk menemui ibu dan keluarganya akan pupus begitu saja. Dan tak ayal, 25 tahun perbedaan waktu telah membawa perubahan yang sangat besar dan sedihnya sosok yang ia rindukan sudah tak dapat ia temui.

Dalam novel ini akan digambarkan nasib Ilyas dan seluruh penumpang pesawat yang menjadi korban dari sebuah misteri ruang dan waktu. Di novel ini juga, kita akan menyaksikan perjuangan Ilyas dan rekan ilmuwan di tahun 2040 dalam memecahkan misteri ruang dan waktu yang sedang mereka hadapi sebagai upaya untuk kembali ke tahun di mana seharusnya ia berada. Berbagai tantangan tentunya datang, namun apakah Ilyas dan ilmuwan-ilmuwan tersebut dapat memecahkan misteri ini? Temukan jawabannya segera.
Profile Image for Hasita Visakha.
147 reviews
March 26, 2021
Ini buku yang bagus. Ide yang unik, dengan alur yang cepet dan nggak bertele-tele. Teori fisika yang menjadi tonggak buku ini, nggak perlu diragukan lagi soal penulisnya.

Mesin waktu adalah tema favorit gw dari dulu dan nemuin buku ini bener2 bikin penasaran. Tapi jujur aja setelah baca, ini buku rasanya flat gitu. Emangg bener segala cara yang penulis sampaikan untuk membuat spacet cloud agar Ilyas dan kawan-kawan bisa balik ke 2015 itu keren. Gw nggak kebayang betapa ribetnya nyusun itu semua dan dijadikan alur cerita. Itu yang paling gw apresiasi.

Buku ini emang bagus tapi masih kasar. Entah kenapa dalam penulisannya masih kurang halus buat gw. Dialog antar tokoh di sini nggak ada feel sama sekali. First imp Ilyas waktu dateng ke 2040 juga nggak kaget2 amat. Mungkin pengaruh alurnya yang cepet buat ngejar pembuatan spacet cloud tadi.

Bisa dibilang buku ini kurang emosional. Andai penulis memberikan ruang lebih sedikit untuk membangun ikatan emosi di antara Ilyas dan Putri atau Alisa. Karena rasanya Putri di sana cuma tempelan aja.

Tapi tetap buku ini sangat worth it untuk dibacaa. Apalagi buat yang suka fantasi dan teori2.
Profile Image for karlina.
69 reviews1 follower
August 7, 2021
Awal liat buku ini langsung dari tiktok penulisnya hehehe. Tertarik dan penasaran banget sama konsepnya yaitu time travel bayangin Jakarta pada tahun 2040! Langsung deh, cus ke gramedia buat beli bukunya.

My rating: 4/ 5 stars

(+) Konsep cerita yang sangat menarik! Entah, jadi kepikiran berapa lama penulis memikirkan jalan cerita dan konsep yang ada sama melakukan risetnya tentang konsep waktu ini. Jujur aku ga terlalu suka sama yang namanya fisika (plis ini pelajaran yg paling ku benci selama sekolah :)).
(+) Pembawaan penulis tentang ilmu fisika ini ringkas, padat dan jelas bagi pembaca yang tidak terlalu menyukai fisika bisa memahaminya lebih mudah
(+) Penulisan dan plot yang menarik bisa membuat pembaca buku ini juga terbawa ke dalam ceritanya. Plotnya bikin enjoy dan penasaran terus dari awal sampe akhirnya buku ini selesai.

(-) Aku sebagai pembaca yang suka banget buku yang character driven ada beberapa adegan yang menurutku mungkin kurang menampilkan perasaan/ emosi pribadi karakternya. Contohnya, waktu Ilyas yang sampai di tahun 2040 yang terlihat seperti tidak begitu kaget. Itu aja sih sebenernya.

But, overall ini buku sci-fi Indonesia pertama yang ku baca, dan menurutku ini penyampaiannya sudah sangat baik! Semoga semakin banyak yang membaca buku ini dan menikmatinya! Gamau terlalu banyak nulis karna takut jadi spoiler..
Profile Image for aeri.
102 reviews1 follower
June 17, 2021
Menceritakan tentang Ilyas yang semula ingin terbang dari New York menuju Jakarta namun mengalami perjalanan waktu ke tahun 2040. Hal ini tentunya sangat mengejutkan.

Ilyas dan beberapa orang membantunya menciptakan wormhole yang nantinya bisa mengembalikan mereka ke tahun semula, yaitu tahun 2015. Banyak teori dan hukum fisika dan astronomi yang dibahas demi menciptakan wormhole ini.

Buku ini betul-betul canggih dan futuristik. Hal itulah yang mendorong aku untuk membaca buku ini. Menurutku pribadi, buku ini cukup mudah dipahami oleh orang awam yang kurang mengerti tentang fisika maupun astronomi. Penggambaran tentang situasi di masa depan cukup rinci dan mengajakku untuk membayangkan bagaimana canggihnya masa itu.

100 halaman pertama sangat enjoy buat dibaca, tapi, makin ke akhir kok jalan ceritanya seperti terburu-buru. Penulis terlalu ambisius dalam menyelesaikan buku ini. Hubungan antar tokoh pun kurang mendalam, sehingga kurang hidup. Percakapan antar tokoh sering gantung dan kurang jelas arahnya mau ke mana. Penggambaran tokohnya masih kurang rinci. Entah kenapa, aku kurang bisa mencerna pendeskripsian situasi saat awal dari setiap babnya, keren sih tapi kurang ngena rasanya.

But overall, sebagai "anak sulung" buku ini bisa dibilang bagus dan boleh banget untuk coba dibaca. Happy reading!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Arvia Maharhani.
231 reviews29 followers
May 19, 2021
Rate: 3,8

Ide ceritanya oke banget menurutku! Pas baca prolog juga udah bikin penasaran, ditambah sisipan ilmu fisikanya yang lumayan padat yang ditulis dengan indah. Buat orang yang gak suka fisika kayak aku, ilmunya tetep masuk sedikit-sedikit kok karena lumayan ringan penjelasannya HAHA Epilognya juga puas banget buatku.

Tapi sayang, menurutku alurnya terlalu cepat dan gak ada emosi yang mendalam antar tokohnya jadi aku sebagai pembaca yaa bacanya gitu aja. Gak sampe kebawa emosi atau merasakan emosi tokohnya. Paling cuma sama-sama merasakan bingung kayak Ilyas. Terus, tokoh Anton di sini aku kira bakal jadi tokoh yang penting juga, ternyata ya sekilas aja. Sayang banget karena di awal ceritanya udah enak.

Satu lagi yang disayangkan, yaitu penempatan Endnote di akhir buku. Buat pembaca digital kayak aku, kayaknya ribet kalo harus bolak balik ke akhir halaman buat lihat Endnotenya, jadi ya trabas aja baca tanpa tau itu arti katanya apa :') kayaknya lebih enak kalo Endnotenya ditaruh di bawah halaman.

Daaan akhir kata, buat kalian yang suka sama Sci-Fi atau ilmu fisika, coba baca buku ini! Cukup memuaskan untuk buku Sci-Fi lokal!
1 review
July 22, 2024
seru di awal,rusak di akhir,pernah baca versi webtoon nya tapi kayanya ending nya ga kaya gini,ending yang ini maksain banget,mau bikin plot twist tapi kejauhan,dari yang asal nya berbau sains malah sains halu tingkat tinggi,padahal cerita masih bisa diperluas dan karakter bisa diperkuat
1 review
March 23, 2021
One of my fav sci-fi books! Sangat senang menemukan buku sci-fi dengan 262 halaman yang sangat baik! Alurnya cepat, tidak bertele-tele, ceritanya padat dan sangat jelas. Walaupun saya pribadi tidak mengerti tentang teori-teori fisika, tapi DJ2040 berhasil mengemas buku ini secara ringan dan mudah dimengerti. DJ2040 juga berhasil membuat saya merasakan semua senang, sedih, pusing, kaget, bahkan kekhawatiran yang dirasakan oleh para tokoh di dalamnya. I think this invention should be celebrate, Eureka!

ps. i've finished DJ2040 for only 4 hours because the plot make me drowning to Ilyas's destiny
Profile Image for Melovelit.
4 reviews
September 22, 2025
I really, REALLY want to read and finish this book since time travel themed fiction is so rare, especially in Indonesia, tapi paragraf pertama bukunya:

> Kehidupan seorang lelaki diciptakan ketika reseptor trakea menerima rambatan dari getaran gelombang udara dengan frekuensi yang tinggi dan melengking. Tangannya yang dipicu oleh hentakan aliran impuls di neuron-neuron meraih salah satu tombol untuk mematikan asal suara jam beker. Gerakan tubuh yang bergesek dengan selimut menciptakan kehangatan energi thermal ketika hukum termodinamika didominasi aliran dari pendingin ruangan yang berada di salah satu sudut langit-langit kamar.

I'm not even gonna comment about the writing since I'm not a professional in that field, BUT I have a LOT of things to talk about the inaccuracy of this paragraph only.

1. Trakea sama sekali ga punya reseptor untuk menerima getaran gelombang udara. Trakea punya reseptor mekanik&kimia untuk refleks batuk, mendeteksi partikel asing, dll. BUKAN reseptor suara. Suara/getaran udara ditangkap oleh telinga bagian dalam(KOKLEA, bukan TRAKEA).

2. Ungkapan “hukum termodinamika didominasi oleh pendingin ruangan” kurang tepat. Hukum termodinamika tidak bisa didominasi, melainkan selalu berlaku. Yang terjadi adalah aliran panas tubuh dipengaruhi oleh udara dingin dari pendingin ruangan.

Ini adalah salah dua hal yang paling mengganggu saya. Baru bagian awal saja sudah lumayan ngawur, jadi seolah-olah seperti anak SMP yang ingin terdengar pintar. Jujur sedikit cringe untuk membacanya.

I decided to continue to read it because I have faith that it is as good as the online reviews, but I got so disappointed because it just got worse... The grammar is just so wrong–now, I know that irl people don't really care about grammar as long as they understand each other's sentences, but even I as a native English speaker has to triple read what he said to understand what it meant. And it doesn't sound like a character that has lived in an English-based country for at least 3 years to study. The character is also very childish and there's so much writing inconsistency in this book, but I'm not gonna point at anything since I'm not a professional in this field. These points are the reasons why i think this book feels like 'asal jadi' and 'editor nonexistent'.
Profile Image for hana.
8 reviews
February 15, 2022
I read this book because it was suggested by someone on social media. Okay, in my opinion, this book only briefly describes the main character who gets lost in another life. and the ending of this story is really WOW (can't explain in words✌🏻)
Profile Image for Tsunn.
235 reviews6 followers
September 27, 2023
Buku ini sempet ramai banget diperbincangkan di kalangan pembaca sekitar satu atau dua tahun lalu dan baru sekarang kesampaian buat bacana. Menurut gua pribadi ini buku yang dikemas cukup menarik dan menurut pembaca awam prihal logika dan fisika, buku ini masih bisa gua nikmati tanpa perlu berkerut-kerut kening.
Profile Image for keen.
37 reviews2 followers
April 1, 2022
Idk harus gmn reviewnya. Tapi buat karakter nggak terlalu banyak yg menonjol/perubahan aaarrgrhrh greget, trs juga endingnya serius kayak gitu???? Nggak nyangka jujurr🥲🥲

Ya walau agak kurang memuaskan tetep ada informasi yg bisa diambil dari buku ini kok👍
Profile Image for Nadia Wijayanti.
14 reviews17 followers
September 15, 2021
Wah, aku bingung mau mulai dari mana 😅 aku memutuskan untuk membaca buku ini di Gramedia Digital karena tertarik dengan sinopsisnya. Jarang-jarang kan ada buku dari penulis Indonesia yang ber-genre sci-fi. Mungkin ekspektasiku terlalu tinggi karena aku sudah kecewa bahkan di bab pertama 😥

Hal yang paling putting me off adalah grammar mistakes-nya. Hampir semua dialog berbahasa Inggris memiliki kesalahan grammar, bahkan grammar yang paling sepele. Misal, halaman 104:
"You we're right! Who is he?" tanya David.

Mind you, karakter David itu orang Amerika 😅 Maaf kalau aku jadi grammar nazi, tapi menurutku ini fatal banget, terutama juga karena si karakter utama supposed to be lulusan terbaik jurusan Astrofisika di Columbia University, US. Sayangnya hal ini tidak tercerminkan di cara dia berbicara.

Speaking of which, menurutku interaksi antar karakternya juga agak kekanak-kanakan. Aku kurang bisa merasakan intelegensi para ilmuwan (yang seharusnya paling top sedunia) dari cara mereka bicara dan bertindak. Contoh yang paling buat aku cringe, halaman 218:
"HOY!!!"
"ANJ—-!"
David dan Alisa mengagetkanku. Padahal, aku sedang memperhatikan orang-orang yang menatapku dengan tatapan tajam. Seolah-olah mereka membenciku.

Yah, begitulah.

Secara plot menurutku juga cukup mainstream; plot utamanya adalah ketika pesawat yang ditumpangi Ilyas pada tahun 2015 masuk ke wormhole dan mengalami distorsi waktu hingga tiba 25 tahun di masa depan, yaitu tahun 2040, kemudian Ilyas bertemu dengan "they"/"mereka" yang seolah menjadi dalang segala keanehan ini. Jujur, aku hampir DNF buku ini, tapi aku tahan-tahan karena ingin membaca plot twist yang katanya ada di akhir buku. Ternyata plot twist-nya lumayan juga, meskipun aku agak bingung.
1 review
March 27, 2021
"Sains merupakan proses yang terus berlangsung. Tidak ada satu kebenaran pamungkas untuk diraih, yang setelahnya semua ilmuwan bisa berhenti bekerja. Dan karena itulah dunia jadi lebih menarik, bagi para ilmuwan maupun bagi jutaan manusia di setiap negara yang, meskipun bukan ilmuwan profesional, sangat tertarik dengan metode dan penemuan sains" - Carl Sagan, Kosmos

Kalimat diatas sangat menunjukkan seorang Raden Ilyas Aditya yang mempunyai ambisi untuk melihat dunia dengan kacamata sains. Dengan kacamata Sainsnya, disini saya melihat karakter Raden Ilyas seakan-akan ingin membuktikan hukum-hukum alam secara konkret, tidak peduli se-abstrak apapun itu, seperti halnya ruang dan waktu. Referensi-referensi dalam karya novel yang ditulis oleh teman saya, Mashuri, sangat menarik dan diterapkan langsung dalam novel ini. Cerita yang mempunyai suasana senang, sedih, kesal, semua dibungkus secara maksimal! Saya sebagai pembaca bisa merasakan suasana yang terlampir dalam novel ini. Debut dari Mashuri, Secara keseluruhan, novel ini sangat menarik dan sangat tidak terduga-duga. Saya tunggu karya-karya selanjutnya!!
Profile Image for annida.
71 reviews4 followers
April 19, 2021
Secara plot bagus, kaget karena ternyata ini cerita dari wattpad ya tapi ga cringe asli. Jarang juga baca sci-fi local dan ini baguus. Ada beberapa foreshadow akhirnya juga kalau aku perhatiin. Aku lowkey berharap ada deklarasi yang ada di tahun 2023(?) di bukunya hehe. Bahasanya kadang agak ribet, tapi understandable karena si Ilyas kan emang orang jenius yak HAHA.

Terus kenapa bintang 4?

Jujur kurang nyaman sama bahasanya yang inggris campur Indonesia, padahal latarnya ada yang emang di Amerika ada yang di Jakarta. Kadang pake bahasa inggris kayak buat sambutan pidato, tapi isinya bahasa Indonesia. Terus perwakilan dari luar negeri ngomongnya pake bahasa Indonesia. Berasa bahasa internasional itu bahasa Jaksel:( itu aja sih kekurangannya, tapi buat buku pertama ini udah bagus sih.
1 review
April 1, 2021
buku sci-fic pertama yang ku suka bangett!! jalan cerita yang ga ngebosenin malah bikin penasaran buat next chapter ditambah sama love story ilyas sama alyssa yang uwu versi orang cerdas jdi bikin nambah penasaran sama next chapternya,oiya jalan cerita yang ga gampang ditebak juga itu jdi salah satu yang bikin buku ini sangat menarik. very recommended for all of u guys!!
Profile Image for lilian.
8 reviews
September 12, 2025
Keren. Science-Fiction tapi menggunakan bahasa yang gampang dicerna buat orang orang yang ngga begitu terbiasa dengan istilah ilmiah. Sampe sekarang masih takjub karena plot nya juga keren.
Profile Image for Taufiq Candra.
49 reviews4 followers
August 6, 2021
Mungkin sebagian orang ada yang memiliki keinginan untuk menjadi time-traveler dan melintas ke masa depan untuk sekadar mencari tahu keadaan masa depan atau ingin melihat kecanggihan teknologi yang terdapat di masa depan. Tapi bagaimana jika kita terpaksa menjadi time-traveler dan secara tidak sengaja datang ke masa depan? Destination: Jakarta 2040 merupakan sebuah rujukan yang tepat dalam menggambarkan nasib seseorang yang terdampar di masa depan.

Melalui novel ini, kita akan dibawa ke sebuah perjalanan waktu yang dirasakan oleh Raden Ilyas Aditya. Seorang pemuda berusia 2o tahun yang secara tidak sengaja datang ke tahun 2040 meski seharusnya ia berada di tahun 2015. Yah, sekitar 25 tahun dari masa di mana ia seharusnya berada. Ibaratnya seperti orang yang tersasar di suatu tempat, Ilyas cukup merasa kebingungan saat pertama kali sampai di tahun 2040. Ia tidak pernah menyangka penerbangan yang seharusnya membawa kembali dirinya dari Amerika ke Indonesia untuk menemui ibu dan keluarganya akan pupus begitu saja. Dan tak ayal, 25 tahun perbedaan waktu telah membawa perubahan yang sangat besar dan sedihnya sosok yang ia rindukan sudah tak dapat ia temui.

Dalam novel ini akan digambarkan nasib Ilyas dan seluruh penumpang pesawat yang menjadi korban dari sebuah misteri ruang dan waktu. Di novel ini juga, kita akan menyaksikan perjuangan Ilyas dan rekan ilmuwan di tahun 2040 dalam memecahkan misteri ruang dan waktu yang sedang mereka hadapi sebagai upaya untuk kembali ke tahun di mana seharusnya ia berada. Berbagai tantangan tentunya datang, namun apakah Ilyas dan ilmuwan-ilmuwan tersebut dapat memecahkan misteri ini? Temukan jawabannya segera.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Indrie.
54 reviews5 followers
March 28, 2022
not really my cupbof tea :/ but the topic is sure interesting
Profile Image for wen.
88 reviews1 follower
May 15, 2021
I just...cant
Profile Image for Syifa.
14 reviews1 follower
June 4, 2021
I really didn’t have much expectation karena tahu awalnya buku ini dari Wattpad, biasanya penulis dari Wp adalah new writer jadi I didn’t think of it that much. I just saw the promo on Tiktok and thought it’d be an interesting read (Mashuri, you got me on Booktok!)

Premisnya menarik, ngingetin sama Buku Panduan Matematika Terapan. Dan time traveling juga salah satu tema sci-fi yang saya suka, biasanya sih sukanya kalo dystopian future tapi ini enggak ya, hahaha.

Ketika baca juga alurnya still kept me hooked, dan ketika di akhir cerita dan dapat plot twist terbesar, I was mindblown, more like didn’t expect it to turn out that way. Saya juga suka sama Alisa dan Ilyas, they just seemed like star-crossed lovers, my favorite trope.

Tapi ada beberapa hal yang kurang sreg buat saya, mungkin karena memang gak suka fisika jadi all the science inside just felt spacey-wacey for me, sometimes I gave up on understanding the concept of physics and just moved on for the sake of plot, sorry for my weak brain!!

Sebenernya ada juga hal yang terasa sangat gak realistis tapi saya selalu memegang prinsip kalo fiksi itu bebas, it’s the author’s world, walaupun begitu tetap ada unrealistic things in fiction that could be major turn off sih hahaha

Diksi dan beberapa analogi juga kurang pas buat saya, ada yang terkesan bertele-tele..

Maybe that’s all from me? For your debut, this is great and should keep you motivated to improve, keren di usia muda udah menulis, ngingetin saya jaman SMP juga kerjaannya bikin fanfic terus di FFn. hahaha.
1 review
March 15, 2021
Asliii keren bgt. Bener2 bikin mikir sii baca ni buku. Serunya itu karena alur ceritanya yg susah ditebak dan banyak teori2 fisika juga. Pokoknya recommended bgt buat dibaca!!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nida.
3 reviews2 followers
February 23, 2022
Finally, done! I honestly expected more since I love sci-fi. Plot holes are everywhere, the characters are too plain, and the dialogs .. i skip most of it, sorry! Honestly the storyline is already good but unfortunately isn't supported by a good world-building, making 2040 are just imaginary and I as reader can't feel how excited it is (supposed to be) world in the future. 1 star but bonus for the interesting twist at the end.
Displaying 1 - 30 of 80 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.