Buku ini, yang berisi 70 kolom Onghokham di majalah Tempo dari 1976-2002, merupakan refleksi seorang sejarwan atas pelbagai persoalan yang dihadapi Indonesia: dari mitos kekuasaan sampai peran preman (jago). Ditulis dengan bahasa yang sederhana, karya ini seolah menegaskan bahwa bangsa ini terutama penguasanya, tak pernah berhenti menakik peradaban usang, peradaban yang tidak membawa kita ke arah yang lebih baik. Anda, yang menaruh perhatian pada sejarah dan masa depan Indonesia, patut membaca buku ini.
Onghokham (Ong Hok Ham) adalah seorang sejarawan dan cendekiawan Indonesia. Ia sering menulis pada kolom sejarah di majalah Tempo. Kumpulan tulisannya di majalah ini selama tahun 1976-2001 diterbitkan pada tahun 2002 dengan judul Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang.
Sebagai sejarawan, Ong Hok Ham menulis banyak artikel mengenai kaum peranakan Tionghoa Indonesia. Lima belas dari puluhan artikelnya yang pernah diterbitkan Star Weekly kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa.
Ong Hok Ham juga merupakan mantan dosen di Universitas Indonesia. Disertasinya selesai ditulis tahun 1975 dengan judul The Residency of Madiun; Priyayi and Peasant in the Nineteenth Century dan gelar Doktor diraihnya dari Universitas Yale, Amerika Serikat. Buah pemikiran Ong diabadikan dalam wujud pusat pelajaran sejarah Ong Hok Ham Institute di Jakarta Timur. Ia pensiun dari Universitas Indonesia pada tahun 1989.
Ong Hok Ham meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 2007 karena stroke. Sebelumnya ia juga pernah terkena serangan stroke pada tahun 2001. Namun hal ini tidak mengganggu semangatnya untuk menulis, meskipun hanya dengan tangan kanannya.
Shout out to Kepo Buku dan Steven yang sudah merekomendasikan buku ini. Buku ini sebenarnya gak pernah masuk radar buku yang akan aku baca. Tapi karena di episode akhir tahun kepo buku merekomendasikan buku ini dan kebetulan aku juga baru cari bacaan non fiksi Indonesia. Beruntungnya buku ini tersedia di Gramedia Digital. Langsung deh aku download dan baca.
Buku ini berisi kumpulan esai dan artikel dari Ong Hok Ham yang pernah terbit di majalah tempo yang di susun sedimikian rupa sehingga terkelompok dalam tema-tema tertentu. Tentu karena latar belakang Ong Hok Ham adalah sejarawan. Tulisannya adalah seputar peristiwa dan fakta-fakta sejarah di masa lalu yang di hubungkan dengan kejadian kontemporer.
Buku ini memberi perspektif yang baru bagiku. Sebab pelajaran sejarah yang aku pelajari di sekolah dulu hanya berkisar pada siapa pemimpinnya, kapan mencapai masa kejayaan, kapan masa keruntuhan, silsilah para raja dan beberapa perang penting. Namun kehidupan rakyat dan dinamika yang terjadi di suatu masa sejarah tak pernah banyak di bahas. Buku ini memberikan banyak penjelasan mengenai dinamika yang terjadi di suatu masyarakat atau peradaban.
Bagian paling menarik buku ini ada pada Bab 1 mengenai konsep dan mitos kekuasaan. Bab ini menyadarkan ku bahwa alam pemikiran barat dan pemikiran yang ada di jawa saat itu benar-benar berbeda. Hal ini membuat aku lebih banyak belajar dekat dengan wacana dari luar tentu akan menganggap hal-hal yang terjadi pada peradaban jawa sebagai sesuatu yang tertinggal dan tidak masuk akal. Buku ini menyadarkan bahwa pemikiran masyarakat yang berbeda itulah yang menyebabkan dinamika tersebut terjadi.
Bahasan mengenai Korupsi,Birokrasi dan Negara Pejabat di Bab 2 membahas seluk beluk masalah penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang ternyata telah berlangsung lebih lama daripada yang aku kira.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk pelajar dan pembaca umum yang tertarik dengan sejarah. Kita bisa melihat bahwa memang sejarah tidak akan berulang sama persis, tapi pola-pola dari peristiwa di masa lalu pun masih dapat kita temukan di masa kini.
Yang menarik dari sejarah adalah bahwa mereka selalu relatable, dibaca kapanpun. Lewat 70 kolom Ong Hok Ham dari majalah Tempo dari 1976-2002 ini sering membawa saya pada perspektif baru, meski tema yg diusung sering dibahas. Buku ini semacam Catatan Pinggir ala Ong Hok Ham, yang ditulis dengan bahasa sederhana da ga sesnob GM, dan tanpa menggurui.
Tidak banyak sejarawan Indonesia yang punya energi cukup luar biasa untuk konsisten menulis di media massa seperti Ong. Buku ini hanya salah satu kumpulan tulisannya yang pernah terbit di Majalah TEMPO. Sisanya, bisa dicek pada buku-bukunya yang lain yang diambil dari tulisannya di Kompas hingga Star Weekly. Ong menyajikan penjelasan historis dengan amat sederhana dan mudah dipahami oleh awam, tanpa harus meninggalkan keilmiahan serta basis faktual dan material yang ia miliki, tentu saja.
Di luar hal tersebut, saya suka dengan cara Ong menjelaskan konsep kekuasaan di Jawa (Mataram), yang sulit untuk disangkal, kemudian diadopsi oleh para penguasa Indonesia dari zaman ke zaman. Selain soal pulung atau wahyu, penjelasan Ong soal transisi kekuasaan yang selalu diwarnai dengan darah juga terasa sekali terulang hingga kini. Ong juga membuat sejarah tidak kering dan membosankan dengan memberikan penjelasan historis terhadap hal-hal yang dianggap remeh, marjinal, atau bahkan sudah 'diterima apa adanya' oleh umum. Misal ketika ia mengulas akar mula perbanditan, bagaimana negara ini dikuasai preman dalam berbagai macam rupa, hingga para gelandangan yang ternyata mengakar dalam beberapa tradisi tempatan di Nusantara.
Kompilasi tulisan Ong Hok Ham yang diterbitkan oleh Tempo ini berisikan pandangan-pandangan kritis salah satu sejarawan nasional kita yang banyak dikutip kalangan sarjana sejarah. Sebagai judul buku, "Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang" merepresentasikan salah satu judul tulisan di dalam buku yakni "Wahyu yang Hilang, Keraton yang Guncang." Banyak hal yang dikritisi Ong, misalkan dalam tulisan di Bab I keberadaan mitos sebagai salah satu elemen esensial yang masih saja digunakan dalam perpolitikan dalam negeri. Misalkan: mitos Ratu Adil, Nyi Roro Kidul, dll.
Beberapa bagian juga menjelaskan mengenai "Revolusi" yang terjadi di berbagai belahan dunia, yang tentunya mengilhami keberadaan revolusi kemerdekaan Indonesia yang berjalan pada medio 1945-1949. Ong mencoba membuat perbandingan mengenai bagaimana revolusi seharusnya berjalan, apa kesuksesan dan sebaliknya apa kegagalan dari suatu bentuk revolusi yang dijalankan. Pengalaman di Revolusi Prancis, Revolusi Bolshevik, dan Revolusi Amerika memperkaya referensi mengenai perihal ini.
Selain itu di bagian lain, Ong juga memandang secara detail sejumlah pengulangan sejarah dalam masa kolonial Hindia-Belanda baik dari segi ekonomi, sosial-politik, dan pranata kebudayaan yang coba dibangun pada masa itu. Dan ternyata sejumlah anasir seperti tatanan ekonomi dengan monopoli, politik yang kental dengan despotisme oriental, sistem pemilihan umum yang berjalan di tingkat kepala desa/lurah, dan ketataprajaan sama seperti halnya pada era VOC maupun Hindia-Belanda.
Tentunya refleksi-refleksi sejarah ini menjadi sebuah pembelajaran yang baik bagi bangsa ini agar memandang sejarah tentunya lebih objektif. Sehingga tidak serta merta membenci penjajah secara emosional tanpa memberikan "terima kasih" pada sejumlah legasi yang saat ini menjadi pakem yang tentunya cocok dengan kondisi berbangsa dan bernegara era kini. Buku ini layak dibaca pada semua khalayak yang mencoba mendalami kembali sejarah kita dari bingkai ke bingkai.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan penulis yang pernah diterbitkan. Ada beberapa bahasan yang diulang, namun tetap menarik untuk disimak.
Buku ini juga menjadi buku pertama yang saya baca dengan tema sejarah. Selama ini, saya cukup tertarik dengan sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Tapi, buku ini membuka mata saya bahwa ada buku bacaan sejarah yang lebih menarik dan mengajak untuk lebih mengenal Indonesia dari segi yang lebih manusiawi, menurut saya.
Ada beberapa hal yang baru saya pahami dalam buku ini yang membuat saya semakin mengerti mengapa warna masyarakat Indonesia sebegini sulitnya untuk diajak berkembang bersama dan beredarnya stigma-stigma yang lahir sejak dulu, namun tidak pernah dicari kebenarannya sampai saat ini. Juga akhirnya saya memahami isu tentang kaum minoritas yang tampak mengelompokkan sesamanya sampai saat ini, yang ternyata juga warisan kompeni.
Akhirnya, saya pun menyimpulkan bahwa Indonesia begini karena masyarakatnya dari dulu begitu. Kalau masing-masing manusianya tidak ada tekad dan sikap untuk perubahan yang lebih baik, ya mau sampai kapanpun kita akan tetap seperti sekarang
This entire review has been hidden because of spoilers.
Buku ini berisi kumpulan essay yg ditulis oleh Ong Hok Ham, seorang sejarawan Indonesia, di majalah Tempo dan beberapa media lain dalam kurun waktu 1970an hingga 2002. Di sini Ong Hok Ham menjelaskan dengan bahasa yang sederhana tentang sejarah Indonesia.
Mungkin bagi kebanyakan dari kita yang belajar sejarah dari buku teks, sejarah Indonesia dimulai sejak Agustus 1945. Ternyata, menurut Ong Hok Ham, sejarah kita sudah dimulai sejak jaman Kerajaan Majapahit. Segala hal yang terjadi setelah masa itu sangat mempengaruhi karakteristik bangsa kita, hingga sekarang. Mulai dari birokrasi yg berbelit-belit hingga mental inlander.
Ong Hok Ham juga menjelaskan, mengapa Indonesia tidak berkembang menjadi negara seperti Singapura dan Malaysia, yang bekas jajahan Inggris.
Di beberapa bagian nampak bahasa yang digunakan, terkesan sinis. Tapi saya tetap setuju dengan segala argumentasinya.
Saya merasa sedikit menyesal tidak mengetahui lebih awal tentang buku ini. Andaikan saya membaca buku ini ketika sekolah dulu, mungkin saya akan lebih menikmati pelajaran Sejarah.
Kalau Anda pernah membaca Masalalu Selalu Aktual Jilid I dan II karya P. Swantoro, Anda pasti akan suka membaca buku ini. Kesamaannya adalah sama-sama berisi kumpulan tulisan dari sejarawan telah dimuat di media massa. Isinya tentu saja mengenai sejarah yang bersinggungan dengan teori-teori ekonomi dan sosial. Pun topik yang ditulis Ong Hok Ham bervariasi, mulai dari konsep wahyu dalam kekuasaan tradisional Jawa, penjajahan Belanda, hingga negara-negara Asia Tenggara. Bagi yang suka dengan bacaan ringan dan ingin mengetahui topik yang trending pada 1970-1990an, buku ini cocok untuk Anda.
I have often complained that my history knowledge on Indonesia works in a vacuum—as if there’s no story before Independence, and as if what happened before has no meaning in the building of this country.
I have especially been quite jealous of Japan (and perhaps even China), that has a long history of everything, and therefore can dissect how each of their times affect their lives today. I find that fascinating.
On top of that, another problem I typically have with “Indonesian History” is that it’s often written base-less, without much supporting data, and in a language that I cannot enjoy. It Talks in mythical language, in stories, but not with data or a clear timeline. Also often Indonesian Writers Lack comparing abilities, so they don’t tell us how this part of history of our land connects with others, or is compared with how others are at the same time. But how can we understand ourselves when we don’t know how others are? I think that’s absurd.
This book by Ong Hok Ham is a welcome break to all of my complains earlier. Though he emphasized how sometimes he cannot be thoroughly driven by data, as this is a popular piece of writing, by far this is one of the most enlightening piece of non-fiction book I’ve ever read in Bahasa Indonesia. For the first time in my life I feel I have a little bit more grasp on how history is connected and why certain phenomenons in today’s society still exists. I now can feel a sense of continuation in my own history, and that in itself is priceless.
However since this is a book of essays that he wrote over the course of two decades—essays that all can stand on their own, of course often the information becomes repetitive. Tbh although in the beginning it bothered me, after a while I welcomed it, it gives me a way to remember history more easily.
Over all I loved this book like no other. I can say this is one of the best books I’ve ever read, and I would suggest it to anyone who is interested in knowing more about Indonesian history.
I think that Ong Hok Ham had thoroughly proven how “Menulis adalah Bekerja untuk Keabadian”/“writing is to work for eternity”, since many years now after his death, and many years after these individual essays were published, I, an ignorant reader, can still become enlightened by his words. May you Rest In Peace, and May your knowledge remain a beacon of light many years to come.
This is an excellent book on Indonesian history, broken down into 70 angles from 70 different articles that the author Ong Hok Ham wrote for Tempo magazine, in the span of 26 years from 1976 to 2002.
The articles consist of Ong's signature blend of wide range of knowledge, skepticism, and wit, as well as his ability to make dull subjects into exciting stories that will make the reading experience truly enjoyable.
They tell the tales of sorcery for leaders, how some sultans are treated like a deity, the structures and customs of Javanese kingdoms, Jayabaya prophecies, the difference between agrarian kingdom and coastal kingdom, who are those "priayi" (or nobility class) really are, the complicated succession plans in different kingdoms (and the Dutch's involvements), how the Dutch created the Chinese capitalist class in Hindia, on taxation, and a lot more in between, including the clearest ever explanation about the geopolitics of World War 1.
Moreover, although the 70 articles were stand-alone writings, the editor of the book has somehow brilliantly managed to organized them up into a connected flow under several major themes: 1. The concept and myth of power 2. Corruption and bureaucracy among those in power 3. Economy 4. Political changes and violence 5. Military and war 6. Indonesian nationalism 7. Other countries' affairs 8. Social changes and other matters.
Overall, it is one of the most complete historical accounts of Indonesia, simply due to the format of article that allows Ong the freedom away from the usual structure of beginning-till-now narrative that most historical books are tied to. And instead, he was able to build a big picture view of Indonesia, from covering multiple topics and analyze them one by one.
Interesting insights on various topics around societal issues in Indonesia, from the perspective of a historian. It's intriguing how some issues are still relevant today.
Buku pembuka bahwa sejarah Indonesia itu luas sekali, textbooks waktu SMP dan SMA hanya menyentuh sebagian kecil.
Essay-nya tertata dengan apik sehingga memicu rasa ingin tahu dan engga buat ngantuk :D
Setuju sekali dengan kata-kata bahwa mempelajari sejarah suatu negara bisa menjelaskan pilihan-pilihan kolektif suatu masyarakat pada masa kini.
Wahyu yang Hilang adalah buku yang saya baca setelah Babad Tanah Jawa. Membaca buku ini, saya jadi ingat kutipan Winston Churchill, “Sejarah ditulis oleh sang pemenang.” Terasa loh, perbedaan pandang dua catatan ini.
Ong Hok Ham sendiri adalah seorang sejarahwan yang spesifik mendalami sejarah Jawa abad ke-19. Sebagai sejarahwan, beliau menulis tanpa agenda politik, tanpa ada tujuan mengkritisi situasi masa kini dengan membandingkan dengan masa lalu. Karena itu tulisannya terasa lepas.
Menurut Goenawan Muhammad dalam pengantar, Ong adalah sejarahwan yang tidak mengemukakan tesis sejarah berulang, tapi masalah-masalah yang terjadi di masa kini adalah kontinyuitas masa lalu. Nah, menarik nih. Aku jadi ngeh, lagi-lagi pemisahan masa lalu dan masa kini, apa yang menjadi milik masa lalu dan masa kini adalah konstruksi manusia. Sedangkan gak mungkin terpisah juga sebenarnya. Bergulir terus-menerus tanpa henti kan. Dan bila yang diamati adalah perilaku manusianya, maka akan ada jejaknya dari generasi ke generasi.
Mengutip Goenawan Muhammad, “Mungkin itu menjadi bagian dari kearifan, bahwa ada jejak-jejak masa silam yang tak bisa tanggal begitu saja, dan dengan demikian kita lebih rendah hati. Atau mungkin sesuatu yang lebih dalam dari itu: bahwa masa dean pada akhirnya harus diterima sebagai sesuatu yang niscaya, mungkin pula perlu, tapi, seperti masa silam, merupakan sesuatu yang tak akan pernah jelas dan selesai wujudnya.” hal. xvi.
Topik bahasannya sendiri seru menurut saya: 1. konsep dan mitos kekuasaan 2. korupsi, birokrasi dan negara pejabat 3. perekonomian 4. perubahan politik dan kekerasan 5. tentara dan perang 6. beberapa masalah kebangsaan Indonesia 7. tentang negeri orang 8. perubahan sosial dan masalah lain
Kumpulan tulisan ini diambil dari tulisan-tulisan Ong Hok Ham di Tempo. Sayangnya, tahun penulisan tidak dicantumkan langsung di bawah judul. Jadi saya harus bolak-balik ke bagian Sumber Tulisan di bagian belakang untuk cari konteks waktunya.
Buku ini berisi kumpulan tulisan-tulisan pendek Ong yang dimuat di majalah Tempo dari 1976-2002. Banyak sekali bagian pada tulisan Ong yang menurut saya masih sangat relevan bahkan tidak berubah pada kehidupan Indonesia kini: suap, kongkalikong, korupsi, politik perebutan tahta, hingga konflik agraria. Dalam tulisannya, Ong memberikan gambaran bagaimana sebuah peristiwa terjadi pada zaman kehidupan pra-Indonesia, mulai dari Majapahit hingga Hindia Belanda. Bagi saya, membaca buku ini memberikan saya gambaran bahwa kondisi Indonesia yang ada hari ini tidak jauh berbeda dengan masa lalu, sehingga saya nggak perlu kaget amat untuk menyikapi hal-hal aneh yang seringkali terjadi di Indonesia hari ini.
merupakan kumpulan artikel dari ong si "koki",ditulis dengan gaya bahasa yang menarik dan tidak menggurui,padahal materi yang ditulis lumayan berat...recomendedlah