Kumpulan cerpen karya Dewi Nova II, Putu Oka Sukanta, Putu Wijaya, Oka Rusmini, Ucu Agustin, Djenar Maesa Ayu Full, Sinta Situmorang, Ayu Utami, Rieke Diah Pitaloka, Nurul Aisyah, Novita Ardiyawati, Ratri M., Alia Swastika, Dwi Nastiti Arumsari, Indah Surya Wardhani, Ully Siregar, Adji Subela, Fanny Chotimah, Christine Refina, Hikmat Gumelar, Lily Yulianty Farid, Soe Tjen Marching Full, Ufi Ulfiah, M. Badri, Eliza V. Handayani, Evi RahmawatiEtik Juwita, Shantined, Dewi Ria Utari, Sisca, Helga Worotijan, Purwanti Kusumaningtyas
“Tubuh ini, tubuh perempuan memiliki banyak cerita tentang siapa sesungguhnya yang menguasainya. Sekumpulan cerita inilah yang wajib kita dengar karena sang tubuh berniat memilih hidupnya sendiri. Leila S. Chudori
“Setiap manusia dikandung seorang perempuan tetapi setelah dilahirkan setiap orang terkandung di dalam dunia lelaki. Menulis Tubuh, kontribusi berguna bagi pemberantasan ‘buta-gender’, pengungkapan dunia batin yang menyentuh.” Seno Gumira Ajidarma
“Tubuh perempuan mampu menjadi tubuh yang berani tanpa perlu perkasa, menjadi tubuh yang resisten tanpa perlu berpolitik, menjadi tubuh yang berkehendak tanpa harus sensual.” Manneke Budiman.
“Penting dicatat adalah absennya swara perempuan dalam pandangan dunia tuturan. Sehingg perempuan harus meminjam nama, menyembunyikan dirinya dalam nama laki-laki — karena evolusi tutur mencetak evolusi patriarkhi.” Dewi Candraningrum.
Buku ini merupakan publikasi dari Yayasan Jurnal Perempuan.
Yayasan Jurnal Perempuan lahir di tahun 1995 dengan menerbitkan Jurnal Perempuan (terbit tahun 1996), jurnal feminis pertama di Indonesia yang dibaca kalangan mahasiswa, pengambil kebijakan, intelektual, akademisi dan aktivis gerakan sosial. Jurnal Perempuan memiliki ratusan pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kumpulan cerpen dari penulis-penulis perempuan dan beberapa penulis lelaki, berkisar tentang kaum perempuan. Banyak karakter perempuan yang digambarkan di sini, dari ibu yang merindukan anaknya yang tak kunjung pulang, istri pemilik pesantren yang akan dimadu, TKI di tanah seberang hingga perempuan kecil yang merindukan ibunya yang menjadi TKI.
Tema yang paling terasa dari cerpen-cerpen ini adalah keadilan, di mana kaum perempuan menempati posisi marjinal dalam masyarakat patriarki. Kesetaraan hak itu rasa-rasanya fana. Buku kumpulan cerpen ini, bagi saya, merupakan salah satu catatan penting perjalanan sastra perjuangan perempuan/feminis.
- - - - -
Saya pribadi sangat menyukai cerita "Kepada Ytc. Anaku..." oleh Nurul Aisyah, "Perempuan Pencari Keadilan" oleh Christine Refina serta "Mata" oleh Putu Oka Ananta. Dua yang pertama menceritakan kegelisahan, kecemasan seorang ibu yang mencari jawaban atas permasalahan mereka. Dan mata, yang menceritakan pertemuan dengan alur yang halus dan enak untuk dibaca.
“Dongeng bercerita kepada kita, perasaan dicintai dan dibutuhkan membuat kita rela mengabdi hingga kita tak sanggup hidup tanpa suami. Perempuan rela tak bahagia asal suami dan anaknya bahagia. Aku tak ingin seperti itu. “
Kutipan cerpen berjudul Sebuah Permintaan karya penulis Alia Swastika itu menggambarkan sebagian isi dari buku ini. Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang diterbitkan Yayasan Jurnal Perempuan. Banyak hal yang disoroti dalam buku ini. Sebagian besar diantaranya adalah masalah dominasi Patriartki dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana peran perempuan menjadi termajinalkan saat budaya patriarki sudah turun temurun diwariskan. Kebebasan dan hak perempuan sebagai manusia dalam buku ini dikupas tuntas. Yang menyenangkannya adalah pesan-pesan moral dan sudut pandang tentang feminisme dituangkan dalam bentuk cerpen, sehingga menudahkan pembaca untuk menyerap makna dan pesan dari buku ini.
tulisannya mengangkat tema ketidaksetaraan pada perempuan dengan contoh kasus yang macam-macam, meski beberapa kasus terasa agak mirip. kasus yang diangkat menambah kepekaan akan isu feminisme yang kadang miskonsepsi di media yang mana seolah feminisme adalah pemberontakan perempuan pada laki-laki, padahal kalau kita baca tulisan ini, pembaca akan tahu dan sadar bahwa pemberontakan terjadi pada ketidakadilan dalam bentuk apapun yang didasarkan sistem patriarki yang sudah mengakar dalam segala bentuk karena kemiskinan, kebijakan yang patriarkis, politik, penafsiran agama, tradisi, dan budaya yang statis dan membelenggu. cara penulisan sebagian cukup nyastra dan puitis dan sebagian besar tampak bagai laporan atau jurnal harian. 'Sebuah Permintaan' dan 'Bapakku' menawarkan perspektif yang sangat menarik tentang konsep perkawinan dan saya anggap dua cerpen ini paling unggul dibanding cerpen lain dalam kumcer ini. secara keseluruhan, kumpulan cerpen ini terlihat diseleksi dengan baik dan cukup ketat.