Jump to ratings and reviews
Rate this book

Zaman Peralihan

Rate this book
Berisi kumpulan tulisan-tulisan Soe Hok Gie tentang kondisi Indonesia di era peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto. Tulisan-tulisan tersebut merupakan tulisan Soe Hok Gie yang biasa dijumpai di media massa terbitan tahun 60-an, seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Jumlah artikel tulisan Soe Hok Gie yang dibukukan tersebut mencapai sepertiga bagian dari keseluruhan tulisan yang pernah ia buat.

266 pages, Paperback

First published February 1, 1995

53 people are currently reading
948 people want to read

About the author

Soe Hok Gie

9 books399 followers
Soe Hok Gie (17 Desember 1942–16 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.

Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin.

Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).

Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia.

Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).

Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997).

Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama.

Hok Gie meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, di puncak Gunung Semeru akibat menghirup asap beracun gunung tersebut.

John Maxwell menulis biografi Soe Hok Gie dengan judul Soe Hok Gie - A Biography of A Young Indonesian Intellectual (Australian National University, 1997).

Pada tahun 2005, catatan hariannya menjadi dasar bagi film Gie.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
295 (51%)
4 stars
181 (31%)
3 stars
76 (13%)
2 stars
12 (2%)
1 star
5 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 48 reviews
Profile Image for Delasyahma.
242 reviews125 followers
August 26, 2020
Baca buku non fiksi aja gua nangis, bingung kadang. Selalu suka sama pemikiran2 Gie. Tapi kalau ingat Gie udah gak ada gua sedih. Tapi gua selalu mikir (dan sebenarnya pemikiran ini cuma buat menghibur hati gua sendiri) kalau Gie masih ada sampai abad 21 ini, apa kira2 pendapat Gie tentang Indonesia, tentang orde baru yang sama bringasnya dengan orde lama, apa idealisme Gie akan terkikis dan hilang? Atau Gie akan masuk ke pemerintahan yang korup? Entahlah. Semua itu cuma pertanyaan2 yang gak bakalan ada jawabannya.

Tapi, gua lebih senang Gie muda yang punya idealisme yang tinggi. Memiliki pikiran dan kritik yang tajam terhadap ketidakadilan. Memiliki keberpihakan terhadap kemanusiaan.
Profile Image for Olivia.
41 reviews7 followers
August 12, 2009
Zaman Peralihan memuat artikel-artikel yang ditulis oleh Soe Hok Gie. Soe adalah seorang pemikir yang mempunyai sikap tegas terhadap kebenaran. Soe menganalisis keadaan dari berbagai segi, tidak hanya ideologi semata, tetapi juga melihat dari persoalan ekonomi, sosial politis, dan sebagainya. Salah satu artikelnya yang paling saya sukai adalah tentang bagaimana situasi atau keadaan yang pernah dialami oleh suatu generasi sulit dilepaskan dan mempengaruhi cara berpikir generasi tersebut terhadap situasi-situasi yang dihadapinya.

Soe membantu menggulingkan komunisme yang pada waktu itu baru saja melakukan pemberontakan besar. Namun Soe tidak semata-mata membenci komunisme secara membabi buta tetapi ia berusaha untuk menganalisisnya secara rasional, bahwa tidak semua anggota partai komunis adalah mobilisator tetapi ada pula rakyat kecil seperti petani yang dipaksa masuk atau masuk hanya karena janji diberi tanah. Soe juga mengkritik cara-cara penguasa memperlakukan tapol (yang dituduh komunis) yang mengabaikan aspek kemanusiaan.

Buku ini, menurut saya, sangat relevan untuk dibaca sampai sekarang karena persoalan-persoalan esensial yang dibahas masih terjadi sampai sekarang. Sejarah berulang. Dulu anti komunis, sekarang anti terorisme. Membaca buku ini menginspirasi saya untuk lebih peka dan kritis serta berhati-hati untuk tidak terjebak slogan anti-antian dan malah melakukan apa yang dituduhkan kepada si objek anti (misalnya mengusung anti terorisme, tapi mendukung kekerasan dan melegalkan hukuman tanpa proses peradilan). Lebih baik mendalami, sungguh berpikir, dan merefleksikan supaya "kami tidak takut" tidak cuma jadi jampi-jampi.
Profile Image for Rotua Damanik.
140 reviews6 followers
May 22, 2019
Aku sudah membaca cerita versi Bung Karno tentang peristiwa Gestapu melalui otobiografinya. Pun sudah membaca sebuah buku tentang kepahlawanan Sarwo Edhie dalam penumpasan pemberontakan PKI. Selain itu ada pula beberapa buku lainnya yang membahas cerita di seputar kejadian G30S. Kumpulan tulisan Gie ini melengkapi keping-keping sejarah itu. Memberiku sudut pandang lain dalam memahami peristiwa yang menjadi noda dalam perjalanan bangsa kita. Menyadarkanku bahwa sejarah semata-mata adalah tentang siapa yang memberi kesaksian. Apa yang disaksikan dan dirasakan Bung Karno atau Sarwo Edhie tentu saja tak akan sama dengan apa yang disaksikan dan dirasakan oleh Gie.

Tulisan-tulisan di luar peristiwa Gestapu juga tak kalah menariknya. Terutama pemikiran-pemikiran Gie ketika ia menjadi pelancong intelektual di negeri Paman Sam.
Profile Image for Ahmad Syahriza Ramadhan.
5 reviews
August 24, 2019
Untuk lebih mengerti tentang buku ini, maka perlulah kita untuk memahami waktu dan zaman yang menjadi latar daripada kisah di buku ini. Zaman peralihan merupakan zaman yang secara garis besar terdapat 3 unsur kejadian besar. yaitu kekuasaan Soekarno yang berada di ujung tanduk, penumpasan G30S PKI, dan dimulainya kekuasaan Soeharto.
Pada buku ini terdapat catatan catatan seorang Gie yang lahirnya tersentil, batinnya digalaukan, dan pikirannya terganggu oleh permasalahan-permasalahan yang terjadi pada waktu tersebut. Secara garis besar permasalahan yang membuat Gie gundah gulana terbagi menjadi 2, yaitu:

- Permasalahan Dalam Negeri.
Gie menilai bahwa Soekarno dan kroni kroninya adalah seorang koruptor besar, tidak bisa menyelesaikan permasalahan ekonomi dalam negeri, hanya peduli pada orang orang yang sepemikiran dengan dia dan yang tidak sepaham akan dihukum dan bungkam, beristri lebih dari satu, sangat bisa menggugah hati orang orang dengan orasinya tapi sebenarnya kerjanya nol besar.

Gie juga mempermasalahkan seputar dosen dosen di kampusnya yang menurut dia adalah sampah karena malas mengajar, korupsi waktu mengajar, dan tidak mau disalahkan atas kesalahannya. Selain dosen, teman temannya juga tak luput dari kritiknya, misalnya teman teman seperjuangannya dahulu yang ternyata masuk ke dalam anggota DPR GR dan tergoda untuk kridit mobil Holden keluaran terbaru dan menikmati fasilitas DPR. Gie menyentil teman-temannya yang membuang idealismenya itu dengan menghadiahi mereka seperangkat make up agar tetap tampil manis didepan kroni pemerintahan.

- Permasalahan Luar Negeri
Sewaktu Gie ke Amerika, tersadarlah ia bahwa ternyata ketidakadilan itu tidak hanya terjadi di negerinya, di negeri negeri lain juga demikian. Di Amerika dia mendapatkan cerita tentang bagaimana ironi kaum Hippies Amerika, Isu Rasial dari kamu kulit hitam, orang tiongkok yang tidak ingin membaur dengan mayoritas masyarakat Amerika, isu seputar organisasi beragama yang saling bertengkar hingga nakalnya oknum para pejabat Indonesia yang selalu ingin mencicipi wanita kulit putih ketika berkunjung ke amerika.

Entah apa yang dimakan, bagaimana dia tidur, musik apa yang didengar, apa bacaannya dan bagaimana pergaulan Gie sehingga dia bisa memiliki pandangan yang sangat independen daripada orang orang lain dalam melihat suatu kejadian. Seolah-olah tidak ada yang tidak luput dari mata beliau. Sebuah pelajaran yang berharga dari Soe Hok Gie bahwa idealisme adalah satu-satunya hal paling mewah yang dimiliki oleh seorang insan. Belum terlambat untuk saya mengucapkan selamat hari proklamasi Indonesia

Profile Image for Reza Sudrajat.
6 reviews
April 30, 2023
Dibandingkan dengan memoar Gie yang berjudul “Catatan Seorang Demonstran” jujur saya pribadi lebih menyukai tulisan Gie di sini.

Mungkin faktor catatan seorang demonstran mengangkat kisah Gie sewaktu kecil sehingga kurang relevan bagi saya yang saat itu membacanya sewaktu kuliah, meskipun secara detail kronoligi jatuhnya Sukarno dan naiknya Suharto. Catatan Seorang Demonstran lebih detail dari buku ini.

Tetapi hal yang menarik dari buku ini adalah banyaknya gagasan dan opini Gie, dari zaman Orde Lama menuju Orde Baru. Dan peralihan rezim tersebut tidak membuat idealisme Gie gugur begitu saja.

Ditambah dari buku ditulisan ini, kita dapat melihat penghianatan Angkatan Gie (Angkatan “66) yang tiba tiba menjadi “Politisi Salon” atau “Politisi yang bermahasiswa” setelah mendapat kursi di Parlemen yang idealismenya tiba tiba berubah.

Lalu degradasi mahasiswa yang ia abadikan dan perjuangkan ternyata tidak sesuai ekpektasinya melalui tulisan “Mahasiswa UI bopeng sebelah” dan lain lain.

Buku ini memang hanya kumpulan kumpulan essai yang ia kirim ke koran tahun 60-an. Tetapi menurut saya pribadi, kumpulan tulisan dibuku ini masih sangat relevan dengan gerakan mahasiswa hingga saat ini. Soal, apakah setelah mendapatkan kursi ia akan mempertahankan idealismenya? Atau idealisme itu hanya alat untuk mendapatkan uang, kekuasaan dan akses.

Profile Image for Wiwien Chan.
20 reviews1 follower
March 23, 2019
Buku berisi kumpulan tulisan Soe Hok Gie tentang kondisi Indonesia di era peralihan kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto. Sikap Gie yang anti-Sukarno kurang saya sukai namun membukakan mata saya akan latar belakang tindakan Angkatan 66 (yang didompleng AD) dalam menggulingkan BK. Gie jugalah yg pertama tama mengkritik keras atas tindakan atrocity baik pembunuhan ataupun pemenjaraan tanpa peradilan, hingga akhirnya mati di penjara, pada orang orang yang terindikasi terlibat Gestapu.

Namun sesungguhnya Gie adalah seorang pemikir intelektual, yang selalu menanyakan tentang nilai-nilai dalam masyarakat. Ia jujur & berani, maju lurus dengan prinsip-prinsipnya dan tak kenal ampun. Ia tidak akan pernah berbahagia dan tidak akan pernah puas. Seperti kalimat Gie dalam penutup buku ini, "Dan saya memutuskan untuk berdamai dengan kegelisahan saya. I shall make peace with all my troubles". Berbahagialah mereka yang mati muda.
52 reviews7 followers
December 23, 2022
Kalau saya menjadi Pak Harto, saya akan instruksikan agar lambang Pancasila hanya dipasang di tempat yang layak saja. Misalnya di kantor, sekolah, DPR, markas ABRI, ruang kerja menteri, gubernur, Dan tidak di stasiun, pintu gerbang reyot, atap rumah dan toko ikan asin serta warung kopi. Tetapi, saya bukan Pak Harto.
- Menaklukan Gunung Slamet ( hlm. 39 )

Stagnasi ekonomi dan anarki politik memaksa "generasi kemerdekaan" untuk mengorbankan cita-cita mereka. Sesungguhnya mereka sangat frustasi. Harapan mereka untuk memberi arti pada kemerdekaan tidak berhasil, tak ada kesempatan bagi mereka untuk berbuat sesuatu.
— Putra-Putra Kemerdekaan : Generasi Sesudah Perang Kemerdekaan ( hlm. 115 )

Berisi esai-esai Soe Hok Gie yang berisi kritikan kepada orde lama maupun orde baru. Bermuat kejujuran yang bahkan masih bisa diterima sampai saat ini.
Profile Image for Kai.
81 reviews2 followers
March 28, 2024
Belakangan ini sednag jatuh cinta dengan sosok Gie. Sosok yang selalu ingin ada sebuah keadilan di negeri ini untuk semua kalangan masyarakat. Sempat menonton film yang dipersembahkan untuk beliau juga.

Setelah membaca buku yang ditulis Gie untuk menggambarkan kondisi pada zaman peralihan yang pernah terjadi di Indonesia ini membuat saya semakin kagum pada Gie. Sambil berharap bahwa ada seseorang yang selalu punya keinginan untuk memperbaiki negara ini, sama seperti Gie. Atau mungkin kita sendiri yang harus bergerak nantinya.

Oh! Untuk yang penasaran tentang isi bukunya, jangan ragu untuk membaca. Gie adalah orang yang cakap dalam hal menulis. Tentu, tulisannya dalam buku ini pun sangat baik. Informatif pula. Baca saja kalau kalian ingin tahu apa-apa saja yang terjadi pada saat masa-masa pemerintahan presiden Indonesia sampai sekitar tahun 1969, sebelum Gie berpulang.
Profile Image for Bima Surya.
23 reviews
February 4, 2024
Seperti mahasiswa lain yang tertarik akan nyala pergerakan, buku Zaman Peralihan adalah buku Soe Hok Gie pertama yang saya baca. Sangat menarik seakan-akan membaca sebuah novel dan tenggelam dalam suasana mahasiswa tahun 65'an. Pembahasan buku mulai dari yang ringan hingga perihal yang berat telah saya baca, mulai dari permasalahan kebangsaan, kemahasiswaan, hingga masalah kemanusiaan. Sayang rasanya jika mahasiswa tidak membaca satu saja buku karya Soe Hok Gie ini. Meskipun zaman kini sudah beralih, tapi kultur nilai perjuangan masih layak untuk diteladani.
Profile Image for Anis Noh.
56 reviews1 follower
May 27, 2020
Sekali lagi membaca satu karya membangkitkan jiwa anak muda, tidak terus berkhayal dengan cinta yg sementara tetapi merasa berharga dengan masa sendiri, merasa dahaga ilmu & harus memberi semula kepada masyarakat. Masa muda hanya sekali. Maka jangan sia-siakan. Sekadar berkongsi kegemaran Hok Gie: buku, filem, politik & gunung. Filem mencoret sedikit hidup beliau & puisi beruntung mereka yg mati muda 👍🏼
Profile Image for Dimas Almakna.
3 reviews1 follower
August 27, 2020
Aside from his masterful, sharp, and objective writing, the essence poured in this compilation of article that he wrotes resonates well enough to the present generation. The problems we faced 50 years ago repeated itself, therefore reading this is a way out of a problem that's still relevant until now.
Profile Image for Ivan Bethoven.
3 reviews
June 19, 2020
Buku yang menarik, mengajarkan kita untuk memakai kacamata berbeda pada setiap situasi
Profile Image for Monkey D  Dragon.
83 reviews2 followers
September 7, 2020
Buku yang ditulis yang memberikan gambaran dengan jelas bagaimana keinginan seorang aktivis muda untuk memajukan Indonesia dengan pemikirannya yang indah nan menusuk
4 reviews
June 16, 2022
Buku yang layak dibaca untuk semua masyarakat—khususnya generasi muda—Gie pemuda kritis & pemberani. Manusia Merdeka!
Profile Image for Diamonda Putra.
25 reviews1 follower
February 5, 2024
Gie dalam buku ini terasa dekat dan akrab dibandingkan catatan seorang demonstran (ga tau kenapa :D)
Profile Image for Ivan.
79 reviews26 followers
September 4, 2011
Overall buku ini sangat bagus buat dibaca. Membaca buku ini secara keseluruhan, diibaratkan membaca kliping artikel koran yang telah ditulis oleh Soe Hok Gie selama menjadi mahasiswa sampai dia menjadi dosen Fakultas Sastra UI. Bagaimana pandangan dia yang humanis terhadap beberapa aspek kehidupan. Dalam buku ini dikategorikan beberapa bagian sesuai dengan tema dan topik yang dibicarakan didalamnya. Bagian pertama adalah masalah kebangsaan, bagian kedua adalah masalah kemahasiswaan, bagian ketiga adalah masalah kemanusiaan, dan bagian terakhir adalah catatan turis terpelajar.
Dibagian terakhir buku ini terdapat artikel mengenai Soe Hok Gie sendiri yang ditulis oleh editor buku ini (Sri Lestari, Este Adi). Berikut saya sarikan beberapa kutipan yang menurut saya bagus buat disimak :

Soe Hok Gie – Biodata tentang Pribadi yang Paradoksial

> Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau.
> Biasanya wanita itu hanyalah jadi laba-laba betina terhadap suaminya (agak aneh memang kutipan ini, tapi begitulah apa adanya Soe Hok Gie menilai wanita)
> “Ya, dua kilometer dari pemakan kulit mangga, ‘paduka’ kita mungkin lagi tertawa-tawa, makan-makan dengan istri-istrinya yang cantik cantik. Aku bersamamu orang-orang malang.”
> Hakikat kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dan dapat merasai kedukaan itu.
> “Gue teringat dengan diri gue sendiri dan diri teman-teman lain. Kita semua terdidik dalam suasana untuk berontak terhadap semua kemunafikan. Kita biasa terlatih untuk melawan kesewenang-wenangan. Dan kita semua punya keahlian untuk bikin pekerjaan-pekerjaan aneh yang terlarang, radio gelap, PTPG, atau memimpin demonstrasi. Tetapi suatu masa, kalau sekiranya negera kita sudah beres, tentu keahlian seperti kita-kita ini tidak akan ada gunanya. Yang diperlukan dalam suatu masyarakat yang mapan adalah orang-orang yang patuh, yang tekun teliti seperti tukang arloji, yang bisa mengurus pabrik sepatu atau bisa jadi bokeeper”
> Bagi Hok Gie, gunung bukan sekedar pelepas stress. Tapi, gunung adalah tempat untuk menguji kepribadian dan keteguhan hati seseorang. Di tempat yang jauh dari semua fasilitas dan penuh dengan kesulitan orang yang mengalami ujian, apakah dia seorang yang selfish atau orang yang mau memikirkan orang lain. Perjalanan menuju puncak gunung adalah sebuah sarana interaksi dengan masyarakat yang sangat baik.
> “Kami tidak percaya pada slogan. Patroitisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung”

Berikut ini saya juga mencatat beberapa aspek dari buku ini yang saya rasa begus juga untuk disimak :

Zaman Peralihan – Soe Hok Gie

> Realitas-realitas baru inilah yang menghadapi pemuda-pemuda Indonesia yang penuh dengan idealisme. Dia hanya punya dua pilihan. Yang pertama tetap bertahan dengan cita-cita idealisme. Menjadi manusia-manusia yang non-kompromistis. Orang-orang dengan aneh dan kasian akan melihat mereka sambil geleng-geleng kepala: “Dia pandai dan jujur, tetapi sayangnya kakinya tidak menjejak tanah.”
Atau dia kompromi dengan situasi yang baru. Lupakan idealisme dan ikut arus. Bergabunglah dengan grup yang kuat (partai, ormas, ABRI, dan klik dan lain-lainnya) dan belajarlah teknik memfitnah dan menjilat. Karier hidup akan cepat menanjak. Atau kalau mau lebih aman kerjalah di sebuah perusahaan yang bisa memberikan sebuah rumah kecil, sebuah mobil atau jaminan-jaminan lain dan belajarlah patuh dengan atasan. Kemudian carilah istri yang manis. Kehidupan selesai.
> Kebenaran tidaklah datang dalam bentuk instruksi dari siapapun juga, tetapi harus dihayati secara “kreatif”.
> A man is as he think.
> Lama kelamaan tumbuhlah suatu lapisan kamu terdidik yang hanya merasakan kecenderungan dari penghayatan rasional. Kesempatan secara pribadi untuk menghayati di luar lingkungannya amat terbatas.
> Hanya dengan kritik yang jujur, objektifitas dapat dibangunkan.
Barangkali menjadi Hippies lebih baik daripada menjadi hipokrit masyarakat untuk mereka.
> Dalam arus propaganda, seperti ini manusia-manusia biasa akhirnya tidak lagi menentukan dirinya tetapi ditentukan oleh masyarakat. > “Bukan saya yang menentukan bahwa warna biru itu manis. Karena semua bilang biru manis maka saya juga setuju.”
> Perikemanusiaan dan cinta berada diatas pertimbangan politik sempit.
> “Soe, seorang pemikir, orang-orang seperti itu selalu menanyakan tentang nilai-nilai dalam masyarakat. Mereka tidak pernah akan berbahagia, dan tidak pernah akan puas.” Kata Daniel Lev kepada Soe Hok Gie pada saat Gie akan meninggalkan Amerika.



Profile Image for Zainul Muttaqin.
18 reviews1 follower
January 25, 2022
Zaman Peralihan adalah kumpulan tulisan Soe Hok Gie pada kisaran 1966-1969 dimana serangkaian peristiwa terjadi di era peralihan kekuasaan dari Soekarno (Orde lama) ke Soeharto (Orde baru). Soe Hok Gie pada era tersebut aktif menulis di media massa ataupun pada buku hariannya. Idealisme kuat dalam dirinya terpatri pada tulisan-tulisan yang mengkritik orde lama maupun orde baru.

Aksi-aksi demonstrasi mahasiswa terhadap orde lama direkam pada buku ini. Soe Hok Gie yang berperan sebagai tokoh kunci persekongkolan antara Mahasiswa dan ABRI mempelopori aksi-aksi mahasiswa indonesia. Mahasiswa pada masa itu berpayung pada Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia atau KAMI. Konsolidasi organisasi ekstra dan intra dipelopori oleh KAMI. Inflasi besar-besaran dan krisis ekonomi akibat kebijakan orde lama membuat aktivis KAMI turun ke jalan. Bukan hanya itu, kabinet BK yang terkait G30S dituntut untuk turun dari jabatan dan diproses hukum.

Akhirnya Soekarno dan kroni-kroninya lengser dan pemerintahan beralih ke Soeharto. Ekonomi membaik, pembangunan berjalan sesuai kebijakan ekonomi politik. Namun, di sisi lain militer yang berkuasa menyumpal mulut elite-elite mahasiswa (petinggi KAMI) dengan bayaran jabatan di pemerintahan. Hok Gie semakin beringas pada mantan teman-temanya yang ditipu itu. Tulisan-tulisannya semakin frontal dan dirinya kadang-kadang mendapat kecaman dari rezim.

Selain itu, Soe Hok Gie menulis tentang kehidupan mahasiswanya di Universitas Indonesia. Bagaimana dirinya menjabat sebagai ketua BEM FSUI dan melontarkan kritik terhadap "negara kecil"nya itu.

Peristiwa pembantaian pasca-G30S yang terjadi secara masif di pulau Jawa dan Bali, diskriminasi terhadap simpatisan PKI yang diperlakukan sebagai pengkhianat, dan kematian para tapol yang dihukum tanpa persidangan menggugah hati Hok Gie untuk mengecam rezim dalam tulisan dan wawancara di media massa. Gerakan mahasiswa di Tiongkok dan kekejaman USA terhadap Vietnam juga direkam sebagai perbandingan kasus serupa.

Pada 1968-1969, Hok Gie berkesempatan mengunjungi Australia dan USA, di sana ia berdialog dengan mahasiswa dari banyak negara dunia. Perlakuan rasis terhadap kulit hitam di Amerika, tragedi kemanusiaan di berbagai negara, rezim-rezim otoriter di dunia barat dan timur, dan efek dari modernisme menjadi tema-tema yang didiskusikan dengan mahasiswa di sana.

Kematian Hok Gie pada penghujung 1969 di gunung semeru menjadi akhir dari catatan progresifnya. Hok Gie adalah manusia yang penuh dengan kegelisahan, katanya," i'll always be gelisah, and unable to live in peace". ia menghendaki manusia untuk bersikap selayaknya manusia; dapat mencintai, dapat iba hati dan merasai kedukaan.

Ciri kepenulisan sejarah Soe Hok Gie adalah penggunaan diksi yang aktif dan terkesan dramatik (seperti novel) namun jujur dalam menarasikan peristiwa sesuai kenyataan lapangan.


English v:
the book takes me to 60s when Gie and his camrades rise up against the orde lama regime. Gie, at the time, still as a student at UI. Because of totalitarian system that soekarno started, KAMI, the student mass movement organization began a huge demonstration in jakarta. this book describe every step of the movement. as the one of activis that organize it, Gie took a lot of strategy even himself got massive terror by the regime. undeniable, KAMI also being connected with the ABRI, the military group. because of it, at last, the movement had sucessfull kicked out Soekarno from his position as a president. everything has not being changed after Soeharto replaced the position. ABRI, with the existention and the cooperation with the student, took the power also with its militerism, the system continued with the same types. 98 movement, the reformation, after 30 years, changes the orde baru.

In another chapter, Gie also wrote about the condition of indonesia, esspecially on social politics. it describe on his trip to Salak Mountain. The villagers that dominate by the farmers, still under the military surveillance since the tragedy on 30 september 65.
2 reviews
December 4, 2013
Untuk yang ingin tau tulisan-tulisan Soe Hok Gie, wajib baca ini.
Buku ini di beri judul “Soe Hok Gie – Zaman Peralihan” terbitan Gagas Media tahun 2005, dan di editori oleh Stanley dan Aris Santoso. Selain itu terdapat pula pengantar dari Dr. Kuntowijoyo.
Buku ini membagi tulisan-tulisan Soe Hok Gie menjadi 3 bagian, yaitu:
Bagian I : MASALAH KEBANGSAAN
1. Di Sekitar Demostrasi-Demonstrasi Mahasiswa di Jakarta
2. Moga-Moga KAMI Tidak Menjadikan Neo-PPMI (Menyambut Dua Tahun KAMI)
3. Menaklukkan Gunung Slamet
4. Pelacur Intelektual
5. Kuli Penguasa atau Pemegang Saham
6. Kebebasan Pres dan Kekecewaan Masyarakat
7. Betapa Tak Menariknya Pemerintahan Sekarang
8. Generasi yang Lahir Setelah Tahun Empat Lima
9. Mas Marco Kartodikromo
10. “Perjoeangan Kita” Setelah 23 Tahun
11. Putra-Putra Kemerdekaan: Generasi Sesudah Perang Kemerdekaan
Bagian II : MASALAH KEMAHASISWAAN
1. Sembilan Tahun yang Lalu Mahasiswa-Mahasiwa Universitas Peking Mengamuk (Mei 1957-1966)
2. Mimpi-mimpi Terakhir Seorang Mahasiswa Tua
3. Siapakah Saya
4. Hak untuk Tidak Menjawab
5. Wajah Mahasiswa UI yang Bopeng Sebelah
6. Seorang Dosen, Seorang Pengacara, dan Seorang Mahasiswa
7. Kenangan-kenangan Bekas Mahasiswa : Dosen-Dosen Juga Perlu Dikontrol
Bagian III : MASALAH KEMANUSIAAN
1. Di Sekitar Peristiwa Pembunuhan Besar-Besaran di Pulau Bali
2. Sebuah Perinsip dan Kematian Seorang Profesor Tua
3. Persoalan Tawanan Politik
4. Surat Tidak Terlibat G30S
5. Perang Vietnam dan Sikap Intelektual Amerika
Bagian IV : CATATAN TURIS TERPELAJAR
1. Saya Bukan Wakil KAMI
2. Surat dari Amerika: Mahasiswa Asia di AS Tipe Bao Dai
3. Masalah Indentitas Negro di Amerika
4. Agama dalam Tantangan
5. Orang-orang Indonesia di Amerika Serikat
6. Sukarelawan Perdamaian yang Kembali
7. Hippies, Paece & Love
8. Perkenalan Pertama dengan Nasionalisme Hitam
9. “Kekuatan Hitam” dan “Bahaya Kuning”
10. Sebuah Generasi yang Kecewa
11. Awal dan Akhir
Munurut saya, dalam tulisan-tulisanya Soe Hok Gie menunjukkan keteguhan idealismenya, mengungkapkan dengan berani pendapatnya. Dari tulisan-tulan ini kita bisa tau keadaan kemahasiswaan, aktifis serta politik di tahun 60an.
Profile Image for Alfonsus Adi.
3 reviews6 followers
June 21, 2017
"Mereka yang membiarkan dan berdiam diri terhadap kejahatan, pada hakikatnya berbuat kejahatan” – Soe Hok Gie

Buku “Zaman peralihan” ini berisi kumpulan tulisan-tulisan dari salah satu aktivis 1965 bernama Soe Hok Gie. Nama Gie sudah cukup terkenal terutama di telinga mahasiswa “aktivis” dari masa ke masa. Buku ini dibagi dalam empat bab dengan pembagian : kebangsaan, kemahasiswaan, kemanusiaan, dan catatan Gie selama studi di Amerika.
Sesuai dengan cita-citanya sebagai ‘manusia bebas’, Gie tidak termasuk tokoh organisasi tertentu. Gie hanya berpihak pada kebenaran. Saat lingkungan yang dia hidupi sudah menyalahi keadilan dan kebenaran, disitulah tulisan Gie muncul untuk mengkritik dan menyerukan suara kebenaran, terlebih dalam hal kemanusiaan, kemahasiswaan, dan kebangsaan.
Gie juga berpendapat bahwa mahasiswa mempunyai peran besar dalam menegakkan kebenaran dalam bangsanya. Hal ini terlihat dari cara Gie menjadi aktor dalam pergantian orde lama menuju orde baru. Gie membenci komunisme namun dia juga menentang pembantaian PKI karena tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan.
Buku ini sangat cocok dibaca untuk para mahasiswa yang tergugah hatinya karena masalah ketidak adilan dan kemanusiaan di tanah air. Dalam setiap tulisannya, terlihat jelas bagaimana Gie dengan tegas dan berani mengkritik hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran, keadilan, dan penuh kemunafikan.

Kembali terbesit kata-kata dari Gie :
"Mahasiswa-mahasiswa kita sekarang sangat berorientasi pada pemuasan kepentingan diri sendiri, tidak lagi peka pada masalah-masalah kemasyarakatan di tanah air."
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Monica Prilly Aditya.
5 reviews15 followers
March 5, 2021
Akhirnya bertemu langsung dengan kutipan Gie favorit saya,
"Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat."

Dulu saya sempat merasa Gie adalah sosok yang terlalu diromantisasi. Tapi setelah membaca lebih banyak tulisan-tulisannya, saya berubah pikiran. Benar saja ia dikagumi, sulit menemukan orang dengan pendirian begitu teguh dan tak gentar menerobos arus belakangan ini.

Saya mengamati sifat-sifat menarik dari Gie setelah membaca buku ini. Seorang yang idealistis, namun tidak membela ideologi tertentu secara mati-matian. Ia melihat sisi keabu-abuan dari segala sesuatu, serta menentang ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh corrupt people in power di masa itu. Ia seorang yang begitu kritis, tajam, humanis, dengan kemampuan berpikir sistematis yang melihat akar masalah, merumuskan konsep, kemudian bergerak memengaruhi massa. Pengetahuannya luas sekali. Benar-benar luas. Sayang ia berpulang sehari sebelum ia berusia 27.

Ada satu hal yang saya ingin ucapkan pada Gie yang kecewa melihat rekan-rekan seperjuangannya berebut kekuasaan dan lebih memilih hidup enak di awal era Orba, "tapi manusia senantiasa berubah, Gie. Seorang yang kamu pikir akan memegang teguh prinsip hidupnya, pada akhirnya akan berkompromi dengan prinsip tersebut ketika terdesak oleh kenyataan. Hanya orang-orang dengan integritas tinggi yang tak peduli arus dan materi yang bertahan."
Profile Image for Hendra Putra.
31 reviews2 followers
April 9, 2021
Ini adalah buku Gie yang ke-lima yang pernah saya baca, well, sebenarnya ini bukan tulisan yang memang diniatkan menjadi buku melainkan kumpulan tulisan tulisan Gie di media cetak tentang berbagai hal. Tulisan tersebut dikelompokan menjadi empat topik besar, yaitu tentang kemanusiaan, kebangsaan, kemahasiswaan, dan catatan Gie tentang perjalanannya ke US dan bertemu aktivis disana.

Menariknya dari semua tulisan Gie di koran, dia menyebut langsung nama orang yang dikritik, baik itu mentri, presiden, rektor, politisi, maupun jenderan TNI sampai pastor gereja. Hal ini juga yang kerap membuat hidup Gie susah dan diteror karena mencoba menjadi orang yang jujur tanpa kompromi. Dia salah satu tokoh dibalik kerjasama mahasiswa dengan TNI untuk merobohkan rezim Soekarno, tetapi dia juga orang pertama yang menulis tentang pembunuhan orang orang PKI di Bali oleh oknum di rezim yang baru.

Sayang, Gie mati sehari sebelum ulang tahunnya yang ke 27. Apa jadinya jika dia tetap hidup? entahlah, yang pasti orang seberani dan sejujur Gie dalam mengkritik, masih kerap mendapati hidup yang sulit di negara negara demokrasi.
27 reviews4 followers
Read
February 19, 2021
Selama ini kita mengenal Soe Hok Gie sebagai salah satu aktivis mahasiswa yang getol dalam usaha menumbangkan rezim Orde Lama, dan buku ini berisi tulisan Gie di berbagai media massa pada seputaran transisi kekuasaan kala itu. Ikut menumbangkan Orde Lama tak lantas membuatnya tidak kritis terhadap Orde Baru, ia menjadi yang paling awal mengkritik pembantaian besar-besaran terhadap mereka yang diduga terlibat G30S.

Dari beberapa tulisannya, saya melihat bahwa Gie dan masyarakat Indonesia pada umumnya menaruh harapan begitu besar pada Orde Baru pada awalnya. Terlihat ada perubahan-perubahan cukup signifikan yang dibuat pada masa transisi rezim, pers yang lebih bebas misalnya. ABRI digambarkan sangat berpihak pada rakyat, bahkan 'berkoalisi' dengan mahasiswa saat riuh demonstrasi menuntut Tritura.

Meski pada akhirnya kita semua tahu bagaimana wajah Orde Baru selanjutnya hingga ia pun turut ditumbangkan oleh mahasiswa dan rakyat Indonesia.
Profile Image for Dhanadi.
13 reviews1 follower
July 31, 2015
Melalui kacamata Gie kita melihat kembali ke periode sejarah Indonesia yang penuh dengan paradoks: dinamika dan ketidakpastian, dimana raksasa2 politik macam PKI, dan Presiden Soekarno mewarnai dunia politik dan masyarakat Indonesia dengan retorika2 revolusi yang di mata Gie sama sekali tidak berisi. Sungguh suatu dunia yang sangat lain dengan sekarang. Kemudian kejatuhan raksasa2 tersebut yang turut dibantu oleh Gie dkk membawa orde baru bagaikan mesin ke tampuk kekuasaan, slogan2 anti-nekolim meredup digantikan oleh kegiatan mencari hutang ke luar negeri yang turut dikritik oleh Gie.
Profile Image for yoppy obot.
10 reviews4 followers
October 10, 2007
Sumpah serapahku untuk yang pinjam buku ini dan belum mengembalkannya, sebab buku ini jauh lebih berguna daripada CSD. Seperti kebanyakan opini yang datang dari jaman dulu, realita zaman rupanya enggak berubah. Pesan-pesannya tetap relevan. Sebab rakyat bangsa Hedonesia ini memang bebal rupanya.

Omong-omong, (untuk pustakawan yang menambah buku ini) terbitan pertamanya bukan 2007 deh?
Profile Image for Devina Heriyanto.
372 reviews255 followers
December 9, 2016
Banyak kritiknya yang masih relevan hingga kini. A great book that helps you understand Indonesia in its period transition, from the Old Order to the gleaming, hopeful New Order. Gie's optimism of the New Order makes you wonder whether this period, the Reformasi, will face the same fate as its predecessor.
Displaying 1 - 30 of 48 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.