Setujukah Anda bahwa memaki itu buruk? Bila jawabannya “iya”, maka ada baiknya Anda membaca buku ini. Inilah saatnya kita menelusuri ulang makian sebagai sebuah fenomena banal yang laten sekaligus serat justifikasi. Sesuatu ini bertebaran di mana-mana, di sekitar kita, tiap hari. Sementara Anda menganggap buruk, kenyataannya, Ken Arok telah menyerapah “Jagad pramudhita!” ratusan tahun yang lalu, dan di milenium ketiga ini, Presiden masih juga memaki, “tidak waras!”. Mungkin makian memang buruk, dan dahsyatnya lagi, ia tetap bertahan dalam bahasa kita hingga ratusan tahun.
Bagi Anda yang tidak setuju bahwa makian itu buruk?atau mungkin abstain sama sekali?makian bukan cuma masalah bagaimana Anda berkata dengan “benar”, tapi juga serangkaian persoalan. Mulai dari soal psikologis, lingustik, sejarah, wacana kekuasaan, budaya perlawanan, kapitalisme, agama, hingga yang terbesar?tentu saja?moralitas.
Buku ini memaparkan pembacaan terhadap makian dengan prespektif baru. Mengupasnya sejak dari hasrat sampai anggapan moral yang ditempelkan padanya. Inilah buku berbahasa Indonesia pertama yang utuh membahas makian semata. Menyelaminya akan serasa berada dalam sebuah karnaval: Karnaval Caci Maki.