The Bugis, who number about three million, live for the most part in the Indonesian province of South they are among the most fascinating peoples of maritime Southeast Asia, and the least known. Their image in legend and modern fiction is of bold navigators, fierce pirates and cruel slave traders, but most are in fact farmers, planters and fishermen. Although they are an Islamic people, they maintain such pre-Islamic relics as transvestite pagan priests and shamans. Their colorful nobility claims descent from the ancient gods, yet owes its power to social consensus. This book is the first to describe the history of the Bugis. It ranges from their origins 40,000 years ago to the present and provides a complete picture of contemporary Bugis society. It is based on the author's extensive field research over the last 30 years, on oral tradition, written epics and chronicles, on travellers' tales from the sixteenth to the nineteenth centuries, and on the latest research by Western and Asian scholars in the fields of archaeology, history, linguistics and anthropology. The author reveals the brilliance of Bugis civilization in all its exotic and extraordinary manifestations, and its survival through Dutch colonization, Japanese invasion and the incursions of modernity. This is a work of outstanding scholarship, interest and originality.
Christian Pelras was a French ethnologist in Indonesia , especially the island of Celebes. After studying classical literature, Christian Pelras studied sociology and ethnology in Paris. He also learned Indonesian, first at the Inalco, then in Indonesia with a scholarship from the Indonesian government. He also speaks, understands or reads English, Dutch, Occitan, German, Breton, Bugis, Italian and Portuguese.
Christian Pelras began his career as a researcher in 1962 by entering the Anthropological Research Center of the Musée de l'Homme. He was in charge of a study on the commune of Goulien in southern Finistère. This work lead to his doctorate.
In 1964, he joined the French National Center for Scientific Research (CNRS), where he worked under the direction of André Leroi-Gourhan. He was also assigned to the Center for Documentation and Research on Southeast Asia and the Insulindian World (CeDRASEMI), headed by George Condominas, where he will remain until the dissolution of this one in 1984.
Christian Pelras was then appointed head of one of the research units that emerged from it, then promoted to the rank of research director. In 1991, he was appointed co-director of LASEMA , which he headed until 1994 and then became an elected member of the laboratory council.
aduh gak kuat, ini mah kayak buku kuliah..boring abis. tapi karena gue orang bugis maka gue merasa berkewajiban untuk membaca buku ini, hasilnya...gue berharap ada orang bugis yang bisa nulis tentang sukunya dengan cara yang lebih asyik..
Sebagai orang berdarah Bugis yang tumbuh bessar di dunia modern, banyak hal yang tidak saya ketahui tentang suku saya sendiri. Membaca buku ini adalah "usaha mencari akar" untuk memahami sejauh mana identitas kesukuan menyentuh hidup saya saat ini.
"Manusia Bugis" adalah hasil studi Pelras selama puluhan tahun bergaul dengan masyarakat Bugis dan dia jelas tahu lebih banyak dari saya. Banyak informasi-informasi mengejutkan yang baru saya pahami setelah membaca buku ini. Yang paling menarik buat saya adalah perempuan Bugis di abad 17 dapat memiliki peran strategis di dalam pemerintahan kerajaan, bahkan ada yang menjadi raja dan panglima perang. Pendatang dari Eropa takjub melihat betapa egaliter masyarakat Bugis, hal yang masih asing di nusantara, pun di Eropa pada saat itu.
Pelras bercerita tentang manusia bugis dengan sangat apik dan rinci. Seru sekali membacanya dan saya bisa mengenal suku saya lebih dalam. Saya membatin berkali-kali saat membaca buku ini: seharusnya yang seperti inilah yang diajarkan dalam pelajaran muatan lokal di SD dan SMP, bukan hanya sekedar menulis tulisan lontara dengan bahasa yang sebetulnya tidak saya pahami dengan baik. Hahahaaa.
Manusia Bugis karya Christian Pelras adalah salah satu upaya penting untuk merapikan harta karun kebudayaan bugis. Barangkali ada banyak literatur sejarah mengenai kebudayaan bugis yang sudah ditulis dalam bahasa lontar. Namun ibarat harta karun, ia masih berserakan di mana-mana tanpa penyusunan struktural. Buku ini menurut saya berhasil menyusun seluruh harta karun tersebut secara emprik, kontekstual dan kredibel.
Walaupun menurut saya masih banyak data penguat yang belum lengkap seperti gambar pendukung dan arsip dokumen. Namun buku Manusia Bugis karya Christian Pelras ini bisa menjadi rujukan untuk.mengetahui sejarah orang bugis dari segi historical dan cultural.
Usai membaca buku ini, saya langsung jatuh cinta pada apa yang disebut budaya. Mengapa budaya kita sendiri lebih banyak ditulis oleh orang asing? Ada juga sebenarnya yang diwariskan dari generasi ke generasi, tapi lebih banyak melalui lisan. Pelras berhasil mengumpulkan semua cerita itu.
hehe, ku baca buku ini sebagai orang bugis yang pengen tau apa pendapat orang lain tentang bugis. sebagai anak bugis yang ga begitu tau tentang bugis...dan ku suka banget buku ini..