Tak ada yang tahu bagaimana cara kenangan bekerja. Ia bebas keluar-masuk ingatan seenaknya sendiri. Lalu tiba-tiba sosoknya datang penuh kejutan. Menghampiri dan menawari cinta itu hadir kembali.
Bersamamu seperti menikmati sepotong strawberry. Meledak-ledak, manis, masam, dan tak terduga. Tapi keraguan selalu muncul, sekalipun lima tahun sudah terlewat. Hingga kau bertanya, beranikah aku menikmati strawberry denganmu? Merasakan hidup penuh kejutan, bersama-sama, selamanya.
Novel The Strawberry Suprise-nya (2013) difilmkan layar lebar dengan dua bintang utama Acha Septriasa (Aggi) dan Reza Rahadian (Timur) dengan judul Strawberry Surprise (2014).
Karya-karyanya yang pernah diterbitkan:
Novel:
Kutemukan Engkau di Setiap Tahajudku (Hikmah, 2007) * Terbit di Malaysia, 2008 * Diadaptasi ke FTV Religi oleh Starvision, 2010
Di Bawah Naungan Cahaya-Mu (Hikmah, 2008) * Terbit di Malaysia, 2009
Girl-ism (Gramedia, 2009)
Pukul Sebelas Malam (indie, 2012)
On a Journey (Bentang Pustaka, 2013)
The Strawberry Surprise (Bentang Pustaka, 2013) * Diadaptasi ke film layar lebar oleh Starvision, 2014 * Official trailer film Strawberry Surprise https://www.youtube.com/watch?v=0urlJ...
Jogja Jelang Senja (Grasindo, 9 Mei 2016)
Alang, (Republika Penerbit, Agustus 2016)
Membunuh Cupid (Falcon Publishing, Februari 2017)
Mimpi Kecil Tita (Republika Penerbit, Mei 2017)
Cerpen:
"La Vie" - Koran Tempo, 2011 Heute Herbst - Koran Tempo, 2011 Ayahmu Mati - Jawa Pos, 2011 CLOS E - Koran Tempo, 2012 Skarf - Koran Tempo, 2012 Gelas Kopi ke - 124 - Majalah Femina 2013 Mozarella - Jakarta Beat, 2014 Gembok - Media Indonesia, 2015 Pai Apel Musim Panas - Cerber Majalah Femina, 2015 Pemain Biola - Cerpen Majalah Femina, 2015 Di Tikungan Jalan - Suara Karya, 2015 Begitu Luka, Begitu Dini di Bromo - Suara NTB, 2015 Kopi Rena - Cerber Majalah Femina, 2015 Cireng Dua Juta - Majalah Kawanku, 2015 Janji di Perpustakaan - Minggu Pagi, 2015 Ros - Cerber Majalah Kartini, 2016 Nasi Kuning - Cerpen Majalah Horison, 2016 Duwet - Cerpen Minggu Pagi, 2017 Pertarungan Terakhir - Cerber Majalah Femina, 2017
Pentas dan menulis naskah Teater:
Pentas monolog naskah Sang Primadona - cerpen A. Mustofa Bisri, sebagai presentasi program beasiswa keaktoran Actor Studio 2, Teater Garasi. 2008.
TUK - naskah Bambang Widoyo SP, sebagai presentasi program beasiswa Actor Studio 2, Teater Garasi. Sutradara Gunawan Maryanto. 2008.
Tempat istirahat - naskah David Campton, sebagai presentasi program beasiswa Actor Studio 3, Teater Garasi. 2009.
Kura-kura Bekicot - naskah Eugene Ionesco. 2010.
Menulis naskah Menjaring Malaikat (adaptasi dari cerpen Danarto: Mereka Toh Tak Mungkin Menjaring Malaikat) untuk @JaringProject, tampil di Mimbar Teater Solo dan Festival Teater Jakarta - Dewan Kesenian Jakarta, 2016.
Kekuatan utama dari novel ini adalah COVER-nya. Tak ada yang bisa menampik kalau desain sampulnya memang cetar! Bagus, manis, asam dan bikin mupeng-mupeng berkeliaran. Hanya saja, hubungan sebuah cincin emas yang berada di antara buah strawberry dengan isi cerita masih kurang cocok. :D .
*Ceritanya baca sendiri aja, ya :P *
Kenapa saya ngasih 4 bintang? Selain cover, plot ceritanya bagus walaupun banyak sudah FTV-FTV/Novel-novel lain yang memakainya. Tapi, gaya berceritanya Mbak Desi itu lho, KHAS! Pertamanya memang sedikit formal dan bikin susah untuk bacanya. Tapi, setelah terbiasa, ceritanya akan mudah diikuti dan mengalir dengan lancar. Sayangnya, halaman 200-an ke atas mulai kehilangan arah dan melebar kemana-mana. Kejutan strawberry yang masam dan manis pun jadi lebih sering diulang-ulang sehingga membuat saya bosan. :/
Saya salut dengan Mbak Desi yang (pasti) melakukan riset tentang kamera jadul dan motor jadul milik Aggi. Salut juga karena karakterisasi Timur dan Aggi dapet. Tapi, ya, tetap saja saya gak suka sama Aggi. :D
Mbak Aggi juga pintar mendeskripsikan latar yang kebanyakan ada di Jogja ini. Sebagai anak yang sering gembel di Jogja, saya jadi kangen dengan suasana kota itu selama membaca novel ini. Sayangnya, deskripsi latar saat ada di Bandung tidak sedetil di Jogja.
Jika dianalogikan, cinta itu seperti buah strawberry. Dalam semangkuk strawberry kita tidak akan menemukan rasa yang pas sesuai selera. Kadang, buah itu rasanya manis, kadang juga asam. Penuh dengan kejutan rasa. Begitu juga cinta. Tak selamanya cinta itu manis dan indah. Cinta, kadang menghadirkan aneka rasa yang penuh dengan kejutan-kejutan.
Seperti itulah yang dirasakan Aggi selama ia menjalin relasi cinta dengan seseorang. Di usianya yang menginjak kepala tiga, ia dikejutkan oleh kehadiran seseorang dari masa lalunya. Laki-laki itu hadir setelah lima tahun berpisah dan tak pernah saling kontak antara satu sama lain. Tidak Aggi, tidak juga Timur, laki-laki dari masa lalunya itu.
Kesibukan kerja di antara Aggi dan Timur membuat mereka memutuskan untuk berpisah dan saling berjanji bahwa suatu waktu, mereka akan kembali bertemu jika di antara mereka belum memiliki pasangan hidup.
Timur menepati janji mereka berdua. Lewat sebuah paket berisi buku Kisah Mata karya Seno Gumira Ajidarma, Timur mengirim “sinyal” bahwa dia masih single. Kendatipun Timur pernah menjalin hubungan dengan seorang mojang cantik, tapi Timur merasa tidak cocok karena sifat sang mojang yang selalu ingin dimanja. Perempuan itu tidak cukup dewasa, menurut Timur (halaman 9).
Maka, Timur merasa sudah waktunya untuk kembali membuka relasi cinta yang selama ini tertutup bersama Aggi. Sementara itu, Aggi merasa ada sesuatu yang berdenyar dalam hatinya. Apakah mungkin, hubungan yang sudah lima tahun tidak terjalin itu sekarang akan kembali bersama? Apakah sebenarnya yang diharapkan bujang 35 tahun yang dengan setia menunggunya itu?
Setelah berkali-kali berpikir dan juga meminta saran dari teman-teman kantornya, Aggi akhirnya menerima kembali kehadiran Timur. Mereka membuat kesepakatan, bahwa Timur akan mengunjungi Yogyakarta setiap akhir pekan. Karena sebagai direktur produksi sebuah biro iklan, Timur hanya memiliki waktu pada akhir pekan untuk mengunjungi Yogyakarta, sekaligus menemui Aggi.
Di mata Timur, Aggi adalah seorang perempuan dewasa yang penuh dengan keunikan. Ada hal-hal tak terduga yang dilakukan Aggi. Misal, setiap laki-laki itu datang ke Yogyakarta untuk berakhir pekan, Aggi senantiasa siap siaga menjemput Timur di stasiun Tugu. Kapan dan jam berapa pun Timur sampai di kota gudeg yang penuh kenangan itu. Dan, Aggi tak mau dibonceng, meskipun Timur seringkali menolak karena merasa tidak enak dibonceng seorang perempuan. Tapi, Aggi tetap memaksa bahwa dia adalah “tuan rumah” yang harus melayani tamu (halaman 134).
Selama di Yogyakarta, Timur hanya ingin memastikan bahwa Aggi benar-benar akan menjadi “klien” yang akan membuat Timur semakin serius dengan “relasi” yang dia jalani. Dan, Timur dengan penuh riang dan hati terbuka ketika Aggi menceritakan orang-orang yang selama ini berusaha mendekatinya sejak berpisah dengan Timur. Bukannya cemburu, Timur malah semakin penasaran dengan cerita Aggi yang jujur dan apa adanya (halaman 200).
Meskipun sebelumnya sudah pernah menjalin hubungan, bukan berarti hubungan mereka tanpa masalah. Inda, mantan Timur, ternyata masih berusaha mengejarnya. Inda tidak rela jika Timur kabur ke pelukan orang lain, apalagi sampai punya hubungan yang serius dengan perempuan lain. Bahkan, Inda dengan terang-terangan meminta Aggi meninggalkan Timur (halaman 253). Apa yang akan dilakukan Aggi setelah tahu bahwa mantan Timur masih berusaha merebut perhatian dan ingin mendekati laki-laki yang dicintainya itu?
Jika dalam novelnya berjudul On a Journey Desi Puspitasari mengemas dan menyajikan cerita dengan balutan kisah petualangan yang penuh tantangan dan akrab dengan jalanan, dalam The Strawbery Surprise Desi memasukkan unsur dunia seni fotografi yang tak banyak dibahas oleh pengarang fiksi populer.
Dalam beberapa bab novel 276 halaman ini pembaca akan mengenal seluk-beluk dunia fotografi dan pernak-pernik yang ada di dalamnya. Di beberapa narasi cerita, penulis bahkan dengan penuh cermat menjelaskan teknik menggunakan kamera tua merk Pentax Mx yang biasa dipakai tokoh Aggi dalam melaksanakan tugasnya sebagai fotografer (halaman 92).
Novel yang telah dilirik sebuah rumah produksi untuk diadaptasi menjadi sebuah Film Televisi (FTV) ini akan menjadi karya kedua Desi yang diangkat ke layar televisi setelah Kutemukan Engkau di Setiap Tahajudku yang lebih dulu tayang sebagai film televisi di stasiun televisi swasta beberapa tahun yang lalu. [*]
2.5, dibulatkan ke atas karena KOVERNYA SESUATU BANGET NGGAK KUAT. Suami juga bilang gitu. "Saya suka kovernya, soalnya pas dibuka, tring, ada surprise," katanya, lalu nyengir kuda. Konsep kovernya memang jadi nilai plus dan ini mirip dengan kover Love Flavour-nya Mbak Indah Hanaco. Cuma, yang ini ada gambar tersembunyinya, yang cuma bisa dilihat kalau kita membuka penutup yang warna hijau itu.
Kalau saya baca buku ini saat saya masih SMA (which is unlikely, anyway, secara bukunya terbit waktu saya kuliah), saya akan menyukai cara Aggi dalam prinsipnya berhubungan dengan Timur. Karena, percayalah, saya pernah melakukannya. Bagian 'ketemuan tanpa rencana', maksudnya. Hasilnya antara gagal tidak bertemu sama sekali (dan jadinya saling nggak ngerti) atau terlalu malas untuk pergi dan terlalu sayang duit buat dihambur. I just don't buy the surprise part. And Aggi is toooo surprising she's on the verge of annoying. Saya pikir, jaraaang sekali yang akan seperti Timur dan memang cowok seperti itu munculnya hanya di novel-novel.
Lalu, saya baru menemukan ada kasir buku kepo seperti di buku ini. Karena saya membayangkan toko buku tempat Timur membeli Kisah Mata itu seperti Togamas, dan Teteh-Akang Togamas biasanya diem-diem aja. Saya jadi bingung, hehe.
Saya juga setuju dengan ulasan lain yang menyebutkan bahwa untuk novel populer, pengucapannya terlalu kaku. Mungkin itu masalah gaya bahasa juga, karena kalau terus dibaca, nyatanya saya bisa menikmati saja percakapan antara Timur dan Anggi. Oh, kecuali ketika Timur nyeletuk sendiri. Ini ada di bab awal-awal yang sempat bikin seret. Masuk ke pertemuan Timur dan Aggi untuk pertama kalinya setelah lima tahun, saya baru bisa mengikuti.
Hmm, satu lagi, mengenai makeup. Kalau saya baca ini saat SMA, tentu saya yang gembel ini setuju dengan Aggi. Tapi sekarang, saya bisa bilang kalau Aggi terlampau cuek dengan dirinya sendiri. Mungkin saya sudah kenyang dengan tokoh perempuan 'cantik alami' yang rivalnya full face makeup. Padahal, dandan nggak ada salahnya, kan? Justru di tempat seperti Yogya (dan tempat lainnya), tabir surya, bedak, dan lipbalm dibutuhkan untuk melindungi kesehatan wajah, bukan untuk jadi cantik.
Sebetulnya, cerita ini cukup segar untuk sebuah novel populer. Mungkin saja kembali lagi ke masalah selera dan ekspektasi saya dengan novel berlabel Love Flavour yang notabene ditujukan untuk pembaca dewasa. Balik lagi, cerita ini mengandung hal-hal yang sebenarnya novel-material, tapi saya butuh cerita yang dapat meyakinkan saya ini bisa terjadi di dunia nyata. Dan novel ini belum cukup membuat saya yakin Aggi dan Timur adalah pasangan serasi yang bisa kita temukan di sekeliling kita.
"The Strawberry Surprise" bercerita tentang Aggi, seorang kurator seni yang suatu hari mendapatkan paket buku dari seorang pengirim misterius. Buku tersebut membawanya bertemu kembali dengan Timur, seorang pria yang pernah dekat dengannya di masa lalu. Aggi-lah yang meminta untuk berpisah dengan pria itu dulu. Dia mengajukan syarat untuk bertemu kembali lima tahun kemudian. Lima tahun telah berlalu dan kini Timur kembali untuk wanita itu.
Timur itu... sabar, yah. Jujur kalau saya yang ada di posisinya, saya mungkin tidak mau repot-repot untuk mengejar Aggi ini. Kenapa? Soalnya gini: bayangkan kalau kamu baru bertemu seseorang, kamu suka dengan orang itu lalu berusaha PDKT, kelihatannya si dia juga memberi respon yang baik (sampai jadian malahan), tapi sebulan kemudian dia tiba-tiba minta untuk tidak bertemu dulu dan bahkan mengajukan syarat yang agak absurd: bertemunya lima tahun lagi saat kamu mendengar suara tawa si dia. Saya tidak tahu reaksimu seperti apa, tapi saya pasti merasa wtf banget.
Yah, untungnya si Timur sabar dan bukannya malah nikah dan punya anak .
Saya sampai akhir juga masih tidak terlalu paham dengan Aggi ini. Kalau ini manga, dia itu mungkin tipe yang kurudere. Tipe yang tidak terlalu menunjukkan perasaan, tapi sebenarnya manis (cieeh... manis). Tapi, sifat cool dan menjaga jaraknya ini yang bikin saya susah suka sama dia dan tidak begitu paham kenapa si Timur ngotot banget mau sama dia. Soalnya kalau buat saya, si Aggi ini kelihatannya tipe yang akan melukai orang lain karena takut akan dilukai lebih dulu. Yah, mungkin itu su'udzonnya saya ke si Aggi aja kali, yah.
Ceritanya sendiri sebenarnya lumayan menarik. Perjuangannya Timur terasa sekali buat meladeni LDR bersama Aggi. Filosofi stroberi yang dimasukkan ke dalam ceritanya juga terasa pas (walau mungkin terkesan maksa di beberapa bagian).
Secara keseluruhan, kalau lagi baper karena soal LDR atau hubungan yang gantung, coba baca ini. Siapa tahu kamu tambah baper.
Kehidupan dalam pernikahan itu seperti semangkuk penuh stroberi, bukan? Ada bagian masam. Ada bagian manis. Semua dinikmati dan dijalani bersama.
Dari awal rasanya susah masuk ke dunia Aggi-Timur ini. Gaya ngobrolnya terlalu formal, geli sendiri bayanginnya. Terus soal filosofi stroberi itu diulang-ulang-ulang-ulang sampai bosen bacanya. Ketidaknikmatan ini mungkin efek dari baca seri Love Flavour secara berturut-turut juga sih, yg formulanya: si heroine tergila-gila sama makanan/minuman rasa tertentu terus disambung2in sama filosofi hidupnya.
Saya sendiri suka milk tea, jadi filosofi hidup saya itu ... mmmmmm ....
sekotak stroberi akan memberi kejutan tersendiri bagi penikmatnya.. kadang akan menemukan stroberi yang teramat masam, tapi tak jarang juga mnemukan yang manis.. sama halnya seperti cinta, penuh kejutan.. 'tak ada yang tau bagaimana cara kerja kenangan, keluar masuk ingatan semaunya sendiri' Timur dengan usahanya yang apik berusaha untuk kembali bersama Agga.. it's really good story..
Dulu beli buku ini karena nama pengarangnya mirip sama namaku, jadi nya penasaran ceritanya kaya apa, covernya bagus strawberry nya real picture bukan sekedar ilustrasi, dan yang bikin gemes itu bookmarknya berbentuk dua buah strawberry gitu.
Kalo soal alur cerita, maaf aku belum selesai baca hingga review ini aku tulis, entah sudah berapa lama ingin melanjutkan baca, tapi kaya nggak dapat feel nya gitu, apa mungkin buku ini tidak cocok dengan ku atau memang bahasa penulisan Desi Puspitasari ini yang terlalu baku ya, jadi kesannya agak lelah juga bacanya.
Oh ya setting di cerita ini benar-benar lokal, mengambil setting di Bandung dan Jogja, aku tidak tau seberapa besar presentase keakuratan setting tersebut karena aku juga belum pernah berkunjung ke dua kota ini.
Alurnya lumayan berjalan lambat untuk menanti 'surprise' karena aku belum baca sampai akhir aku belum bisa me-review endingnya seperti apa.
Berbeda dengan novel The Moccha Eyes sebelumnya, saya di sini menikmati sekali cerita dalam novel ini. kisah tentang perjuangan cinta yang dihalangi oleh jarak Yogyakarta-Bandung. Entah kenapa saya baca novel ini rasanya segar aja, tapi jujur saya bukan penyuka buah strowberry, yaah kalau jus atau yg lain suka sih. Soalnya terkesan kecut, saya aja liat covernya udah ngerasa kecut di mulut. hahaha Karakter tokoh perempuannya juga aku suka. Juga di sini konfliknya lebih ke personal konflik. Hehehe baguuuuss. 4 bintang :3
Keputusan tepat membawa The Strawberry Surprises di tengah minggu-minggu kuliah yang cukup sibuk. Bukunya ringan dan tetap menarik. Kejutan asam manis strawberry memang menggoda.
|"Tidak ada yang tahu bagaimana cara kenangan bekerja. Keluar masuk ingatan seenaknya sendiri."|
Aggi dan Timur kembali dipertemukan dengan sebuah kejutan yang mereka buat sendiri--tepatnya setelah Timur pada akhirnya mendengar suara 'tawa' itu setelah lima tahun berlalu.
Mereka membuat kesepakatan di masa lalu, yang Aggi lontarkan setelah putusnya sebuah komitmen antara mereka.
|"Bila dalam lima tahun kita masih sendiri dan belum menikah, kita akan bertemu lagi. Mencoba kembali menjalin hubungan."|
Setelah bertemu dan menemukan satu sama lain masih menyandang status single, secara alamiah mereka berdua pun kembali berhubungan--berteman dekat. Memang belum ada kepastian tentang 'mencoba kembali menjalin hubungan', karena masih ada beberapa hal yang membuat mereka ragu.
|"Stroberi itu mengejutkan. Jadi, berhati-hatilah kepada orang yang suka stroberi."|
Aggi begitu menyukai stroberi dan selalu memfilosofikan hidupnya dengan buah asam manis itu. Maka, kepribadiannya pun tak jauh dari buah itu; penuh kejutan, yang tak jarang membuat Timur kewalahan.
Jarak Yogyakarta-Bandung yang menaungi sedikit mempersulit pertemuan mereka. Sesuai kesepakatan, setiap hari minggu Timur akan datang ke Yogyakarta untuk menemui Aggi--mendengarkan gadis itu menceritakan romansa-romansa cinta dengan pria lain selama mereka berpisah lima tahun lalu. Sifat Aggi yang berbeda dari perempuan biasanya memang terkadang menjengkelkan. Dan Timur menyadari itu.
|"Kamu sadar tidak, sih!? Kamu itu tidak biasa! Agak sedikit rumit!"
"Bukan rumit. Bukan berkarakter tidak biasa. Kamu hanya tidak terbiasa menghadapiku, Timur."|
Pertemuan mereka tidak berjalan dengan lancar dan mudah. Karena memang pada dasarnya, tidak ada kesepakatan untuk janjian terlebih dahulu jika mereka ingin bertemu. Aggi membiarkan semesta yang akan mempertemukannya dengan Timur, membiarkan pertemuan mereka penuh dengan kejutan-kejutan yang tak hanya manis, namun terasa asam jua.
Hingga saat semuanya mulai berjalan dengan terbiasa, dan saat cinta sekali lagi datang menghampiri meminta lebih, Aggi tak begitu saja menerima semua itu. Segala sesuatunya kembali terasa meragukan.
|"Jadi, stroberi macam apa aku?"
"Kamu tidak termasuk salah satu jenis stroberi apa pun karena kamu adalah rekan untuk menikmati semangkuk stroberi bersama."|
-----The Strawberry Surprise-----
Oke, seharusnya aku menyesal baru membaca novel ini sekarang. Dulu, beberapa kali aku menemukannya di beberapa bazar buku murah gramedia tapi tidak sedikitpun meliriknya. Dan sekarang, saat tahu kalau novel ini akan diangkat ke layar lebar, barulah aku kelimpungan supaya bisa mendapatkan novel ini.
Dan selama ini, aku selalu merasa memiliki semacam 'lucky-self' dengan obralan gramedia karena tak jarang aku menemukan buku yang kuinginkan di sana. Begitu pun dengan novel ini. Di hari terakhir bazar, setelah hampir dua jam membongkar tumpukan buku yang bahkan sudah tidak bisa disebut tumpukan, aku menemukan The Strawberry Surprise di sebuah rak. Tinggal satu. Tanpa segel. Harga miring.
Sejak halaman pertama, aku sudah dibuat jatuh suka dengan cara penulisan yang dipakai penulis. Terkesan ... apa, ya? Blak blakan tapi nggak ngaco. Kesannya jadi cerdas dan lugas. Mengingatkanku juga pada cara penulisan salah satu penulis metropop favorit, Mbak Retni SB :)
Tokoh, latar, adegan-adegan, serta keseluruhan cerita, semuanya aku suka. Ada perasaan yang meledak-ledak saat membaca halaman demi halaman yang penuh kejutan itu. Alurnya benar-benar segar, memang, seperti sebuah stroberi. Meskipun masih ada beberapa deskripsi yang membuatku mengerutkan dahi tak paham, pendeskripsian masa lalu Aggi dengan pria-pria lain yang 'agak' membosankan, typo-typo serta kalimat tidak efektif, tapi aku tetap sangat-sangat menikmatinya.
Aku selalu suka tipe cerita yang seperti ini. Kisah cinta yang dikemas sederhana dan tidak berlebihan. Cara Aggi dan Timur berhubungan itu sangat sederhana tapi greget. Manis dengan caranya sendiri.
Pokoknya suka, berharap semoga filmnya nanti akan sememuaskan novelnya. Kalau dari cast-nya, sih, aku udah merasa cocok lah. Semoga mereka tidak merubah karakter Aggi dan Timur yang sudah sangar memorable di novel ini :)
Sepulang dari pekerjaannya, Aggi menemukan sebuah paket di kosnya. Berisi sebuah buku berjudul Kisah Mata, karangan Seno Gumira Ajidarma, dan dikirim oleh Peter yang tinggal di Bandung. Karena tak memiliki teman bernama Peter, Aggi pun mulai mencari tahu siapa pengirim sebenarnya dari paket tersebut. Dan setelah melakukan beberapa investigasi, Aggi pun mulai bisa menebak siapa gerangan pengirim misterius tersebut.
Adalah Timur, seorang pria yang hadir di masa lalunya. Mereka sempat menjalin kasih sebelum Aggi memutuskan hubungan lima tahun sebelumnya, dengan sebuah pesan, "Setelah lima tahun, kalau kamu tidak punya pacar, kalau aku tidak punya pacar, kita coba lagi untuk bertemu."
Mereka pun bertemu kembali, di amfiteater Taman Budaya Yogyakarta. Timur sengaja datang dari Bandung untuk bisa bertemu lagi dengan Aggi. Sayangnya pertemuan kembali setelah lima tahun tersebut tidak berjalan lancar. Ada beberapa gangguan yang membuat Aggi tak bisa langsung mempercayai maksud baik Timur. Apalagi selama lima tahun terakhir banyak hal terjadi, baik pada dirinya maupun pada Timut. Hingga akhirnya Aggi pun mengajukan sebuah rencana.
"Ini rencanaku: setiap pekan kamu harus datang ke Yogyakarta. Aku akan menceritakan satu demi satu laki-laki yang pernah dekat dan pernah mengecewakanku sehingga aku menjadi skeptis seperti ini. Dan, kamu harus mendengarkan."
***
Sebuah cerita dengan ide menarik kembali dihadirkan oleh Desi Puspitasari. Dengan setting Yogyakarta dan dunia fotografi, penulis mengajak pembaca mengikuti kisah cinta yang unik dari Aggi dan Timur. Unik karena dalam cerita ini penulis menggambarkan kisah cinta Aggi dan Timur layaknya buah strawberry, yang penuh kejutan. Kalau beruntung kau akan dapat yang manis, namun kalau tidak kau akan mendapat yang asam.
Bicara soal rasa manis, maka saya harus mengacungi jempol pada kemampuan penulis menggambarkan kota Yogyakarta juga sedikit tentang kota Bandung. Benar-benar detail dan terasa nyata. Karakter Aggi yang sedikit tak biasa juga turut memperkuat novel ini. Bisa dibilang penulis cukup konsisten dengan tokoh pilihannya. Sosok perempuan dengan karakter dan pemikiran yang tak biasa. Selain itu, ide tentang fotografi manual (atau analog?) juga memberi warna tersendiri pada novel ini.
Dialog-dialog cerdas juga bertebaran dalam novel ini terutama saat Aggi bertemu dengan Timur. Dua favorit saya mungkin yang ini:
"Saat hari kerja, intensitas bertemu hanya sebentar. Berangkat saat pagi dan pulang dalam keadaan keadaan lelah. Bertemu sama-sama dalam keadaan letih. Banyak kebiasaan sepele yang luput dari pengamatan. Saat akhir pekan biasanya orang akan lebih menunjukkan tabiat asli. Bermalas-malasan, bangun terlambat, tidak mandi seharian, sarapan saat siang dan makan malam dengan mi instan, menonton televisi sambil mengupil, dan sebagainya. Katanya pernikahan itu menerima pasangan dengan seluruh kelebihan dan kekurangan. Dengan ketakutan-ketakutan yang kamu utarakan tadi, kukira kamu mau hidup bersamaku hanya hari kerja. Tidak pada akhir pekan." (hal. 231).
"Kamu tahu mengapa kakak atau adik dalam sebuah keluarga suka sekali ribut? Bertengkar karena hal sepele? Mengapa seorang anak berani merajuk lebih sering kepada ibu atau ayahnya ketimbang kepada orang lain? Karena sehebat apa pun pertengkaran kakak dan adik itu, sekesal apa pun karena ayah atau ibu tidak menanggapi rajukan dengan serius, mereka tahu mereka masih bisa kembali berbaikan dan mendapat pelukan. Mereka tidak takut akan kehilangan salah seorang." (hal. 232).
Namun layaknya strawberry, novel ini pun memiliki rasa masam padanya. Dan itu itu terletak pada penggunaan dialog antar tokoh yang kadang terlalu formal. Beberapa masih terasa wajar, namun beberapa lainnya terasa agak aneh, terutama mengingat setting kota yang dipilih. Dan kalau boleh jujur, pemilihan dialog ini cukup mempengaruhi efek dari rasa novel ini. Seandainya dialog yang dipilih penulis sedikit lebih "membumi", saya yakin Strawberry Surprise bisa hadir dengan lebih ekspresif.
The Strawberry Surprise. Love Flavour keeempat yang sudah saya baca. Setelah The Mint Heart, The Vanilla Heart, dan The Coffe Memory. Sejauh ini yang jadi favorit saya tetap The Mint Heart.
Untuk love flavour-nya, The Strawberry Surprise juga terasa rasa strawberry-nya. Surprisenya juga kena. Terutama di kisah cinta Aggi dan Timur yang unik dan penuh kejutan. Dan untuk cover, tetep bagus banget. Gambar strawberry-nya itu loh, membuat saya pengen mencomot satu (‘▽’ʃƪ) ♥
The Strawberry Surprise menceritakan tentang kisah cinta lama yang bersemi kembali. Sebelumnya, Aggi dan Timur sudah pernah pacaran. Aggi punya pekerjaan di Yogyakarta sedangkan Timur di Bandung. Kesibukan masing-masing membuat mereka jarang bertemu dan membuat Aggi takut sehingga dia memutuskan untuk memberikan jeda pada hubungan mereka.
Tidak tanggung-tanggung, Aggi memberi jeda selama 5 tahun. Selama itu Timur dilarang menemui dan menjalin kontak dengan Aggi. Sampai Timur mendengar suara tawa Aggi, saat itulah Timur boleh menemui Aggi lagi. Asalkan keduanya belum terikat hubungan dengan siapapun.
Eaaaaaa, lucu sekali. Bagaimana bisa Timur yang ada di Bandung mendengar tawa Aggi yang ada di Yogyakarta? Tapi meskipun kedengarannya mustahil, Timur sih oke oke saja. Dan apa mau dibilang, setelah 5 tahun berlalu, Timur memang benar-benar mendengar tawa Aggi. Oke, itu adalah pertanda jelas bahwa Aggi memang patut diperjuangkan.
Tapi apakah semudah itu? Tentu saja tidak. Aggi tetap seperti dulu. Mandiri, keras kepala, dan galak. Suka sekali dengan strawberry dan juga filosofinya. Bahwa rasa strawberry itu penuh kejutan. Kadang kita bisa memakan strawberry berpenampilan menarik tapi asam bukan main. Kadang bisa juga memakan strawberry yang penampilannya menyedihkan tapi ternyata sangat manis. Yah seperti itulah kehidupan menurut Aggi.
Benarkah? Well, sepertinya Aggi harus berusaha sedikit mengenali dirinya lagi. Meskipun Aggi tahu hidup penuh kejutan seperti rasa strawberry, tapi Aggi sebenarnya takut.
Lalu bagaimana dengan Timur? Yah, Timur masih berusaha untuk meyakinkan Aggi kalau dia benar-benar cinta dengannya. Timur bahkan tidak peduli seberapa konyolnya dirinya karena ngotot mengejar Aggi yang galak dan berpenampilan kumal dibandingkan dengan mantan pacarnya yang cantik dan kinclong yang sama gigihnya mengejar Timur seperti Timur mengejar Aggi. Timur sepertinya juga sudah termakan dengan filosofi strawberry, yang kadang berpenampilan tidak menarik, tapi sebenarnya sangat manis di dalam. Oh ya, saking gigihnya Timur ini, dia mau saja bolak-balik Bandung - Yogyakarta naik kereta api setiap akhir pekan hanya untuk menemui Aggi.
Membaca kisah cinta Aggi dan Timur ini memang penuh dengan kejutan. Ceritanya unik. Sayang waktu membaca novel ini suasana rumah sedang ribut-ributnya karena keponakan-keponakan kecil saya lagi pada ngumpul. Jadi ada beberapa hal yang tidak sempurna masuk ke otak, halah. Misalnya pekerjaan Aggi itu apa ya. Saya nangkapnya Aggi kerjaannya mengurus pelaksanaan pameran dan pergelaran-pergelaran seni gitu, hahhah. Tapi yang pasti Aggi juga seorang fotografer meskipun kamera yang sering dipakainya sudah termasuk kedalam kategori kamera antik. Kamera ini berperan besar merekam kisah cinta Aggi dan Timur. Saya juga lost dengan pekerjaan Timur. Yang saya tangkap cuma pekerjaan Timur ada hubungannya dengan editing iklan gitu. Oh ya, Timur juga jago main saksofon.
Nah, karena pekerjaan Aggi dan Timur erat kaitannya dengan seni dan budaya, saya jadi merasa suasana seninya berasa sekali dan saya suka. Seperti membaca kisah cinta dua seniman dengan kepribadian yang unik dan kisah cinta yang penuh kejutan.
At last, benar-benar seperti strawberry. Kadang manis, kadang asam, penuh kejutan. 3 dari 5 bintang untuk The Strawberry Surprise. I liked it.
Cerita yang simpel, menarik, unik, dan... rasa stroberi!
Aku emang nggak berekspektasi terlalu tinggi sama buku ini, mengingat kepalaku masih dipenuhi adegan misterius dari novel detektif yang akhir-akhir ini aku lahap. Tapi, ternyata, rasa stroberi yang bahkan udah dijanjiin dari kover buku, dan dijadiin judul juga, bener-bener proporsional dan pas sama isi ceritanya.
Penjabaran setting-nya detail, suasananya realistis, dan... ya, terpaksa setuju sama beberapa review lain di Goodreads yang bilang dialog di sini terlalu kaku. Entahlah, kupikir, Rosa yang masih kuliah kurang cocok make dialog yang formal abis dengan menggunakan banyak kata “tidak” alih-alih “nggak”.
Selain setting yang kuat, penjabaran dari masing-masing pekerjaan tokohnya juga lumayan lengkap. (Lumayan karena... aku emang belum begitu paham sama dunia kerja. :D) Beberapa makanan—baik yang tradisional maupun skala internasional (Prancis, China)—juga dijabarin dengan sangat baik. Mereka, makanan-makanan itu, muncul di saat yang tepat. Walaupun aku nggak ingat semuanya karena terlalu banyak informasi yang masuk kepala dan elemen makanan ini bukan termasuk adegan kunci, aku tetep suka.
Soal alur, aku emang nekat baca beberapa review di Goodreads, dan berakibat tau sedikit spoiler. Tapi nggak masalah, karena aku jadi tahu konsep maju-mundurnya. Plus, nggak kaget ataupun ngerutin dahi pas baca. Ngalir, baik dari segi gaya bahasa maupun perpindahan adegan.
Aku suka banget sama karakter Aggi. Dia emang egois, keras kepala, semaunya sendiri, dan terlalu introvert plus membatasi diri dari orang lain. Manusiawi. Tapi, caranya berpikir dan nyelesaiin masalah patut diacungin jempol. Aku jadi inget teks naratif tentang dua kodok yang nyemplung sumur dan diteriaki temen-temennya supaya nyerah aja, nggak usah balik naik. Yang satu emang nyerah, satunya lagi berhasil keluar dari sumur karena ternyata, dia tuli. Dia pikir temen-temennya malah nyemangatin dia. Dan dari sifat keras kepala Aggi itulah, dia nggak mudah goyah sama godaan “setan”—si antagonis, maksudnya. Terlepas dari alasan yang dia kasih, dan reaksi insecure-nya yang nggak dia tunjukin, dia tetep teguh menghadapi lawan tanpa kenal gentar.
Miris juga sih waktu bagian character development, ada yang terjurus ke dalam jurang kegelapan. Aku rasanya pengen ikut mencak-mencak pas dia ikut ambil bagian mojokin Aggi. Dadaku sampe ikut nyesek, seolah-olah darahku juga bergejolak. Aku nggak tau kalo aku bisa seemosional itu pas baca novel. Efek terlalu hanyut sama ceritanya deh, kayaknya.
Bicara soal kelemahan, aku kurang suka cara penulis masukin materi risetnya tentang fotografi lewat footnote. Udah istilah-istilahnya bikin bingung, cara bacanya dari kalimat cerita ke bagian bawah buku juga bikin capek. Tapi, untuk usaha yang satu ini, emang totalitas banget sih. Aku salut, info-info kayak gitu bisa berseliweran di sepanjang buku, seakan nggak ada kata capek waktu proses kreatifnya. Bahkan sampe ke detail tulisan kota tujuan di tiket dan nama kereta apinya juga disebutin. Seumur hidup, aku baru ketemu satu orang yang fanatik ke kereta api: adikku sendiri (selain temen-temen “seperjuangan” dia, tentunya). Habis baca novel ini, hilang deh persepsi awalku.
Satu lagi. Aku suka pengorbanan Timur. Dia konsisten. Dia berjuang. Dia nggak mudah nyerah. Baik karakter (positif) dia maupun Aggi sama-sama patut dijadiin panutan. Kayak kata Timur sendiri, aku jadi banyak belajar. Jadi nggak sabar nonton filmnya. :]
Empat bintang. Satu menghilang karena ada beberapa typo yang masih terbang melayang, meski nggak terlalu mengadang pandang. :P
"..Tidak ada yang tahu bagaimana kenangan bekerja. Keluar masuk ingatan seenaknya sendiri"
" ..Aku menyukaimu. Aku menghormatimu. Ini adalah satu di antara sekian caraku untuk menunjukkannya"
Novel ini menceritakan tentang kehidupan cinta Aggi yang menganut filosofi Strawberry. Hidup yang penuh dengan kejutan :). Aggi bertemu kembali dengan Timur, setelah lima tahun berpisah dan tanpa kabar. Seolah takdir memang telah menuntun mereka untuk bertemu, takdir pula yang membuat mereka senantiasa bisa saling menemukan tanpa ada kepastian dimana mereka akan bertemu. Hanya dengan sedikit clue, membuat Timur selalu bisa menemukan Aggi, dan juga sebaliknya. Perpisahan dengan Timur, serta pertemuan dengan beberapa lelaki lain membuat Aggi seolah memproteksi dirinya dari perasaan cinta. Akhirnya Aggi pun ingin menguji cinta Timur padanya. Aggi meminta Timur meluangkan waktu di weekend, untuk mendengar ceritanya mengenai lelaki yang singgah di hidupnya, juga mengenai apa saja yang terjadi selama mereka terpisah selama 5 tahun. Jika saja Timur berada di kota yang sama dengan Aggi, mungki itu terasa mudah, sayangnya Timur tinggal dan bekerja di Bandung, sedang Aggi berada di Yogyakarta. Apalagi Timur adalah pegawai kantoran dengan jadwal yang padat. Bisa dibayangkan bagaimana perjuangan Timur untuk meraih hati Aggi kan. It was Great :).
Perjuangan Aggi pun tak kalah beratnya, kadang ketika hatinya sudah mengharapkan kehadiran Timur, Timur malah tidak datang. Tekanan pun datang dari Tita, yang pernah menjadi sahabat Aggi, gadis itu tidak mendukung usaha Timur untuk meraih hati Aggi, karena Aggi sudah pernah mencampakkan Timur 5 tahun lalu. Ada juga Inda, mantan kekasih Timur yang semakin gencar berusaha meraih perhatian Tinur lagi. Well, filossofi strawberry sangat mewarnai cerita Timu-Aggi.
Membaca novelini bikin saya terkejut tiada henti. Pemikiran Aggi ini lho yang bikin saya terkaget2 dan berbisik dalam hati, 'koq bisa ya Aggi berpikiran seperti itu", seolah ia benar2 menyerahkan apa yang terjadi di hidupnya pada takdir. Ide ceritanya saya suka banget. Hubungan Aggi-Timur secara garis besar fresh banget untuk saya, lengkap dengan filosofi strawberry yang sangat dikagumi Aggi. Saya juga salut sekali dengan perjuangan yang dilakukan Timur. Pantang menyerah :D. Lalu istilah2 yang digunakan mbk Desy dalam menyebut lelaki yang pernah singgah di hidup Aggi, bikin saya yersenyum2. Unik saja untuk saya.
Kekurangan yang saya rasakan adalah, alurnya yang maju-mindur. Mungkin saya saja yang nggak terlalu canggih pas baca, jadinya kadang saya musti membaca ulang paragraf sebelumnya untuk tahu, apa bagian yang saya baca itu terjadi sekarang, beberapa saat lalu, atau malah masalah lalu. Kemudian, rasanya saya lebih suka kalau penulisannya menggunkan bahasa yang sehari2 saja, jadi saya lebih cepat menerimanya. Heheh..,:D. Lalu banyak istilah dalam fotografi di novel ini yang daya nggak ngerti maksudnya apa, karena jujur saya awam sekali di bidang itu.
Tapi overall, saya suka sekali ide ceritanya. Fresh. Berasa baru untuk saya. Setelah, baca novel ini, saya mendapatkan strawberry manis. Kalau kamu..?^^
Saya kasih 3,5. Secara pribadi, saya suka ceritanya. Menarik dan jalan ceritanya tidak klise. Bagian lompat melompat antara masa lalu dengan sekarang agak mengusik dan membingungkan, tetapi saya memutuskan untuk abai. Mungkin saya hanya kurang teliti dan runtut. Kisah Aggi dan Timur patut diikuti, btw. Cara mereka menyatu benar-benar unik.
Yang paling mengganggu proses membaca dari awal hingga akhir hanyalah bahasa yang digunakan para tokoh dalam berdialog. Terlalu terstruktur sehingga rasanya tak nyaman. Adakah orang zaman sekarang yang menyahut, "Hendak ke mana?!" pada orang yang akan pergi? Tidak. Yang ada adalah, "Mau ke mana?!". Bahkan, "Akan ke mana?!" pun tak ada (saya rasa, yang satu ini konteksnya bisa berbeda). Ditambah lagi, latar tempat paling menonjol adalah Yogyakarta. Halo, saya orang Jogja asli, seratus persen asli, saya tinggal dan besar di sini. Dan saya tidak pernah menjumpai orang-orang yang berbicara dengan sangat terlalu formal seperti itu. Malah, orang-orang Jogja berbicara dengan sangat melenceng dari struktur baku. Campur-aduk, dari bahasa Indonesia, Jawa, hingga dialek Betawi lo-gue. Ini menyangkut kerealistisan, karena bagi saya, zaman sekarang dialog yang terlalu berpegang teguh pada bahasa Indonesia yang baik dan benar itu sudah tidak ada, yang berarti tidak realistis.
Tetapi, saya menghargai betul penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penyampaian cerita. Narasi dan deskripsi ditulis dengan bahasa baku yang—well, saking bakunya, beberapa kata jadi terdengar agak asing. Misalnya, "indekos" yang lebih populer dengan "kos". Betul demikian? Patut dicontoh kok oleh para penulis. Apalagi penulis skripsi. Lol.
Dan saya paling menyukai gaya menulis Mbak Desi Puspitasari yang lancar dan rapi. Bikin saya iri—sebagai sesama penulis. Detail, pas porsi, dan tidak membosankan. Karakterisasinya juga baik. Tita benar-benar tukang omel yang cerewet, dan kalemnya Timur itu ngena banget sampai bikin meleleh, hahaha. Aggi sama sekali bukan sosok heroine yang "pasaran", dan dia sama sekali bukan cewek yang mudah dikelabui gombalan dan pujian.
Oh iya, satu hal lagi. Saya mendapati adanya penggunaan "?!" yang keterlaluan di sini, pada saat Tita mengomel. Iya, keterlaluan, karena saat saya membacanya, saya rasa banyak kalimat sudah cukup diakhiri dengan tanda titik saja. Tanya-seru (apalah istilahnya) seperti itu bikin gak nyaman baca, sekalipun saat harus mengekspresikan omelan dan gerutuan.
Sudah, begitu saja. Saya puas, dan meskipun hanya tiga bintang, saya harap penulis dan penerbit juga puas.
ps: buku ini hasil terpilih menjadi penanya yang beruntung saat #TwiTalkPenulisBentang dengan penulis. Matur nuwun, Bentang. Ora nyesel dadi pembaca setiamu, haha :D *aku ora nggaya lho :p*
Seperti setting yang digunakan di novel ini--Jogja--membaca novel ini seperti menikmati satu kotak bakpia patok isi dengan isian stroberi--ada tidak sih? Tapi, aku pingin benar seperti itu. Yah, bakpia. Makanan khas Jogja. Makan 1 atau bahkan 2 aku bisa kenyang. The Strawberry Surprise novel yang padat menurutku. Aku sendiri tidak bisa menamatkannya sekali duduk. Terkadang mengerutkan kening untuk mecerna maksudnya. Padat dengan istilah-istilah fotografi ala Aggi. Dengan segala pandangan hidup menurut Aggi dan Timur.
Namun, aku cukup terhibur. Bakpia patok isian troberi. Mengunyah satu bakpia terasa berat dan jika tidak minum akan terhambat di tenggorokan. Tapi, bakpia ini isi stroberi. Manis-asam. Enak. Hanya saja ya tetap mengenyangkan dan tidak bisa dimakan sekali duduk satu kotaknya.
Kebetulan sekali aku suka stroberi. Aku sangat setuju dengan segala pandangan Aggi mengenai buah itu. Manis, asam, mengejutkan. "Stroberi itu buah penuh kejutan. Rasanya kadang manis, kadang masam. Seperti memiliki kemungkinan yang tidak terduga." (Hal. 1)
Tapi, jujur. Saya kurang suka sifat Aggi. Mungkin ini personal. Karena aku tidak begitu suka sifat orang yang keras kepala dan apa ya... dengan soknya menganggap semuanya bisa dia atasi sendiri. Di sini, aku suka Timur. Laki-laki berprinsip kuat. Dia keren. Manusiawi tentu saja karena dia juga memiliki kelemahan. Sulit melupakan mantan. Hahaha.
Aku suka cara Mbak Desi bercerita di sini. Sangat hebat. Seperti yang aku bilang di awal; padat. Sehingga aku membaca ini tidak seperti hanya sekadar membaca novel picisan. Tapi, banyak ilmu yang aku bisa dapat. Seperti tentang kamera, fotografi, saksofon--ini tidak diulas mendetail sih--, kesenian, pameran, dan yang paling penting Yogyakarta, juga Bandung.
Hanya 4/5 bintang karena mungkin untuk epilog sebagiannya mengulang prolog sehingga aku melompatinya. Aku juga kekenyangan karena "kepadatan"-nya. Tapi, aku disegarkan dengan sebuah stroberi besar yang berair manis dan sedikit asam.
Entah kenapa waktu ke toko buku minggu lalu saya kepingin baca cerita cinta yang unyu-unyu menggetarkan.
Jadi saya muter-muter sambil mengusung prinsip 'judge a book by its cover'. Lihatlah buku yang covernya menarik, yang membuat ingin membaca resensi di belakangnya.
Maka tampaklah 'Strawberry Surprise' di salah satu rak. Saya jadi teringat bulan lalu saat menonton di bioskop sempat melihat trailer film dengan judul sama. Setelah googling sekejap ternyata benar. Jadi, saya putuskan untuk membeli buku ini.
Buku ini menceritakan Timur dan Aggi yang lima tahun lalu sempat berpacaran namun putus karena Aggi yang galau dengan perasaannya. Relasi yang kosong kalau ikut bahasanya Aggi. Mereka berjanji kalau lima tahun kemudian bertemu lagi dan sama-sama tidak punya pacar, mungkin mereka bisa memperbaiki hubungan.
Tidak perlu waktu lama untuk membaca buku ini. Sebagai pecinta cerita dengan alur mundur, saya suka ceritanya yang mengalir walaupun alurnya maju-mundur.
Cerita cinta dengan tema CLBK (cinta lama bersemi kembali) yang ringan namun tidak cheesy. Yang bikin saya tertarik adalah analogi sifat strawberry dengan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Seperti waktu Aggi yang menganalogikan para pria yang dekat denganya selama putus dari Timur, dengan permen karet stroberi atau stroberi varian flamboyan.
Mungkin buku ini bisa jadi alternatif bacaan buat yang sedang ingin baca cerita cinta yang singkat dan menghibur.
Terakhir, saya jadi ingin nonton filmnya, terutama visualisasi adegan halaman 192. Waktu Aggi menyusul Timur ke sebuah kafe di Bandung tempat Timur melakukan pemotretan.
Aggi mengambil gambar dari hidangan di atas meja; makaroni stroberi, segelas es teh, dan semangkuk buah stroberi segar. Kini ia mendongak. Beralih mencari subjek gambar yang lain. Saat cincin fokus diputar dan patahan gambar menjadi satu, Timur menoleh. Aggi tidak menurunkan kamera. Terus mengintip dari jendela bidik. Timur menggerakkan bibir. Berkata tapi suara. "Je...tu...aime."
"Moi aussie," jawab Aggi kepada dirinya sendiri. "Sekali lagi."
Bersamamu seperti menikmati sepotong strawberry. Meledak-ledak, manis, masam, dan tak terduga. Tapi keraguan selalu muncul, sekalipun lima tahun sudah terlewat. Hingga kau bertanya, beranikah aku menikmati strawberry denganmu? Merasakan hidup penuh kejutan, bersama-sama, selamanya.
Novel ini salah 1 dari seri Flavour dan mengambil rasa "Strawberry" yang penuh kejutan. Seperti kisahnya, kita akan diajak dengan kisah Aggi dan Timur yang penuh kejutan seperti buah Strawberry. Pertemuan mereka setelah 5 tahun tanpa pernah ada kontak sebelumnya, karena sebuah janji dimasa lalu, membuka kembali kisah mereka.
"Setelah lima tahun, kalau kamu tidak punya pacar, kalau aku tidak punya pacar, kita coba lagi untuk bertemu."
Walaupun pertemuan kembali mereka tidak terlalu mulus, Aggi malah menguji Timur, apakah Timur benar-benar memang berniat untuk bertemu dengannya atau sekedar iseng belaka, dan itu mengharuskan Timur bolak-balik Bandung-Jakarta setiap minggu hanya untuk mendengarkan kisah Aggi selama 5 tahun terakhir bersama para pria yang hadir dihidupnya dan mengecewakannya. Menguak alasan Aggi yang tidak percaya begitu saja dengan cinta bahkan ketulusan Timur yang hadir kembali dihidupnya.
Tak ada yang tahu bagaimana cara kenangan bekerja. Ia bebas keluar-masuk ingatan seenaknya sendiri
Apakah Timur akan menolak atau tetap datang? TIDAK, Timur tetap berjuang, tetap datang dan mendengarkan semua kisah Aggi. Sampai disini aku sampai berpikir, apa ada ya pria seperti Timur yang sabar banget menghadapi sikap Aggi, dan buat orang kantoran yang terikat jadwal pekerjaan tentulah tidak mudah untuk memenuhi semua syarat yang diajukan Aggi.
Seperti ketika kita makan sebuah Strawberry, kita bisa merasakan buah yang manis dan bahkan masam sekalipun, begitu juga dengan kisah Aggi dan Timur. Dan ketika ending, untunglah kita diberikan strawberry yang "manis".
Novel ini dibuka dengan prolog yang cukup manis, membuatku penasaran bertanya-tanya, "Kenapa Timur dan Aggi kabur di hari pernikahan?" Selanjutnya cerita bergulir dari saat Aggi menerima sebuah buku "Kisah Mata dari Seno Gumira Ajidarma." Aggi yang memang wanita yang suka kejutan tak terduga menikmati sensasi penasaran itu, meski dia telah menebak-nebak siapa si pengirim buku. Tebakannya benar, Timur, sang mantan pacar, menepati janji untuk bertemu lagi lima tahun saat mereka masing-masing tidak mempunyai pacar atau sudah menikah.
Meski lima tahun telah berlalu, ternyata Aggi yang berprofesi fotografer tetaplah sosok wanita yang keras kepala. Meski nggak disebutkan disini, dia seperti sosok wanita tomboi yang cuek, seakan nggak percaya pada cinta. Seakan Aggi-lah 'sang pria'.
Aggi meminta Timur datang ke Jogja setiap Minggu untuk mendengarkan cerita tentang pria-pria yang pernah bersamanya selama lima tahun mereka berpisah. Meski Timur begitu sibuk bekerja di Bandung, tapi dia menyanggupinya. Dia mendengarkan kisah Aggi dengan beberapa pria tanpa ada rasa cemburu. Sedikit aneh, biasanya pria males mendengarkan hal seperti itu dan cenderung mengalihkan ke topik lain. Tapi mungkin Timur ingin bersama Aggi lagi jadi dia rela saja asal bisa bertemu dan ngobrol dengan Aggi.
Aku suka novel ini karena nuansa "Jogja"nya kerasa banget. Cuman terlalu banyak kalimat yang diulang-ulang seperti kata pamungkasnya : "Tak ada yang tahu bagaimana cara kenangan bekerja. Ia bebas keluar-masuk ingatan seenaknya sendiri." Juga ada beberapa informasi yang tidak perlu.
Ah yang paling aku suka justru adegan Aggi bertemu Pak Wu. Entah kenapa terasa romantis tapi agak lucu. Novel ini cocok dibaca saat santai sambil menikmati semangkok strawbery mungkin? Seperti kalimat di sampul belakang : meledak-ledak, manis, masam dan tak terduga ;)
saya selalu suka kisah romantis yang ditulis oleh penulis bernama Desi Puspitasari. entah karena tokoh tokohnya yang demikian hidup dan menghidupkan novel dengan baik atau karena gaya penceritaan yang mengalir seperti air.
tokoh tokoh yang terlihat sangat nyata, manusiawi, dan tidak menunjukkan kelebay-an yang membuat mual. membuat saya makin nggak bisa lepas dari novel bercover strawberry ini.
novel ini berkisah tentang bagaimana kenangan bekerja, bahwa siapapun orangnya tak dapat menduga tak dapat menebak apa yang terjadi. dari urusan kenangan yang tak terduga itu tadi maka muncullah analogi cinta itu ibarat buah strawberry yang tak terduga rasanya. dapat jadi kecut, atau bahkan manis sekali. novel ini memberikan sesuatu yang seru sih perihal semua itu.
tersebutlah tokoh bernama Timur, yang mana menjalin hubungan bersama dengan Aggi. keduanya menjalani LDR, awalnya semua baik baik saja, tapi seiring dengan banyaknya urusan pekerjaan dan banyaknya kesibukan membuat keduanya merenggang sampai akhirnya putus.
lalu mereka bertemu kembali, dalam keadaan yang tak lagi sama, namun begitu keduanya masih menyimpan perasaan yang dalam. namun dalam jeda waktu lima tahun itu tentu saja ada yang tak lagi sama. di sanalah pembaca bertemu dengan tersebutlah sosok Inda, orang dari masa lalu Timur yang masih mengejar ngejar hingga Timur tak lagi dapat bernapas dengan lega. lalu juga mantan mantan Aggi yang jumlahnya banyak. bikin ketawa ketiwi sendiri deh dengan karakter ini.
saya suka dengan plot yang disusun oleh penulis, bahkan penulis juga mengajak saya untuk datang langsung ke Jogjakarta bahkan hanya lewat kata kata yang dia tuturkan. setting tempatnya sangat magic sih ini.
Kisah Timur, Aggi, dan Inda ini membuat saya tak bisa lupa bahkan membaca sekali dua kali lagi untuk menyesap segarnya strawberry di dalamnya. saya suka karakter Timur yang kemana mana bawa kamera, keren banget kelihatannya.
Saat membaca pendapat bahwa cinta itu seperti strawberry, meledak-ledak, manis, masam dan tak terduga, seketika teringat beberapa tahun lalu saat magang di kebun strawberry kusuma agrowisata, Batu, Malang. Di tempat itulah saya merasakan cita rasa tak terduga seperti yang diungkapkan tokoh dalam novel ini; manis, tapi ada masamnya, masam sekaligus manis, seger, tak terduga, bikin ketagihan, sehingga untuk memetiknya pun saya terpaksa kucing2an dengan mandornya agar tak ketahuan, Loo...?! :D
Sepertinya meskipun fiksi, sebagian penulis tak ketinggalan memasukkan secuil kehidupan pribadinya ke dalam ceritanya ya, meski nggak sama-sama amat. Kalau di novel strawberry surprise ini saya menemukan adegan aggi dengan "sepeda motor tua" yang sengaja diwariskan oleh ayahnya agar ia tahu mesin. Nah! Saya bukannya sok tahu lo, hanya merasa de javu membaca bagian ini, seperti pernah ada yang menceritakannya pada saya :D.
Lalu saat membaca angan aggi tentang bagaimana dia diajak nikah (yang katanya romansa komedi yak, hehe), saya jadi kepengen dikejutin gitu meski sudah sah jadi istrinya (sambil berdoa suami membaca ini, kikiki).
Saya sukaa deh sama kejutan-kejutan yang ditawarkan aggi dan timur, dasarnya saya ini suka kejutan (sambil berharap menang undian rumah mewah :p). Dan saya lebih suka novel yang ini ketimbang kumpilan cerpennya yang pukul sebelas malam, soalnya meski benar kata reviewer yang lain, novel ini pemilihan katanya sangat-sangat formal, tapi lebih mudah dimengerti.
Terakhir, kepada timur, andaikan kamu ketemu aku lebih dulu ketimbang dengan aggi yang keras kepala itu! Hihihi... :D
Baiklah saya mengaku. Niat membaca buku muncul ini karena Reza... eh Timur... eh maksudnya harus baca dulu sebelum nonton filmnya.
Banyak hal yang saya suka dari buku ini. Yang pertama adalah cara penulis menjaga alur cerita. Greget cerita memikat pembaca untuk berlari-lari menyelesaikan buku ini. Yang kedua adalah penyajian karakter Aggi. Tidak melulu hitam putih, namun abu-abu. Tidak terlalu memikat untuk disukai setiap laki-laki, tapi memiliki pesonanya yang khas. Sebetulnya Aggi ini masih tidak jauh berbeda dengan stereotipe cewek yang dihindarinya, malah lebih menuntut perhatian. Istilahnya : capek deh ngikutin si Aggi ini. Yang ketiga adalah riset penulis mengenai latar belakang pekerjaan Aggi dan cara pemakaian kamera. Biasanya dalam cerita macam ini latar belakang profesi kurang diulas dengan mendalam. Yang keempat adalah upaya penulis memberikan alternatif lokasi-lokasi kencan romantis. Well done.
Yang buat saya kurang sreg adalah karakter Timur. Adorable sih, cuma terasa Timur ini banyak baiknya dibanding kekurangannya. Seolah Timur ini ada hanya untuk dipuja. Lalu pada bagian awal terasa karakter - karakter yang disajikan kurang khas. Antara satu orang dan orang lain memiliki cara dan gaya bicara yang sama. Hal ini kemudian mencair dan karakter utama menjadi lebih khas. Bagian akhir terasa buru-buru. Si seniman pencemburu kurang terlaborasi. Tokoh Pak Wu menurut saya tidak signifikan, toh mereka tidak menjalin relasi apa pun.
Akhir kata selamat buat Desi Puspitasari atas diangkatnya cerita ini menjadi film :) Salam buat Timur... eh Reza.
Seri Love Flavour pertama yang saya baca. Kepincut covernya yang bikin ngiler juga romantis. Terdapat sebuah cincin di antara strawberry-strawberry itu :3 Pepatah don't judge a book by its cover kayaknya nggak berlaku buat novel yang satu ini karena menurut saya, isinya sebagus covernya :)
Dialog-dialognya sangat cerdas! Banyak sekali pengetahuan-pengetahuan yang bisa saya ambil terutama mengenai istilah-istilah fotografi dan teman-temannya. Ceritnya sendiri dituturkan dengan bahasa baku namun tidak kaku, saya sangat menikmati saat membacanya. Alur yang maju mundur pun nyatanya tidak membuat saya pusing.
Filosofi strawberry dan karakterisasi tokohnya sangat kuat. Strawberry yang meledak-ledak, manis, masam, dan tak terduga bukan sekedar tempelan pada judul namun penulis memang pandai sekali menghubungkannya dengan karakter manusia atau kisah cinta sehingga tercipta berbagai filosofi mengenai itu semua namun ada beberapa filosofi yang terlalu banyak diulang membuat bosan hehe
Mengambil latar di Indonesia yaitu Yogyakarta dan Bandung juga membahas menganai fotografi, seni dan musik menjadikan novel ini indah. Penulisannya sangat apik dan rapi, alurnya pun demikian meski sedikit tertebak untuk bagian ending.
Oh ya, saya suka banget sama prolog dan epilognya. Unik! Romantis! Lucu! Pertama baca prolognya langsung penasaran ternyata jawabannya ada di epilog hihi.... Saya juga suka banget sama karakter Timur, tipe pria idaman tuh xD
Aku punya novel ini karena dikasih hadiah oleh someone. :3 Aku sama kayak Aggi dalam novel ini, sama-sama maniak stroberi. Aih, liat covernya di bulan puasa merupakan godaan terbesar, ahahaha. Well, aku cuma butuh waktu 3 jam buat baca ini. Ceritanya unik, alur maju-mundurnya nggak mengganggu, dan karakternya dapet banget. Aku paling suka bagian prolog dan epilognya, gak kebayang deh melarikan diri pas hari H pernikahan cuma buat bikin bahan cerita ke anak cucu. >,< Tapi ada satu hal yang bikin aku gak bisa ngasih bintang empat buat novel ini: bahasanya. Aku belum pernah baca karya Desi Puspitasari yang lain, jadi kurang tahu gimana gaya bahasa khasnya dia. Bisa jadi juga narasi dalam novel ini disunting habis-habisan oleh editornya. But, I'm sorry, percakapan formal dalam situasi informal, menurutku agak ngeganggu dan bikin ngerusak suasana. Bahan guyon yang seharusnya bisa bikin pembaca ketawa atau minimal mesem jadi gak ada artinya kalau disampaikan secara kaku. :| Terlepas dari itu semua, novel ini layak baca. :)
Sebagai penutup, mau share satu kutipan favorit nih:
I can live without heaven, but I can never forget you. (Kalimatnya seniman Hans Arp yang kemudian dipake oleh bule Thoma buat nembak Aggi, nyahahaha)
Tak ada yang tahu bagaimana cara kenangan bekerja. Ia bebas keluar-masuk ingatan seenaknya sendiri. suka sama kata-katanya yang ini. dan suka juga gaya mereka berteka teki itu. gak sukanya sih sama si tita atau siapa itu? bukan gak suka ding, cuma bingung aja sama karakternya yang gak jelas, gak cocok dan aneh aja ketika dia gak suka sama si aggi yang deket lagi sama timur, tapi alasannya kurang pas gitu. apalagi dia pernah jadi temen, atau sahabat si aggi? nah masak cuma masalah si aggi putus sama timur dia gak berhubungan lagi sama si aggi dia jadi berkesan musuhin si aggi. padahal dia juga digambarin gak naksir juga sama si timur, adiknya timur juga bukan. nah apa alasannya dia marah sama si aggi ini, aneh aja gitu, berasa kayak dia ikut campur urusan oranglain. kalo misal dia naksir si timur sih wajarlah ya. btw this is a book to remember about jogjokarta. apalagi dibaca sambil dengerin jogjakartanya kla project. kangen jogja, kuangen kuangen kuangen jogja. :)
Buku ini menceritakan tentang Aggi, gadis seniman asal Yogyakarta yang super cuek, ngga mikirin apa kata orang, punya prinsip yang tinggi, seleranya yang agak kuno dan antik, dan memiliki obsesi mendalam terhadap buah stroberi.
Buku ini menceritakan tentang manis-asamnya hidup dan kisah cinta Aggi, sama seperti buah kesukaannya, dan Timur, laki-laki yang rela bolak-balik Bandung-Yogyakarta tiap minggu hanya untuk menunjukkan keseriusannya terhadap Aggi.
So far, baca buku ini bikin enjoy, karena penulisnya bisa banget bikin Aggi dan Timur saling becanda dengan serius, tapi tetep kena sisi humornya. Suka banget sama karakter Aggi yang kayak pemen pop-rocks, cetar! Dan Timur yang kayak... pepaya? Antikonstipasi :))))
Tapi sayangnya, tidak dibedakan secara khusus untuk flashback-nya. Ada beberapa scene yang secara acak melompat timeline, sehingga lumayan bikin bingung ketika membacanya. Harus hati-hati kalau ngga mau jengkel bingung di tengah cerita.
Perlu waktu yang lama menyelesaikan ini, kenapa? Karena setiap kali menyentuh dan membacanya, hasrat menulis langsung menggebu tak bisa dibendung. Kata-kata yang sangat baku betul-betul jadi pembelajaran buat orang yang buta baku kayak aku.
Soal motor dari ayah, berasa pernah baca deh *kedip centil Soal Kisah Mata, *hachim
Ini kisah yang mbak Desi banget, kisah cinta yang nggak menye-menye tapi tetap sweet dan ada sisi lain karena ini lumayan romantis, beda sama On a Journey.
Aku suka penggambaran tentang kameranya. Aku juga pengen suatu saat punya pasangan yang sama2 suka motrek :D
Endingnya aku suka, kukira Aggi mau kabur dari acara pernikahannya dengan siapa, ternyata memang dengan Timur. Mereka niat banget kabur padahal udah ganteng dan cantik >,<
Karya mbak desi yang satu ini benar-benar berbeda dengan karya-karya sebelumnya yang pernah kubaca. Dua novel yang pernah kubaca semasa SMA dulu termasuk novel reliji dimana ada nilai-nilai islam di dalamnya. Tapi novel ini sungguh berbeda, tidak ada unsur reliji di dalamnya. Novel ini bercerita tentang kehidupan remaja pada umumnya yang pacaran, hamil sebelum nikah, yang bahkan bukan lagi dianggap sebagai hal yang tabu. Namun cerita tentang aggi dan timur ini tergolong unik, walau awalnya aku tertarik baca novel ini karena salah satu nama tokohnya 'aggi', mirip dengan namaku, agie. Entahlah, membaca novel ini membuatku membayangkan si penulislah si aggi itu, tinggal di jogja, orang tua di madiun, hehehe. Walau aku belum terlalu kenal dengan mbak desi, tapi membacanya menjadi membayangkan karakter mbak desi yang seperti tokoh 'aggi' itu :D.