Jump to ratings and reviews
Rate this book

Cerita dari Digul

Rate this book
Cerita dari Digul merupakan kumpulan tulisan karya para eka-Digulis. Mereka pernah dibuang sebagai tahanan politik semasa pemerintahan kolonial hindia-belanda. Berbagai cerita itu, yang sungguh-sungguh terjadi, mengisahkan suka-duka mereka dalam mempertahankan hidup di tanah buangan Digul, Papua Barat. Getir dan mengharukan.

319 pages, Paperback

First published January 1, 2001

96 people are currently reading
701 people want to read

About the author

Pramoedya Ananta Toer

84 books3,105 followers
Pramoedya Ananta Toer was an Indonesian author of novels, short stories, essays, polemics, and histories of his homeland and its people. A well-regarded writer in the West, Pramoedya's outspoken and often politically charged writings faced censorship in his native land during the pre-reformation era. For opposing the policies of both founding president Sukarno, as well as those of its successor, the New Order regime of Suharto, he faced extrajudicial punishment. During the many years in which he suffered imprisonment and house arrest, he became a cause célèbre for advocates of freedom of expression and human rights.

Bibliography:
* Kranji-Bekasi Jatuh (1947)
* Perburuan (The Fugitive) (1950)
* Keluarga Gerilya (1950)
* Bukan Pasarmalam (1951)
* Cerita dari Blora (1952)
* Gulat di Jakarta (1953)
* Korupsi (Corruption) (1954)
* Midah - Si Manis Bergigi Emas (1954)
* Cerita Calon Arang (The King, the Witch, and the Priest) (1957)
* Hoakiau di Indonesia (1960)
* Panggil Aku Kartini Saja I & II (1962)
* The Buru Quartet
o Bumi Manusia (This Earth of Mankind) (1980)
o Anak Semua Bangsa (Child of All Nations) (1980)
o Jejak Langkah (Footsteps) (1985)
o Rumah Kaca (House of Glass) (1988)
* Gadis Pantai (The Girl from the Coast) (1982)
* Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (A Mute's Soliloquy) (1995)
* Arus Balik (1995)
* Arok Dedes (1999)
* Mangir (1999)
* Larasati (2000)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
141 (26%)
4 stars
238 (44%)
3 stars
134 (24%)
2 stars
20 (3%)
1 star
6 (1%)
Displaying 1 - 30 of 69 reviews
Profile Image for Assumpta Hangganararas.
3 reviews13 followers
May 20, 2017
Buku ini berhasil menjawab dua kerinduan saya.

Pertama, kerinduan akan penggunaan tata bahasa Melayu yang menggugah semangat untuk terus membacanya dengan seksama, takut terlewat satu kata pun yang mungkin dapat mengganggu makna sebenarnya.

Kedua, interaksi Digulis yang kabur dengan penduduk Kayakaya, berhasil membangkitkan kerinduan saya akan tanah Papua. Bernostalgia saya akan kehidupan disana yang teramat sederhana namun penuh tantangan dan cerita.

Saya terbawa ke dalam petualangan kemanusiaan, dimana setiap kisahnya menceritakan perjuangan untuk terlepas dari hukuman pembuangan yang terpaksa mereka lalui hanya karena mereka percaya akan satu hal, satu kepercayaan, satu ideologi, yang tidak bisa diterima oleh manusia lain pada masanya.
Profile Image for Ririenz.
62 reviews26 followers
June 1, 2010
CERITA DARI DIGUL
Penyunting : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Kepustakaan popular Gramedia
Cetakan : Cetakan Pertama, 2001
Tebal : 314 Halaman


Novel Cerita dari Digul merupakan kumpulan dari lima karya tulis dari para Eks-Digulis. Kelima karya tulis tersebut adalah ;
1. “ Rustam Digulist “ karya D.E Manu Turoe
2. “ Darah dan Air Mata di Boven Digul “ karya Oen Bo Tik
3. “ Pandu Anak Buangan “ karya Abdoe’l Xarim M.s
4. “ Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul “ karya Wiranta
5. “ Minggat dari Digul ” karya Tanpa Nama

Ada sedikit hambatan yang lumayan menggangguku dalam menyelesaikan pembacaan novel ini. Hambatan utamanya adalah gaya bahasa karena masing-masing penulis kurasa menggunakan gaya bahasa melayu yang berbeda-beda jadi harus ekstra hati-hati membacanya supaya bisa menyambung cerita dan mendapatkan esensi ceritanya.

Dari kelima karya sastra itu yang membuatku terkesan adalah tulisan Abdoe’l Xarim M.s yang berjudul “ Pandu Anak Buangan “. Tema romans-psikologi yang diangkat oleh pengarangnya membuatku berkaca-kaca setelah membacanya, sangat menyentuh tentang hakikat cinta. Keempat karya lainnya juga bagus apalagi ketika menceritakan proses melarikan diri dari Digul. Banyak pengetahuan yang didapat mengenai situasi dan kondisi di pedalaman Digul dizaman itu beserta budaya pribumi setempat yang dikenal dengan suku kaya-kaya. Sayangnya pada karya terakhir yang berjudul “ Minggat dari Digul “ ceritanya belum tuntas karena Pak Pram sendiri kehilangan jejaknya.

Terima kasih buat Pramoedya Ananta Toer yang telah bersusah payah mengumpulkan dan menyunting tulisan-tulisan eks digulis hingga bisa menghadirkan bacaan bermutu yang hampir saja terselip zaman.


~* Rienz *~
94 reviews10 followers
April 19, 2011
aarrgh... arrghh... arghh... apa ku tak salah baca?
minggat dari digul itu beneran blom tamat kepotong :((
tidaakkkk
Profile Image for Christan Reksa.
184 reviews11 followers
February 11, 2021
"CERITA DARI DIGUL" - Pramoedya Ananta Toer (editor) (non-fiksi, kumpulan cerita)

Seperti "Perawan dalam Cengkeraman Militer" yang pernah saya baca, buku ini bukanlah karya asli Pram, melainkan hasil kompilasi dan suntingan Pram atas cerita-cerita oleh para mantan tahanan di Digul yang berasal dari kisah nyata lalu saat itu sempat dimasukkan beberapa media dan coba diangkat lagi oleh Pram dalam kesegaran untuk pembaca dari generasi yang lebih baru, dengan segala keunikan penulisan bahasa Melayu di tahun 20-30an.

Digul adalah lokasi di Papua yang ditetapkan oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda saat itu menjadi tempat pengasingan bagi para tahanan politik. Untuk kisah-kisah di buku ini, para tahanan adalah orang-orang yang diasosiasikan dengan pergerakan PKI, terutama pemberontakan 1926. Tentu saja tujuan diasingkan adalah untuk mencerabut mereka dari akar, peradaban, dan pengaruh.

Kehidupan di pengasingan tentu begitu rumit, melelahkan, menyakitkan, dan rawan menyebabkan putus asa. Tempat yang asing dan masih relatif "liar", keharusan bertahan hidup dengan sumber daya terbatas dan penjagaan aparat, kawasan yang sulit untuk bercocok tanam dan rawan malaria, serta perasaan asing dengan lingkungan sekitar termasuk satwa dan penduduk asli kawasan itu (di cerita-cerita di sini biasa disebut orang Kayakaya). Segala kesulitan dan ketidakpastian ini melahirkan cerita-cerita seru.

Tutur bahasa di sini terutama menggunakan bahasa Melayu yang nantinya berkembang menjadi bahasa Indonesia, namun tentu penulisan Melayu tahun 20-30an akan membuat pembaca mengernyitkan dahi. Bersyukur Pram mau bersusah payah menyuntingnya sehingga saya merasa masih sanggup mencerna konten-konten rekam sejarah yang berharga ini.

Banyak kisah di sini menggunakan nama samaran dalam karakternya sehingga mudah untuk melihatnya sebagai fiksi. Namun kisah-kisah di sini diakui sebagai nyata, walau disampaikan dengan sastrawi. Membacanya, saya agak kebingungan menempatkan konteks diri sebagai masyarakat perkotaan yang tak pernah mencicipi kejamnya hutan dan kawasan terasing, namun pelan-pelan saya bisa mulai hanyut mengikuti upaya perjuangan para tahanan politik, entah itu untuk bertahan maupun minggat dari Digul.

Secara spesifik saya amat menyukai kisah berjudul "Pandu Anak Buangan" yang bergenre romansa-psikologis, dan dari kisah ini, saya diajarkan bagaimana orang-orang suku asli yang dianggap primitif dan disebut Kayakaya ini begitu mendapat stereotip dan penggambaran negatif dari kita sebagai orang perkotaan di kawasan pulau Jawa, namun kenyataannya dalam "keliaran", mereka lebih punya hati baik dan murni daripada kita yang dalam kesantunannya penuh tipu dan keegoisan. Kisah bersambung "Minggat dari Digul" (yang sayangnya tidak selesai karena kehilangan jejak untuk melacak serinya) juga mengafirmasi pendapat barusan, beserta eksplorasi soal survival para tahanan politik itu untuk mencari pengharapan hidup lewat usaha kabur, walaupun begitu berat dan melelahkan.

Selain dua kisah itu, ada tiga kisah lagi yang semuanya berharga untuk memberi kita konteks sejarah, dari kisah-kisah penderitaan dan pengasingan inilah benih-benih Nusantara terkini, Republik Indonesia, lahir pelan-pelan. Dari pemberontakan yang coba ditekan penguasa kolonial, namun pelan-pelan membangkitkan semangat untuk keluar dari penjajahan.
Profile Image for Fatinnur Zahrina.
119 reviews53 followers
September 15, 2023
Kumpulan cerpen yang ditulis yang para ex-Digulis (gelaran kepada pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia yang dibuang ke Digul, Papua).

Banyak diceritakan di dalam cerpen-cerpen ini keadaan di kem konsenstrasi tersebut (walaupun tidak secara detail). Beberapa cerpen diselitkan unsur romance & tragedi. Kebanyakan cerpen berkisar bagaimana usaha daripada sesetengah mereka melarikan diri dari kem tersebut.

Profile Image for Safara.
413 reviews69 followers
June 28, 2020
Saya membaca buku ini dalam Bahasa Indonesia.

Kali ini, Pram menjadi penyunting dari kumpulan cerpen dari beberapa orang yang dibuang ke Digul. Ekspektasi awalnya adalah cerita kejadian di Digul. Ternyata, cerpen ini kebanyakan ceritanya lebih perasaan orang yang ditinggal istri maupun cerita melarikan dari Digul.

Jangan harap ada cerita yang happy ending. Semuanya berakhir mengenaskan.

Lima cerita disini memiliki banyak style penulisan. Ada yang lebib banyak menggunakan istilah bahasa Jawa, ada juga yang dengan menggunakan logat medan. Tapi semuanya konsisten. Semuanya menderita di Digul.

Cerpen favorit saya dari buku ini adalah cerpen pertama yang berjudul Rustam Digulist oleh D. E. Manu Turoe, karena ini satu-satunya cerita yang mengandung bagian sejarah dari pemulangan orang-orang dari Digul.

Cerpen kedua berjudul Darah dan Air Mata di Boven Digul oleh Oen Bo Tik. Ceritanya tragis. Ada korban jiwa yang diakibatkan oleh mulut yang tidak tahan untuk bergosip.

Cerpen ketiga berjudul Pandu Anak Buangan oleh Abdoe'lXarim M.s. Saya tidak bisa bersimpati sama tokoh Pandu di akhir cerita. Ia terlalu plin-plan, sehingga menimbulkan korban sakit hati juga.

Cerpen keempat adalah Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul oleh Wiranta. Perjalanan panjang yang akhirnya berakhir dikembalikan ke tempat awal.

Cerpen kelima adalah Minggat dari Digul oleh pengarang tanpa nama. Akhir ceritanya menggantung.

Cerpen pertama dan kedua fokus pada intrik yang terjadi di Digul. Cerpen ketiga sampai kelima fokus pada cerita melarikan diri dari Digul. Saya merasa bahwa perasaan penulis sangat tercurah melalu tokoh-tokohnya. Jujur saja, menurut saya novel ini tidak bisa diselesaikan dengan tempo terlalu cepat karena akan mempengaruhi perasaan terlalu dalam.

Saya masih memiliki beberapa pertanyaan mengenai orang Kayakaya. Siapakah mereka sebenarnya? Saya coba Googling, tidak ada referensi yang cukup bagus.

Kesimpulan: Buku ini layak dibaca untuk kedua kalinya. Siapa tau, ketika perasaan sudah lebih netral, ada informasi baru yang bisa dicerna untuk lebih memahami konflik Digul.
Profile Image for Andika Irawan.
29 reviews
December 4, 2019
Jika semua cerita ini nyata, berarti mereka orang-orang yang sangat dahsyat.

Berusaha keluar dari Digul, dengan bekal dan pengetahuan seadanya, sedangkan bahaya-bahaya luar seperti malaria yang mengancam kencing hitam, buaya sungai, ranjau babi, makan tikus dan ular demi menghindari tanaman beracun, berusaha bernegosiasi dengan suku lokal Kayakaya yang beberapa masih kanibal. Kesetiakawanan benar-benar diuji dalam survival di rimba raya yang sesungguhnya.

Empat cerita awal dibumbui romantisme yang menyentuh, sayang cerita kelima sepertinya belum final.

Membaca ini seperti membaca sastra lama, dengan bahasa melayu yang kental dan gaya bercerita yang berbeda-beda oleh tiap penulis. Terima kasih untuk P.A.T. yang telah mengumpulkan dan menyunting cerita-cerita langka seperti ini.
Profile Image for Sarah Reza.
235 reviews4 followers
June 27, 2024
Buku ini berisi lima cerita dari digulis yang berada di kamp Boven Digul, Papua. Aku lebih melihat ceritanya tentang survival. Karena cerita ini pada zaman kolonialisme, tentunya akan ada beberapa bahasa Belanda di dalam cerita ini.

Cerita yang paling aku suka adalah Darah dan Air Mata di Boven Digul. Entah kenapa, aku bisa merasakan bagaimana kesunyian yang dirasakan saat dibuang ke tempat pengasingan. Rasanya campur aduk: pasrah dan putus asa, namun masih ada harapan.

Ada satu kutipan yang menurutku paling berkesan: "Perkara di Akhirat tidak ada yang tahu, tapi perjalanan dosa di Dunia saja ada hukumannya . . . " (hlm. 80)
Profile Image for qip.
8 reviews
June 25, 2021
Cerita dari Digul mengisahkan para Digulist (sebutan bagi mereka yang dibuang ke Digul) dengan tema yang berbeda. Ada yang menceritakan kisah kepulangan dari Digul, ada pula yang menceritakan usaha para Digulist untuk kabur dari Digul (yang sayangnya sering berujung tragis). Dari 5 cerita yang ada di sini, favoritku adalah "Pandu Anak Buangan", sangat tragis bagaimana "kesopanan" manusia dapat melukai hati manusia yang lain.
Profile Image for Farah Fitria Sari.
228 reviews10 followers
June 24, 2016
Jujur aja sebenernya dari buku ini gue justru belajar tentang survival. Pelajaran lain yang ada di buku ini meliputi pengetahuan tata Bahasa Indonesia ejaan lama, yang dulu waktu SMA masih belum bisa gue ngerti tapi sekarang (lumayan) udah. Oh, sama tatanan sosial tahanan politik di tempat pengasingan. Yha.

Terus tadinya gue pikir Bahasa Melayu/Indonesia itu udah aja gitu gampang kalo mau dijadiin bahasa nasional. Ternyata susah juga, soalnya bahasa ibu generasi pendiri negeri sebenernya masih bahasa daerah. Jadi dulu guru Sejarah bilang sifat kedaerahan harus dihilangkan itu sebenernya sebuah ke-big deal-an yang tidak bisa dianggap remeh.

Gitu aja sih. Soalnya susah juga mau nge-review tulisan yang udah beda zaman peradabannya. Sisanya, buku ini ngasih insight bagus tentang secuil kehidupan orang Indonesia zaman 1920-1930an.
Profile Image for Sholikhah.
95 reviews
November 14, 2017
Buku ini memberikan gambaran yang real akan kehidupan para komunis yang diasingkan di Digul. Hanya saja yang membuat saya malas memberikan rating lebih adalah... sikap dan pandangan kepada orang kayakaya.
Seolah kita orang jawa/sumatera/selain orang papua itu orang-orang "sopan"/beeradab..
Profile Image for An-Nisa Nur'aini.
152 reviews37 followers
March 17, 2018
Buku ini berisi lima cerita yang ditulis oleh eks-Digulis, mereka yang diasingkan sebagai tahanan politik ke Digul sekitar tahun 1920-1930an. Kelima karya tersebut adalah:
1. "Rustam Digulist" karya D.E Manu Turoe
2. "Darah dan Air Mata di Boven Digul" karya Oen Bo Tik
3. "Pandu Anak Buangan" karya Abdoe’l Xarim M.s
4. "Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul" karya Wiranta
5. "Minggat dari Digul" karya Tanpa Nama.

Kelimanya memiliki gaya cerita tersendiri, baik dari segi bahasa (Melayu) hingga dari alur cerita serta tema yang diangkat. Kelimanya memiliki peran dalam sejarah sastra dan bahasa Indonesia, seperti tulisan "Pandu Anak Buangan" misalnya, yang hingga pada era 1945 menjadi satu-satunya karya sastra Indonesia dengan tema psikologi. Banyak hal yang bisa dipetik dari kisah-kisah dalam buku ini, beberapa di antaranya adalah suka-duka dalam mempertahankan hidup di tanah buangan, kehidupan rimba raya Papua zaman dahulu (hingga mungkin sampai saat ini), dan tentang Suku Kayakaya.

Ada dua paragraf yang menarik bagi saya,
"O, ... sungguh tidak disangka-sangka, sungguh tidak dikira, satu bangsa manusia yang masih hidup dalam pergaulan begitu rupa, terdapatlah di antara mereka yang perbuatannya persisi manusia biasa yang halus dan baik budi, yang berkemanusiaan!" begitulah Sontani cs. telah sama berkata dalam hati, selama mereka duduk termenung dan sekalian Kayakaya itu sudah mulai lenyap dari pemandangan.

"O ya...," kata hati mereka. "Memang tidak mustahil kalau dalam pergaulan di kolong langit ini ada terjadi yang luar biasa, sebaliknya dalam pergaulan manusia biasa yang mereka tentu tidak suka disamakan derajatnya dengan Kayakaya, toch ada juga di antaranya yang luar biasa, kejam dan jahanam...!"


Ya, bahwa barangkali telah terpatri dibenak orang-orang, tentang sikap dan pandangan kepada orang Kayakaya (berikut suku-suku dalam lainnya) - seolah kita orang yang telah terjamah teknologi ini lebih "sopan/beradab" dibanding mereka, padahal belum tentu semua sama rata.

Satu hal yang disayangkan adalah belum tuntasnya karya terakhir yang berjudul "Minggat dari Digul" disebabkan Pram yang kehilangan jejak rekam catatan si penulis. Namun keseluruhan, I am very thankful for Pram for compiling these pieces into a well-narrated book for us to read.
Profile Image for Wiwien Chan.
20 reviews1 follower
April 15, 2019
"Cerita dari Digul" terdiri dari 5 cerita pendek yang dibuat oleh para ex Digulist, yaitu berjudul "Rustam Digulist", "Darah dan Air Mata di Boven Digul", "Pandu Anak Buangan", "Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul" dan "Minggat dari Digul". Kelima cerita ini disunting oleh Pram dan diberi catatan kaki karena ada kosakata dari Bahasa Belanda atau keadaan dimasa tahun 20an yg sifatnya spesifik di masa tersebut.

Perlu waktu lama bagi saya untuk memahami penuturan penulis dan gaya bahasa para penulis di tahun 20an. Sehingga sering kali saya gagal/tidak jadi membaca buku ini karena harus meras otak :D Akhirnya saya pilih cerita yang paling banyak dialognya, karena jika terlalu banyak narasi saya jadi bosan, susah mengikuti keadaan sosial politik di masa tersebut.

Cerita pertama yang saya pilih "Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul". Ternyata saya memang tidak salah pilih, ceritanya bikin penasaran, apakah kelompok yang kabur dari Digul ini akan berhasil? Tantangan mereka sangat berat, nyamuk malaria, banjir besar di sungai Digul, kehabisan bekal, binatang liar seperti ular, dan suku Kaya Kaya (Asmat) yaitu suku asli yang masih kanibal. Sebelumnya tak terbayang sulitnya medan Boven Digul.

Cerita kedua yang saya pilih, "Darah dan Air Mata di Boven Digul", banyak narasi, agak sulit dibaca namun ternyata setelah lebih dari setengah, sangat menarik. Secara keseluruhan setelah menamatkan ke5 cerita, yang paling saya suka tetap "Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul". Yang menarik, selalu ada kisah cinta / mengejar cinta dari wanita, yang menjadi latar masing-masing cerita.

Para pejuang yang dibuang ke Digul adalah para pejuang awal/perintis kemerdekaan Indonesia, yang memberontak ke pemerintahan Belanda melalu organisasi PKI di tahun 1926. Belanda tidak mau beresiko, akhirnya membuang, memenjarakan, menghukum ribuan pendukung dan simpatisan PKI. Akhirnya di tahun 1932, setelah adanya tekanan dari MH Thamrin di Volksraad ( karena ada ribuan tapol yg wafat di Digul) dan besarnya biaya yang dibutuhkan Belanda untuk membiayai camp Digul, maka secara bertahap para tapol dibebaskan.
Profile Image for Achandra.
210 reviews5 followers
October 12, 2025
Apa hal pertama yg terbersit ketika mendengar ‘Digul’?

Buku yg sebenernya pengen ku ulas di Agustus lalu, tapi baru punya kesempatan buat nulis reviewnya minggu ini. Jujur setelah menyelesaikan buku ini kurang lebih 2 minggu, rasanya marah, sedih, kecewa. Kenapa??

Karena, aku semakin menyadari ternyata negara kita paling jago menyembunyikan sejarah dan fakta kelam. Sejarah negara kita lebih banyak diisi oleh beberapa tokoh pahlawan yg berjuang dgn gagah berani, sayangnya tidak mau menampilkan pula tentang orang-orang yg berjasa di awal kemerdekaan malah disebut sebagai orang buangan yg namanya tak pernah dikenang.

Boven Digul, adalah salah satu Kabupaten di Papua Selatan yg berbatasan langsung dgn Papua Nugini. Digul dibuka oleh Kolonial Belanda di tahun 1920an dan dijadikan lokasi pembuangan terbesar para tahanan politik. Dan Digul sendiri tercatat sebagai tahanan paling menyeramkan di Indonesia karena areanya berada di tengah hutan rimba dan jauh dr mana pun. Dan yg bikin aku marah, setelah aku mengetahui fakta bahwa ribuan orang tercatat dibuang dan meninggal disini.

Baca buku ini bener-bener nguras energiku. Awalnya ku pikir karena aku capek dgn diksinya yg masih belum disempurnakan dan banyak campuran bahasa melayu. Setelah makin dalam kubaca, aku ngerasa ikut capek gimana membayangkan keputusasaan para tahanan yg dibuang di antah berantah, jauh dr keluarga, tanpa bekal apapun kecuali rimba, bertahan hidup dgn harapan semu.

5 orang dalam buku ini menyampaikan fakta yg hilang dr buku pelajaran sejarah tentang kejam dan dinginnya rumah pengasingan tersebut. Para tahanan ini memang tidak disiksa secara fisik maupun berdiam di balik jeruji besi. Melainkan mereka dibiarkan mati perlahan karena depresi dan hancur tanpa harapan. Setelah menuntaskan buku ini, 1 hal yg bisa ku ambil “mahalnya harga sebuah kebebasan”.

Buat temen-temen yg pengen tau secuil dr banyaknya sejarah kelam negara kita ‘Cerita dari Digul’ bisa menjadi salah satu pilihannya. Lewat buku ini, aku ingin mengenang mereka yg mati dalam kehampaan tanpa pernah tanpa pernah menemukan sebuah kebebasan.
Profile Image for Sandys Ramadhan.
114 reviews
January 21, 2020
Sebuah kumpulan cerita tentang perjalanan para digulis yang seru dan menegangkan. Bisa dibilang dengan membaca cerita-cerita ini kita dapat mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi di sana. Entah itu kondisi lingkungan nya yang dikelilingi oleh hutan rimba, banyak sungai maupun rawa, nyamuk-nyamuk yang dapat menyebabkan malaria hingga suku pedalaman yang masih bertelanjang tubuh dan memakan manusia. Perlu diketahui bahwasannya tahanan di Digul sana tidak hanya di mukimi oleh orang-orang tahanan politik hindia belanda yang terlibat secara langsung dengan kejadian 1926 tetapi ada juga keluarga yang turut dibawa padahal tidak terlibat secara langsung. Sehingga terkesan bahwa semua orang yang ada di sana adalah komunis padahal belum tentu adanya.

Hal yang membuat tegang adalah ketika para tahanan ingin mencoba kabur dari tempat itu karena tidak betah rasanya ditahan sampai tidak tahu kapan akan dibebaskan dan dipulangkan ke kampung halamannya, dan juga tidak tahan dengan penyakit malaria yang mudah menyerang jika tidak rutin meminum pil pencegah malaria.

Dari segi penulisan sendiri saya sangat suka karena amboi puitis sekali ini tulisan hehehe. Walau ada beberapa penulis yang menggunakan bahasa melayu sehingga agak sedikit bingung untuk mencerna isi cerita, kalau ada kata yang kiranya tidak diketahui artinya bisa dicari di KBBI. Saya rasa buku ini wajib buat teman-teman baca karena bisa membuka pemikiran kita bahwa tidak semua yang ditahan adalah orang komunis, kemudian bisa membuat kita melek akan sejarah yang tidak didapatkan ketika semasa sekolah. Pengalaman seru dan menegangkan bisa kalian rasakan ketika membaca buku ini.

Oh iya, cerita favorit saya ada 2 yaitu, "Darah dan Air mata di Boven Digul" dan "Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven Digul"
Profile Image for Chelsea.
96 reviews1 follower
September 12, 2018
Beli buku ini, waktu itu niatnya buat jadi temen perjalanan dan temen menghabiskan waktu pas lagi jalan-jalan ke Dieng. Sayangnya waktu berjalan terlalu cepat disana, plus banyak hal yang bisa dilihat dan dicoba jadi gak keburu deh. Baru hari ini akhirnya selesaiin baca buku Digul ini. Wah, menarik. Baru tau kalau Boven Digul itu dimana letak geografisnya, selama ini cuma denger sekilas-sekilas aja. Cerita-cerita pendek dalam buku ini benar-benar berhasil mengaduk-aduk imajinasi pembaca (gue) buat ikutan merasakan dan membayangkan keadaan para 'buangan' dan segala intriknya di Digul. Ada mirisnya, ada sedihnya, tapi kok banyak lucunya, banyak juga kisah beraninya. Gak kebayang mereka-mereka ini yang mencoba melarikan diri dari kamp ternyata harus sedemikian beraninya menantang maut. Gak kebayang mereka-mereka yang harus kehilangan pasangannya baik karena tekanan batin dan moral, tapi juga karena tekanan ekonomi yang mau gak mau berbeda jauh dari kota besar. Digul, terkenal akan malaria dan 'merah' nya, dikelilingi oleh suku Kayakaya yang serem-serem lucu, gemesij tapi ngeselin. Buku ini cukup menghibur dan berhasil membuat gue menghabiskan seharian hari gue cuma buat ngabisin semua cerita sampai selesai. Uniknya, bahasa dalam buku ini juga masih banyak menggunakan bahasa lama (ejaan dan bukan ejaannya), dan ada banyak kata serapan. Tapi jangan khawatir, semua kata-kata dan istilah membingungkan itu dengan sabarnya terus-menerus dijelaskan artinya lewat catatan kaki. Bagus.
Profile Image for Willy Alfarius.
92 reviews7 followers
July 1, 2020
Bisa dibilang buku ini adalah kumpulan memoar dari lima orang yang pernah dibuang pemerintah kolonial ke Boven Digul pasca pemberontakan PKI 1926-27. Tiga kisah pertama, bisa disebut roman, bercerita tentang kesedihan para buangan yang mesti berpisah dengan kekasih masing² dan menjalani hidup kesepian selama ditahan di tengah rimba raya Nieuw-Guinea. Dua kisah terakhir, sekaligus favorit sa, bercerita tentang para buangan yang berusaha melarikan diri dengan menyusuri hutan, rawa, dan sungai di Digul yang masih lebat dan belum terjamah manusia. Dari sini dapat kita pahami bagaimana cita² dan impian soal kemerdekaan dan pembebasan diri dan bangsa terekam melalui usaha pelarian, juga berbagai perenungan, dari mereka yang memberontak terhadap kuasa kolonial.

Ngomong² satu hal yang juga mengganjal bagi sa. Kalau memakai perspektif sekarang, akan ditemui banyak sekali bentuk deskripsi yang teramat rasis terhadap penduduk lokal sekitaran Digul. Stereotip seperti pemenggal, pengayau, kanibal, bentuk tubuh yang belum menyerupai manusia "modern" menghiasi setidaknya tiap-tiap dari lima cerita ini. Tentu hal ini dapat menjadi refleksi bagaimana pembentukan nasion yang kemudian menjadi Indonesia ini sejatinya penuh dengan dan menyisakan banyak permasalahan, khususnya ihwal kesepakatan ras, yang sejatinya belum selesai hingga kini.
Profile Image for Ridandi Bintang  Pamungkas.
20 reviews
October 22, 2017
Jika saya boleh gambarkan novel ini dalam satu kalimat: Sungguh di luar ekspektasi!

Memang pada awalnya saya butuh menyesuaikan diri dengan campuran bahasa melayu dan beberapa istilah belanda yang kerap kali digunakan dalam cerita-cerita yang disajikan. Namun tanpa terasa mengalir begitu saja setelah terbiasa.
Kalau boleh jujur, semua cerita yang ada di buku ini menurut saya bagus. Tapi yang jadi favorit saya adalah cerita yang kurang lebih judulnya "hidup atau mati di boven digul". The storyline is so astounding! Untuk ukuran karya klasik, pemaparan ceritanya sangat-sangat menarik. Andai saja penulis ceritanya punya karya lain, mungkin saya akan tertarik untuk membacanya juga.

Overall, saya beri 4 dari 5 bintang. Karena ****SPOILER ALERT***** sayang banget cerita terakhirnya kentang, selesai di tengah jalan! Padahal secara jalan cerita punya potensi yang luar biasa bagus (bahkan saya pikir jika cerita terakhirnya ini dibuat jadi serial TV bakalan super-duper epic. Bagaimana kelompok survivor mencoba untuk terbebas dari marabahaya di hutan dan juga dari kayakaya yang terkenal kanibal)
Profile Image for Reni.
3 reviews
September 26, 2025
Setelah membaca buku “Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer” gue penasaran dengan cerita pengasingan lainnya dan buku “Cerita dari Digul” membawa gue ke tahun 1920-an dimana perkembangan komunis terjadi pada masa kependudukan Belanda, sehingga yang terindikasi sebagai aktor terlibat dalam komunitas atau ideologi tersebut mendapatkan sanksi yang bukan main yaitu diasingkan ke Boven Digoel, suatu daerah di tanah Papua yang masih belum terjamah oleh masyarakat modern.

Cerita tentang perpisahan romansa, hingga yang paling epic pelarian para Digulist yang berusaha keluar dari rimba rimbun untuk menuju ke tanah jajahan Inggris yang dimana perjalan tersebut begitu amat dipenuhi oleh berbagai kengerian-kengerian terhadap kemungkinan yang terjadi selama berada di rimba rimbun tersebut, entah bertemu dengan Suku Pedalaman Liar, hewan buas, penyakit mematikan dan makanan beracun.

pros: tatabahasa tempo dulu membuat buku ini memberikan ciri khas yang sangat berkesan dan memberikan pengetahuan terkait perkembangan karya sastra di era dulu.

cons: footnote mengenai terjemahan masih kurang lengkap. bab terakhir yang membuat penasaran di akhir cerita!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Rania.
24 reviews5 followers
January 25, 2020
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pramoedya Ananta Toer yang telah mengusahakan cerita ini sampai ke tangan pembaca, karena peristiwa ini tidak semestinya hilang dari peradaban. Perjuangan para eks-digulis yang mengusahakan kebebasan terbelenggu pemerintah kolonial tidak boleh luput dari sejarah. Perjuangan mereka merupakan saksi bahwa memperoleh kebebasan tidaklah mudah. Perjuangan tidak pula semata-mata dilakukan oleh nama-nama yang hadir mentereng di buku paket sekolah. Banyak nama yang luput dari perhatian, walaupun jasanya telah menyumbang banyak demi kemerdekaan.

Kelima tulisan tersebut berisikan upaya melarikan diri dari Boven Digul, perjuangannya dalam pelarian diri, penderitaan dan hambatan yang mereka alami selama pelarian, kebutuhan manusiawi, dan rasa kemanusiaan yang tidak dipungkiri masih hadir selama masa tawanan. Yang lari kalau tidak kembali, beruntung kalau akhirnya mati.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Soraya Nur Aina.
156 reviews1 follower
September 15, 2024
Boven Digoel, Papua. Aku selewat saja tau nama tempat ini. Tentang Hutan Adatnya, permasalahan sawitnya pun. Aku baru tau kalau di Digul digunakan tempat pengasingan ex-Tahanan Politik (Tapol) jaman pemerintahan kolonial belanda.

Bukunya ditulis oleh 5 penulis ex-Digulis (sebutan untuk Tapol yg diasingkan di Digul), betul, ini kumpulan cerpen tentang suka duka cerita di Digul. Pramoedya sebagai penyuntingnya. Buku ini udah disunting, tapi jujur aku masih bingung bacanya karena ditulis dalam Bahasa Melayu lama walau udah ada catatan kakinya.

Bercerita perjuangan para Tapol di penjara maupun saat kabur di Hutan Rimba. Melawan ganasnya malaria, makan ular dan melawan rasa takut ketemu orang Kayakaya. Sampai selesai baca, aku penasaran "orang Kayakaya" yang dimaksud apakah Suku Korowai yg sering disebutkan melakukan praktik Kanibalisme?
Profile Image for Ronald Otong.
112 reviews4 followers
January 18, 2023
3/5


Ok mngkin sy yg salah baca, sy pikir ini cerita tentang Pak Pramoedya di pengasingan, ternyata beliau adalah penyuntingnya.

Satu hal yang sy ingin tau tp tidak terlalu diceritakan mendetail di buku ini adalah kondisi aktual dan detail dr pengasingan Digul. Bagaimana kehidupan di sana, sosial, ekonomi, lingkungan. Hampir sebagian besar buku bercerita tentang cerita pelarian diri para tahanan di sana. Bahkan cerita pertama adalah tentang romansa sepasang kekasih, yg bahkan hampir tidak menceritakan tentang Digul. Bahkan cerita terakhir menurut sy tidak selesai (bahkan ada cerita yg hilang/terpotong).

Selebihnya sy menikmati perjalanan para tahanan di sana dalam melarikan diri, sehingga tergambar bagaimana kondisi Papua dan kehidupan suku di sana.
Profile Image for avelyn.
5 reviews
July 8, 2025
konsepnya kayak kabur dari alcatraz atau nusa kembangan, tapi ini jadi tahanan karena adanya anggapan golongan kiri adalah hal yang buruk (dalam hal ini: komunisme)

satu bab pertama boring, bab di tengah SUPER DUPER SERU (it's giving jadi anak sisgahana & pramuka), bab terakhir agak boring karena mirip kayak bab yang di tengah (bab di tengah even better) dan karakter di bab terakhir terlalu aji mumpung in my opinion??? but over all it's a good book to read karena jarang aja buku ngangkat cerita derita orang orang yang ditangkep karena anggapan komunisme yang buruk dengan latar cerita di timur (Papua) yang pada waktu itu masih ada suku pedalamannya yang makan daging musuhnya (manusia)
Profile Image for Iis.
45 reviews
November 29, 2019
Merupakan buku pertama dari Pram yang saya baca, buku ini menceritakan para eks-digulis, para tahanan politik yang dibuang pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, di mana berisi perjuangan-penjuangan mereka dalam bertahan hidup di tempat yang masih banyak akan suku-suku pedalaman yang menakutkan, hutan-hutan tropis yang lembab dan gelap, perjalanan yang mengharukan dan menyayat hari. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang masih sedikit sulit dipahami karena mengingat ini adalah cerita asli dari mantan tahanan politik yang dibuang di Digul.
Profile Image for Wibisono Yamin.
88 reviews
July 3, 2020
The story in this book covers several things, ranging from the state of the Digul - Papua region ( a place to exile political prisoners during Dutch colonial period) within 1920s-30s Indonesia, conditions of the exiles, their personal life stories, their relations with the indigenous tribes of Papua (in this book the authors use the term "Kayakaya"), and stories about the failure of prisoners' attempts to escape. In short, this book is about the tireless efforts of men to survive and regain their freedom; worthy enough to read to know the other side of Indonesia's history.
Profile Image for Raihan Tri Atmojo.
15 reviews2 followers
November 18, 2024
Kenapa bintang 4?

Pertama, karena kapabilitas penulisnya. Ketika Pramoedya menulis sejarah dalam medium fiksi, kita sudah tidak perlu mempertanyakan lagi kualitasnya.

Kedua, cerita yang dipilih. Cerita yang dipilih dalam buku ini membuat kita bisa kembali melihat ragam bahasa Melayu Pasar/Melayu Rendah. Bahasa Melayu yang digunakan oleh orang non-Melayu yang pada akhirnya berkembang menjadi bahasa Indonesia yang kita gunakan sampai sekarang.

Ketiga, sejarah dan kiri. Aku menyukainya karena seru, sampai sekarang kedua tema itu masih terus menarik perhatianku.
Profile Image for Sandy.
32 reviews
April 17, 2018
Cerita dari Digul merupakan buku mengisahkan para orang-orang yang dibuang ke Digul dan kemudian mencoba beradaptasi dengan apa yang mereka hadapi. Ada yang kemudian memiliki kisah cinta -yang walau diwarnai dengan bunuh diri suaminya- dan banyak juga yang mencoba lari. Buat saya kisah cinta yang digambarkan diawal buku begitu tragis. Dan yang paling seru juga tragis adalah mereka-mereka yang mencoba lari dari Digul.
Profile Image for Aprianto Nugraha.
100 reviews2 followers
September 10, 2018
Terus terang, saya mengharapkan penggambaran yang lebih detail mengenai kehidupan di Boven Digul. Cerita yang disajikan lebih fokus kepada usaha melarikan diri dari Boven Digul, atau pengaruh status orang buangan terhadap kehidupan setelah Boven Digul.

Tetap saja menurut saya ini cerita yang sangat bagus sekali. Saya masih bisa menikmati cerita demi cerita.

Cerita tentang Okini, sangat mengharukan.
Profile Image for Ridho.
31 reviews
January 9, 2019
sebelum membaca buku ini saya zonder pengetahuan tentang dunia pengasingan di era kolonial. Buku ini menerangkan dan menggambarkan bagaimana bentuk dari pegasingan, terutama di wilayah Digul di Papua.
Cerita nya menarik dan mudah di ikuti walaupun beberapa masih menggunakan bahasa melayu yang kental.
kalau kalian suka baca tentang sejarah dan cerita petualangan, buku ini bisa jadi pilihan.
Baagaimana Digulist(sebutan tahanan Digul) mencoba melarikan diri dari tempat pengasingan. hmm menarik
Displaying 1 - 30 of 69 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.