Jump to ratings and reviews
Rate this book

Always, Laila

Rate this book
Gemuruh di hatiku mereda sendirinya,
langit menjadi lebih cerah,
dan udara tak lagi menyesakkan dada.
Mungkin karena kutemukan
definisi lain dari cinta.
Makna tak lagi berasal dari pertemuan
dan rasa rindu membuatku bahagia


"Perempuan menulis dengan 'jiwa'.
Laki-laki menulis dengan 'apa adanya'.
Maka yang terjadi adalah cerita
dari dua sisi yang dilihat dengan 'rasa'."
-- Anjar (Penulis Beraja)

240 pages, Mass Market Paperback

First published January 1, 2005

24 people are currently reading
294 people want to read

About the author

Andi Eriawan

3 books19 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
162 (32%)
4 stars
160 (31%)
3 stars
131 (26%)
2 stars
41 (8%)
1 star
8 (1%)
Displaying 1 - 30 of 105 reviews
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
July 4, 2013
Saya termasuk pembaca yang gampang suka pada sebuah buku hanya karena covernya. Always, Laila merupakan salah satu buku yang masuk dalam Proyek GagasVintage dimana Gagas Media mencetak ulang beberapa novel best seller mereka di masa lalu. Novel ini sendiri pertama kali diterbitkan pada bulan November 2004 dengan cover berwarna biru. Mungkin karena covernya yang ga eye catching, saya bahkan tidak tahu ada novel ini.

Always, Laila berkisah tentang Laila dan Parameswara (Pram). Pram menyukai Laila sejak pertama kali dia melihat gadis itu saat menjalani OSPEK di suatu SMA di Bandung. Sejak saat itu, Pram berusaha mendekati Laila. Menurut Laila, Pram tidak begitu tampan. Tetapi sikap humoris, kelicikan dan kepercayaan diri Pram yang tinggi membuat Laila merasa nyaman dan akhirnya mau menerima Pram sebagai pacarnya. Hubungan mereka aman dan lancar hingga mereka masuk ke bangku kuliah.

Laila kuliah di jurusan Teknik Penerbangan, jurusan yang hampir tidak ada mahasiswi-nya. Namun, bukan karena itu Laila memutuskan kuliah di sana, tetapi karena dia bertemu dengan Bubun, seseorang yang dulu pernah disukainya sewaktu SMP. Meski Laila berusaha menjaga kesetiaannya pada Pram, Laila tidak bisa memungkiri bahwa dia juga masih menyukai Bubun. Pram bukannya tidak tahu akan hal itu. Pram percaya sepenuh hati Laila adalah jodohnya. Ketika Pram melamarnya, Laila langsung menerimanya, untuk kemudian tiga hari setelahnya Laila membatalkan pertunangan mereka dan memintanya pergi.

Biasanya novel yang ditulis oleh penulis pria akan mengambil POV orang ketiga atau POV tokoh pria-nya. Tapi Andi Eriawan dengan piawai menggunakan POV orang ketiga dan POV tokoh Laila secara bergantian. Saya suka sekali dengan pilihan dialognya yang cerdas tapi tidak kehilangan sisi romantisnya. Ada satu analogi cinta dalam novel ini yang membuat saya tersenyum, dimana penulis mengibaratkan cinta itu seperti kecoak yang diciptakan dengan energi luar biasa dan mampu bertahan selama jutaan tahun. (Well, setidaknya harkat kecoak bisa naik satu tingkat kan? ). Always, Laila membawa sebuah pesan bagi pembaca untuk tidak menilai sebuah cinta dari satu sisi saja, seperti dalam kutipan puisi ini

Gemuruh di hatiku mereda sendirinya, langit menjadi lebih cerah, dan udara tak lagi menyesakkan dada.

Mungkin karena kutemukan defenisi lain dari cinta.

Makna tak lagi berasal dari pertemuan dan rasa rindu membuatku bahagia


Sayangnya, penulisnya berhenti dari dunia literatur pada tahun 2009. “ Saya mau hidup di desa dan membangun Alfamart di sana”, katanya di pengantar novel ini. Ah.. semoga penulisnya segera sadar dan kembali menulis novel-novel berikutnya.
Profile Image for Zakia Khairunnisa.
11 reviews
October 8, 2013
Aaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!
Bagus bangeeeeeeeeeeeeeeetttttt!!!
Walaupun agak telat and lebay, tapi gw nyesel novel ini sempat gue remehkan. Sumpah novel ini bikin gue melihat sisi beda dari sebuah novel romance. Ternyata novel romance gak melulu soal kutipan-kutipan romantis dan melankolis. Novel ini sukses membuat gue membuka mata dan takjub!

Gaya bercerita penulis awalnya sempat membuat gue bingung dan muter otak. Dan alhasil novel ini selalu berada dalam genggaman dan tidak terlepas sampai gue selesai membacanya. Novel ini Indonesia banget! dan itu salah satu yang membuat gue bangga. Kenapa novel ini gak diangkat ke layar lebar ya? padahal bagus banget. Gue setuju banget kalau novel ini diangkat ke layar lebar asal alur dan dialognya sama dengan novelnya.

Sikap Pram yang suka becanda berhasil bikin gue tertipu dan berada di posisi Laila. Apalagi adegan di pantai sewaktu Pram berjemur selesai surfing. Itu suka banget! Sampai melongo beberapa detik and baru ngakak. kekekek.

Ada satu dialog yang buat paling gue suka. "Dia tidak begitu tampan, sangat licik, terkadang menyebalkan. Tapi sesekali dia memperlakukan aku seperti... aku adalah perempuan terakhir yang tersisa di dunia ini. Dan setiap jutaan hal kecil yang dia lakukan, entah bagaimana terasa begitu istimewa. Hampir setiap aku terbangun dari tidur, hal pertama yang kupikirkan adalah rencana apa yang telah dia siapkan untukku..."

Ada juga kutipan dari puisi Laila untuk Pram :
"Aku menyukai jiwamu dan raga yang membungkusnya..."

Endingnya bikin speechless. Di luar dugaan. Love this book so much! ^^
Profile Image for MY.
92 reviews13 followers
June 20, 2013
Begitu baca gak mau lepas, ***t.
Gw mulai baca tadi malem, sekitar jam 12. Karena belom ngantuk gw berharap bisa dininabobokan sama buku ini. Eh gak taunya keterusan sampe pagi, sampe jam 6... Alhasil gw gak tidur. Dan ini udah yang keempat atau kelima kalinya gw gak tidur gara-gara baca novel. Untung lagi libur, kalo enggak matilah gw.

Gara-garanya gw penasaran banget sama alasan Laila mutusin Pram.
Gw sih udah duga, palingan juga dia selingkuh, hamil sama cowok lain, mandul, atau lesbi, tapi malah rada kecewa sama alasan yang sebenernya pas udah sampe ending. Mungkin gw yang terlalu imajinatif atau penulisnya yang terlalu simple-minded.

Banyak sih hal yang gw suka dari novel ini: gaya berceritanya yang lembut (gw gak ngerti kenapa sebelum masuk ke cerita dibilang kalo novel ini puitis, menurut standar gw sih ini belom sepuitis itu. Puitis tuh kumcer Kukila-nya Mas Aan Mansyur atau beberapa karya Dee.)
Puisi-puisi di novel ini juga sederhana, alirannya cenderung realis-romantis. Gak bisa dibilang bagus, tapi juga gak jelek.
Selain itu gw juga suka (banget) komedi-komedinya yang cerdas. Biasa kalo gw ketawa tuh pasti karena tokohnya tolol atau pathetically jayus. Di sini sebaliknya, tokoh Pram (sumpah ya) cerdik abis. Jadinya lucu liat Pram & Lara saling balas membalas kejahilan. =))
Terus latar tempat di sini kuat banget. Bandung belasan tahun lalu, saya merasa dibawa masuk ke negeri dongeng. Serius. Penggambarannya juga gak lebay walau latar ini agak janggal karena tokoh-tokohnya gak berdialek Sunda. Tapi ya udah deh, saya ampuni.
Hmmm....lalu saya juga suka detail-detail kecil yang penulisnya letakkan di sana sini. Seperti Laila yang membenci kol, ikan-ikan dan ayam-ayam di rumah Pram, dan anggrek putih itu.

Nah tapi banyak juga yang saya gak suka... ._.
1. Ada beberapa hal janggal yang berusaha saya ampuni, tapi begitu ketemu kata thank's lebih dari lima kali rasanya saya sebel banget, pengen lempar buku. Gimana bisa hal segoblok ini terlewatkan oleh editornya???? Thanks, not thank's! *fliptable*

2. Tokohnya bikin sebel. Baik Laila maupun Pram sama-sama nyariiisss sempurna.
Laila ~ dia cantik, cantik banget, sangat cantik, super cantik, selalu cantik, paling cantik, seksi, semok, montok, dan gw muak banget sama semua penjelasan fisik ini. Rasanya pengen gw perkosa itu si Laila. Ggrrrhhhh.... Terus dia juga baik, "lembut meski kadang kasar", setia, jujur, humoris, hidup berkecukupan, not to mention dia punya keluarga yang baik tanpa perkara apa pun. Mary-Sue sejati. Emang dia awalnya gak bisa masak (kalo emang itu bisa dikategorikan kekurangan sih) tapi terus dia diajarin Pram masak sampe pas gede udah bisa masak dengan sangat enak.
Terus mana cacatnya Laila? Gw curiga Laila ini jelmaan "wanita idaman" si penulis deh. -,-
Pram ~ dia gak ganteng, tapi juga gak jelek. Dia (sumpah, kayaknya gak ada kata lain yang bisa menggambarkan bocah satu ini) sempurna. Dia sempurna sesempurna-sempurnanya tokoh. Untungnya dia gak dideskripsikan sebagai lelaki tampan atau sejenisnya. Gw bisa muntah.
Dia jago masak, dia jago nulis puisi, dia gemar baca, dia humoris sekaligus iseng, dia sederhana, dia atletis, dia cerdas sekaligus cerdik, dia lulus cum laude, dia sayang banget sama mamanya (dan tentunya Laila), dia super-duper baik dan sabar, dia tahan banting, dan dia kaya raya. (Tambahan: dia jago main catur, bisa main gitar dan.......oh ya, dia jago gambar sampe bikinin tugas ngelukis Laila, masuk jurusan arsitek, dan bikin lukisan wajah Laila.)
Tapi sayang, dia tidak berhasil membuat gw jatuh hati, malah cenderung jijik, karena dia gak realistis. Kok bisa ada lelaki yang begini sempurnanya?
Oh, Mr. Perfect, even you're not so handsome I wanna marry you so bad!" Hah... -_______-

3. Tokoh lain selain Laila dan Pram sangat lemah-----kecuali Bubung, mungkin. (Meski gw gak ngerti alesan dia masih nyimpen rasa sama Laila setelah bertahun-tahun gak kontek dan gw gak bisa melepaskan imej gw bahwa Bubung ini juga another Mr. Perfect, oh betapa beruntungnya Laila...)
Yang gw tau dalam sebuah novel seorang penulis harus memerhatikan tokoh-tokoh lainnya, gak cuma dua (atau tiga atau satu) orang tokoh utamanya. Novel gak kayak cerpen. Kalo cerpen idealnya punya (maksimum) 3 tokoh yang harus bener-bener dikembangkan, diperhatikan, dijaga, dan dirawat baik-baik. Kalo novel punya ranah yang lebih luas, otomatis quota tokoh yang bisa ditimang-timang-anakku-sayang juga lebih banyak. Gw gak menemukan itu di novel ini. Karena penulisnya cuma fokus sama Pram & Laila. Bahkan gw baru tau Laila punya kakak perempuan di tengah-tengah buku dan abis itu pas ending gw lupa dia punya kakak, bapak, emak. Gw gak tau sih apa maksud dan tujuan si penulis, tapi kalo lu bosen di tengah-tengah lu bisa aja balikin novel ini ke rak buku lagi karena gak ada selingan apa-apa diantara LailaPram-LailaPram-LailaPram itu. *angkat bahu*

4. Alasan Laila mutusin Pram sangat-sangat-sangat gak masuk akal.
Coba deh, pikir baik-baik. Lu udah jadian sama cowok lebih dari delapan tahun, terus lu putusin dia cuma karena lu kena karsinoma yang....yah.....bikin lu mandul? Padahal selama delapan tahun itu si cowok udah mau nerima lu apa adanya meski lu siksa dia kayak budak, dan cowok itu udah sabar banget, dan dia sempurna sangaddd. Bego apa gimana deh si Laila ini.... Belakangan dia nyesel dan pas mau nemuin Pram yang udah melarikan diri ke Yogya, si Pram malah matik. Gila, apa-apaan nih... Sejujurnya gw sama sekali gak sedih pas denger Pram mati. Pas Pram mati, gw cuma,"Oh.....mati. Katanya jodoh?"
Feel-nya gak ada, gak dapet. Bingung juga baca reviewer lain yang bilang sampe nangis baca ini... ._.
Seharusnya pas Pram matik yang paling ancur itu mamanya. Karena dia tau seberapa cinta dan seberapa sakitnya Pram sama Laila, eh terus in the end mereka gak sempet ketemu lagi dan Pram gak tau Laila nyusulin dia ke Yogya. Tapi di sini sama sekali gak ada penggambaran apa-apa tentang mamanya. Malahan cuma si Laila berkunjung ke makam Pram sambil bawa bunga anggrek putih... Ck.
Udah gitu keluarganya Laila yang jelas-jelas tau alasan (bodoh) kenapa Laila mutusin Pram juga sama sekali gak berusaha nyatuin mereka lagi. Padahal Diana (kakak Laila) tiap-tiap kali selalu bukain pintu buat Pram. Paling enggak meski Laila larang dia apa gimana, kalo dia punya hati dan otak yang berfungsi dengan baik dia bisa diem-diem kasih tau Pram, biar tu bocah gak uring-uringan terus. Duh.


Sisanya ya udah deh, gak perlu dibahas. Gw males mikir lagi, laper dan ngantuk nih....
Overall buku ini emang cukup bagus sih. Malah bagus banget kalo dibaca sama orang yang gak terlalu banyak mikir detail ini-itu kayak gw. Mungkin akan gw rekomendasikan ke temen kuliah dan sepupu gw.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
February 10, 2010
#2010-12#

I don't know what's on your head guys when you recommended those books and film to me!

Tom, Sei, and now Prameswara is an architect. Ok, mungkin bukan karena profesi tokohnya, yang kebetulan sama denganku, tapi tetap saja, eeh, koq bisa yaa, kebetulan buku/film yang kalian rekomen bertokoh dengan latar pendidikan yang sama?

Hello.. I don't falling in love to an architect!

Bikin geregetan kenapa?
Karena di buku2 ini profesi ini tidak dieksplorasi. Hanya sekedar kata2 bahwa Tom, pernah kuliah arsitektur dan bisa menggambar sketsa gedung2 di tangannya. Sei, suka dengan bangunan2 dan masuk Universitas Todai, lalu hanya sepotong, ketika ia dan Natsu berjalan-jalan keliling Tokyo dan melihat2 arsitektur bangunan. Pram, di buku ini cuma dijelaskan bahwa dia belajar arsitektur di ITB. Gak ada aktivitas cerita lain yang mendukung.

Kesamaan lainnya adalah, ketiga pria ini jatuh cinta pada tokoh wanitanya. Seandainya pria2 ini kuliah sastra, atau MIPA, atau ekonomi, rasanya gak bakal berpengaruh ma jalan ceritanya.. Tinggal ganti aja tempat kuliahnya, beres.. Sama sedikit modifikasi cerita kerjaannya. Gak akan berubah. Mereka semua tetap akan patah hati. Fraktura hepatica kalau kata bu dokter iyut. Dan ada satu penggal bagian yang mengharu biru khas novel cinta.

Bahkan seorang Windry Ramadhina yang arsitek pun menuliskan tokohnya dengan eksplorasi profesi yang sangat kuat (orange-fotografer, metropolis-polisi). Rasanya kangen juga dengan dunia kedokteran ala Marga T. Sangat jelas aktivitas kesehariannya dalam cerita menguatkan karakter tokoh ini.

Laila, di sini digambarkan dengan sangat baik oleh si pengarang, karena berlatar belakang sama, teknik penerbangan. Bahasan aerodinamika ada di beberapa bagian yang menjelaskan aktivitas yang dijalaninya. Namun karena tokoh utamanya ada dua, rasanya sayang karena menjadi timpang si Pram ini seperti sedang kuliah sambil lalu saja.
Padahal setting waktu di masa kuliah ini cukup panjang, cukup sebenarnya untuk menggambarkan 'penderitaan' mahasiswa arsitektur (setengah curhat), dengan kehidupan perkuliahannya yang unik, sering pulang pagi, mengerjakan tugas seminggu, menginap di kampus, presentasi2 tiap bulan, pameran, survey, ekskursi, yang membuat latar cerita jadi hidup.

Yaah, ini memang cerita cinta. Tetapi cerita cinta pun bisa diperkuat. Seperti film cin(T)a, yang kedua tokohnya mahasiswa arsitektur, dan di sini digambarkan dengan jelas tentang kehidupan mereka, bahkan menjadi nafas film ini, kehidupannya, cerita sehari2 begitu terungkap kuat, salah satu film favoritku. Bahwa Cina dengan rajin mengerjakan maket dan berdiskusi harian dengan Annisa. God is an Architect, God is a Director?Profesi tidak sekedar tempelan, latar belakang, tapi menjadi karakter yang menguatkan. Walau tetap saja tokoh prianya akan patah hati. :(

Karena saya suka dengan sifat tokoh cowoknya yang lucu, jail, suka ngledek, penuh kejutan, nggak romantis, sayang ibu dan cowok banget deh, maka buku ini dapat tambahan bintang.

***
Note :
Tom - tokoh di film 500 (days) of Summer
Sei - tokoh di buku Ai : Cinta tak pernah lelah menanti
Pram - tokoh di buku Always Laila
Cina - tokoh di film cin(T)a


Profile Image for Yuli Pritania.
Author 24 books286 followers
May 1, 2015
Sudah berlalu 9 tahun sejak pertama kali saya membaca buku ini. Itu kira2 pas saya kelas 1 SMP. Bisa dibilang saya tumbuh dgn buku ini dan mulai tertarik menulis karena buku ini. Saya selalu ingat, tapi ingatan selalu kabur. Jadi waktu saya beberapa bulan terakhir mulai getol mengoleksi novel2 favorit, tiba2 saya melihat buku ini di jajaran novel di toko buku online. Rada g ngeh karena covernya beda, tapi tentu saja saya ingat judulnya yg terpatri erat di kepala. Always, Laila. Dua kata yang merangkum keseluruhan isi cerita.
Pertama mau ngomentarin cover baru dulu. I love it so much. Saya suka cover2 novel yang antik, terkesan usang dan seolah menyibak memori lama. Cover baru ini berwarna cokelat pupus, berlatarkan ranting2 pohon dengan dedaunan yg mulai gugur, berikut sebuah gitar, kursi kayu, headphone, dan buku. Sampul yg baru lbh cocok untuk suasana cerita yg manis dan vintage.
Always, Laila. Mgkn saya harus mengakui saya jatuh cinta pada sosok Pram yg licik, tidak romantis, tapi selera humornya patut diacungi jempol. Saya suka sense of humor-nya penulis yang segar dan tidak disangka-sangka. Saya jatuh cinta dgn penggalan2 puisi yang digerus di atas kertas oleh Pram untuk kekasihnya. Saya ikut terpesona dengan rumah Pram yg bertingkat dua dan punya kandang ayam dan kolam ikan yg selalu dia bangga2kan. Saya iri dengan Pram yg melukis Laila dan memajangnya di atas tmpt tidur sehingga bisa dipandangi setiap malam.
Tidak ada yg biasa dari novel ini. Semua adegannya unik, dialog2nya menggelitik, dan tutur katanya menarik. Harus saya akui, dari dulu sampai sekarang saya selalu membenci sad ending, tp Always, Laila adalah novel sad ending pertama yg saya cintai setengah mati. Ah, bukan. Always, Laila, dari dulu sampai kini, selalu berada di urutan pertama novel Indonesia yg saya cinta.
Ada bnyk hal yg disesalkan. Bukan, bagi saya novel ini sempurna dan tanpa cela, terserah org lain mau berpendapat apa. Tidak ada cacat dari narasi atau apapun. Hanya saja, Laila dan Pram adalah sepasang kekasih yg berjodoh, bhkn kisah mereka berulang dari generasi ke generasi (nggak tau deh ini cuma bualan si Pram doang apa bukan), tp kisah berakhir tanpa pernah ada penyelesaian. Tidak ada penjelasan bagi pihak Pram, dan Laila bersedih karena kesalahannya sendiri. Tapi Pram memaafkan dan saya meyakinkan diri saya bahwa Laila tetap akan meneyndiri seumur hidupnya. Ya suka2 saya kan, toh penulis tidak memberi kepastian. Karena dengan itu, kisah cinta Pram dan Laila akan selalu abadi buat saya.
Satu hal lagi yg saya sesalkan, saat membaca pendahuluan dari Mas Andi Eriawan, bhwa dia sudah pensiun menulis dan memilih beranak pinak untuk menyelamatkan populasi anak manusia bersama istrinya. Karena sia2 sekali menurut saya, penulis sebagus ini berhenti berkarya. Tp bagusnya, di sanalah kelebihan penulis. Menyisakan satu karya yg untuk sebagian org mgkn tidak akan terlupakan dan terus diingat. Lbh baik memiliki satu karya luar biasa, daripada puluhan karya yg tidak menyisakan apa2.
Profile Image for Galuh Tyas Wijiastuti.
15 reviews1 follower
June 18, 2014
Novel ini gak sengaja ketemu gitu aja di Gramedia merdeka depan jajaran mcd waktu nganter temen ke BEC. Iseng nungguin hp-nya diservice jalan-jalan ke toko buku. Dannn gak sengaja nemuin buku ini. Udah sering nyari tapi selalu gak ada. Padahal jadi list nomor 3 di notes. Aku udah mau beli dua buku tapi masih ragu dan milih buat naro dua buku itu. Waktu masuk lebih dalam ke bagian rak yg agak pojok bgt bgt bgt dan buku-bukunya kesembunyi, aku liat cover ini dan langsung noleh dua kali buat mastiin bener atau gak. Akhirnya yakin setelah dibolak-balik 3 kali, covernya bagus bgt walaupun ingin punya yg cetakan pertama. Tapi gak apalahhh. Langsung jingkrak-jingkrak nyari temen aku buat bilang, padahal dia juga gak tau gimana aku pingin punya novel ini sih. Gak pake mikir dua kali langsung ke kasir dan bayar. Dan terus nyeritain isi buku ke temen walaupun ya.... dia kayaknya biasa aja. Gak peduli, yg penting punya Always, Laila. Pram!

Novel ini emang bener-bener isinya wow bgt. Kenangan, nostalgia, pokoknya yg lama-lama. Suka bgt pas mereka masih SMA, berhubung tinggal di Bandung jadi lebih kerasa bgt bayangannya. Dann... berhubung kuliah di jalan Otten, haahhhhh ini yg bikin merinding. Dan semua yg diceritain penulis, semua pernah kealamin apalagi masa sma. Ya semua orang mungkin gitu tapi penulis emang apa adanya sama kayak Pram.
Always, Laila novel romantis yg gak bisa ditebak akhirnya. Kenapa sihh semua indah lalu berakhir tragis bgt. Masih nyesek aja bayangin kisah mereka tapi lebih tenang lagi baca puisi akhir Pram buat Laila. Cinta mereka mungkin abadi menurut aku, Laila mungkin gak akan nikah sama siapa pun dan Pram emang udah di dunia lain. Mungkin kisah mereka bakal dilanjutin sama generasi selanjutnya sama kayak cerita reinkarnasi Pram yg humor bgt. (Btw generasi siapa nih? Laila sama Pram kan udah beda dunia. Ah bodo! Masih ada saya wkwk)
Suka alur maju-mundur dan penggambaran karakter mereka. Suka hal-hal kecil atau sensitif yang penulis tulis. Jatuh cinta banget sama setiap lembarnya. Selalu penasarasan sama kayak Laila yang selalu penasaran sama kejutan dan kelicikan Pram.
Tokoh Laila dan Pram tuhh emang sempurna bgt. Suka bgt waktu Laila bilang Pram memperlakukan dia kayak perempuan terakhir di dunia. Suka bgt waktu Pram nyusul ke Malaysia. Mereka apa adanya! Pram emang gak romantis tapi cara dia bertindak bikin pembaca atau Laila ngasih dia label Perfect. Perfect bgt!
Ah pokoknya novel ini segalanya. Humor, haru, sedih, dan... tenang. Aku yakin semua yg baca mungkin bisa damai sama hatinya sama kayak Pram di akhir-akhir puisi dia buat Laila. Gak ada kejelasan dan pertemuan mereka diakhir yg bikin sakit hati aja sih menurut aku.

Dan, penulis benar. Bandung emang udah berubahhhh! Novel ini rekomendasi bgt. Bisa dijadiin nostalgia. Dan apa adanya banget.
Profile Image for Ade Maria.
7 reviews1 follower
June 12, 2013
Saya sangat telat mengetahui informasi seorang penulis berbakat yang satu ini. Seorang penulis lain memberitahu saya kalau dia nge-fan berat dengan tulisan Andi Eriawan (mungkin juga dengan orangnya). Berkat endorse-nya yang menggebu, saya pun memburu buku yang sudah dicetak ulang ini (terbit pertama kali tahun 2003). Sewaktu membaca, saya tidak bisa lepas dari genggaman buku ini.

Buku ini bercerita tentang kisah kasih dua anak yang baru masuk SMA sampai mereka masuk ke dunia kerja. Penulisan dengan sudut pandang orang ketiga ini mengisahkan Pram yang jatuh cinta dengan gadis cantik bernama Laila. Akhirnya mereka pun menjadi sepasang kekasih di awal SMA. Karakteristik Pram yang unik, lucu, konyol, serta romantis, membuat Laila tidak bisa lepas darinya. Laila sangat nyaman didekat Pram. Seringkali Pram menuliskan puisi untuknya dan melukis wajah Laila. Mereka berdua sangat menikmati masa-masa indah berpacaran. Sampai akhirnya, memasuki gerbang perkuliahan, Laila bertemu dengan Burhan yang tidak lain adalah lelaki yang sangat mendambakannya sejak SMP. Ada dilemma yang dirasakan Laila saat didekat Burhan. Ia merasakan perhatian yang lebih dari Burhan, terlebih ketika dirinya sedang bermasalah dengan Pram. Burhan pun secara agresif melamar LAila untuk menjadi pendampingnya. Namun hati Laila tak bisa berbohong, ia sangat mencintai Pram dengan segala tingkah lakunya. Ketika memasuki dunia kerja, Laila yang seorang lulusan teknik penerbangan diterima kerja di sebuah perusahaan penerbangan di Malaysia. Sepulang dari sana, tiba-tiba Laila mengidap kanker serviks yang mengharuskannya mengangkat rahim.

Well, buku ini saya rekomendasikan bagi pembaca yang gemar membaca novel fiksi roman. Banyak latar dan kejadian dalam kisah ini yang bisa jadi nyata dalam kehidupan. Namun, ada bagian yang rasanya ingin saya hilangkan dari buku ini, namun itu menurut pandangan subjektif saya. Nilai yang bisa dipetik: jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada dalam hidup selagi kita bersama orang yang kita sayangi dan dambakan. Karena ketika mereka pergi dan kita tak bisa lagi meraihnya, semua hanya tinggal kenangan dan mimpi yang tak pernah terwujud.

‘Gemuruh di hatiku mereda sendirinya,
langit menjadi lebih cerah,
dan udara tak lagi menyesakkan dada.
Mungkin karena kutemukan definisi lain dari cinta.
Makna tak lagi berasal dari pertemuan
dan rasa rindu membuatku bahagia’.
Profile Image for Mayasari.
32 reviews4 followers
September 1, 2008
Hal pertama yang membuat aku tertarik baca buku ini ialah setting ceritanya ITB dan Bandung..
Bagi anak SMA yang ingin masuk ITB, ini benar2 menarik..hahahah

Buku ini sangat menarik, ceritanya yang khas dan tidak biasa merupakan daya tarik tersendiri..

Bercerita tentang kisah cinta Laila dan Pram yang dimulai dari SMA hingga kerja..

Endingnya yang tidak bisa ditebak menambah nilai plus dari buku ini..

Cerita manis yang sekaligus tragis..

Profile Image for Ifa Inziati.
Author 3 books60 followers
March 9, 2014
Tuhanku. Baru sadar saya sudah baca novel ini. Punya salah satu tante, kalau nggak salah.

Paling suka sama endingnya. Itu ngejlebbb banget. Bener-bener leave me hanging on sembari bertanya-tanya 'kenapaaaaah' dan kalau nggak salah saat itu lagi ada acara keluarga, dan saya malah masuk kamar terus nyuri baca sendirian... ya ampun.

Tapi saya juga ingat ada beberapa hal yang kurang sreg, sayangnya lupa tepatnya. Haha. Cuma memang membekas, kok. Keren :)
Profile Image for Nash.
4 reviews
June 6, 2019
Cover buku rupanya cukup ampuh untuk menarik minat membaca, terbukti dari saya yang tanpa pikir panjang langsung mengambil buku ini dari rak dan memutuskan langsung membelinya sesaat setelah membaca sinopsis.

Dan ternyata
Isinya sama sekali tidak mengecewakan
Bahkan melebihi ekspektasi saya yang mengira ‘paling isinya cuma gitu’

DaMN I lOVe ThIS BoOK

Cerita sederhana yang berkualitas, mengajarkan kita pada akhirnya hakikat tertinggi dari cinta adalah melepaskan


MUST READ INI
Profile Image for nonraaa.
40 reviews
November 22, 2025
Honestly, I have read this book since elementary school in 2005, and I really loved it. When I was a child, I might not have understood its meaning, but as I grew older and reread it many times, I understood the message of the book. I always enjoy how Pak Andi describes the city of Bandung in harmony with Laila’s beauty. I also like how he portrays Pram. And since 2005, Pram has been my crush.

PS: I still read this book often even now.
Profile Image for Muchson Fatoni.
20 reviews60 followers
November 25, 2019
Gaya romantismenya mengingatkan sedikit dengan Pidi Baiq (mungkin karena sama-sama Bandung?), dan juga sedikit novel teenlit tapi tanpa banyak unsur lebay, bertele-tele dan alay yang sering bikin memutar mata. Pada akhirnya saya cukup nyaman membacanya dan mampu menyelesaikan buku ini.
Penokohan yang kuat antara dua karakter utama menjadi salah satu poin menarik novel ini. Laila yang sedikit annoying dan tsundere dengan Pram yang cerdik dan licik. Interaksi satu sama lain yang menjadi bumbu drama asmara menyenangkan sepanjang buku.
Sifat tsundere si Laila juga yang mungkin jadi penyebab mengapa Laila tak mampu berterus terang saat dihadapkan pada situasi yang menjadi penyebab konflik mereka. Saya juga suka twist yang dihadirkan penulis di tiap beberapa akhir chapter yang menjadi cerita kejutan tak terduga di chapter berikutnya.
Serta metode flashback yang juga dipakai untuk membawa pembaca pada ending yang diharapkan. Sebagai buku yang ditulis oleh penulis debut di usia 25an, Andi lumayan mahir dalam memainkan drama.
Profile Image for Tya Trivi.
1 review
July 14, 2022
Baca buku ini kalo ga salah pas SMA atau menuju bangku kuliah, sekitar th 2009an lah (tuiir hahaha). Ini salah satu novel yang bikin saya susah move on.. sampe sampe nama email saya terinspirasi dari novel ini (always...). Novel yang bener bener bergejolak, bahkan menitikan air mata.. well.. salah satu novel yg menurut saya layak difilmkan sih..
Profile Image for Tria Risma.
12 reviews
September 8, 2019
Seperti baca ceritanya dilan dan milea. Tapi bedanya ini keluarnya thn 2004, tidak ada gombalan2 cheesy (haha), dan endingnya nyesek. Gak ikut pcrn tapi ngerasain rasa sakitnya :(
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nurini Anjarwati.
34 reviews
March 7, 2020
Saya baca edisi pertamanya.
Saya anggap ini novel kuliner karena di akhir cerita, si cowok bikin kafe pake nama gebetannya gitu deh.
Profile Image for Erika Reieru.
124 reviews15 followers
November 28, 2022
Setiap karakter itu kuat sekali. Gaka ada yang hanya seperti tempelan. Sampai mbak-mbak resepsionis juga terasa nyata.
Profile Image for Richa Mawarni.
8 reviews
July 10, 2023
Padahal ceritanya keren. Tapi sayang, sad ending.
Tapi intinya dari novel ini bagaimana merelakan dan mengikhlaskan.
Profile Image for Joy Agustian.
Author 3 books3 followers
September 24, 2013
Novel yang sarat akan kisah pahit-manis percintaan yang kompleks namun tidak lebay!
Jujur, saya pernah baca separuh buku ini saat saya masih duduk di kelas 1 SMA. Hanya saja saat itu saya bukan penyuka novel yang tidak saya kenal penulisnya. Ditambah lagi dengan warna biru muda yang bergambar gadis perempuan berbusana hitam sebagai sampul depannya. Sewaktu itu saya masih belum begitu jatuh cinta. Di tahun 2013, saya intip timeline GagasMedia dan lihat novel ini lagi. Versi terbaru ini sudah di-remake sedemikian rupa dengan cover yang sangaaaaaaaat cantik! Khas GagasMedia banget. Singkat cerita, saya langsung jatuh cinta. Langsung beli buku ini tanpa pikir dua kali.
Halaman pertama mengenalkan saya kepada gadis bernama Laila. Saya mengendus aroma kesedihan pada bagian prolog tersebut. Rasa penasaran bertambah semakin kuat ketika saya jamah helai demi helai awal cerita. Dan karena Mas Andi menggunakan alur cerita maju-mundur, Always, Laila boleh dikatakan berhasil menjadikan ceritanya bergejolak seperti roller-coaster. Diceburkan ke situasi gembira, kemudian dihantam oleh gelombang duka. Plot yang sukses membuat saya betah melahap novel ini selama 5 jam penuh!
Membaca novel Always, Laila pun rasanya membuat seperti dicemplungkan ke dalam situasi yang sesungguhnya. Saya begitu mengagumi kepiawaian Mas Andi dalam mendeskripsikan seperti apa lokasi, suasana kota Bandung yang serupa seperti aslinya. Seluruh spot yang ditulisnya seolah menyeret saya untuk ikut berperan di dalam novel ini. Dimulai dari SMA 5 Bandung, Jalan Belitung, kompleks perumahan Buah Batu yang dikenal berhimpit-himpitan, penggambaran suasana kampus ITB beserta detail-detail terkecilnya, juga kawasan BonBin Tamansari yang letaknya nggak jauh dari tempat tinggal saya dulu. Semua benar-benar tergambar sempurna.
Namun, ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya. Mungkin Mas Andi sendiri tahu jawabannya, apakah Cafe Laila itu benar-benar nyata keberadaannya? Hehehe 
Tak hanya itu, saya suka sama gaya tulisan Mas Andi Eriawan yang nggak berlebihan. Jarang saya temukan bahasa metafora yang bikin saya sakit mata. Porsi puisi Laila-Pram di buku ini pun terhitung cukup – nggak banyak, juga nggak lebih. Karena sejujurnya, saya bukan tipikal pembaca yang doyan menghabiskan waktu untuk membaca potongan sajak yang berserakan di dalam sebuah novel. Ini menjadi poin plus lagi untuk Mas Andi.
Di balik semua keunggulan yang saya tulis di atas, novel ini tentu saja memiliki poin minusnya tersendiri. Ada beberapa bagian yang bikin saya merasa kurang sreg dan menggumam, kok bisa gini sih?, atau kok kayak kurang logis gitu ya? Ada bagian di mana saya nggak terlalu menikmati Always, Laila. Yaitu ketika Laila diutus pergi ke Malaysia, dan terlibat cinta yang rumit dengan Bubung. Kehadiran Bubung di sini justru membuat ceritanya terkesan sinetron banget. Selain itu, saya menaruh ekspektasi yang tinggi saat Laila bertemu seorang datuk tak dikenal di dalam pesawat mereka. Tadinya saya berpikir, Tunku Mahmood itu memiliki hubungan dekat atau suatu hal berbau magis yang memiliki kaitan dengan Pram. Ternyata tidak seperti perkiraan saya. Bahkan hingga penyakit kanker ovarium yang diderita Laila pun rasanya seperti kejutan yang kurang nyambung.
Tapi bagaimanapun juga, ini hanya review dari saya, Mas Andi. Boleh dianggap sebuah masukan, boleh juga diabaikan.
Dan terakhir, saya tidak akan memberi bocoran seperti apa akhir maupun pertengahan buku ini. Biar saja pembaca merasa penasaran seperti apa kisah percintaan Pram dan Laila sampai akhirnya mereka memutuskan membeli buku ini.
Jadi, saya berikan 3 bintang untuk Always, Laila. 

Profile Image for Laila Amirah.
18 reviews28 followers
March 14, 2016
Just finished reading the novel several minutes ago. I made time to read it about 90 minutes tonight as i felt obligated to do it because one of “Treasure in You” member gave it to me.

Laila, the female character in the story, coincidentally, was like me, except she was more stunning, violent and blunt. She was a prideful, selfish, clueless and always confused about her real feeling for Pram, whom she knew for 9 years. The male character was like a combination of men in my life, who could deal with me. He was smart, funny, optimistic, imaginative, artistic, creative, nerdy and patient. So many times he deliberately succumbed. However, he could also make her listen and obey him. He has his own unique way which she could hardly resist.

I cried a lot while reading it and skipped several chapters so i could know the ending faster. Luckily, i made the right decision. It has sad ending and the fact i didn’t read some chapters prevented me from being sad even more. Thanks God.

I won’t be surprised if the readers hated Laila because she was a stubborn woman. Not to mention she had many insecurities which led to making assumptions. She left Pram without any explanations making the man desperate. He hated her but missed her at the same time. Laila always thought Pram could never be sad because he showed happy faces to everyone. When Laila wanted to reconcile with him, it was all too late. She was so coward that even though she flew to the city he lived at the moment, she didn’t meet him right away. Then the accident happened, he died. GREAT! This is what i hate!!!! Her opportunity to tell him her real feeling was at his grave. It meant he never knew she loved him back and wanted to live with him while he was alive. Leaving a man puzzled and blue for more than 5 months. From him being empty, sad, angry until finally decided to let her go, move on and visualize about falling in love with new woman. The last time seeing Pram alive for Laila was when Pram riding a bicycle with peaceful and jolly face. Laila assumed he must have found a new love at that time. This interaction of the main characters in this story is quite similar to “Laila Majnun”. Why always like that? Why should a woman with my name is like that, always having hard time in making decision regarding love and could never show her real feelings to her object of affection to the point of extreme?

If i were a guy, i wouldn’t fall in love with anyone named Laila.

All of it reminded me of the song “Layla” by Eric Clapton and here are the lyrics:

What’ll you do when you get lonely
And nobody’s waiting by your side?
You’ve been running and hiding much too long.
You know it’s just your foolish pride.

[Chorus:]
Layla, you’ve got me on my knees.
Layla, I’m begging, darling please.
Layla, darling won’t you ease my worried mind.

I tried to give you consolation
When your old man had let you down.
Like a fool, I fell in love with you,
Turned my whole world upside down.

[Chorus]

Let’s make the best of the situation
Before I finally go insane.
Please don’t say we’ll never find a way
And tell me all my love’s in vain.
Profile Image for Riyan Raditya.
Author 2 books
July 11, 2013
Melihat cover dan blurb pada novel Always, Laila ini membuat saya bimbang saat berada di sebuah toko buku di Jakarta Pusat. Waktu itu saya memang sedang mencari-cari novel yang saya cari dan ketemu, tetapi saat itu juga di sebelah novel yang saya cari saya menemukan Always, Laila ini. Hal itu hanya masalah penghematan pengeluaran saja, walau begitu pada akhirnya saya membeli kedua novel tersebut termasuk Always, Laila ini.

Awal membaca novel ini saya baru mengetahui bahwa novel ini pernah terbit tahun 2004 dengan cover yang berbeda. Gagasmedia merilis ulang novel ini dengan cover baru. Tidak heran bila latar waktu tempat dalam novel ini pada tahun 1990-2000-an. Singkat cerita novel ini menceritakan tentang kehidupan Laila sejak bertemu dengan Pram hingga pada akhirnya berpisah dengannya. Simple? Yeah benar, terlihat simple kalau melihat secara garis besar seperti itu, tapi bila kalian membaca utuh novel ini kalian menemukan sesuatu yang baru, sesuatu yang menurut saya fresh dan tidak klise sama sekali.

Gaya tulisannya pun dibuat semudah mungkin untuk dimengerti oleh semua kalangan pembaca, tidak tergantung umur dan juga jenis bacaannya. Yang menarik bagi saya adalah chemistry dari kedua tokoh dalam novel ini Laila dan Pram. Kalau kalian membaca dari awal hingga akhir mungkin kalian akan menyayangkan ceritanya karena kedua tokoh ini saling mengisi satu sama lain, bisa kita bilang mereka memang berjodoh. Bahkan di ending cerita pun kekuatan dari kedua tokoh ini sangat kuat, bahkan saya tersadar bahwa blurb di belakang novel tersebut adalah sebuah puisi yang ditulis Pram.

Hal yang menarik lagi adalah bagaimana penulis menyisipkan beberapa adegan yang mempunyai sense humor sendiri. Saya membacanya terkikik geli karena walau tingkat humornya kecil tapi dapat membuat saya tersenyum saat membacanya dan masuk akal. Humor yang cerdas menurut saya dan tidak berlebihan. Entah apa memang ini gaya penulisnya atau bukan karena saya tidak membaca novel beliau yang lain. Yang jelas kalian tidak akan dibuat serius mungkin untuk membaca novel ini.

Keseluruhan cerita ini membuat saya penasaran apa yang akan terjadi di adegan berikutnya saat membaca. Bahkan saya menebak-nebak ending cerita ini, banyak adegan yang saya tebak untuk ending cerita tetapi hampir meleset semua yang mendekati benar hanya sebuah perpisahan abadinya. Dengan gaya penuturan penulis, endingnya membuat saya terkagum membacanya. Kedua tokohnya punya kekuatannya sendiri di ending.

Saya berharap menemukan cela tetapi mungkin saya kurang jeli jadi novel ini almost perfect menurut saya. Mungkin hanya saat di awal masih belum punya gambaran keseluruhan ceritanya jadi saya sempat berhenti membaca. Beberapa hari kemudian dibuat penasaran oleh review-review yang ada sehingga melanjutkan membacanya. Yang jelas saya menikmati membaca novel ini walaupun tengah malam sekalipun. I give 4,5 stars for this novel.

Review bisa juga dilihat di: http://gallerywords.wordpress.com/201...
Profile Image for Hidya Nuralfi Mentari.
149 reviews15 followers
February 19, 2014
Where is my Pram? :’’((

Dulu, aku sempat baca novel ini di google books. Masih versi cover lama dan hanya bisa baca sampai halaman 46. Kemudian novel ini cetak ulang, dan itulah yang aku sesali saat ini karena tidak membelinya secepat mungkin. Kalau seseorang nggak ngasih novel ini ke aku (thanks to Klara :’)) aku yakin aku juga nggak akan pernah bisa menyelesaikan novel ini.

Aku nggak tahu di bagian mana yang spesial dalam novel ini. Yang aku rasakan hanya kesederhanaan di setiap bagiannya. Cerita, diksi, penokohan, percakapan antartokoh, penggambaran para tokoh. It’s too simple. Tapi menurutku, di sanalah kekuatan dalam novel ini. Sederhana.

Namun indah.

Karakternya terasa sangat-sangat nyata. Pram dan Laila. Aku nggak tahu, apa setiap penulis laki-laki selalu dapat menggambarkan kesederhanaan cara menulisnya seperti ini? Nggak berlebihan, pas. Really good. Dan, aku sama sekali nggak menemukan kontak intim antara Pram dan Laila di sini. Ah, mereka pacaran sudah bertahun-tahun. Lebih dari tujuh tahun dan kontak terintim yang Pram berikan pada Laila adalah mengusap kepala? Lol? No, that’s sooooooooo sweet :’) manis. Nggak perlu ciuman, pelukan, pegangan, tetapi aku dapat menangkap seberapa besar mereka mencintai pasangannya satu sama lain. Oh ya, aku juga suka cara penyajian alurnya yang maju-mundur. Kita seperti diajak menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya. Dan ketika mencapai ending, aku benar-benar merasa semua pertanyaan-pertanyaanku yang terus tersirat sepanjang aku membaca, akhirnya terjawab. Yaampun, nggak tahu lagi mau marah atau excited disodorin cerita ini :’ Kak Andi, kenapa memutuskan untuk berhenti menulis? :’)

Akhir-akhir ini bacaanku adalah novel-novel sekelas metropop, yang tokoh-tokohnya benar-benar metroseksual. Cenderung banyak menemukan adegan menjurus di novel-novel yang kubaca sebelumnya, karena kupikir sekarang adegan seperti itu sudah biasa. Dan … membaca ini seperti sebuah sapuan angin lembut yang menghantam wajahku. Damai, nyaman, tenang. Tapi spesial. Dan nyatanya, aku menikmati novel ini lebih dari aku menikmati novel-novel yang kubaca sebelumnya.

Haduh, nggak sanggup mereview ceritanya. Pokoknya, too good :’) dan, Pram, kuharap kamu bisa kembali bereinkarnasi dan kali ini datang ke aku :’’)) really, selalu bayangin enaknya punya pacar yang selalu mengungkapkan perasaannya lewat puisi. That’s one of my destiny.

Intinya, ini sangat-sangat jauh melebihi ekspetasiku. Satu lagi list novel favorit dengan cap ‘sad ending’. But, really good ending.

(ini ampek sembab T.T)

Amazing. 5 of 5 stars :)
Profile Image for Ega.
63 reviews1 follower
May 29, 2014
Novel yang satu ini membuat senyum terukir di bibir, pikiran melayang-layang berkhayal, namun juga tercabik-cabik.

Entah apa sih sebabnya penulis memilih nama-nama yang klasik untuk novelnya. Laila Indahsari untuk tokoh utama wanita. Dan Phrameswara, untuk tokoh prianya.

Kisah cinta dua anak manusia selalu jadi tema novel yang akan terus laku. Tapi Andi Eriawan menuturkannya dengan cara yang berbeda. Cinta itu bukan hanya sekedar menye-menye, dan romantis-romantisan ala-ala sinetron. Tapi cinta itu adalah bagaimana seseorang menjadi bagian hidup kita, berada di antara hela napas. melintas selalu di ingatan, walau raganya mungkin tak di dekat kita. Pram yang tak romantis, bahkan cenderung jahil, ternyata membahagiakan Laila. Hidup Laila memang tak seindah kisah cinta yang romantis bagai di dongeng, tapi Pram selalu memberikan Laila kejutan-kejutan yang membuat Laila amat mencintai dan merasa amat dicintai Pram.

Tadinya kupikir novel ini akan terus menyajikan keindahan dan keunikan kisah Pram dan Laila. Tapi tidak. Tragedi terbungkus rapih di sepanjang cerita, dan terpapar lebar di akhir. Bikin sesak napas :'(

Sepertinya penulis novel ini pria yang romantis deh. Hahhahah.. puisi-puisi di novel ini terasa sampai ke hati (aiih...) Caranya bertutur di novel ini juga asik. Dialog antara Pram dan Laila nggak pasaran. Seolah-olah mereka seperti punya bahasa-bahasa yang hanya mereka berdua yan mengerti. Saya paling suka ritual Pram apabila bertamu ke rumah Laila (ada di hal 101 dan 102)

Hanya saja, membaca novel ini harus konsentrasi dan hati-hati. Hahahhaha... seperti berkendara saja. Pertama, karena point of viewnya berganti-ganti antara Pram dan Laila. Ah, ini kan soal biasa ya. Nah, yang rada repot, alur ceritanya bolak-bolak nih. Parahnya tanpa sign. Udah kaya bajaj aja kalo mau belok ngga ketauanan.

Seringnya kan kalo flash back kan suka ada tandanya tuh. Misalnya, "Tiga tahun yang lalu". Atau dicantumkan tanggal. Tapi ini ngga ada tandanya. Pindah paragraf, tau-tau adegan flash back. Pindah bab tau-tau flash back.

Tapi walaupun begitu, nggak ada sedikitpun niat untuk berhenti baca novel ini. Hanya 1x24 jam novel ini habis saya baca, tak bersisa satu halaman pun. Hanya saja yang bikin saya enggan memberikan bintang 4 adalah, novel ini tipis banget. Cuma 240 halaman. Rasanya masih pingin menyimak obrolan aneh Pram-Laila. Nggak puas. Dan kedua, endingnya. Nyesek boooooooooooooooo....

Pesan yang saya tangkap abis baca novel ini sih, "kalo cinta jangan lari. sakit!". :D


Profile Image for Mellisa Assa.
144 reviews9 followers
August 21, 2014
"Beri satu alasan kenapa kamu lebih memilih Pram."
"Karena mungkin kami berjodoh..."

Novel yang manis. Baik dari ceritanya dan kedua tokoh utama.

Laila dan Pram memulai hubungan mereka dengan jalinan persahabatan. Seangkatan di SMA yang sama membuat hubungan keduanya makin dekat. Sampai suatu hari Pram mengirimkan puisi berisi pernyataan cintanya pada Laila. Awalnya Laila menolak bahkan sampai menangis karena dia hanya ingin menjadi sahabat Pram saja. Pram membujuk Laila untuk tidak menangis dan meminta waktu tiga hari, apabila dia tidak bisa mengubah perasaannya, Pram akan menganggap kalau pernyataan cintanya tidak pernah ada. Laila mengiyakan. Tapi tiga hari berikut, Pram tidak tampak batang hidungnya di sekolah bahkan terdengar kabar kalau Pram akan pindah ke Medan. Mendengar hal itu Laila jadi sedih dan sadar kalau dia tidak mau kehilangan Pram. Saat 3 hari kemudian Pram muncul di gerbang sekolah, Laila langsung menghambur ke pelukannya dan menerima Pram sebagai pacarnya. Mereka terus bersama sejak saat itu, dengan sifat Laila yang manja dan tukang ngambek, dan Pram yang jahil dan jauh dari tipe pria romantis tapi penuh dengan kejutan. 8 tahun lebih menjalin hubungan membuat mereka saling bergantungan. Meskipun ada saat-saat Laila sempat tergoda dengan pertemuannya kembali dengan Bubung, cinta pertamanya, tapi Laila tetap memantapkan hatinya untuk tetap bersama Pram. Sampai dihari setelah Pram melamarnya, Laila harus dihadapkan dengan kenyataan pahit dimana dia dengan terpaksa harus mengakhiri hubungan dengan Pram. Hal yang bertentangan dengan isi hatinya.
Lantas bagaimana akhir cerita cinta mereka? Akankah Pram kembali menerima saat Laila berniat kembali dan menjelaskan alasan kenapa dia memutuskan hubungan empat bulan lalu? Atau apakah Laila harus menghadapi kenyataan yang lebih pahit lagi? Jangan lewatkan untuk membaca novel ini.

Ahhhhhh Pramheswara
Profile Image for Nidos.
300 reviews77 followers
January 7, 2016
If my previous Gagas came to me inside another piece by the author, I met this one while I was goodreads-hopping cause, y'know, the blurb is nowhere to lead me here ((masih dibahas)).

So... Always, Laila. At the beginning it reminded me of Pidi Baiq's Dilan--Bandung, silly lovebirds, poems, Bunda. Not that it's bad, tho, anyhow AL was written way before Dilan exists.

Been a while since I trade my sleeping time in order to finish a book, and Laila-Pram just made me do so. Hats-off to the author for knitting the yarn so well and mix colorful pattern here and there, to the past and the present, yet it didn't seem messy at all. Each and every element was so natural and believable, it even made me regret why I didn't go to ITB (eventho I completely know it's bcs I was like David Beckham in physics). This is one kind of romance-romance that I could bear, sweet but not too much. Pram is acceptable as a litcrush.

I just couldn't digest the resolution. That the twist came in a sudden without any hint along the journey, I could handle that since 'that' thing used to come suddenly. It's what was said in page 219 line 3-9 that almost made me throw up. Perhaps it's just me, perhaps I just haven't met anyone to surrender, but... no. And that's why I could never understand the final decision. I was okay with the ending, but what brought us there? Not so much.

The first 213 pages deserved four stars, so altho the rest didn't seem like satisfying to me, it's so cruel to give it two stars only.

Ps: what's with thank's, ffs! It needs no apostrophe :(
Profile Image for Dini Puspitarini.
31 reviews4 followers
January 29, 2013
Buku ini sempat booming sewaktu saya masih SMP. Maklum, di taman bacaan purworejo saat itu belum banyak novel lokal macem gini. Kalau ada paling juga yang jadul-jadul kayak Mira W, Maria AS, dkk. Jadi bisa dibilang novel ini adalah pelopor novel lokal. Seenggaknya di Purworejo ya. Soalnya habis itu taman bacaan tempat saya kerja mulai mendatangkan lebih banyak bovel2 lokal spt teenlit.

Di banding penulis wanita, sebenarnya saya lebih suka penulis pria. Ya nggak pukul rata semuanya. Novel always laila ini salah satunya. menurut saya novel ini lumayan puitis, tidak bertele, tapi tetep romantis. Setidaknya itulah pandangan saya saat itu. soalnya saya tidak sempat mengulangnya baru-baru ini.

Novel ini bercerita tentang kisah cinta Pram dan Laila yang sudah terjalin sejak awal masuk SMA. Yang saya tangkap dalam hubungan mereka adalah bahwa mereka bisa "nyambung" sekali. Nyambung itulah yang membuat hubungan mereka jadi so sweet. Novel ini menyajikan perkembangan hubungan Pram dan Laila yang terjalin sangat lama. Tidak banyak adengan yang romantis2 gombal, tapi justru membuat kita mengerti kedalaman hubungan mereka. Saya jadi berpikir, wah...gimana nih kalau salah satu meninggal atau mutusin....yang lainnya pasti hancur. Dan beneran aja, diceritakan bahwa Laila mengidap kista yang membuatnya tidak mungkin punya anak. Laila merahasiakan hal ini pada Pram dan justru memutuskan pertunangan mereka. Kebayang kan gimana hancurnya mereka berdua.

Yah, begitulah. Salut buat novel ini. Katanya penulis pria menulis dengan logika sementara wanita dengan perasaan. Tapi meneurut saya, novel ini berhasil dituliskan dengan logika maupun perasaan.
Profile Image for Caca Venthine.
372 reviews10 followers
May 28, 2013
Beruntung banget Gagas Media mau nerbitin buku ini lg,mengingat pertama kali terbit tahun 2004 ^^

Jujur aja,baca ini agak lama. Mungkin lebih dari seminggu kali ya,itu juga sebenernya ditunda dengan beberapa buku yg lain ._. (kelakuan jelek saya muncul lg,yaitu suka nunda2 buku yg belum selesai dibaca dengan buku baru lg,maka dr itu tumpukan buku kian hari kian menggunung) *Ini kenapa jd curhat gini* Oke map ._. *sungkem*

Pas awal baca sudah bisa merasakan serunya cerita ini,tapi kenapa semakin kesananya kok agk membosankan? Makanya buku ini saya tunda2 terus ._. Tp pas sudah mau endingnya,saya nemuin gregetnya lg. Jadilah semalem saya bisa nyelesain ini *horeee*

Saya agak bingung sama cerita ini sebenernya,agak berat buat bacaan saya. Bukan berarti buku ini jelek,tapi justru cerita ini saya suka karena bisa nyentuh hati sang pembaca #eeaa Tapi memang berhubung otak saya gk nyampe kali ya baca yg kya ginian,jadi ya saya agak gk suka jg. Byk cerita2 yg menggantung,tidak ada penjelasan sama sekali,dan itu yang bikin saya bingung sendiri. Entah,kalo menurut saya sendiri ceritanya ini agak acak-acakan ya,seperti melompat-lompat. Entahlah memang mungkin gaya penulisnya memang begitu ya ^^ Atau memang seperti yang saya bilang,otak saya agak berat menerima buku ini ^^ For all,ceritanya bagus kok gk jelek. Beberapa bagian bikin saya senyam senyum sendiri. Oh iya,saya juga agak gk begitu respect sama tokoh Laila nya. Why? Dia terlihat seperti cewek kasar,yang galak banget ke cowoknya. Mungkin memang saya gk gitu suka kali ya sama cewek seperti ini..

3 bintang, 2 untuk ceritanya, 1 untuk covernya yang begitu manis dan menggugah selera ^^
Profile Image for Dilla Nanditya.
132 reviews
May 17, 2013
Udah sekian tahun berlalu sih semenjak aku menyelesaikan buku ini, tapi okelah, baru nemu di Gutrit sekarang soalnya.

Kisahnya tentang Laila dan Prameswara, sepasang kekasih yang telah menjalin cinta semenjak SMA dan masih berlanjut sampai mereka kuliah. Ceritanya memang manis-pahit, dan itulah kenapa buku ini keren banget. Pram bukan tipe cowok brengsek yang bakal memanfaatkan kepolosan dan ketidaktahuan perempuan, karena dia sendiri sebenarnya masih polos *JEDARR* eh maksudnya dia itu cowok baik-baik gitu. Nah, Laila itu tipe cewek manis yang rada bawel, tapi sulit untuk tidak disukai.

Setelah sekian lama mereka menjalin kasih *cieee* Laila divonis dokter . Syok mendengar berita itu, Laila pun memutuskan hubungannya dengan Pram. Pram yang sakit hati kemudian pindah keluar kota. Alur cerita ini sebenarnya maju-mundur, tapi tidak seperti If I Stay yang jelas kapan masa kini kapan masa lalu, Always, Laila tidak memberi petunjuk penulisan waktu, hanya dari narasinya saja kita bisa menduga. Tapi dengan alur dan penceritaan yang apik, kita ikut menyelami manisnya masa-masa pacaran Laila dan Pram, perasaan marah, cemburu, bahkan sedih, semuanya tertangkap jelas. Itulah kenapa, meski buku ini layak, layak banget mendapatkan lima bintang, aku cuma kasih empat bintang. Setengah bintang berkurang karena berhasil bikin aku mewek di akhir cerita. HUWAAAAAAAAHHH. Dan setengah lagi karena aku agak lupa-lupa ingat. Yagitudehahaha.
Profile Image for Hendra Laba.
61 reviews6 followers
June 23, 2013
Cerita novel ini manis dan romantis tanpa memberi kesan menye-menye. Dan, saya suka itu. Namun, ada beberapa hal yang sedikit gatal kalau tak dikomentari.

Tokoh utama digambarkan (hampir) sempurna, Laila yang cantik dan center of attention, Pram yang humoris dan cerdas, Bubung yang tampan dan romantis. Errr...

It's aaaaaalllllll about Pram and Laila. Maksud saya, novel ini tentu saja tidak berdiri dengan tokoh Pram dan Laila saja. Beberapa tokoh yang bisa dikatakan mampu mempengaruhi alur cerita tampaknya hanya digambarkan sekilas saja. Malah terkesan figuran. Ini yang saya kesalkan. Awalnya saya mencoba memakluminya. Namun, sayangnya, saya berada di titik kekesalan tertinggi saat berada di beberapa bab menuju ending, saya baru ngeh ternyata LAILA PUNYA KAKAK ! Hastagahh, memang sih setelah saya memeriksa kembali, Kak Diana ini dua kali disebut di bab-bab awal. Karena berpusat pada Pram-Laila, saya sampai lupa dengan tokoh lain. Saya malah sempat membatin, "Siapa pula Diana ini?" HAHAHA

Namun, dari itu semua, saya tetap suka dengan gaya penuturannya yang lembut. Dan, oh, saya suka sekali dengan hal-hal kecil yang dibahas oleh penulis tentang tokoh-tokoh di novel ini, yang ternyata kembali dibahas di halaman lain. Hal-hal kecil seperti inilah yang bisa dikatakan manis dan romantis, seperti yang saya katakan di awal. :)
Profile Image for Thia.
17 reviews1 follower
January 24, 2012
Sad Beginning - Sad Ending
Overall gw suka banget sama cerita ini. Ikut ngerasain apa yang dirasakan Laila. Setelah bersedih2 ria di bab awal, baru lah dimulai keseruan masa SMA Pram dan Laila. Seru, lucu, dan asik. Gw suka tipe Pram yang digambarkan jail, romantis, dan true lover.
Soal ending, sebenarnya gw ga masalah sama yang namanya sad ending. Tapi yang ini, gw bener2 patah hati! Masalahnya, Pram dan Laila akhirnya terpisah di dunia berbeda tanpa mereka tau kebenaran dari perpisahan mereka!
Andai aja Laila bilang dari awal alasannya ke Pram, manatau Pram bisa terima
kalau Pram terima, mereka bisa menikah.
Nah, yang namanya ajal si Pram bakal meninggal di usia muda juga kan?
but, paling nggak mereka bisa berbahagia walaupun sesaat. :(
Laila juga nggak perlu menyesal seumur hidupnya.
Hehe..gitu deh...ini saking gw nggak rela kisah cinta Laila dan Pram se tragis Romeo dan Juliet...
Displaying 1 - 30 of 105 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.