Jump to ratings and reviews
Rate this book

Marriageable

Rate this book
Namaku Flory. Usia mendekati tiga puluh dua. Status? Tentu saja single! Karena itu Mamz memutuskan mencarikan Datuk Maringgi abad modern untukku.

"Kenapa, sih, gue jadi nggak normal cuma gara-gara gue belom kawin?!"

"Karena elo punya kantong rahim, Darling,” jawab Dina kalem. “Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date."

"Yeah," sahutku sinis. "Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama."

Mamz pikir aku belum menikah karena nasibku yang buruk. Dan kalau beliau tidak segera bertindak, maka nasibku akan semakin memburuk. Tapi Mamz lupa bertanya apa alasanku hingga belum tergerak untuk melangkah ke arah sana.

Alasanku simple. Karena Mamz dan Papz bukan pasangan Huxtable. Mungkin jauh di dalam hatinya, mereka menyesali keputusannya untuk menikah. Atau paling tidak, menyesali pilihannya. Seperti Dina, sahabatku.

"Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?!"

Dina tergelak mendengarnya. "Hormon, Darling! Kadang-kadang kerja hormon kayak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak. Mestinya horny, dia ngetik cinta!"

See??

"Oh my God!" desah Kika ngeri. "Pernikahan adalah waktu yang terlalu lama untuk cinta!"

Yup!

That’s my reason, Darling!

368 pages, Paperback

First published January 1, 2006

51 people are currently reading
896 people want to read

About the author

Riri Sardjono

3 books24 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
418 (25%)
4 stars
654 (39%)
3 stars
419 (25%)
2 stars
134 (8%)
1 star
37 (2%)
Displaying 1 - 30 of 334 reviews
Profile Image for Hilda.
200 reviews144 followers
September 6, 2016
FYI, untuk lebih mendalami, aku akan menulis review dalam gaya bahasa novel ini :)

Okay, Darling, jangan mikir kalau gue mau baca novel ini artinya gue mau married. Enggak, gue baca ini karena novel ini dikirim oleh kakak perempuan gue, yang mungkin ingin mencuci otak gue agar menganggap pernikahan bukan goal utama hidup sebagai bentuk protes bersama pada Mamz. Yang pasti gue baca novel ini, and I liked it enough to give this 4 stars.

Flory, single umur 32 tahun yang merasa berkewajiban untuk menikah karena her mumz told her so, plus ketakutan menjadi perawan tua. Siti Nurbaya kita pun dipertemukan dengan sang Datuk Maringgih, Vadin (yang bikin gue mikir, mana Samsul Bahri-nya?!). Vadin merasa nyaman dengan Flo, dan setelah setahun, Flo memutuskan menerima lamaran Vadin. Tapi seperti diduga Flo, bukan pernikahan namanya kalau hidup enggak tambah sulit. Apalagi saat Nadya, mantan ala barbienya Vadin muncul. Jealous sama Vadin yang tetap berhubungan baik dengan mantannya dengan alasan ‘pekerjaan’, Flory pun memilih membalas Vadin dengan permainan api yang bisa membakarnya balik…

Darling, reading this novel makes you want to marry (or not). Membuat kamu tersenyum sendiri dengan tingkah super konyolnya Flory yang enggak mau kalah dengan Vadin, dan gemas dengan Flory yang terlalu takut untuk mengakui cintanya karena trauma dengan mantannya Gilang plus orang tuanya Flory yang enggak terlalu akur. After all, Juliet, this book is a definitely funny and enjoyable reading.

Inti utama dalam novel ini ya tentang marriage. It’s your choice to marry or not, tapi sekali menikah ya terima risikonya. Kayak ketakutan bahwa suami akan selingkuh sama cewek mirip Barbie, istri yang teasing sama cowok lain just for fun, atau kenyataan bahwa tidur seranjang bukan solusi tepat untuk ngusir rasa sepi. Jadi yah, itu pilihan kamu mau nikah atau enggak, tapi terima risiko dalam menikah karena too bad Darling, we don’t live in a fairy tale where happily ever after will always be the ending.

As always, my favorite part:

Tanpa disangka-sangka, Vadin menoleh ke arahku dan memergokiku yang sedang mengamatinya. Aku sedikit kelabakan ketika mata kami saling bertemu. “Jangan buang muka!” bentak Dina. “Liat dia terus, tapi jangan senyum. Bikin dia penasaran.”

“Buat apa?” tanyaku bingung tapi entah mengapa aku mengikuti saran ngawur Dina. Walaupun bibirku tidak tersenyum tapi hatiku berteriak senang manakala kulihat wajah Vadin yang terlihat sedikit kikuk.

“See?” kata Dina bangga. “Cinta bukan seni. Cinta adalah taktik dagang. Apa yang elo lakuin tadi adalah bagian dari advertising.”

“Murahan!” ejek Kika.

“Darling!” sentak Dina tersinggung. “Apa Louis Vuittin jadi murahan saat dia lagi sale?”

Kulirik kembali Vadin yang sudah berpindah ke meja bar. Tiba-tiba seorang pelayan datang membawa segelas ice lemon tea. “Pesanan untuk Mbak Flory. Dari Mas yang itu, Mbak,” kata pelayan tersebut sambil menunjuk ke arah Vadin yang sedang duduk di meja bar. Vadin tersenyum kepadaku.

“Jualan lo laku, Juliet,” goda Dina tergelak.

“Ini ada suratnya, Mbak,” kata pelayan itu sambil menyorongkan selembar tisu yang terlipat.

“Surat?” tanyaku makin bingung. Terlihat tulisan tangan Vadin di tengah kertasnya.


Do you like what you see?

“Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?” bentakku geram.
Dina tergelak mendengarnya. “Hormon, Darling! Kadang-kadang kerja hormon kay'ak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak. Mestinya horny, dia ngetik cinta!”

Astaga!

Page 38
Profile Image for Nur Saidatunnisa Widiatti.
55 reviews28 followers
September 13, 2013
Novel ini aku rekomendasikan untuk mereka yang takut berhenti dicintai, takut membina rumah tangga dan mencari novel bertemakan pernikahan. Novel setipe ini yang aku juga rekomendasikan adalah Separate Beds dan Coupl(ov)e.

Flory tidak salah ketika dia takut dengan julukan perawan tua. Thirty-something yang masih virgin boleh jadi barang langka di zaman sekarang. Orangtuanya "gagal" mencontohkan keharmonisan rumah tangga. Sahabatnya -para feminis- tidak berbahagia dengan pernikahannya. Dan dia harus menjadi Siti Nurbaya zaman millenium alias dijodohkan!

Apa yang hebat dari novel ini? Dialognya. Kekuatannya ada di dialog lima sahabat : Flo, Kika, Dina, Ara, dan Gerry. Bagaimana mereka membahas seputar cinta sehari-hari dari dua sisi berlawanan. Kalau kamu pikir buku ini mengajarkan hal-hal brengsek dalam mencintai -seperti mind game atau menaklukan laki-laki-, jangan dulu berpikir demikian sampai kamu selesai di bagian akhir. Harus kukatakan, dialog di dalam novel ini brilian dan sinting.

Who's with me who feel into the novel, as Flory? Flo cuma takut berhenti dicintai, maka dia tidak percaya cinta. Disinilah letak pergulatan batinnya untuk menyadari apakah dia cinta dengan Vadin, seseorang yang dijodohkan ibunya dan menikahinya karena Flo selalu bisa membuat tertawa.

Karakter paling oke dalam novel ini adalah Vadin dengan seluruh cinta sederhana dan kebijaksanaannya kepada Flo.

True love is up and downs, but never come and go.
Profile Image for erchedepe.
15 reviews2 followers
August 28, 2007
Mengupas berbagai kekhawatiran wanita single above 30s. Kekhawatiran itu mostly datangnya dari dorongan ortu/keluarga, dorongan temen2 (temen2 yg sebaya dah pada married, punya anak, bahkan udah sampe mo cerai…).Itu secara eksternal.
Secara internal, wanita above 30s itu punya kerawanan dari sisi biologis.Spt yg disebutkan di buku ini, wanita itu punya kantung rahim yg punya expired date kaya susu ultra…
Cara mengupas nya bener-bener menunjukkan si penulis itu punya wawasan yg luas… at least pergaulannya luas, dia gak nyodorin pergaulan antara wanita above 30s saja, tapi juga dengan seorang pria biseksual yg memang join dalam komunitas itu.
Penyajiannya pun praktis dan pake bahasa sehari-hari yg gak njelimet… Bener-bener bisa ngangkat sebuah issu Gak kelupaan sisi romantis juga…. halaaaah… gubraks… makes me want to have a guy like Vadin… tapi ummm… gak lwt perjodohan kali ya…

Oia... entah kenapa dialog ini dalem ya.. :p
“Kenapa, sih, gue jadi nggak normal cuma gara-gara gue belom kawin?!”
“Karena elo punya kantong rahim, Darling,” jawab Dina kalem.
“Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date.”
“Yeah,” sahutku sinis. “Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama.”

ck ck ck...
Profile Image for Ratna Mutia.
43 reviews5 followers
January 5, 2009
Setelah aku, Mae, n J baca buku Marriagable karangan Riri Sardjono beberapa waktu yang lalu, ternyata qt bertiga terjebak dalam diskusi mendalam ttg pernikahan yang merembet ke masalah cowok dan kebahagiaan. What is so special about this book? The wittiness and honesty i guess.
Jadi novel ini berkisah tentang Flory, seorang cewek di awal 30an yang belum menemukan tulang rusuk yang sama alias soulmatenya, dan lalu dijodohin oleh sang Mamz dengan Vadin. Flory yang awalnya menolak dijadikan Siti Nurbaya modern akhirnya menyerah dan mau menikah dengan Vadin dengan berbagai alasan, terutama karena Mamznya. Vadin ini sendiri turns out jadi cowok yang keren banget, yang bisa tahan dengan segala kebingungan Flory dengan dirinya sendiri, hanya karena seperti Vadin bilang, dia ngerasa nyaman dengan Flory yang bisa bikin dia ketawa (agak too good to be true, but whateverlah, anggap saja ini alat untuk menyampaikan pesan sebenarnya, dan lagi sebenernya sih, nothing is impossible in life, termasuk hadirnya cowok seperti Vadin di muka bumi!) dari sini sih sebenernya udah ketebak gimana endingnya pasangan ini.
Tapi the most interesting part malah bukan melulu kisah nggelibetnya pasangan ini (mo dibilang kisah cinta juga kurang tepat deh), tapi sahabat2 Flory yang saling beda karakter dan pendapat, yang hobi banget saling nyela dan bertukar celetukan usil, gila, tapi mostly mengena banget. Mulai dari Dina yang tipe cewek penakluk tapi sinis sama cowok yang konon accidentally married (ttg ini bisa diintip di cover belakang^^), Kika yang lebih sinis lagi sama cowok dan jadinya antipati sama pernikahan, dan Ara yang sering dipanggil Cinderella yang sangat percaya pada kekuatan cinta dan obviously jadi bahan ejekan temen2nya. Flory sendiri cenderung terombang-ambing di antara pendapat temen2nya, antara takut terluka tapi juga takut kesepian, yang di tengah kebingungannya melakukan berbagai hal konyol yang membuatku mikir, hii…cewek umur 30an masih bisa ya, sekonyol itu?! well, krn yg nulis juga umur30an i guess memang bisa saja.
Balik ke perdebatan qt bertiga tadi, as Ive told Mae, buku ini sebenernya (menurutku sih) mengambil jalan tengah ‘neither are absolutely correct’ pada sikap pro ato anti marriage. Obviously, berbagai alasan kenapa manusia cenderung takut pada ikatan yang namanya pernikahan dibahas lengkap di sini, yang mostly adalah sebelnya cewek pada makhluk yang unbelievable yang namanya cowok (yah, kalo cowok pengen bela diri dgn bilang banyak hal juga pada diri cewek2 yg nyebelin, we, girls, might say: ya tulis buku aja ndiri! hehe). Tapi di sisi lain, pengarang menghadirkan sosok Vadin yang nggak seperti stereotipe yang dilekatkan pada cowok dalam obrolan cewek2 dalam buku ini. Akhirnya juga, semua sahabat Flory, gimanapun sinisnya pada cowok dan pernikahan, mendukung pernikahan Flory yang udah nemuin the right guy, dan mengingatkan bahwa betapapun Flory punya temen2 yang luarbiasa baiknya, toh ‘teman bukan someone waiting home for us’ (pernyataan yg waktu itu membuatku berkaca-kaca).
Buku ini juga menyatakan bahwa pastinya setiap pernikahan adalah perjuangan, it has its own ups and downs, dengan menceritakan masalah2 dalam pernikahan Dina dan Ara dan semangat mereka untuk memperbaiki keadaan dan nggak lari dari kenyataan, tepat ketika Flory akan menjalani pernikahannya sepenuhnya. Yang terakhir ini didukung pula dengan my favorite quotes dari novel ini:
‘Marriage may be made in heaven, but a lot of the details have to be worked here on earth’ dan
‘You get married not to be happy, but to make each other happy’

(taken from my blog, jd harap maklum rada panjang^^)
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nana.
405 reviews27 followers
February 4, 2017
Gue jadi ngerasa bukan cewek setelah baca buku ini. Apa jadi cewek harus seribet dan sesongong itu ya?
Persoalan sesimpel lo mutusin kalo lo sebenernya cinta sama orang (yang udah jadi suami lo) atau nggak aja udah kaya bikin strategi perang. Lucunya, Flory dan cewek-cewek gengnya ini menganggap cowok itu makhluk yang ga berotak sama sekali. Padahal kalo gue malah nganggep cowok itu menggunakan otaknya dengan efektif dan efisien sementara cewek menggunakan otaknya dengan... terlalu rumit. Sukur tuh otak ga ngadat dan berasep.

Jadi tuh ceritanya tentang Flory, cewek 31 tahun yang mendadak dijodohin sama emaknya dengan anak temen emaknya, Vadin. Si Vadin ini sebenernya cowok yang oke juga, dalam artian dia baik. Pengacara tapi nggak nyolot. Ga ngerti juga sih dia pengacara apaan sebenernya... kalo pengacara pidana sih... Mimpi kalo kamu bisa dapet yang model Vadin ini! Hahahaha...

Flory menolak, karena dia nggak mau jadi kayak Mamz dan Papz-nya yang nikah, punya anak, tapi kayak perang dingin satu sama lain. Selain itu, dia baru putus dari pacarnya yang selingkuh. Dan dia terus menolak, menolak, menolak, padahal dalam hati kecilnya dia takut juga jadi perawan tua. Akhirnya menikah deh dia sama Vadin. Dengan syarat ga boleh ada hubungan seks dan mereka pisah kamar.

Hokehsip.

Lalu... Si Flo ini suatu hari ngeliat Vadin makan berdua cewek bohay kayak barbie bernama Nadya, yang ternyata mantan pacar Vadin. Walau udah bersuami, Nadya ini ternyata berhasil mengusik insecurity dalam hati Flory. Tapi Flory masih in denial. Lalu dia mulai bikin skenario ajaib gitu... dan... Ya gitu deh.

Intinya: gue ga suka Flory dan gaya berpikirnya. Orang-orang mungkin berpikir kalo obrolan Flory dan teman-temannya seru, asyik, gila. Tapi buat gue sih cuma kayak obrolan orang yang kebanyakan kena polusi asap rokok. Ga penting. Ga dewasa. Bodoh.

Udah gitu banyak salah pake kata "acuh" dan ada cerita yang lompat pula.

Errrr...
Profile Image for Aqessa Aninda.
Author 5 books364 followers
March 8, 2018
SUKA BANGET LAH POKOKNYA.
Kayak, what i’ve been looking for hahahahaha. Review lengkap nyusul, kenapa gue suka bgt. Terlalu byk dialog witty yg harus dikutip hehe

Gak sukanya dulu aja ya... nama 2 tokoh utamanya kayak kurang catchy. Tapi semua tertutup sama ceritanya yg seru dan asik.
Profile Image for Nayla Azmi.
2 reviews5 followers
November 11, 2012
i don't give a damn if others said it's a common book!!
means they just don't get the taste for sure...
walaupun memang ide ceritanya katanya standart dan biasa saja (sebagai salah satu ciri karya sastra yang meniru kehiduan nyata manusia, permasalahan apa sih yang baru, history always goes around, i think)tapi bahasa, pesan dan ragam hal yang disajikan buku ini bener-bener fresh and YUPPIE sekali!!

Perkawinan dasar perjodohan sudah dipopulerkan sejak dulu oleh Mara Roeslie dengan Siti Nurbaya-nya memang, tapi Riri menyajikannya kembali lewat sudut pandang masyarakat globalisasi. Hadirnya sahabar2 tkoh Flory yang berbagi pikiran dan menetukan sikap Flory benar-benar segar! ragam perspektif dipertentangkan dengan apik di sini dan yang membuat novel ini special adalah kesesuain dengan realita yang ada sekarang. Seperti istilah Barbie attack (Oh please!!! i hate them, tipikal perempuan yang dinilai cantik sehingga para wanita pun semua berdandan dengan gaya yang sama (badan kurus kerempeng, rambut panjang klintong, kulit putih, bulu mata palsu etc). Walhasil perempuan penampilan perempuan pada dasarnya terlihat sama karena dandanan yang seragam (dan rata2 karena modal yang tidak sedikit, akhirnya cewek barbie ini berusaha mencari sponsor seperti yang dibahas Dina "tipe cewek begitu, tinggal ngangkang dapet duit bulanan!" (Gosh, i love you Dina)
Juga mengapa laki-laki dan perempuan tidak pernah bisa bersahabat (i agree with this), etc...so far, this is the best indonesian novel i ever read! my most fave1)
Profile Image for Friska Hartanto.
9 reviews2 followers
November 13, 2009
gue mau nikah asal...

bacaan wajib untuk para wanita yang mau menikah, supaya tidak keburu nafsu dengan dongeng ala cinderella dimana they married and live happily forever after..

masalah yang dibahas merupakan masalah sehari-hari dimana rasanya hampir semua orang pernah mengalaminya, alur ceritanya juga mudah ditebak, setidaknya saya sudah punya gambaran dari awal bagaimana endingnya buku ini, namun yang berbeda adalah kata-kata cerdas sang penulis menanggapi peliknya masalah pernikahan dan hubungan antara pria dan wanita.
kalimat-kalimat singkat nan cerdas dan sarkastik seolah meninju saya sampe ke relung dasar hati bahwa cinta dalam realita itu tidak seperti cinta ala dongeng. untuk membuka mata saya untuk dapat mencintai seseorang bahkan sampai ke busuk-busuknya. untuk menyadarkan saya bahwa pada akhirnya, laki-laki tetaplah laki-laki, makhluk Tuhan yang berotak namun sayangnya lebih banyak menggunakan "hal" yang tersempil diantara kedua kakinya..

setidaknya buku ini akan membuat anda berpikir ulang sebelum mencintai.. karena tidak ada kata mencintai lalu bahagia,, yang ada hanya mencintai lalu menderita meskipun terkadang bahagia..
Profile Image for Ochie Fauzie.
49 reviews
September 11, 2016
Cerdas! Salah satu novel dewasa yang bagus untuk dimiliki. Kisah percintaan, persahabatan tulus dan rumitnya pernikahan diambang umur.

Berbicara pernikahan, maka kita pun bersinggungan dengan seks dan cinta. Mengapa saya mendahulukan kata seks ketimbang cinta pada kalimat sebelumnya? Well, seks merupakan hal yang harus dibayar wanita dalam pernikahan, sementara pernikahan adalah hal yang harus dibayar seorang pria untuk mendapatkan seks. Jika keberadaan anak-anak sudah ada, maka kita akan terus bertahan untuk tetap kawin dalam pernikahan, dan itulah yang disebut kebahagiaan, itulah cinta. Karena love is blind, dan sebagian dari kita sudah membuktikannya. Tolol bukan? Itulah mengapa orang barat mengatakan untuk menikah kita perlu kematangan isi hati dan kepala, they called it maturity. Sementara orang timur bilang, untuk menikah kita cuma perlu kematangan kantong rahim dan sperma. We called it old enough. Yap!, umur dan bukan kedewasaan. Look arround us, it’s realita. Oh God, saya harap tidak ada anak belasan tahun yang baca buku ini maupun resensi saya ini.

Berkisah tentang seorang gadis, lebih dikatakan wanita sih, berumur 33 tahun bernama Flory yang berprofesi sebagai Arsitek. Wanita single yang belum menikah karena masih mencoba untuk menengahi bentrokan antara masa lalu percintaannya yang gagal, status single yang kronis di umur 30 tahunan dan lebih ke idealisme-nya tentang memandangi kesempurnaan hidup. Flory pun dijodohkan dengan Vadin, seorang pria single berumur 35 tahun, pengacara muda melalui usaha Ibunya dengan Tante Mia, Ibunya Vadin. Flory dengan mengandalkan sahabat-sahabatnya Dina, Ara, Kika dan Gery, mulai berargumentasi dan minta pendapat apa yang seharusnya Ia lakukan dengan perjodohan ini. Bagian-bagian disinilah yang menurut saya keren, perbincangan mereka yang absurd, maki-makian cerdas bertebaran sana sini khas orang dewasa. Setelah Ia miliki begitu banyak referensi masukan dari keempat sahabatnya dan mempelajari sosok pribadi Vadin, perjodohan ini berhasil dan mereka pun menikah. Sayangnya, Penulis tidak menceritakan secara detail prosesi pernikahan mereka berdua. Di scene selanjutnya, mereka sudah menikah dan langsung memiliki rumah pribadi pemberian orang tua Vadin. Membayangkan prosesi pernikahan mereka, pasti seru juga tuh!.

Meskipun sudah menikah dengan Vadin, dilema Flory belum selesai. Yap, siapa juga yang bisa tenang melangsungkan pernikahan tanpa adanya perasaan cinta. Sebelumnya, Ia dan Vadin berkomitmen untuk tinggal serumah tapi tidak sekamar. Tidak ada istilah cincin kawin yang tersemat di jari manis mereka. Semuanya hanya kontrak diatas hitam putih bagi Flory. Kontrak yang harfiahnya sah dan seharusnya sudi untuk ditelanjangi, telentang ataupun berpose telanjang dihadapan suami ketika calon suami berjabat tangan dengan ayah kita di ijab kabul. Entah sampai kapan masa berlaku kontrak ini yang ada di pikiran Flory. Namun, semakin lama Flory membiarkan komitmen ini berjalan, semakin ia mencintai sosok Vadin, suaminya. Tapi disinilah intinya, bagaimana menyikapi sebenarnya yang kita rasa. Apakah itu cinta, nafsu, ataupun hal lainnya. Dengan sahabat-sahabatnya, Kika, Dina, Ara, Gery, Padma, ataupun mantannya, Gilang, Flory mulai memasang amunisinya untuk menembak jitu ketakutannya menjadi keberanian untuk mencintai Vadin. Namun, langkah yang Ia ambil untuk mengetahui apakah Ia cinta terhadap Vadin, ataupun sebaliknya, semakin pelik.

Semenjak Vadin menjalani urusan pekerjaan dengan Nadya, mantan Vadin bak Barbie, Flory mencoba ber-mind game seperti arahan sahabatnya, Dina terhadap Vadin. Flory cemburu melihat Vadin dengan Nadya. Kini Ia mencoba untuk membuat kesenangan sendiri dengan mind game-nya, dan berusaha membuat Vadin lebih mencintainya. Yang terjadi, disatu sisi Ia mendapati dirinya bersenang-senang dengan mind game-nya. Namun disisi lain Ia takut untuk mencintai Vadin. Flory berpikir, dengan mencintai suami dan siap memberikan semuanya di atas ranjang, semakin cepat sang suami bosan dan meninggalkannya berselingkuh dengan wanita lain. Baik Padma, sahabat kantornya, dan Kika, mencoba untuk memperingati Flory untuk berhati-hati dengan permainan ini. Jangan sampai Ia keluar batas sehingga Ia sendiri yang akan menangis nantinya. Memang, kadang solusi dari sebuah masalah ialah menciptakan masalah baru dari masalah itu. Namun, untuk masalah yang dihadapi Flory, cukup sebuah kejujuran dan komunikasi satu arah yang diperlukan. Hanya saja idealismenya Flory terlalu kental untuk bisa jujur. Itu saja. Dan semenjak ia sadar untuk curhat kepada cinta utamanya, sang Ibu, ia lalu mengerti. Bahwa kebahagiaan itu simple, cinta, sangat sederhana. Bahwa memang dalam pernikahan, cinta selalu up and down, tapi Ia tidak pernah come and go. Kebahagiaan seorang Ibu ialah melihat anaknya bahagia. Dan cinta seorang anak ialah orangtuanya, dicintai suaminya, kehidupan, Tuhan, maaf, dan cinta itu sendiri.

Saya paling suka dengan pertanyaan “konyol” Flory ketika beragumentasi tentang pernikahan dengan temannya, Dina. Untuk apa kita menikah? Kenapa seorang manusia dikatakan sempurna jika sudah menempuh pernikahan? Alasannya, karena kita punya hormon. Well, you see!. Haha..

Rahim wanita punya masa expired date, sedangkan sperma pria ibarat wine, masa berlakunya awet!. Hahaha.. tapi, dengan begitu apakah setelah pernikahan kesepian kita akan tertalangi dengan The Right Man atau The Mrs. Right? Begitu banyak pasangan pernikahan di dunia ini dengan indahnya berujung ke perceraian. Ketika kita masih single, kita dimuntahkan ke pernyataan segeralah menikah karena kita sudah terlalu lama to being single. So, if we get married, have we to go to divorce? because we've long had our wedding? Ya, berangkat dari simplenya pemikiran “Pernikahan adalah kesempurnaan hidup”. Intinya, “Pernikahan” disini bukanlah solusi dari sebuah kesepian dan untuk kesempurnaan hidup seorang manusia. Pernikahan hanyalah media yang harus ditempuh setiap gender. Bagaimana kita bisa cinta, bisa senang, dan bisa merasa tenang disaat yang bersamaan. Itulah esensi yang harus ada dalam pernikahan. Dan itu barang langka. Itu semua akan menuju ke satu hal, the definition of cinta!. Saya setuju dengan hal ini.

Ririn Sardjono dengan manisnya mencoba menggambarkan dinamika kehidupan segelintir orang dewasa dengan setitik problema kecil, bumbu kehidupan, cinta dan pernikahan. Sama halnya seperti saya yang sebentar lagi hampir menginjakkan umur kepala tiga, terkadang manusia bermumur seperempat abad seperti kami-kami ini dilema dengan hal pernikahan. Idealisme-nya kita selalu bertolak belakang dengan prinsip garis hidup manusia pada umumnya.

Gaya penulisan Riri, saya bilang unik. Hampir di tiap little scene-nya selalu ada antiklimaks. Disini selalu terjadi ketika Flory ngobrol dengan Dina, entah itu melalui telefon atau berbicara secara langsung. Seperti yang saya sukai dalam salah satu scene ketika Vadin mendapati Flory telanjang bulat dikamarnya Flory. An akward moment living, keduanya parno dan Vadin lari terusir teriakan kagetnya sendiri. Hahaha, can’t imagine ‘bout that. Flory kemudian bercerita ke Dina melalui telefon mengenai kejadian barusan. Sebagai sahabatnya dan mentor pribadi ber-aliran sesatnya itu, Dina selalu bisa beri solusi.

“Apa elo udah sempat nyukur bulu kemaluan lo?” tanya Dina serius. “Please, jangan bilang kalau waktu tadi Vadin liat, bentuknya masih kayak janggutnya Benjamin Fraklin.”


Setelah memberi solusi dan membangkitkan rasa percaya diri Flory utuh kembali, dengan hebatnya dia bisa membanting setengah dari solusinya dengan sekejap. Dina mempunyai otak yang cemerlang, atau terlalu sinting. Memang betul, sudah terlalu banyak jamur bertebaran di otaknya. Hahahaha..

Obrolan khas orang dewasa, kadang-kadang absurd, makian cerdas bertebaran sana sini (baca:kampret), tuturan bahasa sehari-hari yang begitu liberal tanpa sensor, dan kesemuanya diiringi dengan pertanyaan tentang gamblangnya kenyataan persoalan kehidupan. Berceritakan tentang esensi cinta, memori masa lalu, kehidupan, persahabat dan cinta.
Profile Image for Alvina.
732 reviews122 followers
July 12, 2013
Buku hadiah dari Gagas Media buat event #PadaSuatuHari ini nyampe ke rumah kemaren sore. Begitu liat covernya, langsung ngerasa kalau ini buku pasti lucu, lha gambar di covernya adalah kotak susu, terus baca sinopsisnya juga makin bikin penasaran.

“Kenapa, sih, gue jadi nggak normal Cuma gara-gara gue belom kawin?!”
“Karena elo punya kantong rahim, Darling,” jawab Dina kalem.
”Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date.”
”Yeah,” sahutku sinis. “Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama.”


See?!

Nah, saking penasarannya, langsung saya baca dan ga bisa berhenti donk XD Sampe sampe melek tengah malem nemenin si baby juga sambil sesekali baca ini buku.

Pemeran utama di kisah ini namanya Flory, umurnya mendekati tiga puluh dua dan statusnya masih single. So far sih dia senang-senang aja sampai mamanya njodohin dia sama Vadin. Cowok ini umurnya ngga jauh beda sama Flory, statusnya juga single, dan meski Flory bete dijodohin, tapi sebenernya Vadin ngga jelek-jelek banget, kok. Pertemuan pertama mereka (yang tentunya atas konspirasi si Mama) berjalan cukup lancar, Vadin malah langsung menyukai sikap Flo yang blak-blakan dan cuek.

Tapi Flo nggak mau dijodohin, meski dalam hati ia mengakui Vadin menarik, ia bersikeras untuk tidak mau jatuh cinta pada pria yang dipilihkan ibunya.

Siti Nurbaya ngga mungkin jatuh cinta sama Datuk Maringgi, kan?
Atau mungkin?


Singkat cerita sik, mereka berdua akhirnya menikah, tapi pisah kamar. Flo ngga mau berhubungan sex dengan orang yang ‘tidak ia cintai’, dan Vadin untungnya bisa nerima syarat itu. Alih-alih terus bertengkar, mereka malah terlihat seperti sepasang sahabat di dalam rumah, meksi di luar berpura-pura bahwa pernikahan mereka baik-baik saja.


Sampai Nadya masuk ke kehidupan mereka. Cewek cantik dengan tipe ‘barbie’ ini diperkenalkan hanya sebagai klien, yaa profesi Vadin memang sebagai pengacara.. Tapi sejak itu kegelisahan Flo makin menjadi-jadi, ia mulai merasa tidak nyaman bila Vadin bertemu Nadya, apalagi Vadin tidak pernah memberitahu Flo kalau ia sering ada janji pertemuan dengan Nadya…. Di kafe.


Cemburu donk, si Flo? Yah, diliat-liat dari gelagatnya sik gitu. Tapi dia terlalu enggan untuk mengungkapkan kata itu. Karena itu artinya ia jatuh cinta sama Vadin, padahal Vadin kan cowok. Dan cowok adalah makhluk yang ngga punya otak.


Cerita Flo dan Vadin makin seru karena dibumbui persahabatan Flo dengan kawan-kawannya yang super heboh. Ada Kika yang ditakdirkan untuk memaki lelaki, Dina (status menikah tapi ngga happy) yang ahli banget ‘menjatuhkan Barbie’, Ara yang romantis dan paling percaya sama cinta, juga Gerry satu-satunya cowok di kelompok tersebut tapi juga ikut curi curi perhatian kalau ada cowok ganteng melintas.

Lelaki memang menyenangkan. Tapi seperti orang bilang, lelaki datang dan pergi dalam hidup kita. Sementara sahabat seperti bekas cacar air. Menyebalkan, tapi akan selalu ada di sana. -hal.279

Sejujurnya setelah membaca kisah ini, saya iri dengan Flo. Dih, siapa yang nggak. Dia dicintai, dan punya segerombol sahabat yang blak-blakan tentang apapun. Punya Mama yang masih perhatian sama hidupnya meski itu berarti ngejodohin dia dengan Datuk Maringgi, dan punya karir sebagai arsitek yang mampu bersaing di kalangan yang mayoritas laki-laki.

Novel yang menghibur, percakapan yang ringan (meski ngga elegan), blak-blakan, cuek, tapi inti ceritanya cukup menggugah. Bahwa pernikahan memang suatu pilihan, tdak menikah pun boleh, tapi kalau mau menikah ya sumonggo. Yang saya ikut amini dalam cerita ini adalah, bahwa pernikahan membutuhkan komitmen, komunikasi yang terbuka dan yah, apa iya sik, perlu cinta? :p

Saking asyiknya ini buku, maka pantaslah kalau dicetak sampai tujuh kali. Buku yang masuk ke kategori : ‘Musti punya’

Jadi, mana buku Kak Riri selanjutnya? mau baca juga :D




Profile Image for Lelita P..
626 reviews59 followers
July 18, 2016
Awal-awalnya lambat, kebanyakan dialog ngalor-ngidul sehingga bikin bosan. Lama-lama sih lumayan, tapi menurut saya banyak "pelajaran sesat" di buku ini. (Thanks to karakter Dina.) Dan saya sebal sekali sama karakter Flory. Usia udah segitu tapi masih labil banget, benar-benar plin-plan dan nggak punya pendirian. Terlalu keras kepala. Insecure-nya kebangetan, khayalannya akan Nadya bikin geleng-geleng kepala. Dan yang paling membuat saya jengkel adalah, dia minta pendapat untuk segala hal ke gengnya. (Udah tahu gengnya kayak gitu; seringnya ngasih pandangan yang "gila" atau "sesat" mengingat karakter Dina dan Kika yang seperti itu. Mereka seperti menuangkan racun ke kepala Flory.) Tapi yah, please deh, urusan rumah tangga itu urusan pribadi. Nggak sreg aja melihat dia membongkar masalah rumah tangganya sampai sebegitunya ke semua temannya. Okelah mereka memang mengikuti kisah dia sejak awal, tapi ya setelah menikah nggak usah dibongkar semuanya kan? Ara sama Dina aja menyembunyikan aib rumah tangganya, masa Flory sebegitu buka-bukaannya?

Hal lain yang menjengkelkan saya dari novel ini adalah terlalu banyak adegan Flory sama teman-temannya, "penuh racun". Fokus novel ini jadi terasa pecah: ini novel romansa atau persahabatan? Jomplang banget porsi antara pembangunan hubungan Flory-Vadin dengan cuap-cuap Flory bersama teman-temannya. Saya juga nggak tersentuh sama persahabatan mereka. Mana timeline-nya begitu lompat-lompat, agak membingungkan di beberapa bagian karena tahu-tahu sudah "x bulan" atau malah "x tahun" saja. Kejadian-kejadian krusial malah tidak diceritakan, seperti pernikahan Flory dan Vadin. Rasanya menarik kalau ada adegan itunya. Namun, tidak.

Selain itu, seperti yang sudah sering disebut reviewer lain, ada beberapa inkonsistensi dan BANYAK SEKALI kebetulan, sampai sebal saya bacanya. Di tempat A kebetulan bertemu si B, di tempat C kebetulan bertemu si D. -_- Dan bagi saya, di novel ini terlalu banyak adegan merokok. Like, terlalu banyak. Bikin jengah.

Saya jadi kesulitan menikmati novel ini karena terlanjur lelah sama Flory serta teman-temannya. Endingnya juga nggak memuaskan. Anyway, saya suka sekali karakter Vadin. Baca surat dari dia untuk Flory, terutama kata-kata , bikin saya terenyuh dan makin gregetan sama Flory. Kalau nggak ada Vadin, mungkin saya cuma akan memberi novel ini dua bintang.

"Dicintai seorang suami adalah hadiah terindah bagi seorang istri."


Profile Image for Winna.
Author 18 books1,966 followers
August 10, 2013
Pertama kali baca sinopsis dari buku yang direpackage ini, sudah tertarik untuk membaca lebih lanjut. Tampaknya seru dan cerdas dan lucu. Saya tidak salah.

Jujur, saya sudah beberapa kali mendengar nama sang penulis walau belum pernah membaca bukunya. Saya kagum dengan cara mbak Riri bercerita, apa adanya, ceplas ceplos, dan ada selera humor yang luar biasa menggelitik di baliknya. Dialognya adalah bagian terkuat dari cerita ini, selalu lucu dan membuat situasi ngenes sekali pun menjadi lucu penuh haru.

Dari segi cerita, mengalir padat tanpa basa-basi. Ada potongan-potongan dalam setiap pengakhiran dan pengawalan babnya yang membuat saya berpikir bahwa buku ini sangat mirip skenario - tak pakai deskripsi bertele-tele, penuh dialog, minim narasi. Saya pun sempat berpikir, alangkah lucunya jika buku ini diadaptasikan menjadi film. Saya menikmati kesederhanaan dan ke-compact-an cerita ini, tak panjang juga tak pendek, melompati jarak waktu tanpa berusaha banyak menjelaskan.

Dari segi karakter, semuanya fresh dan membawa perannya masing-masing dengan baik. Saya memang sempat beberapa kali gemas dengan Flory dan kelakukannya yang kadang insecure, tapi untungnya sang penulis tak pernah berlama-lama membiarkan karakternya terkungkung dalam zona jenuh terlalu lama. Sidekick Flory juga merupakan variasi 4 orang teman terlucu dan paling beragam yang pernah saya baca - mereka tak takut bicara jujur, dan saling mengkontradiksi.

Meski demikian, ada beberapa hal yang juga sedikit mengganggu kenikmatan membaca, misalnya kurangnya konsistensi dalam beberapa hal. Contoh (sedikit spoiler ya): dalam adegan Flory dan Vadin bertemu Gilang, Flory menceritakan itu kepada Ara. Tapi dalam bab selanjutnya, Ara dan Flory berkata mereka tidak menyinggung mengenai keberadaan Vadin saat bertemu Gilang. Lalu ada adegan Flory mengenakan gaun malam sutra, tapi di halaman selanjutnya ada adegan kancing kemejanya lepas.

Selain itu, ada juga beberapa frase yang saking seringnya digunakan, membuat cerita terasa mengulang. Kata 'tergelak' dan 'membakar rokok' terasa begitu banyak, sehingga pembaca mengulang kata kerja tersebut puluhan kali selama cerita berlangsung. Juga beberapa kebetulan yang terus-menerus terjadi: Vadin tampaknya selalu muncul secara tak sengaja di mana pun Flory berada, begitu juga dengan Nadya. Kebetulan-kebetulan ini memang awalnya tak begitu terasa, tapi cukup kentara jika membaca bukunya dari awal sampai akhir dalam sekali baca.

But I do enjoy this slick and intelligent book :) Bikin tertawa, menyegarkan, dan menghibur.
Profile Image for Kyrie Keka.
5 reviews2 followers
June 13, 2011
Novel yang baru selesai aku baca. Ceritanya sih standar, tapi yang bikin aku suka novel ini adalah bahasanya yang asik (terutama percakapan tokoh utama dengan teman-teman se-gank-nya) yang terkesan sangat humor sampe bisa bikin aku ngakak kejer.

Buku ini cocok dibaca buat yang akan dan sudah menikah. Tapi buat yang masih mikir... ah ntar ntar aja deh kawin nikah, buku ini tepat juga kok karena bisa membuat kalian (mungkin) berubah pikiran dan pengen juga nikah.

Yang buat aku gak suka dari novel ini adalah sang tokoh utama, Flory, kesannya terlalu gak praktis, terutama dalam hal pemikiran. Di luar tampak easy going, nyatanya di dalem.. bisa dibilang complicated dan hal yang sederhana jadi gak sederhana di dalam pikirannya. Yah memang disitu sih yang membuat konflik dalam novel ini. Tapi gak tau kenapa... aku rada gimana gitu kalo menyangkut satu hal yang namanya ce-ii-en-te-aa terlalu didramatisir.

Apa itu cinta? Cinta itu apa? Apa aku cinta dia? atau.. Apa dia cinta aku?

Menurutku, hal yang begitu gak perlu dipertanyakan tapi dirasakan.

Dan bener tuh kata si tokoh pria, Vadin. Peduli amat deh ama cinta, asal kita merasa nyaman dengan orang lain (dalam hal ini pasangan kita), mau kata itu cinta atau sekedar sayang, lewat deh.

Suka dengan si tokoh pria, meski gak digambarin ganteng, tapi kesannya 'pria sejati' sekali yang nyaris sempurna. Nah ini juga deh kekurangannya, aku gak yakin di dunia ini ada pria-pria seperti dia. Dan kalopun ada, aku pesen satu dong :D

Mungkin kekurangan Vadin di mataku cuma... dia perokok dan seorang pengacara. Selebihnya, oke ^^

Finally, kekurangan novel ini lagi adalah penyelesaiannya yang tipikal sinetron dan rada Cindrella (atau Romeo and Juliet(?)) pake pesta topeng-topengan gitu =='
Profile Image for Mirna Octaviani.
38 reviews3 followers
November 16, 2007
Buku ini accidentally ada di gw. Kebetulan sahabat gw (Ati) bawa buku ini pas lagi ada acara kumpul2 di rumah. Katanya sih bagus buat sedkiti mengobati patah hatinya dia. Hihihi..Akhirnya langsung gw 'sita' buku ini supaya gak dibawa pulang sama dia. Eh, dia pun langsung 'sabet' novel Cewek Matre gw. Barter deh jadinya....

Buku ini sangat menghibur, terutama saat ingin menertawakan atau memaki-maki kaum lelaki (whatever the reason :p). Gw suka banget percakapan2 antar sahuabat yg terjadi dalam novel ini. Dikemas dengan alus ironic-sinical, membuat senyum2 miris hinggap di wajah gw wkt baca buku ini.

Sebenarnya tokoh sentral dlm ceritanya adalah wanita sekitar 30an (belum masuk kategori umur gw sih..) yg mempertanyakan banyak hal mengenai hubungan wanita-pria. Banyak curhatan2 keempat sahabat ini (Flory, Dina, Ara, Kika) merupakan pandangan dari sudut pandang yg berbeda dari wanita umur tersebut. Flory cenderung naif & takut terluka. Dina merupakan penakluk pria & sangat sinis thdp pria tp juga mengakui bahwa dia butuh pria, Kika juga sinis pada pria tp cenderung menjauhi atau berusaha hidup tanpa pria, sedangkan Ara (yg sering dipanggil Cinderella oleh sahabat2nya) adalah tipikal yg sangat menyakini kekuatan cinta & sering menyanggah pendapat teman2nya yg menganggap semua pria sama saja.
Profile Image for Nilam Suri.
Author 2 books141 followers
June 3, 2008
sebenarnya ceritanya agak cliche dan terlalu romantis sih, agak2 terlalu indah aja buat jadi kenyataan, but then again its a fiction rite, so be it.

yang paling menonjol dari buku ini menurut gue justru segala percakapan, dan remeh temeh antara flory dan temen2 se geng-nya.sekumpulan cewek2 yang ga punya basa-basi satu sama lain, somehow merasa diri mereka yang paling hebat, dan hobi mencemooh cewek2 yang memiliki kecantikan stereotipe.

ngaku deeeh, cewek2 dibuku ini mengingatkan gue sama geng cewek gue sendiri, walo mungkin permasalahan kita ga sekompleks mereka ya...

and anyway, siapa sih yang ga bakal jatuh cinta sama cowok se-oke vadin.well, pada intinya, cewek2 itu pasti lemah sama cowok yang bener2 menerima diri mereka seperti apa adanya, dan kalau ternyata cowok itu punya badan bagus dan karir oke, nggak masalah dong, anggep aja bonus, hahaha...
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
November 30, 2015
Banyak sekali kalimat-kalimat quotable di buku ini sampai saya kekenyangan (dalam arti yang baik karena kenyang ini menambah sesuatu kepada saya). Kerennya si penulis adalah dia mampu membuat dialog-dialog yang nampol, yang bisa menskakmat lawan bicara (dan juga pembaca). Kurang suka sama adegan merokok yang bertebaran bagai puntung rokok di buku ini. Saya tidak keberatan ada adegan merokok dalam cerita, tapi kalau adegannya kebanyakan kayak di buku ini, rasanya ingin ikut batuk-batuk aja. Masak galau ngrokok, bingung ngrokok, ngobrol ngrokok, cinta-cintaan ngorok, baper ngrokok. Trus, adegan "dia tergelak" juga entah berapa kali diulang. Padahal, si tokoh utama ini sering sekali ngobrol sama gengnya, dan model ngobrolnya ya begitu-begitu mulu. Sungguh banyak sekali penggulangan tindakan di buku ini. Tapi, buku ini membelajarkan, terutama tentang pernikahan dan juga (((JODOH)))
Profile Image for Intan.
20 reviews2 followers
October 2, 2007
Ehm.., I was about to give 5 stars, since the writer is really knows how to make a book full of sarcastic jokes. So smart, I love that. But suddenly I've changed my mind, not because I consider this as the ordinary chicklit, but I just hate lots of coincidences in this novel. Well, come on, we live in Jakarta, and Jakarta is not that small, and please, if you don't mind me asking, don't tell us about how easy for Flory to find a perfectly great job, while getting a job is such a thing that needs very much efforts nowadays.
Overall, still amazingly questioning how come those sarcastic jokes could be created easily??
But then yes, you're right, Darling, sometimes having brain can be more attractive than just a pretty face... (^.~)
Profile Image for Dion Sagirang.
Author 5 books56 followers
September 1, 2015
Lucu, meski kelewat banyak kebetulannya.
Ngeri kalau tahu apa yang dibicarakan perempuan kalau lagi kumpul dengan kaumnya, tapi banyak ngasih tahu juga sih.

Teknisnya masih banyak yang kacau, juga penggunaan kata "acuh" yang kurang tepat. Kayaknya novel ini terbit ulang dengan hanya diubah lay out dan kover doang sih.

Totally cukup menghibur.
Profile Image for Ika Natassa.
Author 21 books2,364 followers
February 6, 2008
love this! coudln't put it down, i actually read it cover to cover in two hours. would love to read another piece from riri
Profile Image for Naura.
25 reviews6 followers
March 20, 2018
Inhale... exhale..

Oke buku ini awalnya bikin mata melek dan ngakak karena banyolan tokohnya yg seger. Tapi itu nggak bertahan lama, lama-lama terasa cringe banget dan nyebelin. Terlalu rame dan ga jelas. Aku memang ga terlalu suka buku yang banyak tokohnya apalagi obrolannya terlalu ribut. Nyebelin. Macem kau pergi ke MC Donalds lalu lagi enak-enak ngunyah burger tetiba di sebalah ada anak SMA yg cerita seru banget pake teriak2, sambil pukul2 meja, ketawa gede banget, ga menghargai pengunjung lain yang butuh ketenangan.


Flory, harus baca setengah buku dulu baru aku bisa inget nama tokoh utama ceweknya. Se-nggak memorable itu dia. Yang aku inget cuma dia sering ngomong 'kampret' aku kira itu malah namanya saking seringnya disebut.

Ini ceritanya negative thinking banget. Bikin kamu bisa jijik sama makhluk bernama laki-laki karena pemikirian cewek2 di buku ini tentang laki-laki jelek bgt. Laki2 makhluk ga berotak, cuma bisa selingkuh doang. Kalau aku jadi laki-laki, aku pasti udah marah besar dituduh ga punya otak. Padahal cowok pemikirannya lebih pake otak ketimbang cewek yang pake perasaan.


Dan Flory itu super duper nyebelin. Aku nggak suka dia, temen-temennya dan pemikirannya. Dia itu mudah di stir temen2nya. Ga punya pendirian, labil, untuk umuran 30-an dia lebih kayak anak SMA yang ga tau gimana caranya komunikasi yang baik, terlebih sama suaminya. Punya pemikiran sendiri, kayaknya dia hidup di dunia khayal jadi dia nebak2 sendiri apa yang akan Vadin lakukan ketimbang ngomong lgsg ke Vadin. Flory ga ngerti kalau di dunia ini ada namanya komunikasi, dia kayaknya berpikir dan mengambil keputusan mengandalkan wangsit dari Gunung Kidul.

Please lah ya Vadin dan Nadya itu nggak ada apa2 aku sebagai pembaca aja tahu itu. Emangnya si Flory ini ga ngerti apa yang dinamakan Profesionalitas!!!! Geram aku tuh. Belum lagi segala masalah ranjang diceritain sama temen2nya. Elah ini anak labil banget, kayak ada anak SMA baru ciuman terus cerita2 ke temennya. Pokoknya Flory yang digambarkan dewasa malah terkesan kekanakan. Bukan terkesan sih emang kayak anak2.

Banyak obrolan nggak jelas. Ga ada faedahnya. Satu-satunya yg aku suka itu si Vadin. Dia yang paling normal di antara ke upnormal-an semua tokoh di sini. Walaupun untuk profesi seorang pengacara dia terlalu tenang. Aku kasihan sama kamu Vadin kenapa harus nikah sama Flory. Hidupmu menyedihkan nak.

Intinya buku ini isinya adalah pemikiran negative tentang cowok, pernikahan dan hubungan lawan jenis. Jadi hati2 kalau nggak kuat2 bisa ikut negative thinking. Nggak ada pesan moral apa2 dicerita ini selain dari, komunikasi itu cara manusia bersosialisasi bukan main tebak2 sendiri. Udah kayak peramal aja si Flory ini.

Dan temen-temennya gila sih, kalau punya temen kayak itu mending dijauhi, ngasih efek negatif cuyyyy. Bisa tambah banyak perceraian di muka bumi ini.

Tadinya aku mau kasih 1 bintang tapi terselamatkan oleh Vadin. 2 aja udah syukur beb.


Profile Image for Dian Shinta.
170 reviews
February 17, 2018
(2/70) Marriageable - Riri Sardjono
⭐⭐⭐ (3 dari 5)

Hm? Ini kebetulan aja. Buku pertama soal wedding-wedding-an. Buku kedua soal marriage-marriage-an. Ahahaha

Buku ini adalah rekomendasi dari beberapa teman. Ebooknya ada dijual di google playbooks, tapi asa gimana gitu ya kalau baca ebook. Wangi bukunya ngga bisa dicium-cium. Padahal ini buku second juga sih. Ngga tahu udah bekas apa aja selama perjalanan dari empunya yang pertama (atau bahkan lebih) sampai akhirnya sampai di saya. 😆

Covernya unik sih. Kotak susu sapi gitu. Dan ternyata artinya: rahim wanita itu disamakan dengan kotak susu ini. Sama-sama punya expired. Hmm...

Hari gini masih ada yang namanya dijodohin? Dikenalin sih oke ya. Tapi dijodohin? Hmm.. Eh sebentar, tapi kalau kedua belah pihak akhirnya setuju untuk menikah, apa itu namanya tetap perjodohan? Walaupun alasan salah satunya karena terpaksa. Terpaksa karena umur, terpaksa karena lingkungan, terpaksa karena udah terlanjur cinta (pretdut 😆).

Dan sejujurnya, saya agak bingung dengan tokoh yang ada di dalam novel ini. Sahabat tokoh utamanya banyak, saya jadi bingung hafalinnya. Ini juga karena di awal cerita saya ngga mencerna dengan baik. Terlalu fokus dengan "ini rekomendasi dari temen-temen, pasti bagus" di otak saya. Heu... Jadi dua buku yang saya baca di 2018 ini belum meninggalkan kesan yang membekas seperti Antologi Rasa. Nyeseknya masih ada sampai sekarang. 💔

Jadi, kesimpulannya? yang muncul duluan itu rasa nyamannya atau rasa sayangnya? Atau rasa yang hilang menanti untuk kembali? Eh gimana? 😂 Ini karena bahasan siang tadi nih. Ampun ampun. 😆
Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,056 reviews295 followers
May 9, 2019
Ini adalah kesejuta kalinya saya baca buku pertama dari Riri Sardjono, untuk versi cetakan kedua, 2006 reviewnya bisa dibaca di Marriageable cover lama. Saya nggak membaca review tersebut, pengen tau juga review yang sekarang apakah ada kemiripan sama yang dulu :p. Yang membuat saya suka dengan tulisannya Riri (pernah saya singgung juga di review Time Will Tell) adalah tokoh cowok utama dan tema pernikahan yang selalu diusung Riri. Gaya berceritanya yang ceplas-ceplos dan tepat sasaran tak jarang membuat saya senyum-senyum sendiri. Suka banget sama pemikiran para tokoh atau penulisnya, kocak abis.

Kalau ditanya buku mana yang bertema perjodohan yang kece badai, jawabannya adalah BUKU INI! Ceritanya pun juga simple, awalnya nggak suka, denial, sok jaim, cemburu trus jatuh cinta, klise kan? Yah, begitulah prosesnya, dikehidupan nyata pun saya yakin nggak sedikit yang mengalami perasaan kayak gitu, sehingga bisa saya simpulkan kalau Riri berhasil menghidupkan para tokoh yang dibuatnya.

"Karena ini salah," jawabku cepat. "Bukan begini cara kerja jodoh. Seharusnya dua orang bertemu secara wajar, saling jatuh cinta, pacaran, dan sesekali berciuman. Setelah itu... bum! Ternyata sang gadis terbuat dari tulang rusuk sang jejaka," ejekku sebal.

Umur berapa sih yang dirasa sebagai alarm buat para perempuan untuk menikah? Apakah karena sudah memasuki umur yang rawan alarm berbunyi menjadikan alasan untuk menikah? Itu yang dialami Flory, umurnya hampir tiga puluh tahun dan jomblo, membuat Mamz mengambil langkah tegas, menjodohkan Flory dengan anak temannya, pangeran kodok. Flory punya prinsip kalau sebuah pernikahan tanpa cinta itu sia-sia, oleh karena itu dia tidak setuju kalau dijodohkan dengan pangeran kodok, dia tidak ingin seperti kedua orangtua dan sahabatnya, Dina, ditambah pengalaman buruk dengan mantan pacarnya membuat Flory yakin kalau menikah tidak cocok untuknya, dia tidak ingin sakit hati lagi. Tapi, pendekatan-pendekatan yang dilakukan pangeran kodok membuat keputusan Flory berubah, dia ingin mencoba tapi dengan syarat tidak akan melakukan hubungan suami istri sampai sang pangeran kodok membuktikan keseriusannya dan tidak selingkuh.

Takut, itulah yang dirasakan Flory. Mungkin sama dengan semua calon pengantin di dunia ini kali ya, takut apakah benar yang akan dinikahi adalah benar-benar Mr. Right, akan setia sampai mati? takut kalau nanti pernikahan mereka tidak akan langgeng, takut kalau pernikahan mereka nanti tidak akan bahagia. Dan dari pengalaman yang pernah saya dengar, orang sebelum menikah itu rintangannya banyak banget, bisa jadi dilema-dilema yang dialami Flory merupakan salah satu rintangan.

Isinya masih tetap sama cuman beda cover *yaiyalah*, saya nggak tahu apakah ada yang diedit lagi atau nggak tapi seingat saya bagian-bagian yang saya suka masih seperti dulu. Susah kalau ditanya cover mana yang paling bagus, cover cetakan pertama menurut saya juga bagus cuman kalau di cover yang baru ini mungkin lebih pas, pasti desainer sampulnya terispirasi dari dialog tentang susu ultra vs wine :p.

Marriages maybe made in heaven, but a lot of the details have to be worked out here on earth.

Untuk tahu bagian-bagian yang saya suka atau quote-quote di buku ini bisa baca di review Marriageable cover lama :p.

Buku ini saya rekomendasikan nagi yang percaya konsep perjodohan kalau cinta bisa datang karena terbiasa.

4 sayap untuk kantong rahim.

read more: http://kubikelromance.blogspot.com/20...
Profile Image for Rose 📚🌹.
536 reviews132 followers
October 15, 2013
Harga diri yang tinggi dan perasaan takut tersakiti untuk kedua kalinya membuat Flory hidup dalam kecurigaan terhadap semua lelaki, kecuali Gerry. Don't even think about why, it's simply because he's gay. Bagaimana Flory harus menyikapi kehidupan percintaannya kalau di umur 32 tahun dia masih single? Bella Saphira saja sudah pecah telor, masa Flory seorang arsitek cantik nan modis belum memiliki tambatan hati?

Setiap orangtua yang melihat anaknya masih single di umur 30-an pastilah akan gelisah. Begitu pula dengan mama Flory yang sekarang sibuk mencari lelaki pilihan untuk anaknya. Memang sekarang sudah bukan zamannya Siti Nurbaya lagi, akan tetapi masih banyak saja orangtua yang menerapkan sistim ini, terlebih ketika dalam waktu mendesak.

Flory keki berat pastinya. Menemukan sendiri pria yang disukai saja belum tentu langsung jatuh cinta dan naik ke pelaminan, apalagi kalau dijodohin? Walaupun nggak suka dengan ide menikah dengan pria yang dijodohkan orangtua, tapi sepertinya Vadin, calon suaminya tidak terlihat begitu buruk.

Menurutku pribadi Vadin termasuk tipe idaman wanita. Mapan dari segi usia dan karir, sayang dengan Flory, mau mengalah dari sifat dan moodnya yang lebih sering jelek daripada bagus, juga tipe lelaki yang nggak memikirkan dirinya sendiri. I just love this guy.

Yang aku suka dari Riri Sardjono adalah cara menulisnya yang witty, jujur dan blak-blakan. Dari sinopsisnya aku langsung tertarik buat baca. Secara keseluruhan ceritanya juga sama bagusnya dengan sinopsisnya. Cuma mungkin yang kurang berkesan adalah karakter Flory yang kurang kusuka.

Di dalam hidupnya terlalu banyak kata "kenapa?"

"Kenapa, sih, gue jadi nggak normal cuma gara - gara gue belom kawin?!"
"Karena elo punya kantong rahim, Darling," jawab Dina kalem.
"Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date."
"Yeah," sahutku sinis. "Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama."

"Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?"
"Hormon, Darling! Kadang - kadang kerja hormon kayak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak.
Mestinya horny, dia ngetik cinta!"

Bagiku Flory cukup membingungkan dan memusingkan. Di umur ke-32 tahun, seharusnya seorang wanita sudah bisa bersikap dewasa karena memang sudah tergolong matang dari segi usia. Namun dari yang kuamati, Flory seolah-olah baru menginjak masa remaja. Mudah cemburuan, kalau sudah cemburu nggak mau mengaku pula, juga sering menjadikan orang lain sebagai objek untuk mebuat Vadin cemburu. It's an old moves and never ends well. Aku ngerti Flo pernah dikecewakan oleh mantan pacarnya di masa lalu. Well who didn't by the way? Aku juga ngerti kalau sikap mama dan papanya yang suka perang mulut membuatnya takut untuk membina rumah tangganya sendiri. Tapi life must go on. Kita nggak akan pernah tahu apa yang akan menanti kita di depan. Either we take the chance to move forward to the next level or just stay at the same path forever.

Omong - omong tentang sahabat, diantara sahabat - sahabat Flory yang super ajaib, aku paling suka sama Ara yang lebih sering ngasih saran yang masuk di akal dan positif. Salah satu kata - katanya yang membekas di pikiranku ;

"Kita semua punya masalah, Flo. Gue nggak perlu punya masalah yang sama kayak elo untuk bisa ngerti gimana rasanya sakit." - Ara
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
January 9, 2013
Flory, 32 tahun, masih melajang. Umur yang hampir kadaluarsa kalau menurut ibunya. Ketika dia dijodohkan dengan Vadin, Flory jadi bimbang. Di satu sisi, dia menolak segala bentuk perjodohan ala Siti Nurbaya. Di sisi lain, Flory khawatir kali ini adalah kesempatan terakhir yang datang padanya. Lagipula, Vadin tampan dan asyik kalau ngobrol. Dia juga menolak perjodohan, tapi Vadin menyukai Flory yang menurut dia amazing dan bisa membuatnya nyaman.

Flory pun meminta pertimbangan dan pendapat teman-temannya. Dina, yang sudah berkeluarga tapi tetap menganggap dirinya mampu berpoliandri; Kika, si feminis yang tidak percaya laki-laki; Ara, si Cinderella yang masih percaya kekuatan cinta; dan Gerry, pria gay yang cukup bijak dalam memilih Mr. Right. Pertimbangan dari teman-temannya ini membuat Flory tambah bingung karena Dina dan Ara mendukungnya, sementara Kika jelas-jelas menentangnya. Tetapi ketika Ara mengumumkan dia akan menikah, Flora pun menerima lamaran Vadin dengan satu syarat. No have sex.

Vadin setuju, dan dimulailah drama pernikahan tanpa cinta. Tidur pun mereka berpisah kamar. Tapi, bukan hanya itu masalah utama dalam pernikahan mereka, setidaknya menurut Flory. Masalah terbesar adalah seorang Barbie bernama Nadya, yang belakangan Flory tahu dia adalah mantannya Vadin. Flory merasa terintimidasi sama bentuk tubuh Nadya, dan mulai curiga Vadin selingkuh dengan Nadya. Apalagi ketika Vadin dua kali mengajak Nadya ke restoran favoritnya, walaupun dengan alasan bisnis.

Sejak halaman pertama sampai akhir, saya selalu tertawa membaca oborolan bitchy dan cerdas yang diciptakan oleh Riri Sardjono lewat tokoh-tokohnya (meskipun sedikit agak bosan di bagian tengah, di mana Flory melakukan tarik-ulur dengan segala cara demi menguji kesetiaan Vadin). Bahkan, Vadin, si cowok lurus itu bisa membuat saya tertawa.

Tema yang diangkat dalam novel ini sebenarnya sudah umum, ketakutan tidak menikah yang berubah menjadi ketakutan dalam pernikahan. Dengan berbagai cara pandang terhadap pernikahan yang disampaikan lewat beberapa tokoh di dalamnya, saya salut pada penulisnya karena pada saat dia menulis buku ini statusnya sendiri masih melajang. Tapi saya setuju sama satu hal, bahwa pernikahan itu adalah belajar menjadi terbiasa. Tetapi ada hal lain yang tidak bisa ditawar dalam sebuah pernikahan, yaitu rasa percaya dan komunikasi. Komunikasi yang berbicara, bukan menuduh.

PS. Kalau ada yg nemu buku ini untuk dijual, hubungi saya ya. Pengen memasukkan buku ini dalam koleksi :D
Profile Image for Sitta Basoeki.
14 reviews1 follower
December 22, 2008
Lucu banget bukunya!! Di bis tadi saya sampe ketawa2 sendiri.. Tentang Flory yang belum juga mendapat jodohnya walau dah masuk kepala tiga. Sampe2 pihak keluarga turun tangan --dijodohkan! Masih saya baca sih, baru 40 halaman. Tapi ga nyesel beli ni buku, soalnya emang edannn..

Referensi resminya:
Namaku Flory. Usia mendekati tiga puluh dua. Status? Tentu saja single! Karena itu Mamz memutuskan mencarikan Datuk Maringgi abad modern untukku.
“Kenapa, sih, gue jadi nggak normal cuma gara-gara gue belom kawin?!”
“Karena elo punya kantong rahim, Darling,” jawab Dina kalem. “Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date.”
“Yeah,” sahutku sinis. “Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama.”
Mamz pikir aku belum menikah karena nasibku yang buruk. Dan kalau beliau tidak segera bertindak, maka nasibku akan semakin memburuk. Tapi Mamz lupa bertanya apa alasanku hingga belum tergerak untuk melangkah ke arah sana.
Alasanku simple. Karena Mamz dan Papz bukan pasangan Huxtable. Mungkin jauh di dalam hatinya, mereka menyesali keputusannya untuk menikah. Atau paling tidak, menyesali pilihannya. Seperti Dina, sahabatku.
“Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?!”
Dina tergelak mendengarnya. “Hormon, Darling! Kadang-kadang kerja hormon kayak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak. Mestinya horny, dia ngetik cinta!”
See??
“Oh my God!” desah Kika ngeri. “Pernikahan adalah waktu yang terlalu lama untuk cinta!”
Yup!
That’s my reason, Darling!

Profile Image for Katherine.
44 reviews23 followers
October 27, 2014
This is a much better read than the previous Indonesia novel that I have to read. Maybe it was because this book is more on adult problem than teenager so the things that can be said is even broader. I truly enjoyed it as there are certain times where the character's dialogues are funny and the author certainly didn't drag out the problem that the character has to face.

Despite the positives I still have to say the negatives. How is it possible that there are so many 'coincidence' event? Like in the first part where she still wasn't sure about her feelings towards her would-be husband there will be many times where she will 'accidentally' meet him in the places where she thinks it's impossible for them to meet. After they wed they don't meet accidentally anymore but instead she would 'coincidentally' meet her husband's ex-girlfriend.

The second thing is that I'm still questioning when did the husband finally realize that he's in love with her.

And third her repetitive curse word.

That's all the things I've got to compliment and complained about :)

3 stars
Profile Image for DuniaFriskaIndah.
86 reviews9 followers
January 28, 2010
*ketawa dulu sebelum buat repiewnya ah*

Ok. Buku ini benar-benar datang di saat yang tepat matsudnya buku ini benar2 tepat guna dan tepat waktu. Sangat terhibur dengan alur ceritanya dan bahasa yang digunakan. Semuanya menyenangkan dan tidak ribet. Oya ada, tapi sedikit saja. Yaitu buku ini didominasi dengan percakapan antara 5 sahabat. Tapi semuanya jadi 1 paket kok. Lengkap.

Bahasan dalam buku ini hanya ada pernikahan, cinta, dan laki-laki. Tapi cukup manis karena akhirnya aku juga jatuh cinta dengan Vadin. Kalo ini dibuat film, aku mau Vadinnya adalah Darius Sinatria. ganteng, cakep, manis, bla..bla. Komplit :D

Membaca buku ini seperti minum air di kala haus. Karena apa? Karena buku ini sepertinya menguatkan dan mencerahkan kita akan sesuatu hal yang paling penting nantinya. Tapi jangan menelan habis semua yang ditulis buku ini karena nanti kita bisa sesat. :D

Bingung khan. Ada baiknya buku ini dibaca sendiri dan ambil pengalaman sendiri darinya.
Profile Image for Merlyn.
38 reviews
November 18, 2018
Well, I am still wondering is Riri Sardjono has relation with Maria A. Sardjono? This book is a light book if you only look for a fun things.

It is a dilematic for every Indonesian women if their age is so mature to get married but they are not married yet. There are many jokes in this book and these are my plus and minus about this book:

Plus:
1. Lots of jokes
2. Vadin is very patient to wait his wife to be ready for their marriage but I wonder is there any man like him (I mean he sounds so holy and very out of the box when he answered why they better sleep in the same room as husband and wife: to help their housekeeper, not clean too much bed linen)

Minus:
1. Too much smoking activities. Seems like whenever we have any problem, we smoke.

2. I found many unnecessary gesture like a script, not a novel.
3. Flory is too much open up to her close friends. This makes me sorry for Vadin as her husband.
Profile Image for Red.
18 reviews2 followers
October 19, 2015
sorry ya baru baca hari ini, setelah sekian lama situ dicetak!
saya suka, ngga brenti ngakak bacanya... wekawekawekaweka!!!!

Mba Riri, buku kamu bagus lho ini, ngga boong deh!
Cuma menurut aku sih, agak kurang terang untuk pemaparan rasa cinta yang dimiliki Vadin.
Well.... saya ngga meragukan Vadin cinta sama Flory, but Darling, saya cuma penasaran kapan tepatnya Vadin jatuh ke sungai asmara nya?? hehehehe...
That's why I give you 4 stars,
But I enjoy so much with the barbies...hohohoho!!
good job!!!
Profile Image for tïmmyrèvuo.
203 reviews2 followers
July 28, 2025
OH MY HEART!!! A Thousand Thanks to the Author. You Just Pulled Me Out of a Reading Slump!

Let me scream first, AAAAHHH!!! Oh my darling, this book is so so sooooo meaty! Comedy? YES! But reflection? Learning points? YES, YES, YES! And the magical part? This book was written 19 years ago, when I was just 5, and yet, not once did I feel out of place with the jokes, the emotions, or the story. It's hands down my favorite read of 2025, and it left such a deep impression on me!

Honestly, I never write openings this long, but for this chef's kiss masterpiece? I’d do it a thousand times over!

The story follows Flory and Vadin, told from Flory’s point of view. It’s not just about romance, it’s about the war inside Flory’s head, and how it spills into her life. I laughed, I reflected, and sometimes I even suffocated because, HOW could she read my mind this clearly?! I felt like I became Flory.

As someone recently branded with the “perawan tua” label, questioning my worth as a woman, this book brought me such comfort. It reminded me I’m not alone. Many women think about this. We fear being unloved, being left behind. But this book softly whispers that we all have our own timing, our own path, and our own person, who will come at exactly the right place and moment.

The story opens with Flory’s mother, Mamz, offering her a marriage match. At 31, feeling like she had no better option and not wanting to disappoint her mom, Flory says yes. One year later, boom, Vadin proposes. And Flory? Shooketh. Like… what?! He wants to spend his life with her because they laugh together and he feels at ease?! Make it make sense!

Not gonna lie, this book even gave me a bad dream where I had an arranged marriage too. That’s how deep the writer’s emotional engagement goes, LOL.

Now, if I’m being real, I wanted some conflict from Vadin. He’s just too good to be true. Like… love at first sight? (Okay, we don’t get his POV so I’m just guessing here lol.) But the way he accepts all of Flory’s absurd requirements, still taking care of her in his own quiet, steady way… whew. From Flory’s eyes, I started to believe the most bittersweet truth: sometimes, a relationship only works because the man loves more.

I know it sounds silly, but look at their story. It's Vadin's calm, consistent energy that balances Flory’s storm. Imagine if it were the opposite? Flory loving more, deeper, wider, while Vadin half-heartedly stayed? Yikes. (But hey, enlighten me if you see it differently! I love different takes!)

What truly made Flory’s inner battle epic was her best friends, like two angels in disguise! One’s the “good” voice, the other the “bad,” but both want the best for her. I envy their friendship, honestly. Despite their totally different worldviews, they still show up and support each other. That’s rare.

There were so many moments in this book where I had to stop, reread, and just digest. Here are a few soul-hitting quotes I’ll keep close:

1. When I question why people marry so early:
Flory: “Kenapa tiba-tiba dia mau kawin begitu, Ra?”
Ara: “Yaa, ngerasa udah waktunya aja. Lagian gua mau ngapain lagi, sih? Kita udah pacaran lama, udah sama-sama kerja, apa lagi?”
Flory: “Kenapa bisa bilang ‘apa lagi’ untuk seribu hal di dunia yang belum pernah dia lakukan?”
Ara: “Tapi dia selalu jadi step berikutnya dalam setiap hubungan, Flo.”

2. When I feel like a bird in a cage:
Flory: “Dan semua orang yang gemar berkomentar gua perawan tua.”
Vadin: “Apa elo ngerasa seperti itu?”
Flory: “Nggak, tapi bukan apa yang gua rasa yang penting, melainkan apa yang orang lain pikir.”
Vadin: “Apa sesulit itu untuk jadi diri sendiri?”
Flory: “Elo tau apa yang lebih sulit? Menemukan apa yang kita mau.”

3. When I feel crushed by life’s expectations:
"Kadang-kadang aku membayangkan diriku tergeletak lemah di atas ranjang rumah sakit... Para dokter dan suster akan bolak-balik dengan wajah cemas... dan mengatakan pada Papz dan Mamz: 'Hidupnya tidak akan lama lagi. Ini semua disebabkan beban hidup yang dirasakannya.'"

4. When my silence becomes my war:
"Tapi aku merasa diriku jauh lebih konyol lagi. Karena tidak melakukan apapun untuk berontak. Karena tidak tahu apa yang aku mau. Karena selalu berusaha mencari sebuah jawaban entah apa."

5. When people pressure you to get married ASAP:
Flory: “Tapi gua takut sakit kalau gua kawin. Tapi gua juga takut kesepian kalau gua nggak kawin.”
Kika: “Fokus sama apa yang elu mau raih dalam hidup lo, bukan sama ketakutan lo.”

6. When I observe my parents after their silver anniversary:
"Kehidupan pernikahan itu selalu up and down, tapi dia ngga pernah come and go."

7. When I feel mad, yet helpless:
"Itu kenapa orang Barat bilang untuk menikah kita perlu kematangan isi hati dan kepala. They called it maturity. Sementara orang Timur bilang, untuk menikah kita cuma perlu kematangan kantong rahim dan sperma. We called it old enough."

Okay okay, enough melodrama! Want some humor? This book has it in buckets!

Flory: “Jadi gua mesti kawin sama siapa?”
Dina: “Arkeolog.”
Ara: “Yang ngurus candi-candian? Kenapa?”
Dina: “Karena semakin kita tambah tua, dia pasti semakin tertarik.”

Conclusion? This book helped me understand myself better. Maybe I need a marriage therapist, LOL. But honestly? I’m so grateful to this writer, this was my first read from her and DEFINITELY not my last. I absolutely adore her humor and the way she crafts reflection into fiction.

This book? Meaty, moving, magical!
Displaying 1 - 30 of 334 reviews

Join the discussion

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.