Sebuah data rahasia milik pemerintah yang disimpan dalam koin berongga dicuri dari Lembaga Sandi Negara. Keamanan nasional terancam hancur jika data itu disebarluaskan. Badan Intelijen Negara pun turun tangan. Mereka menugaskan Zen, agen terbaik BIN, untuk menuntaskan kasus ini.
Lokasi koin terdeteksi, target pun terkunci. Penugasan yang terdengar sederhana menjelma menjadi malapetaka tak terduga, membawa Zen melintasi berbagai negara Eropa, bahkan mengancam nyawanya. Waktu semakin menghimpit, Zen harus bergegas menuntaskan misinya … hanya untuk menemukan bahwa ia berada tepat di tengah konspirasi sebuah organisasi rahasia.
Di tengah gejolak politik dan ekonomi global yang berkecamuk, sebuah skenario besar telah disiapkan. Bangsa ini tersingkir menjadi orang asing di negeri sendiri. Ketika politik menjadi serupa perang tanpa peluru, batas antara kawan dan lawan semakin membingungkan. Zen pun akhirnya harus mempertanyakan, siapa sebenarnya musuh mereka?
Secara kemasan sampul, cukup menarik. Ditambah, ringkasan cerita di belakang buku juga lumayan menggoda. Itulah alasan pertama saya membeli buku ini. Persoalan apakah novel ini memenuhi pengharapan saya atau tidak, itu perkara lain. - Masuk ke isi, dari lay out tulisan, terkesan agak boros. Tiap halamannya hanya berisi sekitar 200 kata saja. Sehingga, novel sepanjang 287 halaman ini--Insya Allah--bisa Anda baca sampai habis hanya dalam sekali duduk. --- Dari segi penceritaan, bau-bau Dan Brown sangat kental terasa. Meskipun tak dapat dipungkiri, kualitas penulisan Yogie masih jauh di bawah si acuan. Intensitasnya ketegangannya kurang! - Ada banyak narasi yang membosankan, yang tak penting secara cerita. Misal saja, apa gunanya pembaca mengetahui apa yang dimimpikan Zen sewaktu dia tidur? Anda akan disuguhi mimpi seperti ini sejak awal cerita. Lalu hubungan si Zen dengan kekasih hatinya, terasa salah bumbu. Keberadaan Arcel dalam plot tidak terasa penting. Tugasnya hanya memberikan kuliah singkat tentang Marx, ataupun membuat si Zen tak fokus dalam tugasnya. - Salah satu gaya bercerita yang membosankan misalnya pada: "Pukulan pertama ... pukulan kedua ... pukulan ketiga ..." Mungkin lucu kalau cuma sekali. Tetapi ini diulangi terus, hampir selalu, saat Zen menginvestigasi list! - Selain itu, Zen ini nampak-nampaknya senang sekali berkomentar dalam hatinya. - Yang paling mengganggu, menurut saya, adalah bagian akhir cerita!! Jika dalam film spionase Hollywood kita akan menyaksikan tokoh utama "Saving the Day", maka tidak demikian dengan si Zen dalam novel ini. Serius, di saat-saat terakhir dia hanya bisa pasrah saja! Itukah yang disebut sebagai agen intel terbaik? - Keberadaan antagonis juga kurang menarik perhatian. Tak ada misteri. Tak ada yang bisa ditebak-tebak. Dan siapa pula si Shukov itu? Tiba-tiba muncul dan langsung saja 'menghilang' secara dramatis. - Makna judul "KOIN TERAKHIR" pun sampai saat ini belum bisa saya tangkap. Agak tidak relevan dengan isi cerita. Apanya yang "terakhir"? ------ Namun novel ini tentu saja masih memiliki sesuatu yang plus. Misal, alurnya mudah diikuti. Ada sedikit petualangan melintasi sejumlah negara. Ada nama-nama. Lalu ada juga deskripsi tempat yang--terkadang--lumayan bagus. Dan sepertinya ada peluang untuk dibuatnya sekuel ... --- Bagaimanapun, saya ucapkan selamat kepada Yogie karena telah sukses menerbitkan novel. Meskipun katanya harus memakan waktu dua tahun penyusunan. Jangan menyerah. Mungkin saja sekuelnya akan jauh lebih baik dari ini.
Sempet terkejut karena jalan ceritanya sangat mirip dengan Digital Fortress-nya Dan Brown.
Kisah ini menceritakan benda yang sangat berpengaruh bagi stabilitas negara yang berpindah tangan. Seseorang yang pandai dari Badan Intelejen Negara (BIN), Zen Wibowo, harus mencarinya hingga dia harus berpindah-pindah negara untuk mencari orang yang memegang benda itu. Bedanya, benda yang dicari dan negara mana yang sedang mencari.
Perbedaan lainnya adalah ada kelompok lain yang juga mencari benda itu; konspirasi yang ada di Indonesia untuk menentang kapitalisme negeri Barat. Mulia, namun cara yang dipakai itu salah.
Kita diberikan pengetahuan tentang Badan Intelejen Negara Indonesia dan teori Karl Marx tentang kapitalisme. Sedikit rumit dan sulit dipahami, tapi usaha yang bagus. Sedikit menambah perbendaharaan pengetahuan bagi mereka yang haus ilmu.
Oh ya, satu lagi, tentang setting cerita yang berpindah-pindah, aku acungkan jempol. Perancis, Spanyol, Italia, Inggris dan Rusia sangat digambarkan dengan baik oleh penulis. Sepertinya penulis benar-benar tahu bagaimana kondisi negara-negara di Eropa itu, walaupun hanya satu kota per negara. Jarang ada penulis lokal yang bisa mengetahui seluk-beluk lokasi cerita yang berada di luar negeri. Bilapun ada, itu sangat dipaksakan. No offense!
Setelah membacanya, masih banyak hal-hal yang tidak dilanjutkan; seperti siapa kelompok itu? Dan bagaimana dengan Zen yang akan melangsungkan pernikahannya? Aku harap ada sekuelnya untuk melengkapi cerita yang masih bolong-bolong ini. Good effort bagi penulis Indonesia!
Kalau dibandingkan dengan karya Dan Brown, sepertinya kalah jauh baik dari segi ketebalan dan struktur cerita. Tapi justru itu yang bikin novel ini berbeda dan tidak terkesan membebek karya Brown. Kemiripan mungkin di bagian deskripsi kota-kota Eropa (Prancis, Roma, Seville, London, dan Moscow), tetapi secara struktur cerita novel ini adalah milik pengarangnya. Ini lebih seperti novel spionase, bukan thriller dan pengarang berhasil memacu pembaca untuk terus mengikuti cerita. Walau tebal, novel ini singkat dan bergerak cepat, dengan aksi yang mungkin agak membosankan ketika Zen berkeliling Eropa tetapi aksi di bagian ending sangat layak diacungi jempol. Keren, bro!
Membaca novel perdana Yogie Nugraha ini seperti sedang nonton film Holiwood. Serius, idenya keren. Risetnya juga kuyakin, penuh perjuangan. Hoho
Bagian yang paling saya suka, tebakan saya masih salah (walau ada beberapa bagian yang ternyata benar). Twist-nya i like it soo much. Endingnya juga okey.
Petualangan agen Badan Intelegen Negara (BIN), Zen Wibowo berkeliling Eropa sangat layak disimak. Mulai dari Paris, Seville-Spanyol, Roma-Italia, London-Inggris, hingga Moskwa dan St. Petersburg, Rusia, dijelajahi Zen demi mengambil Koin Berongga yang berisi data yang telah dicuri dari Lembaga Sandi Nasional.
Salah satu tokoh yang membuat saya tertarik adalah Sugiyono Aryokusumo, yang tiba-tiba mengingatkan saya pada pemilik Ag*ng S**doyo Grup-Pemilik properti elit Indonesia, yang entah bagaimana sekarang nasib mereka 'nyaris' sama. Padahal novel ini dibuat tahun 2013. :D
Ah ya, omong-omong soal Asmara yang ditampilkan sangat-sangat minimalis di sini, kisah Zen dan kekasihnya-Arcelia mengingatkanku pada kisah Kapten Yoo Si Jin dan Dr. Kang pada drama terkenal DOTS. Dan melalui Arcelia juga, tampaknya Mas Yogie 'menyalurkan' ilmu filsafat yang dimilikinya. Sungguh, materi tentang filsafat bertaburan di mana-mana, meski terkadang nyaris seperti teksbook.
Sedikit kelemahan, Mas Yogie (duh, sok kenal banget nggak sih) selalu menghadirkan tokoh dengan ditelanjangi di awal. Mulai dari nama, lalu bla-bla-bla tentang informasi tokoh tersebut layaknya sebuah biodata versi narasi. Ini terkadang membuat lelah pembaca karena infonya asli detail banget, dari segi fisik, prestasi, karir dan lain sebagainya.
Tapi over all, saya suka novel-nya^^
"Politik adalah hal paling unik di dunia ini, Zen. Politik adalah perang tanpa peluru. Rasanya sulit jika harus membedakan siapa kawan dan siapa lawan." -hal 274-
Done! Akhirnya selesai juga baca Koin Terakhir ini. Bener kata beberapa review. Ga perlu waktu lama untuk membacanya. Dan itu yang saya suka. Bisa dibaca sembari mengerjakan berbagai kesibukan dan tugas-tugas kantor. :)
Selain alurnya yang cepat, in personally sih, saya suka Bab 7. Waktu Arcellia menjadi dosen tamu. Mengajar teori-teori Das Kapilalisnya Marx di Sekolah Tinggi Intelijen Negara. Di situ Yogie terlihat sekali menguasai bidang keilmuannya lewat tokoh Arcel. Dan satu lagi.... (yang bikin bab itu spesial adalah) akhirnya sosok pahlawan kita itu, Zen, menemukan cintanya di sana. Di mata Arcel. So sweet. Hehehehe...
Meski kurasa novel ini perlu pengembangan, terutama mengenai cara bertutur (yang terlau hemat, spontan dan minim deskripsi), namun aku jadi ingat apa yang dikatakan Max Havelar, "Tidaklah mudah bagi seorang penulis untuk berlayar dengan tepat di antara dua batu sandungan, yaitu teralu bertele-tele atau terlalu singkat." (Multatuli, hal. 262)
"(sebab) Penulis itu berada di dua batu sandungan, yaitu berpanjang-panjang memberikan gambaran untuk menyenangkan pembaca dan hemat kata agar fokus pada tujuan penulisan." Mmm... menurutku Yogie memilih yang kedua (meski terkesan hanya kebetulan belaka), memilih hemat kata untuk menggambarkan sosok dan dunia Zen yang praktis, khas seorang intligen.
Terakhir... meski agak sedikit kecewa dengan ending yang terlalu "gampang", tapi jujur saya penasaran banget sama sekuel novel ini. Siapa sebenarnya orang di atas Sugiyono Aryokusumo, yang juga menguasai Detasemen Bravo-90 itu.
Sukses selalu Yogie... untuk karya-karya berikutnya. Ditunggu!
Novel fiksi yang sangat menarik untuk dibaca. Hanya dengan masalah sebuah koin yg di dalamnya terdapat masterchip berisi informasi rahasia yg dapat mengancam keamanan nasional Indonesia. Konfliknya lumayan sih. Maksudku konflik koin yg berpindah tangan dari satu orang ke orang lain itu sudah biasa, mungkin konflik ini lumayanlah. Kemudian pada bagian akhir terjadi penumpukan konflik yang menggambarkan keadaan sebenarnya dan jujur novel ini masuk ke dalam tipe novel susah ditebak endingnya. Mulai dari terbongkarnya pelaku pencurian dan tujuan dicurinya koin ini. Zen selamat dan bisa melangsungkan pernikahannya bersama Arcelia. Ada sebuah kejadian yg belum terselesaikan tentang boss besar organisasi ini dan Sugiyono berhasil lolos dibantu oleh orang dalam yang bertopeng berasal dari Angkatan Darat. Mungkin kejadian ini akan terjawab di novel seri berikutnya. Saya beri 3 dari 5 bintang untuk novel ini.
Satu bintang karena tidak suka, satu bintang lagi saya berikan untuk idenya yang menurut saya lumayan baru buat novel buatan lokal.
Idenya sebetulnya menarik, dan cukup membuka pengetahuan saya soal intelijen negara ini. (Trivia: Saya dulu pengen masuk ke STIN. Enggak ding). Risetnya bagus, saya akui, tetapi riset yang ditulis di buku ini kesannya gue-lebih-tahu-banyak-daripada-lo-hahaha-bye-bego gitu. Serius. Beberapa bagian terasa seperti buku panduan perjalanan dan tidak terasa seperti sebuah kisah fiksi. Mungkin sang penulis harus belajar lebih banyak lagi bagaimana cara menulis hasil riset ke dalam sebuah cerita fiksi.
Lumayan banyak filler terutama bagian Arcelia ngejelasin soal Karl Marx, saya seperti, "WTF? Mz zy tw ztu jgo zoal filsafat, tp gx gtw jg kli."
Begitu. Hum, dilihat dari ending-nya yang terbuka tampaknya buku ini akan memiliki sekuel. Kita simak saja.
Buku ini menceritakan agen rahasia BIN Zen Wibowo yg berkejaran dengan waktu untuk mendapatkan koin berisi data rahasia sekaligus tepat waktu untuk datang ke pernikahannya sendiri. Menurut saya buku ini merupakan buku penyeimbang diantara buku-buku Indonesia yg kebanyakan genrenya berkisar tentang drama dan cinta. Saran saya jangan bayangkan buku ini sama dengan novel-novel James Bond yg lebih dulu mengangkat cerita ttg spionase.
Saya membaca buku ini dengan format : Bahasa : Indonesia Format : Buku
Begitulah suara hati saya saat hendak mencomot buku ini dari rak display. Sudah terbayang tentang semua yang ada di dalamnya. Pasti berkaitan dengan kejar-kejaran, investigasi, petualangan, dan kisah2 sejarah tentang lokasi cerita. Dan terbukti benar. Buku ini sangat "Robert Langdon" dan "James Bond" sekali. Tapi masih jauh di bawahnya...
Untuk penulis baru, buku ini tak mengecewakan. Namun letak kisah tentang "Koin terakhir"-nya saya tidak nangkep sama sekali.
Karya perdana yang oke untuk Yogie. Tema menantang, alur rapi, banyak informasi baru tentang spionase. Selain kritik yang sudah disebutkan reviewer lain, bagi saya yg paling ngga dapet adalah karakter Zen itu sendiri. 'Rasa' Zen nya ngga kena. Gitu sih. Semangat untuk next book ya.. :-)
Kadang alam punya cara tersendiri, demikian juga terkait urusan buku. Ketika sedang mencari buku untuk dibaca dalam rangka mengisi waktu luang, saya menemukan ada dua buku dengan judul yang mengandung kata koin, berdiri bersebelahan.
Pertama buku Koin Terakhir dari Yogie Nugraha terbitan Bentang Pustaka tahun 2013. Kedua, adalah buku Coin Locker Babies dari Ryu Murakami dari Elex Media Komputindo, juga diterbitkan tahun 2013. Lumayan lama tertimbun juga he he he.
Seorang agen BIN bernama Zen Wibaw dipilih untuk menyelsaikan sebuah misi rahasia. Sebuah data disembunyikan dalam sebuah koin, tugasnya adalah membawa kembali koin tersebut dalam keadaan utuh, bagaimana juga caranya. Sebuah tugas yang kelihatan mudah namun ternyata membahayakan jiwanya. Zen harus perpacu dengan waktu sebelum koin itu jatuh ketangan yang salah. Termasuk berpacu dengan waktu pernikahannya yang kian dekat.
Dengan melihat kover, kita bisa menduga bahwa kisah dalam buku ini mengambil lokasi di beberapa negara. Monas melambangkan Jakarta, Indonesia, Menara Paris, Perancis, dan negara Inggris, serta Rusia. Ritme kisah yang berpindah dengan cepat mengingatkan pada seorang pengarang dengan inisial DB.
Seandainya saya belum pernah membaca buku tentang tempat tugas Zen, mungkin saya bisa memberikan bintang 4. Ternyata urusan waktu membaca juga berpengaruh pada bintang. Kenapa urusan romance tidak dikulik sehingga kian membuat kisah dalam buku ini makin seru.
Ide cerita yg bisa dibilang penyegaran dari bacaan yg didominasi romance akhir-akhir ini. Cerita spionase ala James Bond diceritakan dengan gaya narasi ringan sehingga sangat mudah dibaca dalam sekali duduk. Walau dalam faktanya, aku selesai 2 hari baca buku ini. Hehe
Zen yg menjadi tokoh utama di sini mengajak pembaca ikut berpetualang dalam mencari koin hilang tersebut. Beberapa negara ia singgahi demi mencari jejak demi jejak. Ketika proses pencarian koin, aku merasa alur begitu cepat dan sangat mudah ditebak. Bisa dibilang proses pencarian koin ini terlalu bertele-tele. Begitupun dengan penjelasan panjang lebar tentang filsafat pada saat menceritakan tokoh Arcelia yg, kekasih Zen yg merupakan seorang dosen, ternyata tidak berpengaruh sama sekali dalam cerita.
Meskipun beberapa kali aku berhasil menebak ceritanya, tapi tidak dengan endingnya. Ada sebuah fakta menarik yg terpampang di akhir. Ini merupakan fiksi tapi terlihat begitu nyata apabila hal tersebut terjadi dalam kenyataan. Lalu, tentang koin berongga yg ternyata mampu menyembunyikan data begitu menarik perhatian aku sebagai pecinta koin.
"Politik adalah perang tanpa peluru. Rasanya sulit jika kita harus membedakan siapa kawan dan siapa lawan."
Koin Terakhir bercerita tentang pencarian dari bermulanya kasus pencurian sebuah dokumen rahasia yang sangat penting keberadaannya. Karena, jika terjadi kebocoran dokumen tersebut akan menghancurkan tatanan negara.
Zen Wibowo adalah seorang anggota agen terbaik BIN yang terbukti mampu menyelesaikan banyak kasus tanpa ada satu pun yang gagal, maka dari itu ia ditugaskan kembali menyelesaikan kasus genting ini. Demi tugas tersebut, Zen harus merelakan urusan pernikahannya dengan kekasihnya.
Berbekal sedikit petunjuk, akhirnya Zen melakukan pengejaran ke negara Eropa untuk mencari titik temu kasus tersebut, lika-liku orang baru harus ia temukan bahkan sampai harus menaruhkan nyawanya.
Selama menjalankan misi Zen menemukan bahwa ia ternyata berada dalam kemelut titik konspirasi dan politik dari organisasi rahasia. Zen pun akhirnya harus mempertanyakan, siapa sebenarnya musuh mereka?
Ending plot twist, bergenre thriller dan tentang intelijen. Terselip tentang bahasa filsafat yang dituliskan dengan bahasa yang ringan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Novel spy yang keren. Saya suka dengan tokohnya yang meskipun seorang agen rahasia yang cerdas, tapi punya karakter yang dekat dengan pembaca.
Yang membuat cerita ini memusingkan adalah nasib sial sang tokoh yang selalu diputar-putar harus berpindah ke satu tempat ke tempat lain untuyk mengunjungi berbagai negara. Yang unik, ketika sampai di London, ternyata target yang dicari berada di Museum Baker Styreet London.
Hanya saja di endingnya belum begitu nendang bagi saya. entah ada bumbu yang kurang atau hanya penjahatnya yang 'hanya segitu'
Jujur pas di awal-awal kerasa ... biasa aja. Masih belum nemu yang spesial sampai di bagian tengah dan akhir yang dag dig dug. BEUH Semuanya kek udah terencana banget T-T akunya aja yang baru sadar ... KAYAKKKK ... CLUENYA TUH ADA, Tapi lupaaaaa. Semuanya berhubungan! Tadinya mau ngasih 4/5 aja buat buku ini karena agak gimana gitu sama hubungan MC dan pasangannya. Tapi setelah baca sampai akhir, ini sih harus 5/5 😔✊🏻
Saya sebenarnya berharap banyak, namun ternyata novel ini tidak memenuhi ekspektasi saya sbg fans novel suspense. Saya tidak merasakan ketegangan. Bahkan saya sempat berpikir ini novel spionase apa pelajaran filsafat/ekonomi. Cara penulis menyampaikan narasi ketika protagonis menjalankan misi juga membosankan. Pengulangan dibeberapa kalimat membuat saya kehilangan selera untuk membaca kelanjutan kisah ini.
Sebenarnya... saya ngga terlalu mendalami genre seperti ini. Waktu itu juga beli karena... kenapa ya... lagi musim pemilu di kampus dan tiba-tiba saja hal berbau politik dan organisasi jadi makanan saya sehari-hari. (iya emang ngga nyambung)
Buku ini menceritakan kisah agen intelijen rahasia yang mencari koin ke seluruh penjuru dunia demi menyelamatkan negaranya sendiri, Zen Wibowo. Padahal dia sendiri seharusnya sudah leha-leha menanti tanggal pernikahan dengan Arcelia, gadis yang ia cintai.
Keseluruhan, cerita di novel ini sama saja seperti cerita agen intel yang lain. Saya ngga tau kalo misal ceritanya mirip dengan Dan Brown (karena saya, jujur, belum pernah baca buku beliau).
Yang agak mengganggu dari cerita ini adalah kemudahan akses dan segala macam keberuntungan yang dimiliki oleh Zen ini. Entah jika di dunia ini memang ada orang yang seberuntung Zen, tapi tetap saja, rasanya terlalu beruntung mendapatkan koin tersebut dalam waktu yang singkat (apalagi dengan akhir cerita yang seperti ini).
Yang membuat saya betah baca novel ini sebenarnya deskripsi sang penulis tentang kota-kota yang dilaluinya dan juga sejarahnya. Lalu teori filsafat yang diumbar secara bebas dalam halaman-halaman buku ini. Wajar saja kalau Arcelia, wanita pujaan Zen, ditaruh dalam novel ini hanya sebagai pemuas penebar filsafat sang penulis saja, ketika saya tahu kalo penulisnya memang melahap buku-buku filsafat di tengah senggangnya.
Lalu untuk karakter yang kesemuanya adalah intel, bermuka dua, penyamaran, dan lain-lain, membuat saya bertanya, sebenarnya apa itu keadilan? Dan di mana letak keadilan? Di tengah orang-orang yang masih menyisakan sedikit cintanya kepada negeri yang bobrok ini kah?
Akhirnya selesai baca buku ini. Yah, so-so lah yaaaa... :D
Jadi, buku ini menceritakan tentang perjalanan seorang agen rahasia dalam misinya, yaitu untuk menemukan koin yang berisi data rahasia. Semakin lama, saya malah semakin bosan. Mana tembak-tembakannya? Mana spionase ala James Bond? Mana bunuh-bunuhannya? Manaaaaaa???
Bisa dibilang, kalau sub-genre thriller yang satu ini belum begitu menarik pembaca (kecuali blurb dan kemasan bukunya yang berhasil memaksa saya untuk membelinya). Isinya cuma jalan-jalan. Bener sih, James Bond dan agen-agen seperti di Mission Impossible melakukan perjalanan selama misi, tapi yang ini berbeda. Belum lagi, pembahasan filsafat yang terlampau... 'iuuuhhhh', membuat saya mengatakan itu, karena rasanya, tak pantas saja memasukan ide-ide filsuf di dalam bab buku secara tiba-tiba, seolah ingin memberi kuliah dadakan pada pembaca.
Tapi, sejauh ini, karena saya jarang membaca genre seperti ini yang ditulis oleh penulis Indonesia, saya sangat menghargainya. Saya berharap, penulis yang lain juga berencana untuk menulis genre-genre seperti ini. Hehe.
Ketika membalik halaman terakhir dan tahu bahwa debut novel ini terselesaikan dalam kurun waktu 2 tahun, saya nggak kaget. Saya nggak kaget kalau kepuasan membaca di novel ini kurang. Sorry for saying it, mas yogie. Untuk ukuran novel aksi indonesia, alur dan ceritanya udah oke lho. Sungguh. Tapi eksekusinya kurang... kurang mendetail. Entah mengapa membaca ini bikin saya keinget sama karyanya dan brown yang penuh intrik dilengkapi dengan deskripsi mendalam terkait latar dan pernak-perniknya. Tapi ketika mengentaskan karya mas yang satu ini, jujur saya nggak puas. Cliffhanger per bab juga kurang menarik minat untuk membuka halaman selanjutnya, bikin twist kurang terasa 'mangkelinnya'. Lalu ada beberapa scene tntg penjelasan filsafat oleh arcelia yg menurut saya nggak terlalu berkorelasi sama cerita. Saya yg jujur bukan penyuka filsafat bosen mas di bagian itu. Lalu ada satu halaman lagi yang melakukan repetisi aksi. Semoga kalau cetak ulang diperbaiki lagi ya mas. Tapi overall, saya mengapresiasi seri pertama ini. Nggak sabar nunggu sekuelnya. Keep writing!
1 bintang untuk cover, jenis kertas, pembatas yg lucu. 1 bintang untuk ide ceritanya. 2 bintang dari 5 bintang.
Secara keseluruhan, saya menutup buku ini dengan banyak kekecewaan.
1. Pola penulisan yang sangat mengikuti pola novel Deception Point karya Dan Brown. Jika kamu sudah pernah membaca novel tersebut, maka kamu udah bisa menebar arah cerita ini di 20 halaman pertama. 2. Deskripsi yang kasar (terlalu show) dan rapat. Hampir sepertiga isi buku hanya digunakan untuk menjelaskan siapa si tokoh secara langsung di awal. Saya - pembaca - tidak diberikan kesempatan untuk menerka bagaimana sosok tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, karena, ya oleh penulisnya sudah dijelaskan secara gamblang di awal. Sangat membosankan. 3. Karakter, emosi serta konflik yang terlalu dipaksakan alias nanggung. 4. Alur yang sangat cepat namun tidak cukup kuat. Meski dalam cerita disebutkan bahwa si tokoh berpacu dengan waktu, namun perpindahan cerita dari 1 bab ke bab berikutnya tidak mulus. Miskin narasi.
Novel dengan cover menggugah ini bercerita tentang seorang agen intelijen bernama Zen Wibowo, muda, sosok rupawan dengan kemampuan intelijen di atas rata-rata yang ditugaskan mencari sebuah informasi penting milik negara yang disembunyikan dalam sebuah koin 50 markka Finlandia. Perjalanan panjang yang berliku harus ditempuh untuk menuntaskan misi berbahaya ini. Apakah Zen mampu menuntaskan perjalanan tersebut dan menikahi gadis pujaannya? ataukah konspirasi para elit berhasil menaklukan Zen?
Well, membaca buku ini dari awal hingga akhir yang dirasakan adalah penulis mengajak para pembaca buat ikut tour ke negara-negara eksotis Eropa. Mengagumi keindahan Paris, Rusia, Vatikan. (IMHO) sekelumit informasi dan minim detail membuat penulis terkesan sekedar menempel setting untuk cerita yang ada.
Saya terkesan dengan keberanian penulis dalam mengambil latar tempat di berbagai negara. Alur ceritanya cepat, sehingga tidak butuh waktu lama untuk menamatkan novel ini. Sayangnya, thriller yang menjadi genre utama tidak terlalu menonjol dan sebagian besar cerita malah monoton. Kalau melihat ulasan lain, ada yang bilang buku ini mirip salah satu karya Dan Brown. Saya sendiri belum pernah baca satu pun buku Dan Brown, jadi belum tau apakah rumor ini benar atau tidak.
"Bukankah tidak adil jika kita membenci secara membabi buta terhadap sesuatu yang tidak kita pahami?" — halaman 55
Belum baca, but as soon as posible, I want to read this book, waiting list ya, saya mau baca Gloomy Gift [Rhein Fathia] & Proyek Maut [Eddie Sindunata] dahulu, setelah sebelumnya selesai membaca Tiga Sandera Terakhir [Brahmanto Anindito], kalau dilihat review-nya, mungkin sekali sepertinya buku ini terinspirasi dari Bourne Trilogy, who knows
Saya sangat apresiasi sekali terhadap penulis thriller lokal, suatu genre yang sangat jarang di tanah air, dan bahkan saya pun tidak tahu bahwa di indonesia ada penulis thriller,