Mara Syadiran gemas dengan doktrin hidup ideal versi ibunya: ‘lulus, cari kerja, dan menikah’. Ia ingin menjalani hidup yang berwarna dan sarat petualangan.
Sejak bertemu Reno Hanafiah, impiannya itu mewujud; hidupnya kini jadi bergejolak dan penuh kejutan.
Mungkin petualangan merupakan suratan takdir Mara selama ini.
Mungkin itu bagian dari dunianya sejak dulu.
Dunia Mara adalah sebuah novella yang mengisahkan salah satu Keluarga Hanafiah—keluarga besar rekaan Sitta Karina yang lika-liku kehidupannya telah dibukukan sejak 2004 dalam Lukisan Hujan.
Sitta Karina Rachmidiharja merupakan penulis kelahiran Jakarta, 30 Desember 1980 yang karya-karyanya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Mizan, dan Lentera Hati Group.
Sebagian besar karyanya akan dirilis ulang oleh penerbit Buah Hati (Lentera Hati Group) mulai 2013, termasuk serial keluarga besar Hanafiah dan Magical Seira.
Ia pernah menjadi juri pada ajang apresiasi sastra Khatulistiwa Literary Award 2008, pengajar pada Coaching Cerpen Kawanku 2009 dan 2010, serta menjadi kontributor cerita dan feature article pada majalah remaja kenamaan seperti CosmoGIRL! , Gogirl!, Spice!, Kawanku, dan lainnya.
Selain menulis, Sitta sangat menyukai fashion, kopi, dan olahraga.
-----------------------------
Serial Magical Seira (akan rilis ulang bertahap 2012-2013):
Magical Seira 1: Seira and The Legend of Madriva Magical Seira 2: Seira and Abel's Secret Magical Seira 2.5: The Sand Castle Magical Seira 3: Seira and The Destined Farewell
Saya penggemar berat seri Hanafiah, jd bener2 excited pas tau seri ini terbit lagi dan itu tentang Reno, si playboy yg dr dulu bikin saya penasaran. Saat akhirnya mendapatkan novel ini, sedikit bingung juga melihat novelnya yg begitu tipis, tidak sampai 200 hlmn. Boleh dibilang, buku ini tidak memuaskan rasa rindu saya terhadap keluarga Hanafiah, ditambah dengan cara penulisan Mbak Sitta yg kayaknya g all out di sini. Too much lost details. Alurnya berjalan terlalu terburu-buru. Pdhl seharusnya bisa digali lbh dalam lg, terutama dengan konfliknya yg sebenarnya oke punya. Yah, melihat endingnya yg begitu, bolehkah saya berharap bahwa akan ada novel lain khusus buat Reno? Si playboy akhirnya berlabuh di mana? Dan saya juga penasaran abis dengan Nara. Nggak sabar nunggu novel serial keluarga Hanafiah lainnya cetak ulang. Saya mau ngoleksi soalnya.
Update: Review lengkap >> Dunia Mara (Hanafiah #6) by Sitta Karina | Book Review http://dlvr.it/DJCQ84
*** g sabar baca printed book-nya biar bisa di elus-elus :p
update: akhirnya selesai juga, baca ulang dari kapan tau lewat majalah Gogirl! :) emang banyak yg bolong di cerita ini, melihat novella ini adalah intro untuk cerita Reno sendiri, jadi akan ada kelanjutannya. Buku ini lebih bercerita tentang petualang menyingkap sedikit demi sedikit rahasia Sword's Tears dan pertemuan tiga orang pelindungnya; si pembaca mimpi, si penunjuk arah dan dia yang mampu berkomunikasi dengan alam.
makin ke sini ceria hanafiah jadi sedikit berbau fantasy ya, berharapnya sih di cerita Reno kak Sitta lebih banyak membicarakan hubungan Reno dan Mara. kak Sitta sendiri pernah bilang hubungan mereka nggak gampang, melihat Reno adalah salah satu pria hanagiah terplayboy, inginnya akan lebih romantis lagi :D
Mungkin cerita ttg Sword's Tears ini akan berakhir di Nara, yg tau ttg senjata mungil itu, jauh lebih tau.
Ada secuil awal kisah Titanium. Dan meski versi revisi Pesan dari Bintang belum diterbitin, novel ini "ada" setelah buku itu, soalnya Inez dan Nikki udah punya anak! Heheheh.
Terlalu banyak narasi, terlalu banyak penjabaran, tapi tetep suka baca gaya menulis Sitta. Dan yang paling aneh sebenarnya chemistry antara Mara dan Rig. Ayolah, kok sekonyong-konyong gitu sih? Mara juga sedikit ngingetin sama Rome.
Tetep suka sih sama serial Hanafiah ini. Penasaran sama Sword's Tears, tetep!
Saya mengoleksi lengkap serial Hanafiah-nya Sitta Karina Mulai dari Lukisan Hujan sampai Titanium Juga novel lepasnya seperti Kencana, Stila Aria, Rumah cokelat, hingga kumcer-nya yang diterbitkan oleh GPU maupun Terrant Tapi memang saya nggak beli buku fantasynya Sitta, Magical Seira sampai Aerial dengan alasan sederhana, nggak cocok
Lalu saya baca beberapa review tentang Dunia Mara dan jadi skeptis. Tapi tetap bertekad beli karena udah telanjur suka juga sama klan Hanafiah ini Ketika saya baca, yah, dengan berat hati saya mesti bilang, beberapa review itu memang benar Ceritanya lompat jadi bacanya agak bingung Terlalu tipis, walaupun penulis memang sudah menjelaskan kalau ini hanyalah intro Lalu mendapati Dunia Mara ini ada bau-bau fantasynya juga
Saya nggak anti fantasy. Tapi menurut saya, nggak cocok untuk seri Hanafiah yang sejak awal desainnya sepertinya nggak begitu Saya rindu baca cerita Sitta yang bikin saya bermimpi seperti Titanium atau Lukisan Hujan
Tetap nggak akan ragu untuk beli buku Sitta selanjutnya. Semoga novel barunya bisa segera rilis
Saya adalah pembaca Sitta Karina dari sejak saya SMA, yang mana rasanya itu udah bertahun-tahun yang lalu (yes, nggak usah disebut keras-keras: saya emang udah segitu tuanya xD). Saya membaca semua buku Sitta, dari seri kisah keluarga Hanafiah, Seira, sampai apa judulnya itu buku anak SMP yang cover depannya bergambar pantai? (That book not really memorable for me). Walaupun menganggap bahwa kisah keluarga Hanafiah itu terlalu surreal untuk bisa terjadi di dunia nyata, tapi saya tetap dengan setia menantikan kelanjutannya. Hehehe...
Sayangnya, perasaan yang biasanya muncul tiap kali baca serial keluarga Hanafiah, nggak muncul ketika saya membaca Dunia Mara.
Sebenernya nggak ada yang berbeda dengan gaya penulisan Sitta Karina, halus dengan penggunaan diksi yang merupakan ciri khasnya. Namun jalinan ceritanya, menurut saya, flop banget. Saya tahu bahwa Dunia Mara ini pernah menjadi cerita bersambung di majalah GoGirl. Mungkin ketika saya membaca bagian per bagian selama sebulan sekali, nggak akan ada masalah. Namun ketika seluruh bab dibaca terus menerus, hasilnya adalah dahi yang mengernyit dalam sambil membolak-balik halaman sebelumnya berpikir, 'DID I MISS SOMETHING? Kenapa adegannya tiba-tiba begini??'
Dan itu terjadi hampir di sepanjang buku.
Mungkin kalau Mbak Sitta meluangkan waktu untuk menuliskan bridging antara satu bab dengan bab yang lain, saya nggak akan mengernyitkan dahi terlalu sering. Menjelaskan kenapa Mara menjadi sebegitu berartinya untuk Reno, mengelaborasi kisah Mara sewaktu kecil, atau apa pun lah yang bisa membuat plot menjadi lebih halus, nggak jumpy dan nggak berkesan terlalu terburu-buru ingin selesai.
After all, saya masih menantikan buku-buku Sitta yang lain. Tapi untuk yang ini, so sorry I just can give it two stars.
ps. The cover is beautiful, but reminds me of Sylvia Day's books :))))
Awalnya saya agak skeptis dengan novelet ini. Sempat berburu GoGirl waktu itu, karena penasaran, namun (lagi-lagi) karena ditugasin ke daerah yang susah untuk hunting majalah jadinya nggak terkumpul semua. Sempat pula membaca review-review lain, dan saya makin dibuat skeptis hahaha. Tapi setelah membaca Delapan Peri yang keren, saya bertekad membeli novel ini.
Yah, bisa dibilang saya sedikit berekspektasi pada Dunia Mara. Memang sih, ini seakan prolog untuk kisah Reno Hanafiah dan Sword’s Tears. Tapi rasanya semua yang ada di novel ini dituturkan dengan terburu-buru, melompat-lompat. Jadi saya bacanya juga sedikit bingung karena hal-hal yang serba cepat.
Pun, karakter di novelet ini juga tidak menarik bagi saya. Bahkan Reno si Playboy yang selalu menjadi favorit. Mara digambarkan sebagai perpaduan feminim-maskulin, terlihat terlalu sempurna dan membosankan. Penokohan Rig hampir encer. Dan Reno ... well, tidak seperti Reno Hanafiah biasanya.
Jujur saya kecewa sebagai pembaca setia karya-karya SK. Setting Thailand yang bisa dibuat memukau pun hanya menjadi tempelan saja. Sigh.
❝Kenapa Mara? Kenapa tiba-tiba dia? Karena elo ditolong tempo hari?❞ ❝Jangan main-main sama keluarga sendiri.❞ ❝FYI, dia bukan keluarga langsung.❞
Only dead fish go with the flow. Biarkan hidup mengalir, Mara.
Sejak pertama kali berkenalan dengan Keluarga Hanafiah waktu SMA, aku tahu bahwa ini adalah seri yang akan kuikuti meski nggak yang ngebet kubaca dalam waktu cepat (karena aku tahu serinya masih on going dan bukunya masih terus bertambah). Lalu, tahun ini aku akhirnya membaca Dunia Mara yang kubeli di tahun 2020 (yeayy ini masuk entry-ku buat challenge #BabatTBR2024).
Hanafiah yang kita temui di Dunia Mara adalah Moreno Lucien Hanafiah alias Reno Hanafiah, si playboy yang terkenal nggak bisa tenang dengan satu cewek saja. Cuma memang karena judulnya adalah Dunia Mara, yang menjadi fokus di buku ini adalah Mara Syadiran, kerabat jauh (meski nggak jauh-jauh amat, harusnya) Hanafiah.
Oh dan ada juga Kei Kaminari yang sebelumnya muncul di Sakura Emas dalam buku Imaji Terindah!
Buku ini bercerita tentang Mara yang menemukan fakta tentang dirinya sebenarnya, yang jelas nggak bisa membuat dunia Mara setelah ini seolah-olah ikan yang hanya mengikuti arus. Identitas dirinya yang baru dia ketahui jelas akan membuat kehidupannya nggak bisa lagi sepenuhnya tenang. Keberadaan Sword's Tears jadi poin menarik di cerita ini bagi aku yang mengikuti serinya. Aku senang karena ada "cameo" Inez di sini! Pesan dari Bintang masih jadi buku favoritku di seri Hanafiah.
Sayangnya, aku merasa semua terjadi begitu cepat, sungguh sat-set-sat-set. Sepertinya karena buku ini memang tipis dan pernah terbit sebagai cerita bersambung. Ríg nih kayak yang ujug-ujug banget meskipun dia memang jadi salah satu tokoh kunci. Aku belum bisa merasakan chemistry Ríg dan Mara. Karakter Arka menurutku juga masih berasa ngambang. Interaksi Mara dan Reno juga rasanya belum seintens itu untuk membuat Reno tergila-gila pada Mara.
Setelah ini, aku akan menanti kisah Reno sebagaimana selama ini aku percaya akan ada hari di mana Sitta Karina menulis cerita dengan Nara sebagai tokoh utama. After effect membaca cerita para jetset Keluarga Hanafiah tuh emang justru memunculkan perasaan craving for more and more.
Hm, ini mungkin pertama kalinya sama masuk ke dunia Hanafiah, langsung di buku ke-6 nya. Saya tahu novel-novel Sitta Karina sudah dari dulu, tapi baru mulai intens membacanya setelah Magical Seira series. Jadilah saya ngeburu Dunia Mara ini banget, apalagi baca-baca review orang, keluarga Hanafiah itu emang keren banget.
Tapi ternyata ekspektasi saya ngga kejawab, tuh. Mungkin ada hubungannya dari kenekata saya baca dari seri-6, tapi dipikir lagi kalo emang ngga baca dari awal paling cuma ngerasa plot-hole aja. Ini bahkan sampe ngerasa ngga bisa resapi karakternya masing-masing.
1. Mara Dari awal kita dikasih tahu kalo Mara itu ngga mau hidup yang standar. Terus alur melompat dengan konflik pacarnya ilang, ketemu Reno, ketemu Rig, lalu diculik. Untuk apa? Untuk mengukuhkan karakternya yang maunya hidup neko-neko?
2. Reno Awalnya bilang bisnis, lalu cinta, lalu bisnis lagi. Ngakunya playboy, tapi kehilangan jati dirinya sama sekali di depan Mara. Ngga cuma jati diri sebagai playboy Hanafiah, tapi jati diri sebagai seorang pria yang mencintai.
3. Rig Paling ngga ngerti sih. Dateng-dateng ternyata partnernya Mara sebagai penjaga Sword's Tears. Lalu akhirnya beneran. Kasian sih, Reno.
Ini mungkin review yang dikeluarkan murni karena belum mengenal Hanafiah. Plotnya kurang berkembang, dan malah jadi plotless. Karakternya juga. Kalo dibuat lebih runut dan terperinci pasti bisa lebih bagus.
Tapi review yang begini tidak menyurutkan saya untuk mengenal Hanafiah lebih lanjut.
Sudah lama saya tidak membaca buku YA. Saya pun sadar untuk perlu menyesuaikan diri dengan dunia YA yang bersifat escapism, pesan-pesan moral yang cenderung tersurat, dan some things that are very unlikely to happen in the real world. (Tuh kan, gaya bahasa saya jadi campur aduk a la YA Indonesia.)
Banyak penggemar keluarga Hanafiah kecewa karena buku ini terlalu tipis dan Reno yang terkesan cuma jadi pemeran pembantu. Jadi saya rasa perlu juga untuk menyesuaikan ekspektasi, bahwa judulnya saja Dunia Mara, maka tokoh utamanya tentu adalah Mara yang mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi dalam situasinya saat itu: bermula dari hilangnya Arka sang pacar, serta kedatangan Rig, Reno, dan Kei.
(Wow, Mara dikelilingi cowok-cowok keren O.O)
Plot Penulis sudah berupaya sebaik mungkin untuk mengencangkan plot. Saya bisa membayangkan saat Dunia Mara masih diterbitkan dalam bentuk cerita bersambung, plot semacam itu akan membuat pembacanya gregetan buat terus mengikuti. Tapi saya masih bertanya-tanya, tuh Reno ngapain sih di terminal? Kayak nggak ada tempat lain aja yang wajar didatangi crazy rich Asian. Hehehe *peace sign*
Lalu ada bagian yang saya rasa tidak akan saya pahami kalau belum baca cerpen ini yang menceritakan sudut pandang Reno. Terutama bagaimana dia bisa tiba-tiba tahu kalau Mara bukan sepupu dan little affair-nya dengan Trina, si pegawai hotel tempat dia bekerja.
Karakter Saya suka karakternya Reno--although I'm not rooting for him in particular. Seorang crazy rich yang flamboyan dan punya selera kelas tinggi. Sebelas-dua belas sama Inez, ...tapi amoral. Lalu dia berusaha menyangkali perasaannya sendiri setelah sekian lama mempermainkan perempuan-perempuan lain. Tapi jangan ngarep banget dia bakal berubah semudah membalikkan telapak tangan. Selain bukunya tipis dan dia cuma jadi pemeran pembantu, karakter kayak Reno emang butuh waktu dan pelajaran yang benar-benar membekas buat sampai ke tahap itu (PSA buat para pembaca yang suka cerita badboy tobat).
(Saya ikhlas kalau Reno tidak perlu mengikuti jejak Diaz dan Inez buat menikahi rakyat jelata. Membaca cerita bagaimana dia berjodoh dengan sesama crazy rich Asian tapi harus main coquettry game dulu kayaknya lebih asyik. Itu juga salah satu kemenarikan dia kan, yang bikin Chris pengen niru?)
Lalu Mara. Hmm, kesan saya tentangnya biasa saja. Kayak Seira, tapi bisa bela diri. Kayak Bianca, tapi lebih asertif. Sepertinya penulis berusaha meleburkan sifat lembut dan berani dalam satu karakter perempuan. Tidak ada deskripsi yang menonjol tentang penampilan fisiknya juga sih.
Rig juga biasa saja buat saya. Perannya lebih kayak knight in shining armor yang lembut, pengertian ketimbang nekat dan gagah berani.
Narasi Secara umum, saya ngga kesusahan buat masuk ke dunia Mara--pun intended. Ada beberapa bagian yang saya suka dan beberapa lain yang susah buat saya ikuti. Saya suka percakapan antara Reno dan Dirga, soalnya terasa kalau itu bro-talk gitu. Bagian Kei mampir ke mimpinya Mara juga bagus, indah tapi nelangsa.
Bagian yang saya susah ikuti adalah interaksi antara Reno dan Mara. Saya ngerti kalau penulis pengen menggambarkan perasaan keduanya tentang sama lain yang tak terucapkan, tapi sayang pergantiannya antarparagraf kurang halus.
Tema Only dead fish go with the flow. Mara digambarkan sebagai perempuan beranjak dewasa yang agak memberontak dari ekspektasi orang tua kebanyakan. Dari premis itu kemudian dia diantarkan oleh plot pada situasi yang membahayakan di Thailand. Tapi saya merasa korelasi antara 'perempuan yang neko-neko dari ekspektasi masyarakat' dengan 'menjadi korban penculikan oleh orang terdekat di negeri orang' itu cukup jauh(?) Menurut saya si pelaku penculikan tidak perlu bilang "ini akibat perilakumu yang neko-neko". Sial mah sial aja.
Daripada menggunakan kata sifat 'neko-neko', mungkin akan lebih baik jika penulis menggunakan kata sifat 'nekat', ya? Ngga harus membuat karakter Mara jadi adrenaline junkie sih. Tiap kali dia menyaksikan aksi kriminal atau melihat pacarnya di keramaian yang sudah dia cari-cari setengah mati, dia tidak ragu menempatkan dirinya dalam situasi beresiko hingga dia mendapat akibat yang mustahil dia tangani seorang diri. Nah, dengan begitu maka pesan ibunya yang menimbulkan konflik batin Mara akan terasa lebih signifikan.
Dunia Mara ini selalu ngikutin ceritanya sejak zaman terbit di majalah Gogirl waktu masih SMA. Sampai dibukukan tuh aku langsung beli karena saking sukanya sama Mara yang badass bin manusiawi. Apalagi ini masuk seri Hanafiah 6, jadi berada di antara Seluas Langit Biru dan Titanium.
Gaya nulisnya Kak Sitta di buku ini mengalami banyak perkembangan dari buku-buku sebelumnya. Semua penggambaran latar dan sifat para tokohnya tuh narasinya mengalir sekaligus melebur. Dialognya pun seimbang, sudah menggambarkan bagaimana sifat para tokoh. Porsi telling sama showingnya seimbang deh.
Cuma nih yang kurang suka tuh terlalu banyak tiba-tiba tanpa ada narasi di beberapa bagian. Terutama adegan pesta sama menjelang akhir nasib si Mara. Eh buset kapan itu tiba-tiba dia dipegangin dari belakang? Terus nasibnya Rig di mana waktu adegan bahaya itu?
Selain itu, bagi yang nggak ngikutin bagian Hanafiah dari awal pasti bakal kesulitan tentang hubungan sword tears dan para tokohnya. Nah, bagi saya yang sudah hafal dengan cerita model plot beda dengan konflik nyambung ala Marvel Cinematic Universe sih, nggak masalah. Cuma kalau yang lain nggak tahu sih hehe.
Tapi tetap, Kak Sitta adalah salah satu pengarang paling berpengaruh dalam hidup saya dan karir menulis.
Semangat nulis selalu Kak Sitta. Aku tunggu kisah Hanafiah berikutnya.
Sebenarnya sudah punya novel ini dari awal terbit. Dulu waktu baca lupa endingnya gimana, yang keingat kalau endingnya mengecewakan. Sampai akhirnya reread dan ternyata benar dong. Haaaa (helaan nafas panjang). Lantas Reno gimana? Sama siapa? Aseli penasaran. Mudah-mudahan secepatnya ya ada cerita tentang doi. Walaupun endingnya mengecewakan tapi saya tetap terharu dengan penulisnya. Semua penulis di dunia ini saya terharu dan iri. Karena mereka bisa merangkai kata demi kata jadi suatu tulisan, saya tau persis itu ga mudah. Jadi bintang 4 sebagai apresiasi untuk tulisannya.
akhirnya selesai membaca cerita mara, reno dan rig. membaca ini tidak seenak membaca lukisan hujan (still my fav one). ada beberapa penggunaan kalimat yang membuatku tidak sreg:) kupikir hubungan rig dan mara itu terlalu cepat (mungkin faktor halaman bukunya yang cukup singkat) dan masih belum bisa merasakan chemistry diantara mereka:) setelah baca ini, ku jadi penasaran sama sword's tears. wth is that?
This entire review has been hidden because of spoilers.
Konfliknya memang kurang greget dan terkesan cepat alurnya seperti dipaksa untuk segera ending. Yang bikin aku agak bertanya-tanya bagaimana Mara bisa dengan cowok ini sedangkan screentime mereka di buku dikit banget narasinya. Baru akhir² aja mereka mulai banyak.
So far sih aku masih selalu suka dengan gaya bahasa kak Sitta sih. Dan sayangnya aku baru tahu ini seri Hanafiah yang ke 6. Soalnya dulu waktu aku beli ini keluar lebih dulu
selerti biasa, penulisan sitta bisa bkin kita merasa masuk ke dlm ceritanya. walau terkadang kaya lompat" gitu waktu dan tempat diceritanya. tapi novela ini, maksudnya apaaa?!!! kenapa tiba" jd cerita fantasi dan endingnya tiba" jadi begitu? terus gmn kelanjutannya? astaga ku ingin mengumpat 😂
Asmaradana Sekartaji Syadiran. Gadis yatim piatu yang memiliki 2 hobi yang bertolak belakang. Merangkai bunga dan bela diri. Mara dididik untuk hidup ideal yaitu lulus, cari kerja, dan menikah. Namun Mara memiliki rasa penasaran tinggi dan memiliki mimpi untuk membuka usaha toko bunga sendiri yang bertolak belakang dengan keinginan ibu.
Kehidupan Mara yang lurus lurus itu terganggu saat ia mengingat bahwa pacarnya, Arka sudah jarang menghubunginya lagi. Mara mencari cari informasi untuk menemukan Arka dan ingin tahu kemana saja Arka belakangan ini dan kenapa tiba tiba menghilang begitu saja. 18 nomer teman Arka sudah Mara coba untuk mendapat informasi tentang Arka. Tapi pada akhirnya, Mara tidak mendapatkan apa apa. Hanya sekeping informasi yang ia dapat dari Enzo - salah satu teman satu cliquenya- yang mengatakan bahwa Arka ke Thailand.
Mara sedang menjelajah tanpa arah yang jelas siang itu. Dan memutuskan akan duduk duduk saja di salah satu Taman kesukaanya, Taman Chitrakala. Tanpa disadari Mara, ia tiba tiba oleng dan menubruk seorang pria berjas. Beberapa detik setelahnya, Mara menyadari bahwa dia terkepung oleh 4 pria bertubuh kekar bersama pria berjas itu. Mara mencoba mengingat ingat jurus bela diri dan melayangkan jurus paling ampuh kepada dua orang lawannya yaitu menendang bagian selangkangannya. Mara dan pria berjas Armani itu berhasil melumpuhkan lawan lawannya dan berhasil melarikan diri. Mara memperhatikan pria berjas Armani yang sepertinya Mara kenali. Pria berjas Armani itu Moreno Hanafiah.
Setibanya di rumah, Mara mendapati Dirga Hanafiah sedang menunggunya di teras rumah. Rupanya Dirga meminta Mara untuk membantu proyek Dirga berikutnya yaitu dengan menjadi model pemotretan sekaligus menjadi Ambassador Hotel Shailendra The White House. Hotel baru yang merupakan milik keluarga Hanafiah, tepatnya Reno Hanafiah.
Pikiran Mara tidak bisa lepas dari rasa penasaran dan keingintahuan tentang keberadaaan Arka. Mara memutuskan untuk pergi ke tempat dimana-yang menurut informasi- merupakan tempat tinggal Arka, Ibu dan suami barunya. Namun yang disana yang dia temui bukanlah Arka, melainkan seorang pria brunette bernama Rig (yang juga pernah bertemu dan membantu Mara dulu) dan memperingati Mara untuk menjauh dari Arka.
Dengan semua kepenatan di Jakarta, Mara memutuskan untuk berlibur sesaat dan juga melihat Flower Season Festival di Thailand. Namun yang terjadi di Thailand malah membuat Mara semakin dekat dengan bahaya. Arka yang selama ini menjadi pacarnya, ternyata tidak seperti yang selama ini dikenalnya. Arka menculiknya dan hendak menjualnya kepada salah seorang jetset di Thailand. Selama diculik, sedikit demi sedikit Mara mengetahu kepingan kepingan masa lalunya. Ditengah tengah keputusasaan Mara untuk membebaskan diri dari Arka. Rig dan Reno berupaya untuk menyelamatkan Mara. Kedatangan Rig untuk menyelamatkan Mara malah membuat dirinya disekap juga. Mendapatkan momen berdua bersama Rig membuat Mara semakin mengetahui siapa dirinya. Pada detik detik terakhir, Mara mengetahui bahwa dia memiliki kekuatan yang tidak pernah ia tahu.
Akhirnya, review pertama saya dalam Bahasa Indonesia! Kangen sekali menulis dengan bahasa negara sendiri. Bukannya bagaimana, tapi jujur sejak saya berjanji untuk belajar Bahasa Inggris secara otodidak, saya jadi sejenak (baca: lama sekali) lupa untuk menggunakan Bahasa Indonesia. Jangan ditiru ya.
Sepertinya sudah hampir 2 tahun lamanya saya tidak membaca buku Sitta Karina yang masih bau segar toko buku. Adalah Titanium, karya lain--juga tentang salah satu anggota keluarga Hanafiah--pengarang yang juga dipanggil "Arie" itu, sekitar 4 bulan lalu, saat saya sedang ingin rasanya lari dari kenyataan harus menyelesaikan draf publikasi penelitian tugas akhir.
Saya masih ingat bahwa dulu saya sempat tidak suka dengan seri Hanafiah ini. Saya utarakan pendapat saya langsung ke sang pengarang. Betul saja, seperti yang saya duga ia menyambutnya dengan terbuka. Ia tahu bahwa pembacanya bukan hanya yang datang dari kelas menengah ke atas, tapi tentunya bagian dari kelas menengah biasa sampai ke bawah, dimana saya menjadi bagiannya.
Kala itu saya tidak suka dengan banyak seliweran nama-nama merek produk ternama. Seolah-olah yang hidup di Jakarta hanya orang-orang yang mempedulikan merek baju dan motif kotak-kotak khas Burberry.
Saya yang sangat naif saat itu belum tahu kalau Sitta Karina ini adalah seorang penggemar fesyen. Tidak munafik, walau saya keberatan dengan ide penyebutan merek produk itu, saya masih tetap mengikuti (baca: tergila-gila) kisah para Hanafiah.
Tepatnya adalah Pesan dari Bintang yang membuat saya tersadar bahwa atribut-atribut kisah Hanafiah--merek baju dan kroco-kroconya yang lain itu--adalah penting. Memang Sitta sengaja libatkan mereka agar kisah Hanafiah--keluarga jet set Jakarta--lebih hidup.
"Namanya juga fiksi," begitu yang mampir di benak saya suatu hari. "Di fiksi apa saja ada. Sampai plot tentang keluarga jet set Jakarta yang mengejar-ngejar suatu harta karun yang terdengar mustahil ada."
Ya, kali ini di Dunia Mara, seperti di Putri Hujan & Ksatria Malam, saya kembali disuguhkan plot romansa yang tidak biasa. Saya kira kali ini saya bisa kembali membaca takdir kisah cinta dari salah satu karakter Hanafiah, yaitu Moreno (Reno). Tampaknya belum. Masih belum.
Well, walaupun saya sempat kecewa, tapi akhirnya buku ini selesai juga saya baca. What a quick read. Walaupun begitu, secara keseluruhan Dunia Mara cukup menghibur saya yang tidak langganan majalah CosmoGirl! ini (karena pada dasarnya buku itu adalah kumpulan dari cerita bersambung).
Salut untuk Sitta Karina yang bisa kembali memberikan kisah cinta yang tidak biasa. Ditunggu kisah Hanafiah yang berikutnya!
Banyak yang membingungkan, sorry to say, jadi enggak selera bacanya. At first, I thought to myself to give it a try, the book. Considering my reading mood was referring to some story with a character like Reno, I spared some time to start reading. It really was a hard struggle to keep turning page by page.
I have a quite strong resistance against Sitta's female characters so far, and it happened again. I was hoping she wouldn't exaggerate the perfection of her character, but wrong. Mara was described as a young woman who is strong, brave, and "different from other young women her age". I found her lacking weaknesses that would make her a genuine character, a relate-able one. It was like, "gosh, she's so perfect I can't even relate." while reading her parts. But then this is a personal opinion.
The real annoying things in this book are: 1. Di halaman 13 disebutkan umur Mara hampir 22 tahun, sedangkan di halaman 69 disebutkan bahwa dia akan berumur 20 tahun, tahun depan. (Ini gue yang salah baca atau..?)
2. Di halaman 153, Arka mencoba buat bunuh Mara.. I mean, what the heck, tadi katanya Arka butuh Mara hidup-hidup untuk dijual? Katanya butuh Mara 'tak tersentuh'? .__.
3. I got sick with every description of the characters that are described too flattering in an unsuitable timing. Contoh: halaman 156, "Raut tampan dan rahang kerasnya yang cocok jadi figur tentara di film perang menunjukkan ia sangat kelelahan." Please, it doesn't feel like it fits the situation. Agak terlalu berlebihan rasanya. Seperti, si penulis ingin sekali pembacanya 'nangkep' persis seperti apa ekspresi dan 'keadaan' wajah Rig. Yang ada malah nangkep gantengnya bukan nelangsanya. Contoh kedua: halaman 157, "Tawa Rig lemah, namun tetap renyah." Nggak bisa bayangin kayak gimana. Pentingkah, perlukah kita 'diingatkan' bagaimanapun juga Rig tetap memesona ketawanya walaupun babak belur? And anyway, tertawa renyah itu kayak gimana sih? Contoh ketiga: halaman 176, "Rig membenamkan sebagian wajahnya pada rambut gadis itu, menghirup samar-samar paduan aroma stroberi, mawar, dan sedikit mint..." Memangnya kalau sudah nggak mandi sekitar dua hari (atau sekian hari, kurang dijelaskan) dan nggak keramas, keringetan, dikurung di kelembapan begitu masih kecium wangi shamponya ya? Setau saya rambut jadi bau minyak rambut. Agak nggak masuk akal menurut saya.
Too much fantasy, Mbak Arie. Too much. Jadi seperti lagi baca Aerial dan Magical Seira versi keluarga Hanafiah, belum lagi romance-nya yang hanya ada sedikit.
Walaupun begitu, aku suka banget dengan ending dari novelette ini - realistis dan enggak bisa diduga. If you're a fan of alternative happy endings, I guarantee you'll love it. Dari segi penulisan, entah kenapa cerita yang satu ini less-snobbish daripada novel-novel Hanafiah lainnya - mungkin karena tokoh utamanya, Mara, diceritakan sederhana kali ya. Sayang alurnya cenderung terburu-buru dan banyak hal-hal yang ngebosenin. Reno yang seharusnya jadi salah-satu tokoh utama malah jarang muncul (atau ini perasaan aku aja ya? jujur aja aku bacanya skipping sih, habisnya bosan), dan ada hal-hal penting yang malah enggak diceritain. Kayak latar-belakang Mara pas masih bayi, siapa Kakek Anders, gimana bisa dia nyasar ke Norwegia padahal dia orang Indonesia, dan semacamnya (CMIIW, takutnya ada yang ketinggalan, enggak kebaca).
Yang jadi pertanyaan, kenapa Sitta Karina tiba-tiba merubah genre cerita Hanafiah jadi fantasy begini? Menurut aku drama young-adult seperti novel-novel sebelumnya lebih menarik, karena jadinya aneh ngebayangin keluarga Hanafiah yang tiba-tiba punya kekuatan super power (walaupun yang punya kekuatan itu bukan Hanafiah nya, sih, dan kita tahu sendiri memang ada anggota Hanafiah yang ajaib seperti Sigra. Eh, bener Sigra, kan? Lupa!). Mungkin kalau novelette ini hanya sekadar side story dan bukan termasuk kedalam seri Hanafiah, sisi fantasy-nya bisa lebih mudah diterima otak, tapi ini termasuk kisah Hanafiah toh?
Overall, nilainya 3.10 deh. Tambahan .10 buat endingnya yang menyenangkan (at least buat aku), buat Mara yang jago bela diri, dan buat tanda tangan Mbak Sitta Karina yang ada di setiap cetakan pertama bukunya!
Saya suka sekali bagaimana Sitta Karina membentuk banyak karakter yang kuat sekali dan mengenalkan mereka satu per satu dari mulai buku yang pertama, sehingga pembaca atau saya sendiri merasa mengenal karakter yang diceritakan di buku ini. Tapi, karena pembaca terlanjur mengenal sang karakter, hal itu membentuk sebuah ekspektasi dan ekspektasi adalah poin yang cukup kuat untuk membuat saya sedikit tidak nyaman saat membaca buku pada bagian tengahnya, dan sedikit kecewa di bagian terakhirnya. Tapi justru itu yang membuat sang penulis hebat, karena dia mengatur dan mengarahkan perasaan pembaca.
Hanafiah-family concept was probably what get me hooked from the first time I read Seluas Langit Biru. Sitta Karina is the first Indonesian writer that had come up with a such unique, yet brilliant idea of making an alternate world in which that such family exists and made stories from that. The said idea had to be executed well if she wanted to make her idea not go wasted. And quite relievingly, she did it so well that Hanafiah (the boys particularly) captivated so many of teenage-girls ;)
Being all hyped up, I bought this book with a high expectation (this is Reno--yes that Moreno Lucien!--'s story!). But I have to say that I was quite disappointed. I know it was just a novella, but there was part in which the story was made hanging. It just wasn't as cohesive as the precedences were. But still, this is Moreno's story I'm talking about. Although the plot isn't too well-described (especially the part in which Reno's starting to like Mara. Being a womanizer that we all know Reno is, but still he won't go head over heels over her with only her saving his life and leaving him to face his scary Grandma all alone, right?), the characterization is done so overwhelmingly pretty that I love every single character of Sitta's books :-)
But please. I bought this novella to see that womanizer experiencing THE emotional turmoil. I think that point is one of many things Sitta could have dug deeper and described more elaborately so that the tension has some time to develop! But I'm on your boat forever, Sitta! Way to go to finish all Hanafiahs stories! :-)
Sebenernya, cerita ini adalah awal mula saya kenalan sm the famous Hanafiah clan. Sebenernya udah tau soal Hanafiah2 ini sejak lama sih, sempet pengen baca buku2nya jg dulu pas happening2nya jaman SMA, tp apa daya duit nggak punya, baca buku pun bisanya minjem, terkuburlah keinginan berkenalan dengan klan fiktif paling terkenal se-Indonesia ini.
Years later, kenalan sama Hanafiah pertama saya (Reno) melalui cerbung ini yg dimuat di majalah GoGirl! Ternyata tipikal sih ya, keluarga kaya dari lahir yg punya Indonesia, muda, cakep, tajir, dst dst. Blablabla.
Soal buku ini, sebenernya sy agak berharap si Sword's Tears diulas lebih dalam, bukannya sekedar obrolan sambil lalu yg antara ada dan tiada. Tp mungkin krn aslinya cerita ini adalah cerbung yg punya maximum page amount, agak sulit untuk mengulas air mata pedang lebih dalam tanpa mengurangi unsur romansa2an yg jd titik berat cerita. However, walopun cerita aslinya cuma cerbung, tp kl naik cetak jadi novella, kan bisa dirombak lagi, diperdalam ceritanya. Karena somehow, cerita ini terkesan agak maksa.
Berhubung sy baru baca 2 buku saja dari seri ini, buku ini dan Lukisan Hujan (old version), sy cuma bisa ngereview berdasarkan kedua buku saja. Tetapi setidaknya buku ini ditulis dengan jauh lebih dewasa dibandingkan dg Lukisan Hujan.
Sy menemukan kata aneh di sini, impuls? Maksudnya apa ya? Mungkin maksudnya impulsif / spontan, kl melihat keseluruhan kalimatnya. Kata yg tidak tepat guna dan aneh.
Overall, lumayan buat bacaan ringan asal ekspektasinya ga terlalu tinggi.
I just bought it and finished it on the same day. It may seem short, but i think this book is actually more exciting and i just kept on going reading this. The book itself is short, only 190 pages, not the usual 300 to 400 pages like other hanafiah's book. The storyline was amazing, the characters are also amazing, and there's this part that relate to other books in this series, especially, Putri Hujan dan Ksatria Malam and Titanium (this is actually the begining of Titanium). I love the cover and the physical form of the book. Unlike other hanafiah series books, this was published not by terrantbooks but by literati. It may seem different, judging by the storyline, from other book in this series but, never judge a book by its cover. This one, is definitely a must read.
What I love about Sitta Karina's book is how she almost always manage to make me feel like I've know a lot about the characters. Like how Aki (Imaji Terindah) wants to drive her dream car, or how Sisy (Lukisan Hujan) loves cooking. I think I expect to know a little bit more about Reno and Mara by reading the book, after all who doesn't after his on and off appearance on the previous books.
But to my surprise, the book doesnt really tell about them and instead jump into the myth about Sword's Tears. I think, there's too much to tell in so little pages that I don't get about Arka-Reno, Mara herself, and why Sword's Tears in Reno's strory while it has always been Nara's part. Some parts even makes me question why the title is Dunia Mara while it wasn't (in my opinion) her world.
I do miss Sitta Karina's romance story that usually comes with a bit twist of fantasy. I think we just need more pages to have a bigger picture about the whole adventure of Mara.
Mara, Gadis cantik, jago bela diri, dan perangkai bunga. Paduan ketrampilan maskulin dan feminim yang kontras.
Apakah cerita ini bersambung? karena dunia mara tiba-tiba terputus begitu saja setelah mara menemukan jatidirinya dengan perjalanan cukup rumit, jungkir balik dan hampir mati.
Dari mergokin maling dirumahnya, berantem di terminal, kegalauan pada pasangan hidup yang membosankan, di khianati cinta, cinta berbelah berapa yaa?..Moreno, si bule norwegia, arka...
Well...apa setiap lelaki ketemu mara berpotensi jatuh hati? *setelah ini mo cari kisah yang berbeda lah...*
ternyata mara memang bukan manusia biasa... dan tidak sendiri mereka BERTIGA!
tapi untuk apa? misinya apa?
eh...cerita berakhir begitu saja...dengan percintaan dengan si bule norwegia... trus...temen yang satu lagi...perannya tukang geplak nyamuk doank? membantu menemukan mara...dah itu dibuang...
I've almost read all Hanafiah series, and this one was-sorry to say-quite dissapointing. Seperti review dari beberapa pembaca sebelumnya di Goodreads, saya setuju jika alur dalam buku ini terlalu, terlalu cepat. banyak spot yang seharusnya bisa dikembangkan lebih detail. Sepertinya tidak masalah jika buku ini dibuat setebal seri Lukisan Hujan, jika pembaca dapat dipuaskan dengan detail (well, I'm not alone in this, am I, guys?). Saya sering kali harus membaca halaman sebelumnya untuk memastikan tidak ada yang terlewat. Berbeda dari buku sebelumnya, di sini kita tidak akan menemukan kesalahan penulisan, maka kita bisa berkonsentrasi di alur cerita. Untuk yang akan membaca, please keep telling yourself, "Did I miss something?" by reading this, so you could possibly focus on the plot. But after all, melihat The Great Handsome Moreno Hanafiah panik untuk seorang perempuan, brings absolute joyfull to your heart.
Saya sebenernya mau baca ulang seri Hanafiah dari awal, berhubung Lukisan Hujan ada edisi revisi, tapi sepertinya susah sekali cari buku lama Mbak Sitta. So, here we go.
Saya memang belum pernah baca seri ini sejak keluar pertama kali jaman saya SMA, tapi entah karena apa, saya kurang menikmati membacanya. Seperti ada beberapa yang 'bolong'. Saya meninggalkan buku ini dua minggu lebih di rak buku sampai semalam saya tuntaskan.
Saya menyukai karakter Reno, juga Mara. Entah apakah diseri lain akan lebih dijelaskan tentang Sword's Tears karena saya baru baca sekitar 4 buku dari keseluruhan seri Hanafiah, dan ini membuat saya sedikit bingung (mungkin salah satu alasan kuat saya meninggalkan buku ini begitu lama).
Over all, saya selalu menyukai gaya penulisan Mbak Sitta, sejak 7 aun yang lalu saya memulai membaca karya nya. Saya tunggu buku-buku berikutnya (terutama seri Hanafiah yang akan dicetak ulang).
Tapi sayangnya ini tidak begitu membekas bagi saya. Mungkin karena memang target pembacanya untuk remaja. Semuanya terasa begitu sempurna dan mudah untuk Asmaradana Sekartaji Syadiran. Jago taekwondo, jago merangkai bunga, cantik, pemberani, dicintai Moreno Hanafiah, sekaligus mematahkan hatinya.
Seperti ada yang menggantung ketika selesai membaca Dunia Mara, ada hal-hal yang perlu diberi penjelasan lebih seperti kelanjutan hubungan Kei, Mara, dan Rig, kisah masa lalu Mara, dan mengapa mantan pacar Mara menjadi begitu berubah. Motif apa yang mendorong Arka melakukan hal sedemikian dinginnya?
Ah, terkadang saya merindukan excitement yang sama seperti ketika membaca Pesan dari Bintang dan Seluas Langit Biru.
Untuk itu, saya beri Dunia Mara, 3 dari 5 bintang.
Mengecewakan. Entah bukunya atau saya yang berekspetasi terlalu tinggi pada kisah #hanafiah selanjutnya. Dan faktanya Dunia Mara bukan tentang Reno Hanafiah, tapi tentang Mara Syadiran yang kebetulan melibatkan Reno Hanafiah di dalamnya. Well, Syadiran juga Hanafiah tapi tetap saja. Membosankan. Saya membaca lima chapter pertama dan sama sekali tidak menemukan sesuatu yang membuat penasaran atau mengikat. Pada akhirnya, hanya sekedar membaca tanpa terbawa plot cerita. Bagian awal buku saya bahkan mengatakan, "I don't buy that kind of that drama anymore" alias sudah tertebak ceritanya. Tapi klimaksnya bolehlah. Melalui akun twitternya, Sitta Karina mengatakan bahwa Dunia Mara merupakan intro dan kisahnya belum selesai. Semoga saja isi buku selanjutnya menjanjikan, tapi sepertinya saya akan mencari review orang-orang dulu baru membacanya sendiri.
Reno is my all time favorite character ever since Lukisan Hujan. I wasn't going to read Dunia Mara because I'm worried that my imagination of Reno will be ruined. So I actually took a long time to decide whether I'll read it or not, although I've read all Hanafiah's books.
After I finished it, I have a complicated feelings about it. I love Reno characterization, really really love it. But I don't like Mara. So I was actually really glad when Reno didn't end up with Mara. Not everyone is made to love one person in their life, and Reno is one of them. I want to see Reno as a free person, he might love one or two people in his life, but he can't settledown.
for the story overall, I think the story is pretty good. although it's typical Sitta Karina's. I don't know if it's a good or bad thing. it's good, but it's not better than her other books.
Kok Dunia Mara beda banget dengan seri hanafiah lainnya ya. Kecewa. Novel ini jadi lebih mirip cerita Magical Seira deh, bukannya Hanafiah. Pas baca novel ini, saya nggak dapet rasa "greget" nya sama sekali. Nggak kayak waktu saya baca seri hanafiah lainnya. Selain itu saya agak pusing baca novel ini. POV nya terlalu banyak mungkin ya. Ceritanya juga melompat-lompat, buat saya ngebatin "loh kok tiba-tiba gini? Gue kelewatan baca apa ya?" tiap kali baca. Saya sampai bolak-balik halaman karena ngira saya kelewatan baca. Satu lagi yang buat saya kecewa dari novel ini, kok lebih ceritain Rig daripada Reno sih? Sebenarnya ini cerita tentang Reno atau Rig deh? Di sinopsis sih tentang Reno, tapi kok isi novelnya lebih tentang Rig ya? Saya ngarep Sitta Karina mau ngebuat novel yang bener-bener TENTANG RENO suatu saat nanti. (Walaupun sebenernya ragu bakalan dibuat)