Jump to ratings and reviews
Rate this book

Soeka-doeka di Djawa Tempoe Doeloe

Rate this book
Mempelajari kebudayaan masa lalu tidak harus dengan berkutat di perpustakaan ditemani buku-buku tebal berdebu. Kartu pos bias mengenalkan kekayaan tradisi masa silam dengan cara yang ringan dan menyenangkan. Kartu pos yang terbuat dari foto-foto menarik di masanya merekam sejarah-sejarah kecil yang kerap dianggap remeh-temeh.

Di antaranya sebut saja busana pengantin, perhiasan yang dipakai, kesenian yang sekarang sudah punah, permainan tradisional yang hampir terlupakan, hingga tata cara pemakaman yang sudah tidak dilakukan lagi di zaman modern ini. Olivier Johannes Raap, kolektor ribuan benda antik Indonesia, bersama 140 lebih koleksi kartu posnya, disertai penjelasan-penjelasan informatif, mengajak pembaca buku ini kembali ke satu abad silam untuk menyaksikan suka-duka di Jawa tempo dulu.

198 pages, Paperback

First published January 1, 2013

5 people are currently reading
56 people want to read

About the author

Olivier Johannes Raap

5 books3 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
22 (30%)
4 stars
29 (40%)
3 stars
19 (26%)
2 stars
1 (1%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 18 of 18 reviews
Profile Image for Marina.
2,033 reviews356 followers
April 28, 2016
** Books 105 - 2016 **

3,3 dari 5 bintang!

Buku ini berisikan tentang kartu-kartu pos yang dikoleksi oleh Olivier Johannes Raap yang dibagi menjadi 10 kelompok yaitu Cantik & Tampan, Pernikahan, Keluarga Bahagia, Anak & Pendidikan, Si Kaya & si Miskin, Kesenian, Perayaan, Permainan, Manusia & Hewan, Pemakaman. Masing-masing kartu pos disertai kapan tahun terbitnya, lokasi, siapa fotografernya, penerbit, serta deskripsi singkat tentang yang tampak dalam kartu pos tersebut.

Di awal buku kita diantar oleh penulisnya untuk mengetahui dahulu sejarah kartu pos, bagaimana menilai usia kartu pos, teknik fotografi yang digunakan membuat buku ini menjadi menarik karena kita menjelajahi Djawa jaman dahulu dengan penafsiran dari gambar di depan kartu posnya.. Disini pun kita diberikan informasi bahwa kartu pos pertama di Indonesia terbit pada tahun 1874 oleh pemerintah Hindia Belanda dengan ukuran 9x12 cm, tanpa adanya gambar, dimana satu sisi untuk menulis surat lalu sisi lainnya untuk menulis alamat dengan perangko yang sudha tercetak disananya. Kartu pos bergambar sendiri baru muncul pada tahun 1890-an dan para pengirim harus menempelkan perangko sendiri

Kartu pos favorit saya?

1. Wayang Topeng (Halaman 107)Saya merasa malu sebagai keturunan orang Madura tapi bahkan saya tidak mengenal adanya wayang topeng di Madura sebelumnya. Pemain menggunakan topeng Madura mirip topeng yang dipakai di Malang dan daerah Jawa Timur namun topeng Madura diikat dibelakang kepala sedangkan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dipakai dengan cara digigit. Ciri khas topeng Madura adalah wajah yang sempit dan bagian atas yang dipenuhi ornamen. para senimannya mengenakan busana khas, kaos kaki, gelang kaki. Warna topeng mencerminkan karajter tokoh putih berrati baik dan gelap berarti jahat. Seniman wayang topeng umumnya membawakan cerita Ramayana dan Mahabharata yang diadaptasi dari India.

2. Komedi Benggala (Halaman 118)
Saya juga bahkan baru tahu ada yang namanya Komedi Benggal di tahun 1912 yang berupa kelompok sandiwara yang membawakan cerita-cerita dari India. Benggala sendiri terletak di India bagian Timur. Mereka cepat terkenal karena kostumnya sangat berbeda dengan grup lokal yang masih didominasi ornamen tradisional dan pewangan. sandiwara ini tumbuh subur pada abad akhir ke-19

3. Hari Raya Pehcun (Halaman 137)
Selama saya tinggal di Jakarta bahkan gak pernah mendengar adanya hari raya ini. Dalam bahasa Hokkian, pehcun berarti mendayung (peh) perahu (cun). Hari Raya Pehcun jatuh pada tanggal kelima bulan kelima Imlek yang merupakan acara peringatan hari kematian Qu Yuan (343-278 SM) seorang Tokoh Tiongkok yang menurut legenda terjun ke sungai dan tenggelam. Pehcun dirayakan oleh komunitas Tionghoa dengan antara lain makan Bakcang dan berperahu di kali memakai perahu naga sekitar tahun 1910

4. Hari Raya Cioko (Halaman 138)
Festival Cioko (Hantu kelaparan) adalah festival Tionghoa yang jatuh pad atanggal 15 bulan 7 Imlek. Di bulan ketujuh pintu alam baka terbuka dan para hantu bisa dengan leluasa mengunjungi dunia manusia. Sebuah panggung dengan tinggi kurang lebih 3 meter didirikan di halaman klenteng. Berbagai jenis makanan ditaruh diatasnya sebagai sajian kepada arwah para leluhur. Arwah orang mati berebutan untuk menyantapnya dan nantinya hidangan akan diperebutkan masyarakat miskin setempat.

Selain itu untuk permainan tradisional sendiri saya dibuat takjub dengan fakta permainan yang saya sering mainkan sejak kecil seperti permainan Buta-butaan, slepdur/ular naga, balap karung, congklak sudah ada sekitar tahun 1910 dan saya memainkannya pada 85 tahun kemudian di sekolah bersama teman-teman SD >__<

Kenapa beberapa kartu pos diatas menjadi favorit saya? Saya yang lahir di akhir tahun 90-an tidak pernah merasa mengenal adanya festival atau perayaan itu di Jakarta yang mirisnya pasti budaya tersebut sudah musnah dan lenyap tidak berbekas sehingga hal itu semua menjadi menarik untuk kita ketahui :)

Terimakasih Perpustakaan Kemendikbud untuk peminjaman bukunya


Profile Image for Sejutaluka.
64 reviews9 followers
October 7, 2022
Mengintip #IndonesiaEraKolonial sesuai tema #BacaBukuSejarahBareng bulan ini nyatanya tak perlu mencari buku yg 'berat'.
Salah satu dari 5 buku Johannes Raap yg memuat koleksi kartu pos beliau ini cukup membantu kita melengkapi gambaran visual tentang kehidupan di jawa pada masa kolonial.
Oh iya, buku ini bisa dibaca di Gramdig dan iPusnas.
Bab awal Raap mengenalkan kita tentang sejarah kartu pos. Kartu pos generasi pertama di Indonesia diterbitkan tahun 1874 oleh pos negara, yaitu pemerintah Hindia Belanda.
Berukuran 9x12 cm, awalnya kartu pos tidak dilengkapi gambar.
Satu sisi kosong digunakan untuk menulis surat, sementara baliknya dipakai untuk menulis alamat penerima dan dan prangko. Harga kartu pos sudah termasuk biaya pengirimannya.
Baru pada sekitar tahun 1890-an penerbit2 swasta yg tidak berhubungan dengan pos negara mulai mencetak kartu pos bergambar.
Kartu pos yg diproduksi penerbit swasta ini tujuannya hanyalah mencari keuntungan, bukan sebagai medium propaganda atau politik.
Menyelami sejarah kartu pos di Hindia Belanda ternyata juga menyinggung kisah fotografer tenar pada saat itu. Semisal, Thilly Weissenborn (1889-1964), Kassian Céphas (1844-1912) dan Sem Céphas (1870-1918). Beberapa kisah dari mereka disinggung di buku ini.
Raaf menyusun koleksi kartu posnya di buku ini berdasarkan tema yang dia bagi menjadi: Cantik & Tampan, Pernikahan, Keluarga Bahagia, Anak & Pendidikan, SI Kaya & Si Miskin, Kesenian, Perayaan, Permainan, Manusia & Hewan serta diakhiri dengan tema Pemakaman.
Masing-masing kartu pos diberikan narasi serta data tahun, judul dan penerbitnya, seperti tangkapan layar berikut ini.
Total ada sekitar 147 kartu pos yang ditampilkan dan diberikan narasi oleh Raap pada buku ini. Sebagian besar masih hitam putih, ada juga yg berwarna. Uniknya pemberian warna pada tahun segitu masih dilakukan secara manual.
Melihat data teknis fisik buku ini ternyata seukuran coffe table book, ya cukup besar dengan cover yg tebal.
Raap menerbitkan 5 judul buku pd seri buku kartu pos ini.
Betul-betul suatu koleksi yang sangat berharga. Sayangnya agak sulit mencari versi cetaknya, sudah agak langka.
Kalaupun ada mungkin harganya lumayan tinggi.
~end~
Profile Image for Avif Aulia.
60 reviews4 followers
July 23, 2025
Buku menarik yang saya baca di 2020. Terlambat sekali memang. Dibandingkan tiga buku lainnya (Kota di Djawa, Pekerja di Djawa, dan Sepoer Oeap di Djawa), buku ini adalah satu-satunya yang saya punya dan saya sukai. Mungkin karena pembahasannya lebih berwarna: Pernikahan, pendidikan, kesenian, permainan, sampai pemakaman tempo doloe.
Profile Image for Nurul Inayah.
118 reviews12 followers
July 26, 2017
Nggak habis pikir, ada ya orang yang punya ketertarikan sangat tinggi terhadap kartu pos seperti penulis. Saya bersyukur bisa menemukan buku ini. Rasanya seperti disuguhi camilan mahal yang rasanya super enak.
Sebagai Orang Jawa yang kebetulan menyukai sejarah dan fotografi, saya puas membaca buku ini. Banyak sekali pengetahun yang saya peroleh tentang kehidupan masa lampau nenek moyang.
Profile Image for Andita.
292 reviews3 followers
July 31, 2025
Untuk 'Seri Buku Tempo: Perempuan Penembus Batas' memang benar kita bisa menambah informasi siapa saja perempuan keren di Negeri ini yang sangat maju dan bisa menembus segala batas untuk menggapai mimpinya.

Sayangnya, buku ini hanya menampilkan informasi dari tokoh-tokoh di dalamnya secara umum tidak detail. Namun, masih sangat okelah untuk dibaca.
Profile Image for Bunga Mawar.
1,352 reviews43 followers
January 31, 2020
Bukunya informatif, gambarnya menarik. Lebih menarik pula usaha mencari hal-hal di balik pembuatan gambar dan penerbitannya. Hal yang mengganggu mungkin pemilihan sumber yang buat saya terkesan kolonial sekali. Mengingat penyusun buku ini memang orang Belanda, yaaa mau gimana lagi 😅
Profile Image for htanzil.
379 reviews151 followers
January 13, 2014
Lewat buku ini Ollivier Johannes Rapp, pedagang buku di Den Haag Belanda yang mengoleksi ribuan benda seni, buku, dokumen, kartu pos yang berkaitan dengan Indonesia masa lampau mengajak kita memasuki mesin waktu untuk mengunjungi Jawa di era 1900-an hingga akhir masa kolonial di tahun 1940an lewat 140 lebih lembar kartu pos bergambar yang dikoleksinya.

Kartu-kartu pos dalam buku ini dibagi ke dalam 10 kelompok yaitu Cantik & Tampan, Pernikahan, Keluarga Bahagia, Anak & Pendidikan, Si Kaya & si Miskin, Kesenian, Perayaan, Permainan, Manusia & Hewan, Pemakaman. Masing-masing kartu pos disertai tahun terbit, lokasi, fotografer, penerbit, serta narasi yang mendeskripsikan tentang apa yang tampak dalam kartu pos tersebut.

Sebelum kita menikmati satu demi satu kartu-kartu pos dalam buku ini pembaca akan diantar oleh penulisnya untuk mengetahui sejarah kartu pos, dan hal-hal teknis mengenai kartu pos lawas seperti bagaimana menilai usia kartu pos, teknik pemotretan yang digunakan, mengidentifikasi fotografer, penerbit kartu pos, dll. Tidak itu saja, di bagian ini juga terdapat biografi singkat Kassian dan Sem Cephas, fotografer terkenal di masa kolonial yang banyak menghasilkan foto-foto tentang Hindia Belanda yang karya-karyanya digunakan dalam kartu pos bergambar dan buku-buku tentang Hindia di masa lampau

Di bagian ini kita akan mengetahui bahwa kartu pos generasi pertama di Indonesia terbit pada tahun 1874 oleh pemerintah Hindia Belanda dengan ukuran 9x12 cm, tanpa gambar, dimana satu sisi untuk menulis surat, sementara sisi lainnya untuk menulis alamat dengan perangko yang telah tercetak. Kartu pos bergambar sendiri baru muncul pada tahun 1890-an dan saat itu barulah pengirim harus menempelkan perangkonya sendiri.

Kartu-kartu pos bergambar itulah yang dikoleksi oleh penulis dan diabadikan dalam buku ini. Kekuatan buku ini tidak hanya pada foto-foto kartu posnya saja melainkan juga pada narasinya yang begitu detail dan informatif dalam menafsirkan dan mendeskripsikan masing-masing kartu pos. Di sini penulis menjelaskan pakaian yang dikenakan, gaya atau posisi orang dalam foto, ekspresi model hingga benda-benda yang tampak dalam setiap foto. Saking detailnya bahkan kancing baju yang copot-pun ternarasikan dengan baik.

Dari narasinya tersebut kita bisa menilai bahwa penulis yang adalah seorang Belanda ternyata mengerti betul akan budaya Hindia di masa lampau yang tentunya hanya dapat ia pahami berdasarkan riset pustaka yang mendalam.

Masih banyak hal yang menarik yang dapat kita lihat dan pelajari dari kartu pos- kartu pos dalam buku ini, sayangnya walau foto yang disajikan tampak tajam dengan sapuan warna sephia untuk menambah kesan lawasnya ukuran foto-foto dalam buku ini tampak terlalu kecil ( 11cm x 7 cm). Hal ini tentu saja membuat pembaca kurang maksimal dalam menelaah tiap-tiap kartu pos karena detail-detail dari masing-masing kartu pos seperti yang dinarasikan penulisnya di buku ini menjadi tidak terlihat.

Untuk sebuah buku foto memang idealnya dicetak dalam ukuran buku yang besar seperti buku pertama penulis, Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe, Galang Press 2013 sehingga foto-fotonya dapat terlihat dengan jelas. Buku ini dibuat dalam format yang lebih kecil sehingga otomatis foto-fotonya ikut mengecil. Sebenarnya bisa disiasati dengan pemuatan foto sehalaman penuh dan narasi di halaman sebelahnya seperti yang terdapat di halaman pembuka untuk masing-masing bab. Namun jika semua foto tersaji seperti itu tentunya buku ini akan menjadi lebih tebal sehingga otomatis harganya menjadi lebih mahal.

Mungkin karena pertimbangan ekonomislah maka buku ini dibuat demikian. Di satu sisi memang harga buku ini menjadi lebih terjangkau sehingga bisa terakses oleh lebih banyak pembaca, namun di sisi lain pembaca akan merasa kurang maksimal dalam menelaah setiap foto kartu pos yang ada di buku ini.

Yang juga disayangkan adalah tidak adanya lampiran profil fotografer dan penerbit seperti yang terdapat di buku Pekerdja di Djawa Tempo Doeloe padahal dengan adanya profil fotografer dan penerbit akan membuat buku ini menjadi lebih informatif khususnya bagi pengamat foto2 lawas.

Terlepas dari hal diatas kehadiran buku ini sangat baik untuk diapresiasi oleh mereka yang ingin mengetahui sejarah dan budaya di Jawa pada masa silam. Kartu-kartu pos bergambar dalam buku ini menyadarkan kita semua bahwa sepotong kertas kecil, tipis, dan bergambar itu dapat merekam sejarah, budaya, dan suka duka kehidupan manusia di masa lampau.

Apa yang dilakukan oleh penulis dalam mendokumentasikan lembaran-lembaran usang kartu pos dan membagikan apa yang dimilikinya kepada masyarakat Indonesia melalui buku ini sangat patut dihargai dan diberi acungan dua jempol sekaligus.

@htanzil

Review ini merupakan itnisari dari review utuh yg dimuat di

http://bukuygkubaca.blogspot.com/2014...
Profile Image for Budi Susanto.
78 reviews3 followers
May 30, 2015
Melihat sejarah dari koleksi kartu pos menjadi sebuah cara yang cukup efektif untuk memberikan gambaran tentang budaya dan sosial suatu waktu. Penulis sangat bagus dalam memberikan pengantar terkait dengan koleksi kartu pos, fotografer, dan sedikit latar budaya terkait koleksi tersebut. Sangat menarik untuk memahami Djawa dari kartu pos. Ada salah satu kalimat yang menarik buat saya adalah "Tidak banyak yang berubah sampai sekarang, kemiskinan tetap menjadi alat untuk bermain politik" (hal. 14). Mengapa menarik? Karena di Kompas edisi 30 Mei 2015 terdapat tulisan dari Bapak Samsudin Berlian dalam kolom Bahasa (hal 12) yang menelisik tentang istilah Neoliberalisme. Dalam kalimat penutupnya "Toh, dalam skala global, yang dikecam menerapkan sistem neoliberalis justru negeri yang rakyatnya makmur." Lalu dilanjutkan dengan kalimat penutup "Pendapat tentang neoliberalisme, seperti halnya tentang tuyul, agaknya bergantung pada siapa punya duit. Penulis berseru: Ora Libera Ora Baghus." Pada akhirnya, sayapun setuju dengan pernyataan bapak Oliver bahwa kemiskinan tetap menjadi salah satu objek permainan politik. Betulkah begitu? ...
Profile Image for jessie.
161 reviews9 followers
June 2, 2016
Siapa sangka, kartu pos bisa menjadi 'agen' makna dan pencerita sejarah melalui gambar-gambar dan foto-foto yang ada?

Saya senang membaca dan melihat foto pada kartu pos dalam buku ini satu per satu. Saya membayangkan Indonesia yang masih lugu dan apa adanya. Anak-anak yang bermain gobak sodor di halaman. Keluarga-keluarga pribumi lengkap dengan pakaian adat mereka. Juga perempuan Jawa yang masih mengenakan kemben dan tidak ada stasiun tv memburamkan belahan dada yang ditutupi kemben. Ini Indonesia. Ini budaya Indonesia. Kalau sampai ada yang bilang budaya Indonesia itu yang serba tertutup, Anda salah besar, Bung!

Saya berharap budaya macam begini tetap ada dan lestari. Dan jangan sampai generasi muda Indonesia seperti kata Sudjiwo Tedjo: kesenian (dan budaya) luar membuat anak bangsa kesurupan menjelma orang asing di negeri sendiri.
Profile Image for Truly.
2,711 reviews11 followers
August 30, 2016
http://trulyrudiono.blogspot.co.id/20...
Benda-benda pusaka dari Jawa ini sangat berharga, mudah dirawat, dan yang paling menyenangkan, tidak perlu dikemenyani pada hari-hari tertentu.

Awalnya, saya sama sekali tidak mengetahui bagaimana isi buku ini. Kata Djawa Tempo Doeloe yang membuat saya tertarik membeli secara ol. Entah kenapa, selalu buku yang berbau kata Jawa seakan memanggil-manggil saya. Minta diberikan tempat di rak buku saya yang tak seberapa *alasan penimbun*

Plus, saya juga bukan orang yang sering mencari referensi di GRI (anggota yang tak berguna memang) kecuali sangat terpaksa. Saya hanya ingin membaca, dan menilai buku yang saya baca atas dasar apa yang saya rasakan tanpa ada kontaminasi dari pihak lain melalui aneka komen dan bintang (siapa juga yang mau meracuni-terlalu ge er saya).
Profile Image for Khairunisa Putri.
220 reviews20 followers
July 6, 2014
Foto2 jawa tempo dulu ini berasal dari kartu pos seorang kolektor kartu pos asal belanda. selain menampilkan foto2 kartu pos, buku ini juga dilengkapi dengan semacam penjelasan dan analisis setiap gambar kartu pos yang ada.

kartu pos yang ditampilkan kebanyakan keluaran tahun 1900an, yang pada saat itu memang kartu pos bergambar foto asli.

bagi saya melihat foto2 jaman dulu sangat menyenangkan, lewat foto kita bisa melihat cara mereka berpakaian, rumah jaman dahulu, suasana lingkungan perkampungam jaman dulu dan banyak lagi.
Profile Image for Tonny Mustika.
Author 17 books4 followers
December 23, 2016
Bagaimana ia menggambarkan orang Jawa lewat potret-potret di kartu pos lama sangat berwarna-warni. Temanya meliputi kehidupan sehari-hari di masyarakat kolonial Hindia Belanda pada awal Abad ke-20, dari konsep kecantikan, pernikahan, keluarga, pendidikan anak, kelas sosial, kesenian, perayaan, permain, relasi dengan hewan, hingga perkara kematian.
Profile Image for Shahnaz.
196 reviews
March 9, 2014
Suka sekali dengan buku ini.

Yang menyenangkan, sang penulis hampir selalu memberikan etimologi sebuah kata. Misalnya baru saja aku tahu kalau sad alias cikar diambil dari bahasa prancis dos-a-dos yang artinya saling memunggungi.

Kok baru tahu ya
Profile Image for Dinastuti.
43 reviews1 follower
September 5, 2015
Learned about my roots more reading this book than any other books.
Displaying 1 - 18 of 18 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.