Jump to ratings and reviews
Rate this book

Setiap Tempat Punya Cerita #5

Holland: One Fine Day in Leiden

Rate this book
Sejak menjejakkan kaki di Bandara Schiphol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya, Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat.

Belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu: Ibu yang pergi, Kara yang mencari. Tak ada waktu untuk cinta.

Namun, kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”—aku suka kamu. Juga kecup hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan waktu. Seperti Ibu.

Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta, ulangnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri.

Di sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghunjam di jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona?

Alles komt goed—Semua akan baik-baik saja, Kara.

Feba Sukmana

300 pages, Paperback

First published November 1, 2013

22 people are currently reading
600 people want to read

About the author

Feba Sukmana

4 books10 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
180 (29%)
4 stars
219 (35%)
3 stars
162 (26%)
2 stars
48 (7%)
1 star
8 (1%)
Displaying 1 - 30 of 78 reviews
Profile Image for Winda Fabiola.
163 reviews35 followers
August 22, 2017

Errr... sebenarnya buku ini bagus. Alurnya mengalir. Temanya, meskipun sederhana dan mudah ditemui di novel lainnya, dikisahkan dengan apik. Kover bukunya juga bagus ._. Laluuu... kenapa saya hanya memberi 2 bintang?

Saya suka setting tempatnya. Saya suka selipan bahasa Belanda di dalam percakapan novel ini. Saya suka beberapa kutipan yang ada di dalam novel ini. Tetapi... ada sesuatu yang kurang. Rasanya kok, meskipun temanya mengalir lancar tapi ceritanya datar-datar saja. Tidak ada kejutan. Konflik cukup mudah ditebak. Ada sesuatu yang kurang klik. Seperti makan sayur tanpa garam. Hambar. Sangat disayangkan sebenarnya. Padahal setting-nya bagus sekali. Sangat disayangkan. Tambahan, saya juga suka informasi sejarah yang ada dalam buku ini. Tapi... dengan sangat menyesal, saya hanya bisa memberi 2 bintang untuk novel ini.

Profile Image for Amalia Azzahra.
41 reviews
December 20, 2013
Kara. Rein. Leiden. Yogyakarta. Ibu. Yangti. Yangkung. Kisah yang manis antara Kara dan Rein, Kota yang tenang, Leiden, sebagai latarnya. Hubungan rumit antara Kara dan ibunya. Semua bisa dirangkum secara sederhana oleh Mbak Feba. Saya menyukai serial STPC yang satu ini. Kisah tentang keluarga dan cinta, keduanya seimbang dituangkan. Tidak ada yang dominan. Ini yang jarang saya temukan di buku-buku sebelumnya yang pernah saya baca. Saya menyukai tokoh yang ada di dalamnya. Terutama Rein, Prince of Rain. :) 4 of 5 stars!
Profile Image for Stilldaydreaming.
9 reviews5 followers
July 21, 2014

"Een kind zonder moeder is een bloem zonder regen"
(Seorang anak tanpa ibu bagaikan sekuntum bunga yang tak pernah tersiram hujan)


Sebenernya ngerasa bintang empat agak sedikit kebanyakan. Niatnya mau ngasih 3.5/3.7 lah. Berhubung nggak ada point segitu ya udah dibuletin aja. Di awal saya ngerasa agak sedikit bosan sejujurnya, karena memang jalannya cerita agak lambat.

Novel ini bercerita tentang seorang wanita muda bernama Kara dan luka hati yang terus menghantuinya sejak kecil hingga ia lanjut S2 di Leiden, Belanda. Kara yang merasa sebatang kara (halah sama kayak namanya XD), tak pernah mengenal orang tuanya, karena sang Ibu menitipkannya pada Yangkung dan Yangti (kakek dan nenek) hingga dewasa, tanpa pernah menengok Kara. Apalagi mencurahkan kasih sayang. Cuma pernah ketemu sekali dalam hidupnya, ketika sang Ibu menemui Kara diam-diam dan memberikan gadis itu sebuah boneka monyet. Sedangkan Sang Ayah lebih gaib lagi keberadaannya. Saat itu Kara bahkan tidak kenal siapa sosok wanita yang sembunyi-sembunyi memberikannya boneka? Dan barulah ia tahu, wanita itu adalah ibu yang menitipkannya pada Yangkung dan Yangti, dan meninggalkan berjuta misteri akan jati dirinya sebagai seorang anak. Luka akibat diabaikan sang Ibu, ditinggalkan begitu saja tanpa pernah ia mengerti sebabnya--meski kemudian ia tau bahwa ia adalah anak yang lahir di luar nikah--membuatnya tumbuh dengan luka dan kekosongan hati yang menganga. Yang terus menghantuinya hingga ke Leiden, dan bahkan semakin menakutinya karena di sanalah kini sang Ibu berada. Ya, kurang lebih cerita intinya seperti itu. Dan ada bumbu romance juga dengan pria Belanda bernama Rein yang jadi konflik sampingan tapi cukup menyita perhatian juga.

Sebelum menamatkan novel Holland ini saya sempat agak sangsi membaca novel yang bertemakan traveling semacam ini (meski Kara lagi enggak traveling juga sih, tapi ya intinya tentang perjalanan ke tempat lain ya). Mana ini setting-nya Belanda pula. Mengingatkan saya akan sebuah novel bersetting Belanda yang lain, yang membuat saya setengah menyesal telah membeli novel itu. Meski kemudian saya agak tertarik untuk beli seri Setiap Tempat Punya Cerita yang lain, judulnya Melbourne, eh yang kebeli duluan malah Holland. Waktu itu sih saya tertarik sama ilustrasi cantik yang bertebaran di buku ini. Covernya juga cantik banget kan ya. Namun akhirnya setelah saya menyelesaikan membaca buku ini, alhamdulillah enggak menyesal hehe. Bisa dibilang, novel ini lebih baik dengan rentang jarak cukup jauh dari novel bersetting Belanda yang saya baca sebelumnya. Novel ini sih enggak sebombastis itu kerennya, tapi ia berhasil menarik saya pada kesunyian hidup Kara di sebuah negara asing. Waktu itu yang bikin saya nyerah baca novel Belanda lainnya itu, karena setting yang terlalu detail dan ngebikin saya lost dari si cerita, juga karena sisipan sejarah setting tempat yang again, menurut saya terlalu detail dan malah bikin saya nguantuukkk parah. Dan bikin saya ngomel, "Ini ceritanya mau kemana yaaa". Alhamdulillah hal serupa tidak terulang di novel Holland ini. Meski Mbak Feba Sukmana juga mengenalkan tempat-tempat yang masih asing di telinga saya (atau mata tepatnya, kan saya mbaca sih haha), saya tidak merasa terlalu tersesat. Saya bisa mencoba memusatkan daya imajinasi saya untuk bisa menggambarkan Leiden dan kota lainnya dalam otak saya. Dan lumayan lah. Setidaknya kehadiran tokoh Rein yang saya imajinasikan sebagai Thomas Mueller (pemain bola Jerman kesukaan saya) bikin seger juga hahaha (plak). Dan ada juga beberapa sisipan info lain soal Belanda, seperti kebiasaan masyarakatnya, sejarah, dan info menarik lain seperti serba-serbi bahasanya, yang sama sekali enggak bikin ngantuk apalagi mumet. Kerasa sih bahwa tujuannya itu untuk memberitahukan pembaca, tapi boleh lah usahanya, dan berhasil kok, saya jadi tau kalo ternyata Belanda pernah punya sejarah miris dengan Nazi ketika pemboman kota Amsterdam gegara perkara "tidak penting" semacam birokrasi. Gaya bahasa Mbak Feba tergolong yang puitis dan melankolis, tapi enggak terlalu berat jadi saya tetep enjoy bacanya. Poin plus lainnya dari saya. Karakter Kara juga konsisten, dan tentunya mengalami perubahan secara perlahan, dan menurut saya perubahannya realistis. Bisa terlihat dari ending novel yang realistis untuk perkara cukup dramatis anak yang ditelantarkan orang tua. Oh ya, poin plus lain, jadi belajar soal parenting juga di novel ini. Dan semua pesan itu tidak dipaksakan, melainkan disajikan secara halus, jadi kita kudu merenungi dalam-dalam, which is menurut saya bagus. Pun saya tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran-pemikiran Mbak Feba itu ya :D. Kalo pun harus memberikan kritik pada kekurangan, apa ya.... Ehm mungkin alur yang agak lambat bisa bikin bosan aja, tapi sih lama-kelamaan juga enggak kok. Di awal aja sih. Dan kadang reaksi Kara sedikit berlebihan akan hubungannya dengan Rein di awal-awal. Tapi yah, namanya orang jatuh cinta, apa yang nggak jadi berlebihan. Toh karakter Kara yang memiliki trauma dan ketakutan-ketakutan sendiri, juga seorang yang memiliki kesepian di dalam hatinya, membuat tindakan dan pemikirannya terhadap Rein bisa dibenarkan juga sih.

Overall saya enggak dikecewakan oleh novel Holland karangan Mbak Feba Sukmana ini. Recommended! Saya pun jadi tertarik untuk baca STPC-nya Gagas yang lain :D.

"Orang bilang, harapan itu seperti awan. Beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan" (Rein)

Kamu, manakah harapan yang kamu simpan? :)
Profile Image for Muhammad Ridwan.
193 reviews25 followers
December 26, 2013
Ibu yang pergi, Kara yang mencari.

Sebuah kalimat yang selalu diulang penulisannya di dalam novel ini. Dan memang, salah satu konflik inti dalam Holland adalah pencarian sosok Ibu yang tidak pernah Kara temukan sejak kecil.

Ein kind zonder moeder is een bloem zonder reger--Seorang anak tanpa ibu bagaikan sekuntum bunga yang tak pernah tersiram hujan.

Itulah sebuah pepatah Belanda yang membuka novel ini. Kara mendapat beasiswa Master di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menyelesaikan kuliah sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kara harus kembali berpisah dengan Yangkung dan Yangti di Yogya. Kali ini bukan di Jakarta yang hanya ratusan kilometer dari tempat kakek-neneknya itu, melainkan ribuan kilometer!

Di Leiden, Kara bertemu dengan seorang pangeran hujan bermata pirus yang mampu membiusnya. Meskipun ia punya tekad untuk tidak jatuh cinta di Belanda, tapi ternyata, Rein--nama pangeran itu--malah membuatnya jatuh cinta.

Hubungan Kara dan Rein makin dekat dan intim. Namun, Rein seringkali pergi tanpa kabar dan alasan yang jelas. Itulah yang membuat Kara uring-uringan dan memutuskan untuk kembali fokus menyelesaikan tesisnya. Sayang, sebuah kotak kayu dikirimkan Yangti dan Yangkung dari Indonesia telah membuat hari-harinya dipenuhi kebimbangan.

Konflik utama dalam Holland pun terjadi. Pertengkaran Kara dengan Rein, dan juga semakin dekatnya sosok ibu yang mungkin hanya pernah ada di dalam bayangan Kara. Alasan-alasan Rein sering pergi dan Ibu yang meninggalkannya pun semakin jelas.

Holland, Ik hou van je--Aku cinta kamu. :)

***

Kak Feba benar-benar seperti penulis profesional yang sudah menulis berbagai novel dalam Holland. Nyatanya, novel ini merupakan sebuah debut! Debut yang nyaris sempurna. Saluuut!

1. Latar tempat, dalam hal ini Leiden dan tempat-tempat di sekitarnya, benar-benar menjadi feel dalam cerita. Bukan hanya tempelan. Deskripsinya juara: jelas, terstruktur, dan real.

2. Latar waktunya pas. Mulai saat pertandingan Piala Eropa, waktu wisuda, hingga suasana di setiap musim di Belanda yang pastinya dipikirkan dengan baik karena tidak bertentangan dengan buku-buku pelajaran dan Wikipedia :D .

3. Watak karakter stabil. Sayangnya, deskripsi fisik tokoh kurang. Bahkan untuk tokoh utamanya, Kara, pembaca hanya diberi tahu kalau dia pendek selayaknya orang Indonesia. Selain itu, hampir gak ada. Inilah yang membuat saya susah membayangkan seperti apa sosok Kara.

4. Ceritanya logis. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak pembaca hampir semuanya terjawab. Jnilah yang jadi keunggulan novel ini.

5. Walaupun ini novel stpc yang selalu berakhir bahagia, tapi, Kak Feba cukup bisa memberikan twist pada jalan ceritanya.

6. Membaca novel ini sama seperti belajar bahasa, sejarah, dan fun fact Belanda. Selama membaca, saya jadi tahu beberapa hal. Contohnya:
- Susu yang paling terkenal dengan iklan "Hingga tetes terakhir", ternyata berasal dari sebuah tempat di Belanda. Friesland. Di kota itu, penduduknya bangga mengibarkan bendera provinsi yang berwarna biru putih berselang-seling seperti yang jadi logo (lama) susu itu. Nama benderanya, Friesvlag. Yang kita ketahui dengan nama Frisian Flag alias Susu Bendera :D .
- Koelkast, spoor, te laat, dan lain sebagainya itu berasal dari bahasa Belanda. Mungkin kalian sudah tahu kata apa itu dalam serapannya ke dalam bahasa Indonesia dan Jawa :) .

7. Pokoknya, saya suka novel ini. Lebih bagus lagi jika deskripsi tokoh lebih diperbanyak. :)

Nice debut, Kak Feba.
Doei. :)
Profile Image for Rana.
Author 6 books23 followers
January 18, 2014
Belanda.

Dengan membaca judul pada sampulnya, yang terlintas dalam benakku tentu saja: oh, itu (yang gak perlu kuberitahu apa). Dan aku gak pernah menyangka bukunya bakal bagus banget, gak sesuai dugaanku.

Sebenarnya Holland ini seri STPC kelima yang aku beli (kalo ngitung yang dari Gagasmedia juga). Sebelum beli ini, aku terlebih dulu beli Swiss. Belum sempat membaca Swiss, aku membuka halaman belakangnya dan menemukan halaman "Next Destination: Belanda". Otomatis, aku jadi kepingin beli. Dan akhirnya malah buku ini yang lebih dulu selesai.

Kenapa aku kasih bintang lima dari lima?

Satu, karena konflik dalam buku ini buatku KEREN banget. Gimana Kara pergi jauh-jauh ke Belanda buat menghindari masa lalu (berusaha menyibukkan diri, lebih tepatnya) dan akhirnya justru malah jadi deket dengan ibunya, cuma beda kota tempat tinggal. Gimana Yangti-nya Kara gak mau nerima Wulan lagi, kisah cinta Kara sama Rein, masalah keluarga Rein, daaaan sebagai-sebagainya. Aku jarang menemukan konflik seperti itu yang artinya, konflik di buku ini gak mainstream.

Dua, karena penjelasan tentang Leiden, Amsterdam, suasana kota, orang-orang di sana, semuanya enak dibaca. Aku suka bagian penjelasan sikap Linnie yang blak-blakan, orang Belanda memang begitu. Aku juga suka deskripsi benteng itu, apa namanya? Benteng tempat Kara pertama kali bertemu Rein, yang tabrakan. Aku juga suka penjabaran perasaan Kara ketika dia lihat Rein sama Floor, ketika dia stress sendiri di kamarnya; soal ibunya, ketika dia sama temen-temennya, dan lain-lain. Pokoknya, deskripsinya kerennnnn~

Tiga, karena tokoh-tokohnya beragam dan gak mainstream. Misalnya aja, Kara, dia gak bisa bersosialisasi sama laki-laki karena dia gak pernah bersosialisasi sama ayahnya yang notabene udah meninggal sebelum dia lahir. Rein, seringnya tertutup tapi seringkali punya kejutan-kejutan menarik yang simpel tapi romantis buat Kara. Linnie yang blak-blakan, seenaknya sendiri, tapi peka banget dan dia selalu dengerin curhatannya Kara. Yangti yang keras, Wulan yang rada-rada penakut... wah, pokoknya semua karakter novel ini unik.

Mungkin alasan-alasan utama cuma itu. Alasan-alasan lain yang gak penting, misalnya, aku suka novel ini karena Rein kayaknya ganteng. He he, seringkali aku menilai novel dari tokohnya, dan membayangkan sendiri fisik si tokoh itu. Gara-gara bayangan itulah aku jadi terbawa suasana dan seringkali menganggap si tokoh itu nyata.

Sayangnya, bagian akhir cerita menurutku agak gantung. Menurutku, bagian klimaksnya sendiri letaknya bukan di tengah, tapi agak di akhir. Dan akhir yang menggantung itu, akhirnya justru bikin aku kurang puas bacanya. Kurang puas kenapa? Karena aku jadi gak tau akhir pasti dari cerita Kara! Padahal overall, aku suka banget sama novel ini. Empat jempol buat Holland! *ngacungin jempol kaki*
Profile Image for Natasha.
40 reviews
July 26, 2014
Menceritakan budaya Belanda, tempat-tempat di Belanda, dan fakta-fakta menarik baik mengenai Belanda maupun Indonesia.
Profile Image for Kartika Nurfadhilah.
159 reviews21 followers
February 6, 2017
" Ibu yang pergi. Kara yang mencari," -halaman 65


" Jika kau merawat amarah dalam dirimu, waktu akan membuatmu lupa. Kau tak akan ingat lagi penyebab awal yang membuatmu marah. Yang tersisa hanya gumpalan emosi yang tak terjelaskan dan kekakuan untuk memulai kembali" -halaman 260


Butuh waktu 4 tahun (sekarang 2017) untuk membuka dan membaca novel ini (terbit 2013). Yampun, kemana aja deh, cik!
Bukunya ringan dan cukup tipis (XD) dengan takaran romansa yang tidak terlalu kental dan berlebihan. Masalahnya adalah si tokoh utama yang merasa insecure karena tidak mengenal orang tuanya.

Kara mendapatkan beasiswa Huygens dari Neso untuk mengambil master di Leiden Universiteit (Ah, dream campus!!). Kedatangannya ke Leiden ternyata membuatnya berjumpa dengan Rein de Heuvel- si cowok aneh yang selalu meninggalkannya di tengah-tengah kencan.
Masalah Kara bukan hanya krisis identitas Rein yang sangat tertutup, tapi juga entitas dirinya di dunia.
Ruang kosong yang hanya bisa diisi oleh peran Ibu.

Sebenarnya, masalah bisa diselesaikan dengan cepat jika saja Kara mulai berpikir idealis dan berani memulai hal baru di Leiden-Amsterdam. Belajar untuk melepaskan dan meluruskan segala kesalahpahaman di antara ibu-anak.
Btw, saya ingin punya sosok suami seperti Yangkung deh :'(

" Semakin dewasa kita makin kehilangan kemampuan berbahagia dengan sederhana,"-halaman 160
Profile Image for Ira Booklover.
687 reviews45 followers
July 20, 2014
Saya takut baca buku ini. Takut lihat judulnya, takut lihat kartu yang terselip di buku. Kartu yang bertuliskan “Orang bilang harapan itu seperti awan. Beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan. Kau, harapan yang manakah yang kau simpan di hatimu?”

Leiden dan harapan *sigh*. Betul-betul merasa tertohok.

Buku ini nangkring di rak currently reading selama 2 minggu karena seperti yang saya katakan sebelumnya, saya takut membacanya. Tapi setelah memberanikan diri untuk memulai, ternyata hanya butuh waktu sekali duduk untuk menyelesaikan Holland.

Yaaah, mungkin seperti kata penulis di bagian awal buku. Jatuhnya buku ini ke tangan saya, adalah cara semesta untuk mengingatkan, bahwa mimpi hanya bisa menjelma nyata jika kita tetap terjaga.

Mimpi konyol saya untuk bisa melanjutkan pendidikan ke Leiden. Mimpi yang semakin lama semakin mirip mimpi si Cebol yang merindukan bulan. Gara-gara itu, banyak sekali bookmark yang saya tempel di buku ini. Untuk adegan-adegan yang saya harap bisa membantu saya untuk tetap terjaga.

Karena cerita Kara, somehow, sama seperti cerita saya, meskipun masalahnya berbeda, tapi kami sama-sama penakut dan peragu. Sama-sama berusaha melarikan diri alih-alih mencari. Sama-sama memendam amarah dan berpikir yang tidak-tidak. Tanpa sadar kalau sebenarnya kami berjalan di tempat. Takut menerima karena takut kehilangan.

Cerita Kara sendiri mengisahkan tentang pencariannya akan sosok seorang ibu. Kara yang dibesarkan oleh kakek dan neneknya sama sekali tidak tahu siapa orang tuanya. Kakek dan neneknya terkesan merahasiakan hal itu. Sampai Kara memutuskan untuk pergi dan mencari sendiri. Dan Leiden adalah tujuannya.

Tapi saat kakeknya memutuskan untuk memberi tahu, giliran Kara yang takut. Takut akan kebenaran apa yang mewujud dari jika kepingan puzzle yang kosong dihatinya mulai lengkap. Dan Kara memutuskan untuk menunda. Membiarkan kesedihan tentang pertanyaan mengapa orang tuanya seakan tidak menginginkannya tetap ada lebih lama.

Dan sekarang ada Rein. Pria bermata pirus yang mampu membuat jantung Kara berdebar. Namun, sama seperti kebenaran tentang orang tuanya, Kara menghalau rasa itu. Karena menurut Kara, hidupnya sudah rumit, dan dia tidak butuh kerumitan lain. Terutama karena sikap Rein yang sering menghilang tanpa alasan dan muncul kembali dengan tiba-tiba. Kara takut Rein akan meninggalkannya seperti orang tuanya dan menimbulkan luka. Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta, ulang Kara dalam hati.

Cerita yang membuat saya galau karena setting dan dilema yang dihadapi sang tokoh utama pas sekali dengan harapan dan ketakutan saya.

Cerita tentang keberanian untuk menghadapi rasa takut, keberanian untuk menerima dan keberanian untuk memaafkan. Buku ini membuat saya menyadari kalau selama ini saya sama pengecutnya dengan Kara. Kami memilih berada di zona nyaman, selalu menunda dan membiarkan amarah dan kekosongan tetap berada di hati.

Namun saya harap, saya juga akhirnya bisa seperti Kara. Yang akhirnya bisa berani dan tidak membiarkan kekhawatiran tentang masa depan mengambil alih. Cukup ucapkan saja mantranya “Alles komt goed” dan semoga semuanya benar-benar akan baik-baik saja ^^

Okay cukup tentang kegalauan saya :D

Beberapa hal lagi yang saya suka di buku ini adalah deskripsi Leiden-nya yang terasa nyata. Ditambah ilustrasi keren-nya yang membuat saya berharap menemukan lampu Aladin dan meminta jin memindahkan saya ke Leiden sekarang juga.

Juga ada fakta-fakta menarik tentang hubungan Indonesia dengan Belanda. Salah satunya yang berkesan adalah fakta tentang susu bendera :D

Dan sekarang saya ingin memamerkan quote-quote yang sukses membuat saya merasa tertohok ^^

“Mungkin benar, ketidakjelasan harus diteliti. Dan, ketakutan harus dihadapi. Kara merasa seperti anak kecil yang baru saja melongok ke kolong tempat tidur untuk membuktikan bahwa hantu yang ditakutkannya sama sekali tidak nyata.”

hal. 224

“Hanya saja, Kara, jika kau merawat amarah dalam dirimu, waktu akan membuatmu lupa. Kau tak akan ingat lagi penyebab awal yang membuatmu marah. Yang tersisa hanya gumpalan emosi yang tak terjelaskan dan kekakuan untuk memulai kembali.



Jangan ulangi kesalahanku, Kara. Jangan simpan kemarahan terlalu lama.”

hal. 260

Dan quote ini untuk keluarga dan tetangga-tetangga saya *me-efek ne kesahnya* :D

“Pergilah. Neneknya itu meanatap mata Kara dalam-dalam. “Temukan dirimu. Sudah terlalu lama aku merantaimu atas nama cinta.”

hal. 261

Dan scene terakhir ini rasanya pengen saya bawa kemana-mana. IMO, berasa so sweet banget ^^

“Weet je,” kata Rein menengadah, memandangi awan bergumpal yang berarakan di atas kepala mereka. “Orang bilang, harapan itu seperti awan. Beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan.”

Kara tersenyum, ikut mendongak. Ah, hujan. Hujan yang sempat diharapkannya mampu menghapus separuh ingatan. “Kalau begitu, semoga saja awan yang memayungi kita akan membawa hujan dan mengabulkan harap” jawab Kara.

At last, selamat berjalan-jalan di Negera Kincir Angin. Selamat menemukan keberanian untuk menghadapi ketakutanmu sendiri. And, 4 dari 5 bintang untuk Holland: One Fine Day in Leiden. I really liked it.
Profile Image for Khuliqat Aqna.
70 reviews23 followers
December 26, 2013
"Orang bilang, harapan itu seperti awan. Beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan. Kau, harapan yang manakah yang kau simpan di hatimu?"

"Sejak menjejakkan kaki di Bandara Schiphol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya, Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat. Belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu:Ibu yang pergi, Kara yang mencari. Tak ada waktu untuk cinta. Namun, kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”—aku suka kamu. Juga kecup hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan waktu. Seperti Ibu. Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta, ulangnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri. Di sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghunjam di jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona? Alles komt goed—Semua akan baik-baik saja, Kara.

Holland : One Fine Day in Leiden adalah novel seri Setiap Tempat Punya Cerita ke-5. Saya sudah menunggu novel ini sejak menyelesaikan membaca novel Swiss (seri STPC ke-4) sekitar bulan Juli lalu. Semenjak membaca novel Last Minute in Manhattan, saya semakin tertarik untuk membaca seri STPC selanjutnya. Termasuk Holland ini.

Holland : One Day in Leiden bercerita mengenai Kara yang melanjutkan studi S2-nya di Universiteit Leiden. Ia tinggal di sebuah kota kecil nan indah bernama Leiden di Belanda. Tinggal di sebuah apartement yang tidak terlalu besar bersama Linnie, teman apartemennya yang bertubuh atletis. Konflik terjadi saat Kara menemukan buku gambar bersampul cokelat yang berisi sketsa pada saat makan siang di Bagels & Beans. Ternyata buku cokelat itu milik lelaki bernama Rein, pemilik mata pirus yang Kara temui di Kastel de burcht. Kara dan Rein semakin dekat setelah pertemuan itu. Namun pada kencan-kencan berikutnya Rein selalu saja meninggalkan Kara secara tiba-tiba. Kara penasaran dengan apa yang terjadi pada Rein, apalagi setelah Kara melihat terdapat banyak lebam di tubuh pucat lelaki itu.

Tujuan Kara ke Belanda selain melanjutkan studinya adalah untuk menyembuhkan luka. Bukan, bukan menyembuhkan luka melainkan melupakan luka lamanya. Ia selalu berharap hujan akan menghapus sebagian ingatannya. Ingatan akan ruang kosong yang sejak kecil tak terisikan. Ruang kosong bernama ibu. Ibu yang pergi. Kara yang mencari. Kara tidak punya keberanian untuk membuka kotak kayu yang berada di rak buku apartemennya. Kotak kayu yang diselipkan Yangkungnya saat Yangtinya mengirimi paket. Akankah pemberhentian Kara mencari ruang kosong itu terhenti di Belanda? Akankah semua pertanyaan Kara akan Ibu dan Rein terjawab?

"Ah membingungkan. Cintakah ini? Kara tersentak menyadari pertanyaan barusan. Cinta? Tidak. Terlalu cepat untuk membicarakan cinta. Lagi pula, aku di sini tidak untuk jatuh cinta."

Well, karena kebetulan hari ini libur, hanya butuh waktu sehari untuk membaca novel ini, setelah kemarin - kemarin sempat ditunda karena jadwal ujian final yang padat. Pada awal bab saya sempat merasa bosan karena terlalu banyak narasi tapi setelah lanjut membaca ternyata banyak poin plus di buku ini.

Seperti novel seri STPC lainnya, yang paling menarik dari novel ini tentu kartu dan sketsa yang terdapat di dalamnya. Di novel ini, kak Feba menuliskan banyak sekali tentang sejarah Belanda serta sejarah latar tempat yang dipakai pada novel ini. Jadi ada tambahan tentang sejarah di dalamnya. Di dua bab terakhir sempat terharu oleh tokoh Yangti, Wulan dan Kara serta Rein. Kak Feba sukses membawa saya sebagai pembaca larut dalam konflik yang dari awal kupertanyakan. Untuk novel debutnya, kak Feba sukses membuat cerita yang nggak kalah keren dengan penulis-penulis yang sudah menciptakan berbagai novel. Dan, novel ini recommended untuk di baca buat kamu para pencinta novel romance dan seri STPC :)

So, 5 Stars !
Profile Image for Etha Ringo.
29 reviews4 followers
November 4, 2016
Jujur, awalnya ga ada niat untuk beli ini buku. Namun pas iseng main di bookstore mata tertuju sama ini buku karena warna covernya yang mencolok yang menarik perhatian, dan tanpa mikir cuss buku ini pun langsung jatuh ke tangan. hohohoho.

Buku ini menarik, konflik di dalamnya juga tidak biasa, ada konflik romance untuk menarik perhatian para remaja, namun konflik utamanya adalah masalah keluarga yang dialami oleh tokoh utama.

Kara memutuskan untuk pergi dan kuliah ke Belanda merupakan salah satu pelarian, bersembunyi dari masa lalu, dari orang-orang yang dia sayangi. Dilahirkan tanpa mengenal siapa kedua orang tuanya, yang membuatnya bertanya-tanya akan siapa jati diri sebenarnya. Kara dibesarkan oleh kedua kakek-neneknya, dan tiap kali Kara menanya tentang orang tuanya Neneknya akan langsung marah-marah dan Kakeknya hanya bisa terdiam membisu dan pilu.

Hingga suatu saat Kara nekat untuk menggeledah seluruh rumah saat Kakek Neneknya tidak di rumah, dan menemukan sebuah box yang setelah diteliti merupakan milik ibunya. Dan saat itu Kara kedapetan oleh Neneknya yang membuat mereka bertengkar dan menjadi perang dingin. Kara merasa marah karena selama ini Kakek dan Neneknya menyembunyikan hal tersebut dari Kara, sehingga Kara pun memutuskan untuk pergi dan kuliah ke Belanda sebagai pelariaannya.

Namun memang sudah takdir, sebelum keberangkatan Kara sang Kakek mengajak Kara ngobrol dan akhirnya memberi tahu tentang ibunya bahwa ibunya kini tinggal di Belanda di negara tujuan Kara, lalu memberi box yang pernah Kara temukan beserta kartu nama ibunya. Namun Kara tidak tahu harus berbuat apa dan meninggalkan box tersebut tetap di kamar kakeknya. Lalu Kara pun terbang ke Belanda dengan membawa luka. Setelah sampai di Belanda, Kara menerima kiriman dan salah satunya adalah box tersebut, namun Kara tidak mempunyai keberanian untuk membukanya lagi.

Suatu ketika Kara menemukan sebuah buku gambar yang akhirnya mempertemukan Kara dengan sosok laki-laki bernama Rein, pangeran hujan bermata pirus. Yang berhasil meluluhkan hati Kara, dan satu per satu konflik dalam hidup Kara mulai terbuka. Rein yang sering menghilang, perihal ibunya.
Namun lambat laun semua terpecahkan satu per satu.

Suka buku ini karena pengarangnya mendeskripsikan tempat-tempat yang ada di buku dengan sangat mendetail sehingga kita bisa membayangkan seperti apa kota-kota tersebut. Dan banyak juga membahas budaya, latar belakang Belanda, dan menggunakan bahasa Belanda, jadi sedikit tau tentang negara tersebut. Hem jadi pengen ke sana deh :P :D
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Ra.
29 reviews12 followers
August 27, 2016
Aku kasih 4 bintang, yang sebenarnya aku ingin ngasih 3.5 bintang. Kenapa begitu?? Aku nggak begitu suka kisah cinta yang berakhir dengan bahagia, oops, sorry, nggak begitu spoiler yaaa.

Kisah dibuku ini cukup renyah dan gurih dinikmati, ibarat melumati stroopwaffel ditemani dengan koffie verkeerd di sore hari. Manisnya....

Menjadi 4 bintang karena aku suka dengan topiknya, Belanda. Mengobati kerinduanku akan negeri kincir angin yang humble, menikmati alam Belanda dari balik jendela kereta, sesekali disuguhi pemandangan sapi hitam putih lucu-lucu yang sedang merumput. Angin Belanda yang dingin terasa menerpa pipi... brr.. brrr

Karakter yang paling aku suka dibuku ini gadis Belanda bernama Lini, dan karakter yang bikin aku lemas, hmm, KARA. Protagonistnya, sangat lemah dan menye-menye. Lebih menggunakan hati ketimbang pikiran, bikin kesal si Lini, teman serumahnya. Seperti gadis Indonesia pada umumnya, yang kadang tidak begitu berdaya dan gampang beruraian air mata.

Ada beberapa hal menarik dan baru aku temui di buku ini,- aku jadi sedikit tahu tentang asal usul nama belakang dalam budaya Belanda. Dulu, aku mikirnya, penggunaan Van itu ibaratnya penggunaan O' dalam penamaan Irlandia. Ternyata cukup berbeda, karena pengarang tampaknya fasih berbahasa Belanda, jadi nya 'ngeh' kalau sesudah van itu biasanya kata benda, atau nama tempat. cool, I learn something new everyday!!!

Diksi dalam buku, bikin aku sedikit curiga mungkin penulis anak sastra, atau penggemar sajak, ada banyak sentuhan kalimat puitis didalamnya yang bikin kita menerawang meresapi alunan katanya, disamping percakapan ringan ala chick-lit tentunya ;)

Cerita akhirnya cukup menarik, intinya, tiap keluarga memiliki rahasia. Rahasia apa?? Dari awal cerita, penulis berusaha memberi clue sedikit demi sedikit yang bikin pembaca menduga-duga, rahasia keluarga seperti apakah itu????
Profile Image for Mia.
72 reviews
January 30, 2014
orang bilang harapan itu seperti awan, beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan. Kau, harapan manakah yang kau simpan di hatimu?

Suka sama kata-katanya.

Halaman 260, kata Yangti ke Kara : Jika kau merawat amarah dalam dirimu, waktu akan membuatmu lupa. Kau tidak ingat lagi penyebab awal yang membuatmu marah, yang tersisa hanya gumpalan emosi yang tak terjelaskan dan kekakuan untuk memulai kembali.


Too much information menurutku, baca tentang Leiden dan segala macam sejarahnya kayak berasa baca buku teks :)

Terus, di halaman 249 agak bikin kening berkerut saat Rein ngajak Kara ke 3 tempat sekaligus dalam satu waktu. Waktu itu dia bikin perbandingan sama Jamie di A Walk To Remembernya Nicholas Sparks. Jamie yang ngajak pacarnya berada di dua tempat sekaligus dalam satu waktu.Rein bilang dia lebih hebat dari Jamie karena bisa ngajak Kara ke 3 tempat sekaligus.

Well, sebenernya Jamie adalah pihak yang diajak, bukan yang mengajak. Jamie diajak Landon, sang pacar untuk meletakkan kakinya di perbatasan dan saat itu dia berada di dua tempat dalam waktu bersamaan. Itu salah satu keinginan Jamie sebelum dia meninggal. Berhubung, A Walk To Remember, baik buku maupun filmnya favoritku juga. :D

Tapi aku suka suasana hujan di Leiden, dan juga pencarian tentang sosok ibu.

Ibu yang pergi, dan Kara yang mencari.
Profile Image for Sarah Ratu Annisa.
34 reviews
April 26, 2014
Perlu waktu yang lama untuk menghabiskan novel ini, kira2 seminggu. Padahal untuk novel yang hanya 200an halaman biasanya aku selesai dalam 2 atau 3 hari saja. Bukan karena ceritanya jelek atau membosankan, cuma karena banyak pr dan tugas sekolah. Biasalah pelajar :3.
Holland menceritakan tentang seorang gadis bernama Kara, yang sedari kecil diasuh oleh Yangkung dan Yangtinya. Ia tidak mengenal orangtuanya, dan ketika ia bertanya kepada Yangkung dan Yangtinya, beliau tidak mampu menjawabnya.
Sampai ia mendapat beasiswa S2 International Law di Universitas Leiden dan berencana untuk pergi dan melupakan tanda tanya dalam hidupnya. Tapi semakin ia melangkah, semakin ia teringat.
Ibu yang pergi, Kara yang mencari.
Ini novel debutnya Mbak Feba ya? Walaupun sebelumnya cerpennya pernah dimasukkan di sebuah kumcer bareng penulis2 lainnya, tapi maksudku novel yg bener2 karyanya sendiri adalah yang satu ini. Untuk ukuran novel debut, saya bisa ngasih keempat jempol saya.
Penulis benar2 membawa kita ke Negeri Kincir Angin ini, ia benar2 mengetahui seluk beluk negeri ini, yang nyatanya ia memang menetap disana. Dari STPC yang pernah saya baca (Roma, Manhattan, Paris, Bangkok) yang paling benar2 berasa di dalam negerinya ya yang satu ini, Holland.
Ditunggu karya selanjutnya, Mbak Feba Sukmana xD.
Profile Image for Yessyka Widy.
221 reviews19 followers
July 6, 2014
Lupa terkadang memang mampu menyembuhkan luka, tapi tak jarang pula
dapat merusak bahagia.

Jika saja Yangti mau memaafkan Wulan, anak semata wayangnya, mungkin saja Kara tidak akan ke Belanda, mungkin. Kemungkinan bisa saja terjadi bukan?
Tapi jika takdir yang sudah menggariskan, seperti apa kita, kita akan mendapatkan takdir itu.

Saya suka penggambaran Mbak Feba tentang segala yang ada di Leiden, entah saya sempat berpikir bagaimana mungkin kalau hanya mengharapkan research bisa sedetail ini? Seolah kita benar-benar tahu tempat itu hingga pengalaman telah menyusuri setiap jengkal Belanda, memasuki alley demi alley, dan menikmati segala keindahan festival dan panoramanya.
Usut punya usut, setelah saya baca beberapa review dari para readers, Mbak Feba ini pernah tinggal di Belanda ya? Atau malah masih? Uhm, that's why, I know the red strings.

Tapi saya memang suka penulisannya, lembut, menurut saya seperti itu. Meski cerita sedikit bisa ditebak, walau saya juga pernah salah tebak, but it's great Mbak. Karena belum tentu semua orang bisa menulis dengan apik apa yang dilakukannya, dirasakannya, bahkan hanya dibayangkannya.Hehe~

Saya dapat menyesap kebahagiaan yang menelisik pada hubungan antara karakter di novel ini.. ^^
Profile Image for Deary Hoesin.
13 reviews4 followers
January 5, 2014
Yesterday i got enough time to finish reading this book since my flight was delayed for about two and half hours. The first book i read before "Pulang" by Leila S Chudori. Weird, since what really caught my attention was not Leiden but pages where Feba tells about Rotterdam :)

Every dutch sprekken, every place, every name she mentioned brought back the memory of days in NL. The feeling of missing a home far away from home, that's what you get when you read a book like this, a book set in a certain country or city which was reallyyyyy familiar to you. Feels like i was sitting in Rotterdam centrum, or riding my bicycle through erasmus bruge, the cold confused wind of October along the nieuwe maas river.

I guess she once lived in NL or she did a very thoroughly research before she wrote this novel :)When others might enjoy the story inside this novel, i enjoy the rendezvous of being home again, rendezvous with every memory and every special people i had story with when i was in NL.

3013 AS, miss you lots !
Profile Image for Savana Moza.
48 reviews2 followers
August 24, 2015
"Holland".
Pertama kali tahu judul ini jd teringat dengan cita2 diri dan juga merk roti kesukaan. hehe

Daya tarik dari novel ini yg membuat saya ingin membaca,krna ada universiteit of Leiden. Betapa saya ingin sekali bisa menimba ilmu di kampusnya Nelson Mandela itu.

Novel ini bagus, saya menikmati setiap tempat yg mencoba di deskripsikan di novel ini. seperti benar2 di Holland. Tapi yg saya rasa msh kurang dr novel ini adalah karakter. Penulis kurang kuat dlm pemberian karakter dr tokohnya. Tokoh Kara sudah lumayan bagus, tp tokoh Rein disini sepertinya msh abu2 bgaimana karakternya. Bisa jdi penulis ingin memberikan karakter "misterius" kpd Rein, tp ending dr permasalahan Rein yg membuat karakter seorang Rein jdi kurang misterius. Trus dr ceritanya, menurut saya akan lebih menarik jika dibuat dr sudut pandang orang pertama. Ngena bgd pasti.

Secara keseluruhan saya menikmati, krna bs tahu ilmu antropologi dan tentu saja sistem pendidikan di univ Leiden yg disisipkan di dlm cerita. 3 bintang untuk novel ini. Thanks mba Feba Kusuma sdh mengajak saya jalan2 ke Holland.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
April 23, 2014
Novel ini bercerita tentang Kara yang mencari sesuatu untuk menutupi kekosongan di hatinya, yaitu cinta, baik itu dari sosok seorang ibu, maupun dari seorang pria. Belanda adalah lokasi pencariannnya.

Kara mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas Leiden, Belanda. Belanda sendiri sudah tidak asing bagi Kara berkat didikan Yangkung-nya. Namun selain kuliah, Kara punya misi tersendiri di Belanda. Hanya saja dia tidak berani mengambil langkah untuk menyelesaikan misinya itu.

Di Belanda, Kara bertemu dengan pria bernama Rein. Sebenarnya Kara jatuh hati pada Rein, tapi dia takut untuk membuka hatinya. Kenyataannya, Rein sering meninggalkannya jika mereka bertemu. Rein memang misterius.

Kisahnya sederhana namun apik. Yang membuat buku ini kaya adalah segala deskripsi budaya, lokasi, dan banyak hal lainnya tentang Belanda. Belum lg beberapa kata yang nyaris akrab (kata yang diserap ke bahasa Indonesia).
Profile Image for Shella Imarizeta.
42 reviews19 followers
January 1, 2014
WOW. bener deh nggak ada kata kata yg lebih tepat. speechless banget jadi cuma bisa ngomong "WOW"
ini kereeen banget, seri STPC terkeren yg pernah aku baca, konflik batin yang bagus, konflik keluarga dan cinta juga seimbang. Penggambaran tempat tempat di Leiden dan kota lain Belanda bener bener detail. Dan suasana hujan, tahun baru bener bener kerasa apalagi aku baca di saat tahun baru dan hujan kayak gini, bener bener pas. Kerasa banget feel nya, dan berhasil bikin aku nangis saat Yangkung meninggal.
bener bener keren. buku ini patut diacungi banyak jempol, makanya aku berani kasih bintang 5. kereen.
Suka banget sama Rein - Kara, sayang banget sama Yangti, Yangkung. dan quotes nya bener bener ngena.

"Ibu yang pergi, Kara yang mencari."
"Orang bilang harapan itu seperti awan. Beberapa berlalu begitu saja, tetapi sisanya membawa hujan. Kau, harapan yang manakah yang kau simpan di hatimu?"
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Adelia Ayu.
147 reviews1 follower
March 16, 2014
Seperti novel seri STPC lainnya, yang paling menarik dari novel ini tentu kartu dan sketsa yang terdapat di dalamnya. Di novel ini, kak Feba menuliskan banyak sekali tentang sejarah Belanda serta sejarah latar tempat yang di pakai pada novel ini. Jadi ada tambahan tentang sejarah di dalamnya. Ini yang paling menarik, hihi emang selalu suka sama sejarah negara:) Kak Feba sukses membawa aku sebagai pembaca larut dalam konflik yang dari awal aku pertanyakan.

Setiap novel pasti ada kekuranganny dong ya. Menurut aku, selain alurnya terlalu cepat, kenapa judulnya harus Holland? Kenapa ngga Leiden aja? Ini kan cerita di Leiden ya tepatnya... Entahlah....

But, untuk novel perdananya, kak Feba sukses membuat cerita yang ngga kalah keren dengan penulis-penulis yang sudah menciptakan berbagai novel. Dan, novel ini recommended untuk di baca buat kamu para pencinta novel romance sejarah dan seri STPC :)
Profile Image for Titish A.K..
Author 1 book132 followers
February 16, 2016
Setelah mengicipi STPC melalui Swiss, saya memutuskan untuk memprioritaskan membaca STPC dengan setting negara yg pernah saya kunjungi. Jadilah Holland ini menjadi STPC yang paling saya incer.

Leiden ... Jujur saya cuma ke kota ini selama sehari, tapi rasanya udah jatuh cinta setengah mati. Nuansanya beda sekali dengan Utrecht, tempat tinggal saya waktu itu. Mungkin karena Leiden kota kecil yg lebih tenang, cocok di hati dengan saya yg gadis desa ini #eaaa. Deja vu rasanya sewaktu membaca bagian teman-teman Kara yang membicarakan kecintaan mereka terhadap Leiden dan ada adegan ketika Julia merentangkan tangan, seolah2 ingin memeluk Kota Leiden. Merentangkan-tangan-pengen-meluk ini jugalah pose foto andalan saya dan teman-teman sewaktu ekskursi sehari ke Leiden. Nggak tahu ya apa semua orang tiap ke sana bawaannya pengen berpose gitu, karena di kota lain kok kami nggak kayak gitu :p

Empat bintang buat kenangan2 indah yg berhasil dibangkitkan setelah membaca buku ini :')
Profile Image for Jessica Ravenski.
360 reviews4 followers
December 8, 2013
Curiga sama penulisnya jangan-jangan dia memang penduduk asli Belanda yang terdampar di Indonesia dan akhirnya nulis buku Holland ini #dikeplak.

Dari semua seri STPC yg diolah bukune, aku paling suka cover Holland ini, gatau kenapa :-)

Bercerita tentang Kara, yang dari kecil tidak tahu siapa ayah dan ibunya. Ia dibesarkan oleh Yangkung dan Yangti-nya (oma dan opa gitu loh).

Dia melanjutkan kuliahnya ke Belanda dan ternyata ia jatuh cinta dengan seorang bernama Rein. Namun Rein ini kadang suka menghilang dari Kara.

Sebenernya aku berharap rahasia Rein lebih cetar (?), tapi ternyata cuma begitu doang. Huhuhuhu :(

Bagusnya, penjelasan semua tentang Belanda lengkap banget dan enggak bikin ngantuk (tumben-tumbenan buat aku yang kadang suka ngantuk kalo baca deskripsi panjang).

Reviewnya segitu dulu deh :)
Profile Image for Laras.
160 reviews
June 23, 2014
Katanya ada yang bilang kalo mirip buku teks. Saya setuju. Buku teks yang menarik untuk dibaca. Kalau pas sekolah disuguhin pelajaran IPS dengan metode novel kaya gini, mungkin lebih gampang masuk ke otak kali ya. dari segi ilustrasi, cute. Menarik. Kalo ga salah hampir semua buku terbitan bukune yang saya baca menyajikan ilustrasi yang lucu-lucu. Jadi ga boring.
Kalo dari segi cerita sebenernya hampir sama aja kaya semua. Tapi lumayan nambah refrensi kok. Cuman mungkin interaksi antara ibu-Kara kurang banyak aja kali ya. overall ceritanya ringan dan dan easy reading. I like this.
Profile Image for Alvi Syahrin.
Author 11 books725 followers
August 9, 2016
Holland. Leiden. Saya suka menyebut nama negara dan kota ini.

Saya suka fakta-fakta tentang Belanda yang tersebar dalam buku ini.

Saya suka dialog-dialog antar tokoh. Hidup banget. Mulus. Lancar. Seperti dengar orang ngomong langsung.

Dan, melalui buku ini, saya dikenalkan oleh kota Leiden. Saya baru tahu kota ini, tapi saya langsung menyukainya melalui deskripsi-deskripsi yang dituliskan penulis.
Profile Image for Aletheia Agatha.
Author 1 book5 followers
January 6, 2014
Suka sekali sama novel ini :))
Walaupun setting tempat, suasana event-event yang diadain di Belanda penempatannya oke banget. Tidak ada kesan Eh-gue-kayak-baca-buku-traveling-deh XD
Cerita Kara yang mencari ibu dengan segala keraguannya dan pesimisnya mereka penerimaan sang Ibu, juga kemesteriusan Rein yang membuat saya penasaran. Btw, saya suka karakter Linnie yang ceplas-ceplos.
Nggak nyesel deh beli novel ini secara dari awal emang suka Belanda
Profile Image for Ruly Marifanti.
61 reviews20 followers
March 31, 2014
Baru pertama kali baca tulisannya Kak Feba Sukmana. Dan suka banget sama Holland ini.
Kak Feba kayaknya tahu banget tentang Belanda, deskripsi tempatnya jelas. Yah, walaupun aku gak bisa ingat nama-nama tempatnya. Susah sih ejaannya :p

Aku cukup larut kedalam kisahnya Kara.
Suka sama hubungan Kara dan Rein. Mereka sama-sama idioot, jadi gemes sendiri :p
Dan epilognya manis banget! :))
Profile Image for Aulia Putri.
117 reviews41 followers
January 13, 2014
Akhirnya selesai juga baca novel ini. Bercerita tentang Kara, mahasiswi yang memperoleh beasiswa kuliah di Universitas Leiden untuk mengejar cita-citanya. Di kota itu ia mengalami banyak hal yang mempengaruhi hidupnya. Aku suka dengan novel ini. Penggambaran kota Leiden-nya terasa sangat nyata. Seakan-akan pembaca berada disana. Didukung dengan karakter yang menarik--masing-masing mempunyai kesan tersendiri yang membuat cerita ini terasa berbeda. Aku puas dengan novel ini :) Next : Canada
Profile Image for Hilalliyah Aspihani.
24 reviews1 follower
January 3, 2014
Menurut saya ceritanya agak sulit ditebak tapi alurnya agak lambat, puncak konflik baru muncul di halaman-halaman terakhir buku, but so far nice book, Leiden terdeskripsi dengan baik di sini, mungkin karena sang penulis memang tinggal di sana.

Buku yang bisa dibawa kemana-mana untuk menemani minum kopi atau teh di sore hari, sangat cocok untuk musim hujan seperti sekarang inih :)

Btw, I just feel the writer tell about herself hehehe terutama di bagian cerita cinta antara Kara dan Rein ;))
Profile Image for Rie_dominique.
664 reviews66 followers
September 8, 2016
Hujan menyambut kedatangan Kara di Belanda. Ia mendatangi negeri tulip ini untuk meraih gelar masternya. Leiden adalah tujuannya.

Tapi sesampainya di Leiden permasalahan lama juga turut mengikutinya. Ibu yang telah lama tidak dijumpai juga berada di negeri yang sama. Siapkah Kara mencari ibu yang telah meninggalkannya ini?

full review klik disini
Profile Image for Nadia Qorina.
29 reviews2 followers
February 9, 2014
menurut saya ceritanya not too special, tapi cara berceritanya ngalir, jadinya tidak terlalu membosankan.
meski di bab-bab awal saya merasa agak kurang sreg, tapi semakin ke tengah semakin menyenangkan...

Holland adalah seri dari STPC yang bikin saya berkomentar, "ooohh... gitu", "o.. Pantes yaa...", banyak informasi yang (mungkin) buat sebagian orang jadi membosankan tapi nggak menurut saya.
Karena Belanda adalah masa lalu buat Indonesia kali ya.. :D
Profile Image for Mumpuni Pratiwi.
55 reviews20 followers
February 23, 2014
Novel ini menurut saya adalah salah satu seri STPC yang cukup niat menjabarkan lokasi yang menjadi latar cerita. Tidak hanya tempat tapi juga budaya.

Cerita tokoh utama, Kara, juga dijabarkan dengan cukup baik. Hanya saja, dengan adanya dua konflik utama, penulis sepertinya bingung ingin mengembangkan yang mana dan akhirnya STPC : Holland kembali berakhir klise.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, STPC : Holland saya beri 3 dari 5 bintang.
Displaying 1 - 30 of 78 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.