Pertanyaan Emma menusuk batinku. Aku pilu. Mata bening Emma basah.
Angin sore mendadak terasa sangat dingin.
Cahaya matahari dari barat jatuh di wajah Emma. Dukanya semakin terlihat.
Emma tidak pernah punya gambaran tentang wanita yang dimadu. Sejak Bapak memilih tinggal di rumah keduanya, Emma sering terlihat merenung, tertunduk lesu. Ketika langkah Bapak semakin jarang terdengar di rumah kami, Emma semakin sendu. Namun, Emma tak membiarkan dirinya terlalu lama disiksa rindu.
Dia segera berjuang untuk bangkit, menjadi wanita yang mandiri.
Emma adalah perjalanan keberanian. Ada sosok yang kokoh dalam dirinya yang lembut dan sangat halus.
Jika kau ingin aku berkata-kata tentang keindahan, kepadanya benakku akan bertumpu.
Maka, kini, aku akan bercerita tentang, dia, ibuku. Emma-ku. Athirah.
Perempuan indah yang mengajarkan aku tentang hidup ….
Sesuatu yang tak perlu kau takutkan jika kau tahu makna kesabaran ….
Rr. Alberthiene Endah Kusumawardhani Sutoyo, better known as Alberthiene Endah, is an Indonesian biographer, novelist, and journalist. She is known for her in-depth biographies of Indonesian celebrities, such as Chrisye and Krisdayanti. She has been called "the most sought after biographer in Indonesia.
Judul Buku : Athirah Penulis : Alberthiene Endah Penerbit : Nourabooks Tahun Terbit : I, Desember 2013 Tebal Buku : 404 halaman ISBN : 978-602-7816-67-1
“Apakah ini artinya Emma kalah, Jusuf?” Pertanyaan Emma menusuk batinku. Aku pilu. Mata bening Emma basah. Angin sore mendadak terasa sangat dingin. Cahaya matahari dari barat jatuh di wajah Emma. Dukanya semakin terlihat.
***
Tidak banyak yang mengetahui perihal ibu Jusuf Kalla, Athirah terhadap suksesnya wakil presiden Indonesia kesepuluh ini. Barangkali kebanyakan orang, khususnya di Sulawesi Selatan, lebih berpikir tentang besarnya pengaruh ayahnya, Haji Kalla. Bahkan jauh sebelum Jusuf, sapaan kanak-kanak Jusuf Kalla, bertemu dengan Mufidah, perempuan yang kelak menjadi istrinya, Jusuf telah menerima berbagai pelajaran tentang hidup melalui ibunya. Pengalaman dalam keluarga “kecil”-nya selalu mengingatkan untuk terus bangkit meski dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun. Olehnya, pepatah “behind a great man there's always a great woman” sangat sesuai untuk menggambarkan perjalanan Jusuf dalam meraih pencapaiannya hingga sekarang berkat tempaan dari kisah ibunya.
Athirah, adalah putri Kerra, perempuan yang dijadikan istri keempat oleh ketua kampung di pelosok kabupaten Bone, Muhammad. Dengan keadaan ibunya yang menjadi istri keempat, Athirah adalah perempuan yang dilahirkan dari rahim kesabaran. Hingga akhirnya, kesabaran ibunya turut menurun pada Athirah dalam menghadapi cobaan yang dijalaninya. Dalam usia yang masih belia, Athirah yang berusia tiga belas tahun menikah dengan Haji Kalla, seorang saudagar yang memulai usahanya dengan keringat sendiri. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan indah dengan buah cinta yang berbuah “subur”. Hingga mulai timbul konflik, Athirah dengan jiwa perempuannya mengendus gelagat aneh suaminya. Haji Kalla jatuh cinta dengan perempuan lain. Jusuf yang kala itu masih siswa SMP tidak begitu mengerti tentang pergulatan batin kedua orang tuanya.
Pada akhirnya, Haji Kalla benar-benar menikah lagi. Jadilah, Athirah mengikuti jejak ibunya pula. Haji Kalla semakin jarang menetap di rumah Athirah dan Jusuf, lebih banyak berada di rumah istri kedua. Meskipun demikian, Haji Kalla tak pernah absen berkunjung di “jam kunjungannya”, selepas salat subuh dan salat maghrib. Pada saat inilah, Athirah selalu merasa kehilangan suaminya setiap hari. Dengan langkah gesit, ia selalu bersemangat menyiapkan sarapan dan makan malam untuk suami. Namun akan berubah lemas ketika membereskan santapan, dan suaminya mempertontonkan punggung yang menuju rumah istri kedua.
Athirah berduka. Ketika langkah Haji Kalla semakin jarang terdengar di rumah, ia semakin sendu. Namun Athirah sama sekali tidak pernah memperlihatkannya kepada anak-anaknya, termasuk Jusuf. Meskipun Athirah selalu berusaha menutupi kekalutannya, Jusuf terlalu jeli melihat. Ia tahu betul perasaan ibunya, hingga ia sendiri punya alasan cukup kuat untuk mulai membenci ayahnya.
Untungnya, Athirah tidak membiarkan dirinya terlalu lama disiksa rindu. Ia segera berjuang untuk bangkit, menjadi perempuan yang mandiri. Ada sosok yang kokoh dalam dirinya yang lembut dan sangat halus. Ia mengurus usaha perjalanan dan kain sutra. Dengan pertemuannya dengan organisasi Aisyiah juga, ia belajar untuk move on dari rasa kehilangannya. Ia mengikhlaskan takdir yang telah digariskan dalam hidupnya.
Bahkan ketika usaha Haji Kalla berada di ujung tanduk, Athirah tidak berpikir banyak untuk membantu suaminya. Meskipun saat itu, ia telah dibohongi saat resepsi perkawinan rekan sejawatnya. Adat istiadat suku Bugis jikalau sepasang suami istri menghadiri resepsi pernikahan bersama. Suatu waktu, ketika diajak untuk menghadiri resepsi, Haji Kalla mengaku akan melakukan perjalanan bisnis ke luar kota. Sungguh perih tak terkira, Athirah yang “terpaksa” datang ke resepsi pernikahan bersama dengan Jusuf ketika melihat suaminya turut hadir, bergandengan tangan dengan perempuan idaman lain.
Pengalaman dalam keluarga Jusuf turut memberikan pengaruh padanya untuk berhati-hati dengan hati seorang perempuan. Hingga duduk di bangku SMA, Jusuf terlalu fokus pada hati ibunya hingga lupa memandang perempuan sebayanya. Ketika Athirah sudah bangkit dari perihnya, Jusuf kemudian ditakdirkan untuk “melihat” Mufidah. Pertemuan mereka berawal saat hari pertama pindah sekolah ke SMA 3 Makassar, Jusuf jatuh cinta untuk kali pertama juga. Dengan modal keberanian, ia berniat dengan sungguh-sungguh. Tiap pulang sekolah, Jusuf selalu mengantar Mufidah sambil membawa skuternya. Sosok Mufidah yang kelewat dingin, ia tidak ingin diantar dengan naik skuter. Mereka berdua sama-sama berjalan di bawah terik kota Makassar. Begitu, setiap hari.
Jusuf benar-benar harus berusaha keras untuk mendapatkan cinta Mufidah. Pertama, karena Mufidah telah dijodohkan oleh orang tuanya. Dan kedua, Jusuf berasal dari orang tua yang berpoligami, Orang tua Mufidah kontan merasa tidak percaya dengan Jusuf. Namun Jusuf tetap tidak menyerah, dan setelah sabar selama bertahun-tahun, akhirnya Jusuf tak lagi bertepuk sebelah tangan. Tentu saja, sekali lagi ibu Jusuf tak lepas tangan dengan perjalanan (cinta) anaknya.
Jusuf belajar banyak dari ibunya. Baginya, Athirah adalah sekolah kehidupan yang sebenar-benarnya. Darinya, Jusuf belajar untuk tetap menguatkan hati. Darinya pula, Jusuf belajar untuk jatuh cinta. Darinya pula, Jusuf juga belajar untuk berwirausaha. Jusuf tidak pernah meninggalkan ibunya. Ia telah berjanji, dan selalu menepatinya. Setelah menikahpun, Jusuf tidak meninggalkan Makassar, kota ibunya bermukim. Bahkan hingga Athirah tutup usia, Jusuf-lah yang tetap berada di sampingnya. Athirah meninggal dalam dekapan Jusuf, tepat di depan rumah mereka.
***
Buku ini menceritakan secara eksplisit besarnya pengaruh Athirah terhadap perjalanan hidup Jusuf Kalla. Begitu banyak pelajaran kehidupan yang diberikan dalam buku ini. Berfokus pada tokoh Athirah, sayangnya penulis teralu memberikan porsi yang agak berlebih untuk tokoh lainnya, seperti Jusuf dan Mufidah Kalla. Ada beberapa bagian dalam buku ini yang menghilangkan sosok Athirah.
Dalam buku berjudul Athirah, Alberthiene Endah menuliskan Athirah dengan sebutan “Emma”, panggilan untuk ibu dalam bahasa Bugis. Kekentalan unsur setting Bugis-Makassar mampu menjadi poin tambahan yang memperkuat esensi cerita. Tak hanya “Emma”, hal-hal yang berkaitan dengan latar, seperti barongko, pisang ijo, tenun sutra, karebosi, mesjid raya, losari, hingga calabai makin menghidupkan cerita yang terjadi di daerah Sulawesi Selatan.Di sampul depan bukunya, diilustrasikan dengan rumah panggung suku Bugis dikelilingi tanaman rindang dengan halaman luas.
Epilog di buku yang akan segera hadir di layar lebar ini ditutup dengan ikrar Jusuf Kalla untuk tidak mengulangi jejak ayahnya. “Aku memang bukan suami yang sempurna. Tapi satu hal yang bisa kujamin, aku tak akan pernah melukai hatimu. Sampai kapanpun…” kemudian dibalas dengan senyuman sangat lembut dari Mufidah.
*** Inilah susahnya menghadapi kaum hawa. Kau tak akan mendapat jawaban ketika kau membutuhkan jawaban. Dan, kau diajak berputar dalam perjalanan rumit ketika kau bahkan tak melihat sesuatu yang rumit.Pengalaman terberat seorang anak dalam kasus poligami, ketika harus menyaksikan salah satu dari orangtua menahan pedih atau peristiwa menekan itu.
Kau mungkin telah kehilangan ibumu. Dan, kau merasa ia telah benar-benar pergi. Kau tahu ia berada di suatu tempat yang kau yakini sebagai pelabuhan paling abadi. Kau mendoakannya setiap waktu, menaburkan kembang dengan jemari yang menyimpan rindu, lalu meninggalkan pemakaman dengan hati kehilangan. Lalu, kau menciptakan jarak, atau lebih tepatnya secara alamiah kau diarahkan untuk membuat jarak. Dan, ibumu tinggal menjadi kenangan.
Ibuku tak pernah pergi. Ia berjalan bersamaku. Ia hilang timbul mengikuti pikiranku yang habis tersedot dunia. Tapi seperti yang kukatakan, ia selalu bisa menarikku kembali ketika dunia terlalu hiruk pikuk untukku. Aku, bocah yang selalu diasuhnya. Masih, hingga kini. Emma adalah perjalanan keberanian. Dalam dirinya yang lembut dan sangat halus, ia seseorang yang kokoh. Aku bersamanya ketika ia terus-menerus melahirkan anak, takdir perempuan yang hidup dalam alam tiada KB. Aku bersamanya ketika kami berlayar selama ratusan hari untuk menginjak Tanah Suci ketika tubuhku belum lagi setinggi panggulnya. Jusuf adalah laki-laki yang dibesarkan dalam alam poligami. Hidupnya didampingi seorang ibu yang menapaki hari dengan batin terluka. Tapi Emma adalah perempuan indah yang perkasa. Setelah badai yang luar biasa, ia muncul lagi di tengah gelombang dan membalikkan keadaan. Kisah Emma adalah ajaran keberanian sepanjang masa.
10 mukasurat yang pertama, saya sudah terpikat. Cantik betul bahasa penceritaannya, penulisannya. Sastera, tapi lancar saja membaca tanpa perkataan-perkataan bombastik yang memaksa kau bergulat mencari maksud. Ya, ada perkataan Indonesia yang saya tidak faham. Tapi membaca keseluruhan ayat dan perenggan, sudah boleh menebak sendiri maksud perkataan itu.
Untuk ini, Alberthiene Endah sudah ada peminat baru!
Dan membaca Athirah (selepas menonton filemnya di bioskop hampir setahun yang lalu), memberi pengalaman yang berbeza. Athirah di panggung (bagi saya) berbeza dengan Athirah di dalam buku. Tetapi membandingkan antara keduanya yang mana lebih keren, saya katakan itu perbandingan yang tidak perlu.
Athirah di dalam filem, saya terpukau dengan penggambarannya. Saya jadi suka pada Makassar, saya suka pada Watampone. Sama sepeti perasaan menonton Laskar Pelangi, buat saya pengen mahu ke Belitong!
Athirah (atau "Emma" yang bermaksud mak/ibu/bunda) dalam buku, lebih dekat dengan perasaan. Bagaimana WaPres Jusuf Kalla (JK) membesar dalam keluarga yang besar, yang mewah dengan kasih dan cinta kemudian bergolak dengan perbuatan Bapak yang tak terduga. Betapa Emma jatuh menjadi lemah seketika, kemudian bangkit menjadi kuat. Dan JK bukan sekadar melihat, tapi utuh bersama Emma meneruskan hidup. Emma bangkit, JK kuat. Tapi sekelumit benci langsung tidak wujud kepada Bapak, walau marah ada ketika menguasai. Emma, JK dan keluarga jalan terus, memilih untuk memeluk saja badai yang menghempas, dari menyakitkan diri cuba melawan dan membantah.
Indah. Keluarga yang indah.
Buku ini bukan hanya bercerita tentang kekuatan Emma, tapi tetap mempamerkan tingkah dan tanggungjawab seorang Bapak yang cemerlang. Ya, berkahwin dua itu mudah saja terlihat "dosanya". Tapi Bapak menanggung akibatnya juga, dan masih tahu membezakan baik buruk hal-hal keluarga. Pembangunan dan perkembangan Kalla Group juga hasil titik peluh seoarang Bapak, itu juga perlu dilihat. Tidak. Jangan melihat usaha keras Bapak membangunkan keluarga sebagai alasan untuk menambah isteri, tapi lihat bagaiman kesungguhan beliau memanfaatkan setiap ruang dan peluang memperbaiki diri.
Jujurnya, kedua-dua watak Emma dan Bapak sangat saya sanjung. Kedua-duanya kuat, hebat dan patut dijadikan teladan. Tidak hairanlah WaPres JK sangat cemerlang dalam hidupnya. Kerana permulaan yang baik, titiknya bermula dari rumah.
"Kau tak akan pernah kehilangan ibumu. Energinya akan ada besertamu sepanjang hidup."
Aku rasa, novel ini banyak di underrated. Mungkin, kalau hanya melihat cover dan judulnya saja.. tidak banyak orang yang tertarik. Tapi sungguh, ini novel yang bagus. Kisah tentang tanggung jawab sebagai anak lelaki tertua di keluarga, kisah tentang istri yang berjuang demi anak-anaknya, kisah tentang suami yang berbuat kesalahan besar dan tidak bisa memperbaikinya, kisah tentang saudara perempuan yang selalu ada di sisi, serta kisah tentang sebuah keluarga yang memang tidak selalu manis, tapi tidak akan pernah terlupakan.
Tolong jangan tanya seberapa deras air mata yang mengalir saat aku membaca novel ini :')
Novel ini terinspirasi dari kisah nyata Ibunda Pak Jusuf Kalla, tapi aku berani jamin, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tokoh tersebut. Tidak ada bau kampanye. Tidak ada pula sangkut paut dengan kehidupan politik. Ini benar-benar kisah murni tentang ibu.
Benar-benar novel untuk para ibu, calon ibu, serta putra-putri yg mencintai ibunya.. bahkan wajib dibaca para ayah & calon ayah :‘)
P.S. Aku beruntung mendapatkan novel ini sebagai penutup bacaan dan pelengkap reading challenge 2013 kemarin :3
"Suatu saat, Jusuf, suatu saat kau akan belajar dan mengerti arti kesetiaan. Sesuatu yang tidak hanya ada saat kau dihadapkan pada sesuatu yang membuatmu bahagia. Tapi, juga saat kau berhadapan dengan sesuatu yang membuatmu berat..."
"Laki-laki memiliki keputusannnya sendiri tentang perasaan cinta, Ucup. Tapi, kesetiaan perempuan adalah pedoman yang berharga sebelum laki-laki membuat keputusan..."
"jangan kau sia-siakan perempuan yang mengasihimu dan setia kepadamu."
Kutipan-kutipan aja dulu deh. yang jelas novel ini menguras emosi, apalagi endingnya, bikin mata meleleh....
Novel yang cukup menguras emosi. Gue baca ini ga sampai 5 jam. Dimulai dari perjalanan pulang Senayan-Lebak Bulus selama kurang lebih 1,5 jam gue udah membaca setengah buku. Sampai rumah gue melanjutkan membaca bukunya kurang lebih 1-1,5 jam. Ya ditotal mungkin hanya 3 jam aja gue menyelesaikan membaca buku ini.
Kata-katanya bikin jleb, perjuangan yang sungguh luar biasa. Yang pasti cukup recommended untuk dibaca. Sosok yang luar biasa. :)
Kesan setelah membaca Athirah : 1. Pengin kue Barongko (Barongko sama nggak sih dengan wadai babungku? :p) 2. Pengin ke Pantai Losari 3. Pengin kain sutra terbaik
Eh, nggak kok. Masih banyak lagi. Seperti biasa, review nyusul di blog. Kalau rajin :p
wajib dibaca! senangnya saya, rasanya buku ini mengajarkan banyak hal.ketegaran seorang Emma, bahwa menjadi seorang istri dan ibu tak lantas harus kehilangan identitas dirinya sendiri. tak harus hilang dan memudar saat sang suami menduakannya.kearifan yg tidak dibuat2, gaya bahasa yg puitis,dan ditulis dgn rendah hati. love it!
Buku ini wajib bagi para anak yang ingin lebih berusaha memahami arti cinta ibu, bagi para calon ibu yang ingin menjadi guru terbaik bagi anak-anaknya kelak, bagi para orang tua dan laki-laki.
Awalnya saya membeli buku ini hanya karena rasa kagum saya kepada Pak Jusuf Kalla. Saya merasa jika saya tahu lebih dalam kehidupan Pak JK, maka saya bisa belajar banyak hal darinya. Tapi ternyata saya salah. Buku ini hanya menceritakan kehidupan Pak JK di akhir, sedangkan dari awal sampai pertengahan bercerita tentang keluarganya, khususnya sang ibu, Athirah.
Saya bersyukur dipertemukan buku ini ketika saya memang membutuhkannya.
Ibu athirah menambahkan kepercayaan diri saya sebagai wanita tanpa harus menghilangkan kodrat wanita yang seharusnya dari pikiran saya. Ibu Athirah membuat saya sadar kalau sekuat apapun wanita tetaplah rapuh jika bermasalah dengan perasaan dan harga diri. Tapi karena perasaan yang tersakiti itu, ibu Athirah bisa bangkit menjadi seorang yang lebih istimewa dari sebelumnya.
Dari ibu Athirah saya juga belajar kalau seorang istri harus bisa mengimbangi kedudukan suaminya. Menjadi sahabat, penyemangat, dan juga penopang ketika suami membutuhkan. Ibu Athirah juga sangat menjaga perasaan anak-anaknya. Ia seorang wanita yang tahu apa yang harus dia lakukan dan kemana dia harus melangkah.
Beberapa bagian di buku ini membuat saya hampir menangis, karena keluarga saya juga sedikit bermasalah. Jadi beberapa cerita mengingatkan saya akan masalah keluarga yang pernah saya hadapi.
4 Bintang untuk novel ini, karena di bagian akhir saya kurang suka dengan penjabaran cerita tentang Pak JK, seakan keluar dari jalur awal novel.
Airmataku menitik ketika membaca prolog novel ini. Air mata juga makin meleleh ketika mencapai epilog. Cerita tentang ibu, pengorbanan dan perjuangannya selalu menyentuh. Dan karena kisah ini menyangkut seorang tokoh besar, sentuhannya semakin terasa. Kita mengenal sosok tokoh yang sekarang, dan ketika kita berkesempatan melongok ke masa lalunya, tersibak tabir yang membuatmu tercengang. Athirah adalah kisah tentang keikhlasan, pengorbanan juga perjuangan ibunda Jusuf kalla. Ini adalah kisah tentang istri yang dipoligami. Seorang istri yang berjuang melawan sakit hatinya, memantapkan kesabaran dan mengajarkan nilai-nilai kesabaran, persatuan dan perdamaian kepada anak-anaknya. Ini adalah kisah luar biasa dari seorang tokoh yang luar biasa. Bagaimana Jusuf Kalla remaja melewati pergolakan batin yang hebat dalam menghadapi masalah dalam keluarganya. Quote: ‘’Kau telah mati jika hidupmu tak lagi memberimu alasan untuk bersabar.” ‘’Allah tidak akan memberikan keindahan yang sempurna tanpa didahului perjalanan terjal.’’ ‘’Ketentraman bukan berasal dari apa yang kau lihat, tapi dari apa yang kau rasa.’’ “Kita semua harus belajar dan memahami pentingnya kesetiaan, keikhlasan dan juga tanggung jawab kepada keluarga. Karena dari keluargalah kita lahir dan tumbuh, kepada mereka jugalah kita mewariskan segalanya dan menyerahkan hari-hari terakhir dalam hidup kita.”
Rasa sakit bisa menjadi kekuatan yang maha dasyat untuk melakukan hal-hal hebat. Lebih baik bangkit dan berkompromi dengan rasa sakit yang ada dari pada hanya duduk diam dalam gelap. Jadikan rasa sakit itu sumber kekuatan untuk bangkit dan berkarya. Mudah mengungkapkan dari pada menjalankan, begitulah hidup. Memang butuh waktu untuk itu. Tapi tidak ada yang tak mungkin dan perlu ditakuti selama kita sabar menjalani hidup.
Pesan itu yang saya tangkap dari buku Athirah setebal 404 halaman juga penuturan buah hati tokoh dalam buku ini, Jusuf Kalla. Buku ini mengisahkan tentang sosok Athirah, ibunda JK. Bagaimana sikapnya menjalani hidup, membesarkan anak-anak, menghadapi poligami hingga menjadi pengusaha sukses.
Okay, so the prolog was pretty awesome. The author introduced pretty much whom we would see inside the book and gradually introducing us to the main problem within the book. Awesome. That 'gradual' process was in the exact perfect pace. Also, it's like some fancy scientific abstract. Maybe you think, 'Oh so we know how this story will end? I mean you know "journal abstract" is the only thing I read whenever I (always) felt lazy. Oh! Also when our professors gave us some lousy assignment!' Yup, indeed (Indonesian student stereotype). But no, the so-called intrigues me as if you're about to explore a cave. There are two options available; 1) Joining a group led by a tour guide, 2) Explore, or maybe venture it yourself, so you might find other hidden gems! In this case, the prolog would make you fall into the second choice. Trust me, really.
But of course I'll go on with the book? I mean yes of course you will. But prolog is really an important part (if it provides a prolog) of a book when it comes for you to decide whether you'll go on reading or 'nah, not my cup of tea.'
Anyway, there are some narations here thay might sound....... trigerring to some communities (read: feminist). But well, I knew he didn't mean so. He just delivered some stereotypes about women, and me-as a woman myself- found most of those sayings pretty accurate. Hahaha.
There were also some 'things' which were repetitive. You might find it REALLY boring. 'For God's sake, dude you mentioned that a zillion times that I could call you without looking at a phone book! Don't show off to a broken person like me!' (well, it happened in the past so yeah, I used the term phone book). Yup. Sorry. That's what I thought firsthandedly. AGAIN BUT THEN, the conflict flew rapidly and you know, when you felt really angry but you still couldn't believe what you just saw, 'memory seeps from my vein' as Sarah McLachlan would sing. You tried to convince yourself 'you had created those beautiful memories with that particular person who made your aorta bursted'. Undeliberately, you kept thinking about it, over and over again. There you go, the repetition went on like a circle of fire.
-----
Some of my relatives said that they were sobbing in almost the entire part of the book. Well, not entirely, but well they SOBBED. Unfortunately, I didn't find myself crying. I DID smile, affectionately, a lot. This book didn't really put too many pressure on the 'sob-thing'. It didn't put your feelings on a rollercoaster, which I like so much. So many books fool around with the readers' feelings recently and that makes me so done. They were fooling around in a stupid manner urgh. This, maybe get most people to sob-mode but I also wonder why I didn't even shed a tear..... I already explained it above. It motivates me. Taking me to a high level of adrenaline to become productive (?). Okay, I'm weird. Haha.
I never forget to pay attention to the writing style. Technically, I love Ms. Alberthiene's style. First, she barely used any difficult word so what an easy reading! Second, if there was.... She would explain it so thoroughly and as I said earlier, she was a bit repetitive and this also applied to the difficult and Bugis language words. Why I pointed this out? It's not a rarity to find those crazy footnotes and even in some philosophical novels, the footnotes took a half of a page. You're not wrong, but really you will know what I'm talking about after you finished reading it.
Some of biographical novels are occasionally dramatic, cliché, CHEESY. It depends on the authors tho. How about this one? No, it wasn't that dramatic. Perhaps, just a little on the PDKT part (urgh PDKT is like a process of you trying to get close to your crush and likely to be their significant other). But still, it's not too much. I still can swallow the big chunks of the plot without vomitting... cheese. Sorry that was corny.
I also didn't cry at all. The book didn't try to fluctuate your emotions. It simply told you how a woman coped with her heartache and how her kids handled the problems within the household, how they grow up in such psychologically toxic environment (well toxic seemed like a strong word but anyway it really was TOXIC!), how those things impact their lives, et cetera.
Now, the moral values.
One important purpose the author tried to deliver; polygamy is shitty but hey don't let it make you succumb to death. This may sound insulting to polyamorous supporters but sorry, I am truly against the fundamental thoughts of that belief. And polygamy is absolutely included.
A little story from me..
My grandmother was the oldest daughter from the first wife of my polygamous great-grandfather. He had 3 wives. My grandmother and my mom told me a lot about this matter and how stressful the condition was, especially to my great-grandmother. Mr. Jusuf Kalla, the main character in this book (also the vice-president of Indonesia), grew up in the exact circumstances as my grandmother. And both of them tend to have almost the exact same personality. I could see from the book, both of them dealt with problems the same way, patience became their basic principle. Oh, the patience was on a new level.
As I said earlier, this book inspires me. It makes me realize, I know I can tackle any problems if I have the will. I know I can be a better person. I know I can be useful for the society. I know not all of the human beings hate me. And life... It's indeed not fair but that's just the way it tries to show you some compassions!
By the way, don't expect this book is all about Athirah and the polygamous stuff. Hahahahahaha.
Whoa so long, and..... Not to the point.... Well...
saya suka gaya penuturannya, gak terkesan menor, gak ngebosenin meski sedehana. saya suka emma athirah, bikin inget emma kuu yang bijaksananya, pemahamannya, kasihsayangnya, jago masaknya, dan semua muanya kece punya. nnovel ini pun baik sekali ngasih 2 figur wanita, athirah dan mufidah. saat kamu bingung karena masih terlalu muda, dan bingung gimana caranya jadi wanita keren kayak athirah, kamu bisa ambil nilai nilai kebaikan yang ada pada mufidah :) makiiin pengen ke makassar, nyam! >o<
4,5 ☆ Hal 12 Inilah susahnya menghadapi kaum hawa. Kau tak akan mendapat jawaban ketika kau membutuhkan jawaban. Dan, kau diajak berputar dalam perjalanan rumit ketika kau bahkan tak melihat sesuatu yg rumit.
Hal 309 "Apapun yg kau pikirkan, ingatlah, Allah tidak akan memberikan keindahan yg sempurna tanpa didahului perjalanan terjal" (Emma)
Banyak lagi kata2 petuah dari Emma yg dapat diselami dari novel ini. Berkisah tentang kehidupan nyata seorang ibu dari seorang tokoh di Indonesia, menambah khasanah saya mengenai pengalaman hidup orang2 hebat di negeri ini. Ternyata, memang benar kata pepatah, di belakang seorang lelaki yg hebat, tentu ada perempuan2 yg lebih hebat. Entah itu ibunya, atau istrinya. Dan, Jusuf Kalla memiliki kedua wanita hebat itu. Ibunya adalah permata langka di jagat raya. Manusia berhati emas permata berlian intan kemilau jika dibaca dari karakternya di dalam novel ini. Bagaimana tidak, seorang perempuan yg sungguh baik tanpa cela, dimadu oleh suami yg sangat dicintainya. Namun tak sekali pun dikisahkan bahwa Athirah, ibunya Jusuf Kalla ini, bertengkar dengan suaminya perkara poligami ini. Bahkan, untuk menanyakan apa penyebab suaminya melakukan poligami pun tidak sampai diutarakannya. Bahkan lagi, saat suaminya berada dalam keterpurukan, dia siap menjadi pundak sandaran suaminya itu. Memberikan bantuan seluruh yg dia bisa dan dia punya. Tanpa sedikitpun mengumpat atau mengutarakan kesedihannya akibat perbuatan suaminya yg telah menduakannya. Mulia sekali hati seorang istri yg ikhlas dimadu. Diduakan. Direbut hatinya oleh orang lain. Diambil kedudukannya. Cintanya tak bersyarat. Bahkan, keteguhan sang Emma lah yg menjadi kekuatan anak2nya. Pelajaran kehidupan yg sangat berharga bagi anak2nya. Hingga di akhir cerita ternyata kangker hati yg menggerogoti Emma adalah penyebabnya meninggalkan dunia ini. Sungguh perjalanan hidup yg cukup mengispirasi. Bahwasanya, mengalah bukan berarti kalah. Bahwasanya, ikhlas dan sabar adalah buah paling pahit sekaligus manis dalam kehidupan. Dan Tuhan selalu memberi kekuatan kepada hamba-hambaNya yg berserah. Kehidupan Jusuf Kalla kecil jika dilihat dari kacamata ekonomi sama sekali tidak bermasalah. Pun tentang pendidikan dan perkara kesejahteraan materi. Semua tercukupi, bahkan di atas rata2 karena ayahnya adalah seorang saudagar kaya raya di Bone. Masalah kehidupan yg berat yg dialami Jusuf Kalla adalah perkara hati. Hati yg harus ikhlas dan tegar karena ayahnya berumah dua. Menyaksikan kepiluan hati ibu yg dicintainya. Merasakan kekosongan2 tertentu saat tak ada ayahnya di dalam kehidupannya. Perkara ini mendidik Jusuf Kalla lebih dewasa daripada usianya saat itu. Lebih perasa terhadap hati perempuan dan lebih peduli kepada keluarga. Beliau belajar bijak sebagai anak sulung laki2 pertama di keluarga. Menggantikan posisi ayahnya, sebagai kepala keluarga. Menjadi teman bercerita ibunya. Menjadi muara berlabuh bagi keluarga kecilnya itu. Saya pun salut dengan kisah perjuangan cinta Jusuf Kalla dalam mengejar Mufidah. Tak ada perempuan lain yg pernah masuk ke hatinya selain Mufidah. Hingga akhinya mereka menikah dan tetap bersama hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa betapa Jusuf Kalla belajar banyak tentang arti kesetiaan. Tentang arti menghargai hati perempuan. Dari ibunya. Saya suka ceritanya. Walau pada awalnya saya agak sedikit trauma membaca kisah 'tokoh' politik di negeri ini karena sesuatu dan lain hal. Seperti tokoh2 sebelumnya yg biografinya pernah saya baca dan cukup saya idolakan, namun berujung kekecewaan terhadap beberapa sikap politiknya, atau kasus2 korupsi yg menjerat beberapa tokoh politik ternama tsb. Namun buku ini tidak membuat saya trauma. Karena di buku ini tidak banyak menceritakan perjalanan karir Jusuf Kalla melainkan lebih kepada interaksi kehidupannya dengan sang ibu. Semoga kisah cinta Pak Jusuf Kalla memiliki ending yg bahagia dengan Ibu Mufidah. Sehingga tidak pula muncul lagi trumaisasi bagi saya yg telah mengagumi kisah cinta mereka yg ada di novel ini. Buku ini bagus sekali untuk dibaca oleh para calon ayah atau calon ibu. Banyak pelajaran berharga di dalamnya. Serta, bahasa penyampaian sang penulis pun asyik untuk diikuti. Tidak monoton dan iramanya enak dalam laras kata-kata.
I cried for more than 20 minutes when I finished this book. Skor 10/10
-----------------------------
"Pengalaman terberat seorang anak dalam kasus poligami, ketika harus menyaksikan salah satu dari orangtua menahan pedih atas peristiwa menekan itu. Kadang tak kupikirkan lukaku sendiri. Lebih sedih memikirkan luka seseorang yang menjadi payung hidupku. Emma" Hal.39.
"Yang paling menguliti perasaan kami adalah jika Bapak keluar dari rumah kami menjelang salat Isya dan kembali menuju istri keduanya. Kurasakan ada sesuatu yang hilang dari batin. Seperti ada ruang kosong yang mencekam. Keropos. Rasanya seperti ditinggalkan. Kami merasa telah menjadi pelabuhan untuknya, tapi ia tetap mencari pelabuhan lain. Rasa itu sangat menyiksa." Hal.47.
"Realitasnya, Emma pergi dan pergi lagi ke tempat-tempat 'orang pintar'. Dan aku tahu itu adalah sebuah perjalanan sia-sia. Tak ada tujuan yang akan jadi pemberhentiannya. Emma hanya ingin menerbangkan persoalan batin yang tidak bisa ia tanggung sendiri. Dukun bukanlah tempat yang pantas untuk arah ia berlari. Aku nelangsa. Ibuku mencari damai ke mana-mana. Ke tempat yang tidak seharusnya." Hal.109.
"Suatu saat, Jusuf, suatu saat kau akan belajar dan mengerti arti kesetiaan. Sesuatu yang tidak hanya ada saat kau dihadapkan pada sesuatu yang membuatmu bahagia. Tapi, juga saat kau berhadapan dengan sesuatu yang membuatmu berat." Hal.120.
"Jangan kau terpengaruh persoalan Bapak dan Emma jika hatimu ingin mencintai seseorang." Hal.142.
"Kemudian, kulihat Bapak dan Emma duduk di sudut toko. Berbincang sambil bertatapan. Entah apa yang mereka bicarakan. Keduanya seperti tengah mengalirkan kerinduan. Sama-sama menatap dengan cahaya cinta yang sulit didustai. Bapak menyentuh jemari Emma. Aku memandang mereka dari balik tumpukan wadah gula pasir. Terharu. Mengapa bapak harus menciptakan kisah baru jika kisahnya dengan Emma sudah sedemikian indah?" hal.161
"Laki-laki memiliki keputusannya sendiri tentang perasaan cinta, Ucup. Tapi, kesetiaan perempuan adalah pedoman yang berharga sebelum laki-laki membuat keputusan." Hal.238
"Jusuf" ia menatapku. "Ayahku mengetahui keluargamu. Orangtuaku tahu ayahmu menikah lagi. Ia selalu mengingatkan aku tentang itu. Kurasa, ia takut aku mengalami hal yang sama dengan ibumu. Maafkan aku." Hal.307
"Aku mencintaimu Athirah. Maafkan aku. Kau bawa sakit hatimu hingga mati. Maafkan aku..." Hal.378.
📝Siapa yang menjadikan ibu sebagai sosok inspirasi dalam hidupnya? Banyak kita yang menjadikan ibu sebagai figur untuk dicontoh dalam hidup. Begitu juga Pak Jusuf Kalla dalam hidupnya meneladani “Emma” Athirah sebagai sosok yang begitu berpengaruh dalam mengajarkan Pak JK makna kehidupan. Emma adalah perjalanan keberanian, sosok yang kokoh, lembut dan sangat halus. . 📝Menjadi seorang anak yang dibesarkan di keluarga poligami merupakan sekolah batin terberat bagi Pak JK. Kehidupan poligami, terlebih suami memilih tinggal di rumah keduanya membuat hati seorang istri tersiksa dan menghilangkan cahaya asli wajah istri, dan meredupkan hati seorang ibu. Ini berarti semesta di sekujur rumah menjadi suram. . 📝”Jadi, Jusuf. Mari bangkit. Kita hapus rasa sedih dan berat dari batin kita. Anggap ayahmu khilaf. Tapi, kita tak perlu merusak hidup kita.” (hlm. 131) Dan, itu menjadi awal kebangkitan Emma menjadi wanita yang mandiri. Hawa bergairah menjadi penyemangat Pak Jusuf Kalla untuk meraih masa depannya. Menggantikan peran bapak dalam membesarkan adik-adiknya pun dilakukan dengan gembira. . 📝Buku ini banyak memberikan inspirasi hidup. Pergolakan batin seorang istri untuk tetap semangat mengarungi hidup demi anak-anaknya, karena benar adanya bahwa ibu adalah nafas keluarga yang mengatur denyut keluarga. . 📝Buku ini memiliki kisah inspirasi yang cocok untuk setiap pribadi, terlebih untuk anak-anak yang hidup dalam keluarga poligami. Walau sebenarnya saya menolak paham poligami, karena tidak hanya istri yang terluka, anak-anak pun memiliki luka batin. Petuah yang tersurat dalam buku ini yaitu hendaknya kita mempunyai kesabaran hingga akhirnya tidak ada rasa takut untuk menghadapi segala permasalah hidup. Semua ada waktu indah-Nya.
buku yang sarat makna kehidupan. bagaimana bertahan dalam kondisi yang sangat berat dan menyakitkan. mengalah agar bisa berdamai dengan luka itu sendiri, hingga akhirnya kesabaran memberikan kebahagiaan baginya.
Athirah memiliki segala yang dibutuhkan di masamasa sulit. iman, ketegaran, anakanak yang mencintai dan memahaminya. saat ia bangkit kekuatannya berlipat, membuat dirinya dan sekitarnya ikut merasakan semangat. ((jika saya diposisi Athirah ga yakin bakan se-survive itu)).
ada beberapa plot hole tapi bukan masalah besar. akhir hidup Athirah dan Bapak sangat mengesankan. ada penyesalan dalam hati Bapak pastinya sudah menyakiti hati ibu dari anakanaknya yang hebat. semoga kelak dipersatukan di Surga.
p.s. kalau kondisi seperti Athirah terjadi sekarang dengan jiwa sosialita menjalar di manamana, yang ada bukan ketabahan dan kebangkitan tapi ke-viral-an media sosial.
Novel ini menceritakan tentang masa kecil Jusuf Kalla (pernah menjadi Wakil Presiden RI) dan keluarganya.
Saat masih membaca di bab pertama, saya sebagai sesama perempuan mengerti bagaimana perasaan Ibunda dari Jusuf Kalla, atau dipanggil Emma ketika mengetahui suaminya poligami. Itu pasti menyakitkan banget. Saya benar-benar kagum dengan Emma yang berjuang untuk tetap tegar.
Saya juga kagum dengan Pak Jusuf dan keluarganya, karena semuanya pengusaha sukses. Keren banget. Jadi, di dalam novel ini juga diceritakan tentang perjalanan bisnis keluarga Kalla.
Sebagai pemanis, ada juga kisah Jusuf Kalla yang berjuang untuk mendapatkan hati seorang gadis. Saya sampai senyum-senyum sendiri pas di bagian ini.
Buku yg penuh pelajaran, inspirasi dan mengoyak emosi. Alberthiene Endah berhasil menuliskan kisah bapak Jusuf Kalla dengan indah. Buku ini berisi kisah cinta. Kisah cinta seorang istri yang dikecewakan dengan poligami, kisah cinta seorang anak pada ibunya, dan kisah cinta 2 anak manusia yg akhirnya berujung indah. Dari buku ini kita bisa melihat bagaimana rasanya menjadi anak dengan ayah yg memutuskan untuk nikah lagi. Bukan hanya istri yg terluka, namun anak-anakpun tak kalah terluka. Dan sesungguhnya kebahagiaan diatas penderitaan dan luka orang lain tidaklah akan membawa kebaikan... hanya akan menghasilkan penyesalan di masa tua.
Bias judgment for 5 rates haha. Ini buku biografi yang dikemas dg gaya penulisan santai ala novel populer saat ini, dan fokusnya ada di kisah inspiratif seorang Emma tentang buah dari kesabaran dan keikhlasannya, semacam mengukuhkan pesan, kalo emosi ga akan membawa kita kemana-mana. Poin inilah yang membuatku terus terngiang pesan abiku, "sabar dan sabar, karena sabar itu ga ada batasnya. Ya, kalo ada batasnya berarti masih kalah sama setannya!" Sebagai manusia tak sempurna, memang sudah tempatnya untuk selalu belajar dan berusaha, termasuk dalam melatih kesabaran dan keikhlasan menjalani kehidupan, baik yang adil maupun tidak. Must read buat yang mau tau resepnya hidup damai.
Saat ke Makassar tahun lalu, cukup sering saya mendengar nama pak Jusuf Kalla disebut dalam perjalanan menggunakan taksi online di sana. Ya wajarlah ya, namanya juga tempat tinggal wakil presiden. Kemudian saya pun membaca novel Athirah yang merupakan kisah dari ibunda bapak Jusuf Kalla ini. Dari novel ini saya jadi tahu kalau keluarga Kalla bisa dibilang keluarga yang membangun kota Makassar. Trus ibu Athirah ini juga termasuk ibu yang multitalenta. Masak jago, anak sukses semua, jago berdagang juga. Sungguh membuat minder. Heu
sebenernya aku merasa judul athirah agak kurang cocok, karena ini nggak fokus ke athirah, tapi lebih ke jusuf. trus yang sedikit membingungkan itu, narasi bahwa bapak datang tiap subuh dan setelah magrib itu membuatku berpikir bahwa bapak dan emma sudah nggak seranjang lagi, tapi ternyata setelah pernikahan keduanya bapak pun, emma masih hamil lagi, dua kali. dan sejujurnyaa, aku sangat penasaran pov bapak, karna sama seperti jusuf, aku juga mau tau alasan2 bapak. tapi sepertinya nggak mungkin ya:) ini tapi nilai kehidupannya dapet banget dan kagum sama emma
Bukunya bagus. Penuturannya sederhana dengan kalimat yang ringkas dan quotable. Hanya saja, ekspektasi saya tentang ceritanya sedikit tidak terpenuhi.
Buku ini bercerita tentang Athirah, ibunda Jusuf Kalla. Sepertiga akhir buku lebih banyak bertutur tentang kehidupan pribadi Jusuf Kalla, yang menurut saya porsinya terlalu banyak (karena seharusnya buku ini bercerita tentang ibunya).
Memesan novel ini dari salah seorang teman yang menggelar jastip pada sebuah event bazar di gudang penerbitnya, karena memang tergoda oleh filmnya lebih dulu.
Ternyata setelah baca, saya jatuh hati leh kisah Jusuf Kalla muda dan bagaimana ibunya begitu memberi pengaruh dalam kehidupan beliau. Termasuk pesan-pesan yang Bunda Athirah sampaikan kepada pembaca perempuan seperti saya.
dibalik suksesnya seorang laki-laki selalu ada peran perempuan di belakangnya. Perempuan-perempuan hebat dalam novel ini luar biasa. Keberhasilan Jusuf Kalla salah satunya tak lepas dari peran Athirah sebagai ibundanya yang selalu memberikan teladan tentang sabar, ikhlas, dan kerja keras.
Baru beberapa halaman pertama saya sudah hanyut dalam buku ini, Alberthiene Indah berhasil menuliskan kehilangan sosok berharga dalam hidup dengan sangat baik jadi kesedihannya terasa sekali. I really do respect Pak Jusuf tentang bagaimana biographynya tertulis dibawah buku dengan nama ibunya that just wow.fr. walaupun benar Ibu Athirah really does deserve all the credits.