This hilarious and thought-provoking novel follows Elliott Goodman who, after a heart attack, gets a chance to save his own life when God challenges him to an eighteen-hole golf match against such legendary opponents as Leonardo da Vinci, Babe Ruth, and Socrates.
Bob Mitchell’s memoir Time for a Heart-to-Heart is a reflection of his remarkably eclectic life experience. He has been a sports fanatic since birth and is also passionate about art, music, world literature, travel, food and wine, and dogs. He is the author of eleven published books, including a volume of essays, a collection of poems, five nonfiction books, and three novels about sports and the meaning of life. Bob studied at Williams, Columbia, and Harvard, where he received a PhD in French and Comparative Literature. He has had careers as a university French professor (Harvard, Purdue, Ohio State), a teaching tennis pro, an award-winning advertising creative director, a teacher of advertising and creative writing (New York, Paris, Tel Aviv, Jerusalem), and a novelist and has lived in seven states as well as Paris, Brittany, Angers, Besançon, London, Florence, Stockholm, Montreal, and Tel Aviv. He resides in Carlsbad, CA, with his wife, artist Susan Love. Visit his website at www.bobmitchellheart2heart.com.
An interesting and pleasurable read. The basic premise is that a man, Elliot, has a heart attack and as he holds on to life on the operating table, God comes to him and offers him a second chance. But he has to win the challenge-18 holes of golf. God obviously can't play for himself because His game would be perfect, so for each hole he sends a stand-in. These range from Leonardo Di Vinci, to Babe Ruth, W.C. Fields, and John Lennon. Each person plays true to their lives on earth, and Elliot learns important life lessons from each. Very creative. I don't play golf, but that didn't appear to be a problem. I don't understand the low ratings. I found it to be whimsically entertaining.
short (only 6 CDs) and just in the middle of the first...can't decide if the author is trying to tell the listener/reader all about all the things he knows or if it will actually have a point. Will keep you posted!
Blech! I give up...I can't decide if the author or the main character was completely self absorbed with the gory details of the golf course and cliches and play and his knowledge of EVERYTHING!!!!!
ACK! if you really, really like golf, you might enjoy this book. I just found it irritating.
I HATED every second of this book. I got the book for free because B&N was having a special deal, and I thought the premise could work - a guy has a heart attack and God challenges him to a life or death golf match. The catch is that he doesn't play God, he plays a different famous person at each hole - DaVinci, Moses, Babe Ruth, Marilyn Monroe, etc. It was the biggest bunch of drivel I've ever read - poorly written, pretentious, and self-indulgent. I guess I was supposed to be impressed with the author's knowledge of historical figures because he kept ramming the same information down my throat every damn chapter with these cliche moral messages. And the end was only satisfying because I didn't have to suffer any more. THIS BOOK BLOWS.
Aku harus jujur mengakui idenya menarik, sungguh, sungguh amat menarik--kupikir akan sangat keren kalau sampai ada filmnya. Karena itu Aku membeli buku ini. Tapi... - Ceritanya sangat dangkal - Aku ragu apakah tokoh-tokoh terkenal yang sepertinya hanya sekedar numpang nama memeriahkan jalannya cerita--benar-benar punya karakter seperti itu. - Istilah golf, olahraga mahal yang bikin iri dengki itu--terlalu banyak! Sehingga amat mengesalkan harus bolak-balik melihat glossary-nya. - Aku bahkan tidak sanggup menyelesaikannya, karena cara Bob Mitchell menuliskannya begitu membosankan.
Well, well, well, entah kenapa setiap aku mbaca novel terjemahan yang diterbitin sama Ufukpress akunya selalu aja nggak pernah merasa puas dan malah cenderung sedikit mengeluh. Kasusnya masih sama kayak yang dulu, buku hasil terjemahan dari penerbit yang bersangkutan selalu saja – menurutku – memiliki kualitas terjemahan yang minim, yang membuat keningku berkerut-kerut sedikit (meskipun overall wajahku tetap saja tampan) mencoba menangkap maksud dari tiap-tiap kalimatnya. Kadang-kadang saking kejamnya, aku jadi kepengen su’udzon sahaja kalo manusia-manusia di Ufukpress itu cuma bermodalkan software penerjemah bahasa semodel Transtool. Hasil terjemahan yang dikeluarkan sama mereka betul-betul njelimet!
Begitu juga yang kurasakan baru-baru ini waktu mbaca novel yang judulnya “Match Made in Heaven” karangannya Bob Mitchell, yang tentu saja diterbitkan dan diterjemahkan sama Ufukpress. Aku seakan dipaksa untuk mencoba mengira-ngira dan menerjemahkan lagi kata-kata yang tertulis di situ ke dalam bahasa Inggris untuk kemudian barulah kupahami maksud kalimatnya. Terjemahannya bikin kesel, John. Ya kesel dalam bahasa Endonesa, juga kesel dalam bahasa Jawa yang artinya adalah capek.
Ide cerita di buku itu sebenernya bagus. Ini tentang seorang profesor di Harvard yang mendadak koma gara-gara serangan jantung. Dan sepanjang masa komanya itu konon dia ketemu sama Tuhan untuk memohon perpanjangan nyawanya. Sama Tuhan permohonannya dikabulin bersama syarat dan ketentuan berlaku yang menyertainya. Elliott Goodman, sang profesor, harus bertanding golf 18 hole melawan 18 utusan Tuhan. Kalo dia seri atau malah menang, hidupnya diperpanjang. Tapi kalo sampe kalah, ya wassalam. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un-lah…
Serunya, 17 dari 18 utusan Tuhan itu bukanlah pemain golf beneran. Ke-17 utusan itu masing-masing adalah Leonardo da Vinci, W.C. Fields, Nabi Musa, John Lennon, Abe Lincoln, Joan of Arc, Sigmund Freud, Socrates, Shakespeare, Colombus, Edgar Allan Poe, Mildred Ella, Pablo Picasso, Beethoven, Babe Ruth, Mahatma Gandhi, sampai Marilyn Monroe. Satu-satunya pemain golf sungguhan yang menunggu Elliott di hole ke 18 adalah Ben Hogan.
Dahsyat, kan?
Kemudian cerita bergulir sambil Elliott menyelesaikan pertandingannya. Pada tiap-tiap hole Elliott banyak belajar tentang bagaimana menyikapi hidup dari lawan-lawannya. Diawali pelajaran tentang pentingnya untuk membuat rencana, berpikir masak-masak, dan tetap fokus dari da Vinci, Elliott belajar banyak tentang kejujuran, keadilan semu, integritas, kegembiraan, penilaian terhadap orang lain, ketenangan, rasa syukur, dan seterusnya dari tiap-tiap lawannya. Pendeknya, Elliott belajar banyak tentang hikmah tersembunyi yang dikasih sama Tuhan dalam setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Buku ini cocok buat orang-orang yang tingkat kepekaannya dalam menyerap hikmah sangatlah minim.
Isi buku ini seharusnya ringan dan menghibur juga sarat makna. Ide cerita yang seharusnya masuk kategori berat itu bakal nggak kerasa gara-gara kehebatan penulisnya. Tapi, ya itu tadi, gara-gara kualitas terjemahannya menurutku payah, buku ini jadi agak nggak aseek lagi. Beberapa kata dalam bahasa asing selain bahasa Inggris tidak diterjemahkan sama orang-orang dari Ufukpress. Bikin aku bener-bener bingung aja. Kata-kata perumpamaan dalam bahasa Inggris-nya juga diterjemahin mentah-mentah.
Seharusnya buku ini juga memuat banyak catatan kaki di halaman-halamannya untuk mempermudah pemahaman orang awam tentang golf (ataupun hal-hal lainnya yang nggak jamak buat orang Endonesa). Tapi dibanding catatan kaki, Ufukpress yang juga ada blognya itu malah milih membuat bab penjelasan di halaman terakhir. Bayangkan betapa malasnya harus mbaca buku dengan membolak-balik halaman dari depan ke belakang terus ke depan lagi, kan? Belum cukup sampai di situ, banyak penjelasannya yang bikin bingung. Misalnya saja istilah A dijelaskan dengan penjelasan yang berhubungan dengan istilah B. Tapi kaconya, istilah B ternyata berisi penjelasan yang mengacu pada istilah A. Macam lingkaran setan aja jadinya. Manalah mungkin atlit sepakbola dan futsal macam aku ini paham istilah-istilah golf, coba? Cocoknya buku ini dibaca aja sama bapakku yang atlit golf semi-profesional itu, kayaknya. Siapa tau aja beliaunya jadi tambah semangat main golf lagi dan rumahku jadi tambah dipenuhi sama barang-barang hasil jerih-payahnya menyabet juara. Lumayan, lho… Si bapak sempat mbawa pulang sepeda gunung, mesin cuci, sampai kulkas yang sekarang ngendon di kontrakanku di Jokja sini.
Terus lagi, ente pernah baca buku Harry Potter yang terbitan Endonesa? Di situ kalo ada terjemahan dari sajak yang aslinya dalam bahasa Inggris menggunakan rima, sedapat mungkin penerjemahnya juga menggunakan rima ketika diterjemahkan ke bahasa Endonesa. Tapi buku terbitannya Ufukpress ini tidak! Walopun disebutkan kalo Shakespeare berbicara dengan menggunakan rima, toh di terjemahannya tidak menggunakan rima babar blas. Main tancep aja nerjemahinnya. Yang ini bisa kumaklumi, sih. 1 bab tentang Shakespeare itu memang diceritakan kalo doi selalu menggunakan rima dalam pilihan kata-kata buat dialognya. Saking banyaknya ya wajar saja kalo penerjemahnya jadi kesusahan.
Jadi ya begitulah. Besok-besok kalo ada buku terbitannya Ufukpress lagi kayaknya aku bakal mikir-mikir kalo harus meluangkan waktuku buat mbaca. 2 kali kesempatan yang kuberikan ke mereka cukuplah sudah. Dan sepertinya, dibanding mbaca buku terbitannya mereka, aku bakal lebih milih buat mbaca berita dari koran-koran kuning sahaja, hahaha.
Match Made in Heaven berkisah tentang Elliott Goodman yg pada satu hari terkena serangan jantung. Dan ketika sadar, dia mendapati dirinya di lapangan golf. Yup. Lapangan golf. Bukan kamar rumah sakit, atau ruang tamu rumahnya. Dan tahu-tahu dia harus bermain golf untuk mendapatkan hidupnya kembali. Bukan main-main, Goodman harus melawan delapanbelas orang, atas perintah Tuhan. Mulai dari Leonardo da Vinchi, Musa, John Lennon, Freud, Poe, hingga seorang pria tua biasa. Namun benarkah Tuhan hanya ingin Elliott menikmati waktunya bermain golf dan merenggangkan ototnya dalam alam bawah sadarnya, sementara di lain pihak dia juga merenggangkan nyawanya? Tuhan selalu berencana, tapi Dia tidak pernah selalu memutuskan sesuatu untuk makhlukNya.
Yang saya sukai di sini bukan hanya terjemahannya. Bahkan ketika saya membaca buku ini untuk kali kelima, saya masih menikmatinya. Di sisi lain, saya mengagumi cara Bob Mitchell mengarang. Dia tidak hanya menghidupkan setiap tokoh legendaris lewat karakter, tone, serta cara mereka bersikap. Mitchell juga sepenuhnya memberikan ruang pada tiap chapter bagi tokoh-tokoh tersebut. Misalnya pada chapter 5, ketika Eliott bertemu dg Freud. Mitchell menghidupkan tokoh ini lewat kebiasaannya untuk menganalisa segala sesuatu. Bahkan pada tiap hal terkecil. Atau di chapter berikutnya, ketika dia menghadirkan Poe, Mitchell memberikan aura kegelapan dan murung di sana. Termasuk ketika dia memunculkan Beethoven, Socrates, serta Shakespeare. Alasan ketiga adalah bagaimana Mitchell mengakhiri pertandingan ini. Kenapa? Bagaimana? Silahkan Anda baca sendiri :D
I'm not sure what the author was thinking when writing this book. There is no real focus, and the protagonist is not likeable. I found myself rolling my eyes constantly before giving up and skimming my way through the last half of the book. The dialogue is some of the corniest I have ever read, where it seems the author pulls out every cliche he has ever heard of. The constant product placement, the paragraphs full of lists (including one where he lists every English synonym for "laughing") , so many quotes in foreign languages, and so many other brain-numbing stereotypes in every regard, do nothing for this book but make it unbearable. The author is either so full of himself, using this book as a means to brag about his extensive knowledge, or he wrote this book constantly referring to Google to help him fill up pages. Not only is the protagonist completely unlikeable and I found myself rooting for his demise, but the characterization of God is the most ridiculous I have seen attempted to date. They're both jerks. I am dumber for having attempted to read this.
This is a book about golf, golf, and golf. Ya, emang karena titik tolaknya dari olahraga golf sendiri, yang menurut si penulis, bermain golf ini seperti memainkan kehidupan ini.
Cerita berawal dari seorang pria, Goodman, yang kena serangan jantung, terus masuk RS. Saat lagi antara hidup dan mati, dia didatengin Tuhan yang menawarkan dia kesempatan untuk hidup lagi, asalkan dia mau bermain golf melawan orang-orang pilihannya. Nah, mulai deh, dia ketemu sama orang-orang besar dalam sejarah, yang notabene adalah tokoh-tokoh yang punya andil dalam kehidupannya sendiri. Ada Leonardo Da Vinci, Freud, Mahatma Gandhi, sampai Marilyn Monroe!
Gue terpaksa sering skip beberapa bagian di buku ini karena gue sendiri emang awam banget soal golf. Tapi intinya, buku ini cukup memberikan beberapa insight yang bagus untuk diserap. Tentang bagaimana kita harus fokus, bagaimana kita ternyata ga boleh meremehkan orang hanya karena penampilannya, sampai arti kata "satyagraha". Good.. good.. good...
Despite those golf terms that I don't really understand (only some I knew thanks to Dandoh! haha), Overall I enjoyed reading it.
Elliot Goodman, who's suddenly get a heart attack and he get a second chance to winning his life by doing match in golf with God. And the match not only with God himself, but with all those famous 'used to live' people in the world, ini which Elliot was admired during (?) his life before had heart attack. This is where the golf is really is the matter of life and die.
It was like we're being remembered with the meaning of our life. How do we really going to appreciate what we are really have in this life. How much precious our life, so that we are willing to fight for it.
My fave quote, as I just translate it to English ( I read the Indonesian Edition)
"It's because my life unique, its just because it is my life, and because it is not others!"
"Life is beautiful, my friend.... Cherish each day you live as you will lose it.... someday".
Despite the golf technical terms that are beyond my knowledge, the conversation between Bob Mitchell main character Elliot Goodman and several well-known people who influence Elliot's life (or even the life of many others)on behalf of GOD, is funny and yet meaningful.
Sometimes, we are busy with our daily activity and forget that being alive is a bless. We are occupy with our work and ignore simple litlle thing that can make us a very grateful person.
To have a positive mind and not judge the book by the cover, to focus on how to achieve the goals and at the same time put joy along the way, to have an open mind as if the mind of a little child who faces the world for the first time.....
Berawal dari Elliott yang menderita serangan jantung dan meninggal secara mendadak. Namun di mimpinya dia bertemu sosok Tuhan dan diajak bertanding golf dengan Tuhan dengan aturan sederhana, dia akan hidup jika menang melawan-Nya dan sebaliknya.
Tidak ada pilihan bagi Elliott selain menerima tantangan itu. Dan ternyata dia bertanding dengan tokoh-tokoh dunia yang sudah mati! Mulai dari Leonardo da Vinci, Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, John Lennon, sampai si cantik Marylin Monroe. Dari setiap lawannya, Elliott menemukan sudut pandang baru dalam memaknai kehidupan. Bagaimana dia melihat ketidakjujuran Lincoln, keindahan Shakespare dalam berbicara, atau semangat bermain Beethoven yang bisu itu.
Bagaimana akhir cerita? Mampukah Elliott menang melawan Tuhan? Lalu apakah Tuhan hanya melihat dari atas sana tanpa turun tangan sendiri bertanding dengan Elliott?
Hal pertama yang membuat saya tertarik dengan novel ini ialah hadirnya tokoh tokoh yang luar biasa, dimulai dari Leonardo, sang pelukis Monalisa sampai tokoh perdamaian, Mahatma Gandhi. Yang kedua ialah ide cerita yang dibangun Bob Mitchel, tentang seorang professor yang bernama Eliot Goodman yang ditantang Tuhan untuk bermain golf, dengan taruhan nyawanya sendiri. Saya pun jadi tahu dalam permainan Golf terkandung sebuah filosofi mendasar tentang hidup. Eliot belajar, pada setiap tee nya, entah itu dari lawannya atau belajar dari permainan nya sendiri. Namun, yang bikin saya agak membosankan dengan novel ini ialah pembawaan ceritanya yang bikin nggak paham, saya rasa bukan karena cerita nya melainkan terjemahan dari novel aslinya, yang diterjemahkan asal asalan. Finally, saya beri bintang 2 untuk Match Made in Heaven terjemahan Indonesia nya ini.
E. Goodman diambang kematiannya bertemu dengan God dan bernegosiasi agar diberi kesempatan untuk hidup kembali..Tuhan memberi kesempatan dengan menantang Elliot bermain Golf 18 lubang, dan ia harus menang. Ternyata dia tidak bertanding melawan Tuhan, melainkan tokoh2 dunia yang dikirimkan Tuhan untuknya, dari Leonardo, John Lennon, Marylin Monroe, Joan of Arc, Beethoven, Abraham Lincoln, Colombus, dan tokoh lainnya setiap lubang.... Bob Mitchell menganalogikan Golf dengan kehidupan melalui buku ini...bagaimana mengagumi sesorang, percaya pada diri sendiri..dan banyak pelajaran lainnya...sampai akhirnya Elliot kalah dalam pertandingan babak tambahan...
Ceritanya tentang seorang dosen yang tiba-tiba kena serangan jantung dan sekarat. Saat koma, ia ketemu sama Tuhan. Tuhan tanya kenapa aku harus ngasih kesempatan kamu untuk hidup lagi? Apa hidup kamu sedemikian berharga hingga kamu layak untuk hidup kembali? Ceritanya keren, meski aku nggak bisa nangkep istilah-istilah tentang golf. Ada sih daftar istilah di bagian belakang. Tapi baca novel sambil buka halaman lain sekadar untuk tahu istilah golf itu nggak nyenengin. Novel ini bikin pembacanya mikir tentang menghargai waktu dan hidup. Tapi menurutku novel ini nggak sopan banget. Masa Tuhan yang Maha Sempurna dipersonifikasikan jadi seorang kakek tua?
Love the concept, being a golfer, but writing is a little choppy and scattered. A guy is on his death bed and wants a 2nd chance. God challenges him to 18 holes of match play, and if he wins, he gets another shot at life. God sends 18 figures from history to play him, a different one every hole. He gets to meet the likes of Babe Ruth, Leonardo Davinci, Beethoven, Marylin Monroe, etc, etc, etc. While the concept rocks and the golf dialogue is solid, the writing lacks substance at times, I don't think I'd recommend it, and it gets a little long by the 10th hole or so.
A pretty quick read. Not terrible but not recommended.
The whole idea of this story is interesting and funny. Who would have thought of a golf competition against famous people chosen by God as a way of saving one's life? And then the selection of famous people involved in the competition... and Elliot's mental struggle at each hole...
Unfortunately I didn't really enjoy reading the book. It took me a long time before I even finished half of it.
All I can say about the book is that, unless you understand golf, this book is not really a page turnover.
Novel karangan Bob Mitchell ini ceritanya sangat menarik, tentang pertandingan golf melawan Tuhan dengan nyawa sebagai taruhannya. Banyak tokoh-tokoh penting di dunia ini, seperti; John Lennon, Leonardo DaVinci, William Shakespeare, Edgar Allan Poe, dan lain-lain juga turut dilibatkan. Sayangnya, untuk mereka yang awam soal golf, dengan banyaknya term-term golf agak menyultkan juga. Selebihnya ini buku yang menarik tentang pencarian arti hidup dan bagaimana menjalaninya.
If you like golf and you enjoy reading about heaven, this is the book for you! A pro golfer dies and when he gets to heaven, he finds out his job there is to teach someone to play golf. Unfortunately for him, his student is GOD!!! It's a wonderful book as the pro not only learns about heaven, but also about people in general in the process. Just for the record, I'm not a golfer and really don't care that much about golf, but the description of the book made me want to read it and I'm glad I did. It was definitely worth my time!!!
The book is in the vein of The Celestine Prophecy with a lot of inspirational/religious gobbledy gook (such as, would Socrates, who is not Christian, be in Heaven?). The inspirational message is a little insipid. And the writer seems more interested in dropping names (so that he can go to golf tournaments and say "I put you in my book") and making long lists, than in any writing. But the story has a golfy folksy charm -- even if it is a little formulaic.
I thought maybe I would give this book three stars, but as I think about it, this is really a very worthy book. Probably a man's book. If you know anybody who has ever played golf, have them read this book. You'll be enchanted by Elliott as he faces his worthy opponents. Hint: there are eighteen of them!
After you get started on this book and you see how it goes, ask yourself who would be your opponents, if you were in Elliott's golf shoes?
buku ini akan lebih menyenangkan jika tidak berpanjang-panjang dengan detail golf serta rasanya 19 bab dan 300 halaman lebih terlalu panjang untuk ide cerita yang sering berulang tiap babnya. penulis rasanya tidak konsisten tentang pelajaran yg didapat dari tiap lawan, dari bab ke bab pelajaran yg didapat dari satu orang dapat berubah-ubah. penulis juga terlalu memaksakan bentuk penulisan dalam 1-2 bab.
This book seemed like it had a lot of potential at first, and the premise was intriguing, but it proved to be disappointing.
It felt like I was reading a bunch of short history lessons on 17 dead famous white people and the one token non-white guy. I get what the author was trying to do, teach morals through his main characters idols, but it didn't work. I wish it did, but it didn't.
I'm sure if I liked golf I would've given it an extra star.
agak beribet baca buku ini, coz gak ngerti permainan golf, jadi banyak istilah yang ngebingungin, secara golf di Indonesia, belum merakyat ya.. tapi lucu aja sih alur ceritanya karena sekaligus bsa memahami tokoh-tokoh terkenal di dunia ini.. Kyak Gandhi, Lennon, Monroe.. yah baca aja buat selingan di jalan
I bought it last year,but still haven't read it,hahaha... The review interest me, I gez this book kinda funny book. This book (if I'm not mistaken) telling bout the competition against God. A man named Elliot, who is dying, offered by God to have a golf duel. And if he wins, he will has the chance to life.