Jump to ratings and reviews
Rate this book

1970: Sebuah Novel

Rate this book
Peraih Prêmio Paraná de Literatura

21 Juni 1970. Final Piala Dunia 1970. Brasil lawan Italia. Seorang pemuda dilepaskan ke jalanan begitu saja dari sebuah mobil. Lebih dari seminggu sebelumnya dia diculik oleh aparat rezim militer, disekap dan disiksa atas tuduhan subversif. Pemuda itu—seorang pegawai bank biasa—tahu bahwa negerinya berada di bawah kediktatoran militer, tetapi tak pernah menggubrisnya atau menganggapnya masalah. Politik adalah hal yang dia rasa jauh dari kehidupan sehari-harinya. Sampai tiba malam penculikan dan penyekapan itu, politik dan tuntutan akan kebebasan tiba- tiba memperoleh makna baru baginya.

Namun di tengah keriuhan warga mengelu-elukan tim nasional Brasil berlaga di final Piala Dunia, adakah yang peduli dengan penderitaannya, adakah yang mendengar kisahnya? Lebih penting lagi, benarkah dia sudah bebas?

144 pages, Paperback

First published May 9, 2019

3 people are currently reading
98 people want to read

About the author

Henrique Schneider

32 books2 followers
Henrique Schneider nasceu em 1963, em Novo Hamburgo/RS – cidade onde hoje vive. Filho da ex-miss e professora universitária Therezinha e do ex-rei Momo e deputado Nestor Fips Schneider, desde cedo esteve próximo da literatura. Ao lado dos jogos de futebol no campinho do colégio e das correrias de polícia e ladrão, os livros e revistas. A loja de brinquedo e a livraria.

É pai dos grandes Pedro e Felipe. Graduado em Ciências Jurídicas e Sociais pela Universidade Federal do Rio Grande do Sul (UFRGS), desde 1993 é sócio da Fagundes, Schneider e Advogados Associados.

Na época da faculdade, publicou seu primeiro livro: Pedro Bruxo (Editora Metrópole). Publicado em 1984, o livro ganhou ainda outras duas edições pela Editora Caetés.

Em 1989, com O Grito dos Mudos, venceu o Prêmio Maurício Rosemblatt de Romance. O livro e o prêmio lhe abriram as portas para a literatura. Foram cinco edições pela Editora L&PM. Agora, publicado pela Bertrand Brasil (2006), está na terceira edição.

Após uma pausa, em 1999, publicou A Segunda Pessoa (Editora Mercado Aberto). Em 2003, passou a escrever a coluna semanal de contos Vida Breve, no jornal ABC Domingo. Ao longo de sua existência, foram mais de 600 pequenos contos publicados.

Em 2007, em parceria com a Universidade Feevale, passou a fazer leituras públicas e gratuitas dos contos do Vida Breve. As leituras já o levaram a diversas cidades gaúchas, além de Florianópolis, Curitiba, São Paulo, Rio de Janeiro, Belo Horizonte, Montevidéu e Buenos Aires.

Também em 2007, pela Bertrand Brasil, publicou Contramão, finalista da 50ª edição do Prêmio Jabuti e vencedor do Prêmio Livro do Ano – categoria Narrativa Longa –, promovido pela Associação Gaúcha de Escritores (Ages). Está em sua segunda edição.

Depois, vieram Avenida de Histórias (Um Cultural, 2009) e os textos de Novo Hamburgo – a cidade se revela (Um Cultural, 2009), obra compartilhada com os fotógrafos hamburguenses Joel e Isa Reichert. Ambos foram publicados através da Lei de Incentivo à Cultura.

No ano de 2009, por voto direto (pela Internet), foi eleito patrono da Feira Regional do Livro de Novo Hamburgo. Em 2012, foi patrono da 16ª Feira do Livro de Lindolfo Collor; em 2016, da 39ª Feira do Livro de Flores da Cunha e, em 2017, da 37ª Feira do Livro de Camaquã.

A reunião de 44 de seus contos compõe o livro A Vida é Breve e Passa ao Lado, publicado em 2011 pela Dublinense. Em 2014, publicou O Tempo Quase pela Lê Editora, e em 2015, Respeitável Público, novamente pela Dublinense. No ano seguinte, participou, ao lado do fotógrafo Edison Vara, do livro Cidades Contemporâneas (Um Cultural, 2016).

Setenta, o mais recente livro de Henrique Schneider, foi o vencedor na categoria Romance do Prêmio Paraná de Literatura 2017. A Biblioteca Pública do Paraná (BPP) é a responsável pela publicação da primeira tiragem, em março de 2018. O escritor projeta novas edições da obra ainda neste ano.

Além dos livros individuais, Henrique participou de diversas antologias. Possui textos publicados na Espanha, México e Argentina.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
40 (27%)
4 stars
69 (46%)
3 stars
33 (22%)
2 stars
5 (3%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 46 reviews
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,035 reviews1,962 followers
October 3, 2023
"Tidak ada penyiksaan di Brasil"--Alfredo Buzaid (Menteri Kehakiman 1969-1974).

Begitulah 1970 (atau Setenta dalam bahasa Portugis) dibuka. Kutipan singkat namun kita sudah bisa menebaknya: narasi yg dibangun pemerintah untuk menyembunyikan yg sebenarnya.

Alkisah seorang pegawai bank biasa berusia 25 tahun. Mencoba memulihkan patah hati sebab putus cinta, malah menjadi korban salah tangkap. Disiksa karena diasumsikan sbg seorang komunis.

Pembaca langsung disambut dg adegan saat Raul--nama pegawai bank itu--dibebaskan setelah kurang lebih seminggu berada di penjara. Bagaimana ia didikte & diperingatkan oleh 4 aparat yg melepaskannya di jalanan di Porto Alegre menunjukkan bahwa Raul sebetulnya nggak sepenuhnya "bebas."

Plot selama cerita dibuat maju mundur. Sebelum, ketika, dan setelah Raul disiksa tanpa proses hukum yg sebagaimana mestinya.

Jangan lupakan juga suasana final piala dunia 1970 yg mempertemukan Brasil vs Italia. Riuh-rendah sorak-sorai pendukung bola menjadi kunci subtil terhadap kisah Raul.

Membaca 1970 nggak gampang buatku. Henrique Schneider menuliskan setiap detik per detik. Membuat adegan penyiksaan Raul benar-benar "nyata" dalam kepalaku. Setiap satu-dua bab aku memutuskan berhenti. Nggak kuat dg apa yg dialami Raul.

Ketika Henrique berkunjug ke Kedai Patjarmerah beberapa hari lalu, ia mengatakan bahwa adegan penyiksaan dalam 1970 sudah sangat diperhalus. Maka, jgn bayangkan seperti apa peristiwa yg sebenarnya.

(Mungkin seperti yg ditulis Vincent Belvins dalam The Jakarta Method. Oh, 1970 akan lebih mudah dipahami jika sudah membaca buku Belvins. Tersedia dalam bahasa Indonesia & diterbitkan pula oleh Marjin Kiri)

Cerita Raul tampak begitu nyata berkat kepiawaian Henrique sebagai penulis dan @gladhys sebagai penerjemah. Nggak ada bahasa yg kaku. Bahkan sumpah serapah yg digunakan para aparat juga diterjemahkan sesuai tingkat "kekasaran" dlm bahasa Indonesia.

Kalau boleh kukatakan, sempatkanlah membaca 1970. Novel setebal 150an halaman yg membuat ngilu tetapi nggak akan membuatmu merasa rugi sdh membacanya.

Lima bintang! ✨
Profile Image for Lia.
255 reviews1 follower
August 29, 2023
4.5/5

Gimana rasanya ketika kamu sedang berjalan santai menuju bioskop, lalu disergap oleh 4 orang tak dikenal, dikurung selama 9 hari dan disiksa begitu sadis padahal kamu sebenarnya adalah korban salah tangkap? Gimana rasanya jadi seorang ibu yang anaknya hilang tanpa kabar dan sudah mencari jawaban ke sana- ke sini, tapi nggak ada hasil apapun?

Geram, kesal, kasihan, sedih, marah. Semua menjadi satu dari awal hingga akhir membaca buku ini. Lewat buku ini, aku jadi sadar bahwa setelah semua berlalupun, hidup orang-orang seperti Raul akan selalu dihantui ketakutan dan trauma yang mendalam. Mereka nggak akan pernah 100% merasa bebas selama sisa hidupnya.

Novel 130 halaman ini memiliki porsi cerita yang pas banget!
Terjemahannya juga sangat nyaman untuk dibaca, mengalir banget.
Profile Image for Panca Erlangga.
116 reviews1 follower
May 25, 2024
Buku tipis ini benar-benar mengerikan. Begini. Semua ini bermula ketika tokoh utama dalam novel ini, seorang pegawai bank biasa bernama Raul yang tengah patah hati setelah tiga bulan sebelumnya putus dengan pacarnya, tengah berjalan menyusuri jalanan kota menuju bioskop Victoria dan akan pergi untuk minum bir di pub setelahnya. Tepat di tengah perjalanan jalan kecil itu, sebuah mobil Ford Corcel berhenti tepat di samping Raul, menyentak dirinya dengan pistol, dan mendorongnya ke dalam mobil. Dan, setelahnya, siksaan demi siksaan yang terjadi selama sembilan hari dideskripsikan dengan sangat detil, sudah cukup membuat pembaca merasakan mual dan bergidik ngeri.

Membicarakan soal penuturan penulis, aku sangat menyukai penuturannya di 1970 ini, di mana si penulis menyajikan cerita ini dengan alur cerita yang tidak berurutan. Pada pembukaan novel ini saja sudah disuguhkan dengan adegan ketika Raul dibebaskan oleh para sipir. Yang di mana selanjutnya cerita bergulir dengan bab yang tumpang tindih dengan penyiksaan Raul, narator ibunya yang mencari anaknya, sebelum dan setelah kejadian saat piala dunia berlangsung, dan lain-lain. Dengan penuturan seperti ini, membuatku sebagai pembaca merasa tertekan, cemas, dan geram di saat yang bersamaan. Dan terakhir, terjemahan di buku ini terasa apik dan halus, meskipun secara isi berdasarkan penulisnya sendiri sudah dihaluskan.
Profile Image for Carlos.
Author 13 books43 followers
June 21, 2019
A rotina de Raul, pacato bancário na casa dos 20 anos, é monótona. Sua vida social resume-se ao trabalho, ainda mais depois do fim de um namoro recente. No dia dos namorados do ano de 1970, para esquecer o rompimento ainda fresco em sua memória, decide ir ao cinema e encontrar amigos para uma cervejada. No caminho, é confundido com um homem procurado pela ditadura militar e preso sem muitas explicações.

É aí que começa uma jornada de horror nos porões da tortura no regime, narrada pelo escritor Henrique Schneider em seu novo livro, Setenta. A trama do romance se divide no tempo e no espaço, saltando dias e enfocando ora Raul, ora um de seus carcereiros sem nome e ora as buscas infrutíferas de sua mãe pelo paradeiro do filho. Como já havia feito em obras como O Grito dos Mudos e Contramão, não é tanto a reconstituição histórica, e sim a tensão intolerável do suspense a espinha dorsal do livro

O romance foi o vencedor da edição 2017 do Prêmio Paraná de Literatura, concurso promovido pela Biblioteca Pública do Paraná para originais inéditos e ganhou uma primeira edição pelo selo da organização. Agora, ganha um lançamento comercial. É, portanto, uma obra escrita bem antes das atuais discussões provocadas pela defesa recorrente da ditadura pelo presidente Jair Bolsonaro.

– O que me assusta um pouco é que o livro acontece nos anos 1970, e se chama Setenta, mas a remissão ao hoje é imediata. É um livro que surgiu antes da campanha eleitoral, quando ocorreram as manifestações pró-golpe. Quando eu vi molecada de 16, 17 anos indo para a rua pedindo a volta da ditadura, foi ali que o livro nasceu – diz Schneider.
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
September 28, 2023
Sungguh mudah menempatkan novel pendek ini sebagai bulat 5 bintang. Sebab apa. (1) Novel yang sangat pendek, tetapi begitu bold mengulik bagaimana kejinya rezim totalitarian cum militer Brazil dalam melakukan represi kepada orang tidak berdaya. Ini mengingatkan saya pada se-powerful Animal FarmAnimal Farm. Pendek tapi menghentak. (2) Novel ini membahasa pula Piala Dunia 1970, ketika Brazil final melawan Italia. Yang membuat saya sadar, betapa banyak elemen-elemen yang selama ini dijauhi "susastra". Bola sepertinya hal yang jarang terpikir oleh kebanyakan kita, tetapi di novel ini disinggung dengan apik. Bukan sekadar sebagai latar peristiwa, latar Raul dibebaskan dari penjara cum penyiksaan. Tetapi memotret pula euforia masyarakat Brazil, sehingga seperti tergambar dalam adegan-adegan terakhir novel, tidak ada yang melebihi pentingnya Brazil menang Piala Dunia. Termasuk nasib "sial" Raul. (3) Novel ini sangat cocok dibaca di bulan September, ketika hantu komunis kebanyakan akan muncul di Indonesia. (4) Terjemahan Gladys dari bahasa Portugis ke Indonesia indah sekali.

Secara singkat kisahnya dimulai Raul dilepas begitu saja, di hari final piala dunia. Sejak 12 Juni 1970 Raul adalah korban penculikan oleh militer, sebab diduga terlibat dalam usaha penculikan konsul Amerika yang dilaukan oleh VPR. Padahal Raul hanya pegawai rendahan, teller bank, dan baru saja putus cinta dari Sonia yang membuatnya terpuruk, dan hanya ingin merayakan 12 Juni 1970 (hari kasih sayang Brazil) dengan ke bar dan minum-minum. Ehhhh ditangkap kemudian disiksa.

Kemudian novel bergerak ke fragmen-fragmen waktu yang menjelaskan latar belakang, selama penyiksaan, dan pasca Raul dilepas. Paling epik ya, Raul harus nonton final di televisi di sebuah kafe semeja dengan sipir. Dan adegan itu adalah adegan paling simbolik paling wooooow.

Sangat rekomendasi!
Profile Image for Stftrns.
71 reviews
April 11, 2025
kacau. buku kacau.

Tentang korban salah tangkap yang disangka komunis tahun 1970 di Brazil, ora rezim Emílio Garrastazu Médici. Segala bentuk penyiksaan yang Raul rasakan ditulis lengkap di sini. Pun dengan emosi Ibu Raul demi mencari anaknya yang hilang. Ironisnya, piala dunia di tahun tersebut seakan menganggap bahwa penyiksaan dan penculikaan bukan apa-apa.

Anw, buku ini perfect karena walau alurnya acak tapi dengan buku setipis 130 halaman, mampu mengoyak emosi pembacanya.
Profile Image for Willy Alfarius.
92 reviews7 followers
October 19, 2023
Premis ceritanya sederhana saja sebetulnya: seorang pemuda biasa, cenderung polos, menjadi korban salah-tangkap oleh aparat negara karena dituduh sebagai komunis yang mengganggu keamanan dan status quo kediktatoran militer Brazil. Namun kemudian yang membuat kisah dalam novel pendek ini menjadi seram dan menegangkan adalah bagaimana proses setelah penangkapan itu terjadi. Raul, si pemuda malang itu, kemudian disiksa habis-habisan di dalam sel tahanan agar mau mengaku bahwa ia adalah seorang komunis, bahwa ia bersama kawan-kawannya akan membunuh seorang konsul Amerika Serikat, dan bahwa ia tahu di mana kawan-kawannya bersembunyi serta siapa saja mereka-mereka itu. Di sinilah kemudian Henrique Schneider membuat pengisahan apa yang terjadi dan menimpa Raul darihari ke hari, disusun secara acak untuk membuat pembaca terus menyimak halaman demi halaman hingga akhir. Berlatar belakang jalannya Piala Dunia 1970 Meksiko di mana timnas Brazil kemudian keluar sebagai juara gelaran sepakbola terbesarsejagad tersebut, novel ini mempertontonkan bagaimana kuasa negara, terutama yang sedang dipimpin oleh diktator yang rakus dan pongah, bekerja dan mengerjai warga negaranya.

Dari novel ini juga Henrique memberikan gambaran bahwa apa yang terjadi di masa kediktatoran militer Brazil sepanjang dekade 1970-an, nyaris sama dan sebangun pola serta cara kerjanya dengan Indonesia pasca-1965. Salah duanya, pemerintah militer yang berkuasa memiliki paranoia dan tuduhan tak-berdasar-tanpa-akhir untuk menghukum, melarang, dan mengkambinghitamkan komunis(me), yang lantas tindakan antipati tersebut menjadi legitimasi bagi berkuasanya rezim. Satunya lagi, cara kerja aparat negara (terutama militer) dalam memperlakukan warga negara dengan begitu brutal dan kebal hukum. Terkait tindak penahanan serta penyiksaan yang digambarkan Henrique dalam novel ini, bisa dibilang persis-mirip dengan apa yang dialami terutama oleh mereka yang ditahan dalam penangkapan, pemenjaraan, pembunuhan massal di Indonesia sepanjang Tragedi 1965-1966. Betapa ngilu dan tak-manusiawinya perilaku aparat di novel ini, terjadi dengan amat gamblang dan banal dalam konteks Indonesia seperti yang tersaji dalam memoar para Penyintas 1965 yang banyak terbit pasca Reformasi di Indonesia.
Profile Image for Jimmy.
155 reviews
March 22, 2025
Pernahkah kau mendengar orang berkata, “Politik? Apaan sih? Nggak ngaruh juga ke hidupku!”

Well, brosis, hidup di sebuah negara, hidupmu sebenarnya dipengaruhi keputusan-keputusan politis yang diambil oleh para poliTIKUS. Hanya saja, dampaknya mungkin hampir tidak kamu rasakan karena hidup aman dan nyaman dalam gelembung privilese ini dan itu.

Seperti Raul Dos Santos Figueira, pemuda berusia 25 tahun yang menjadi tokoh utama dalam novel 1970 karya Henrique Schneider. Raul digambarkan sebagai anak muda yang baik, tidak neko-neko, menggemari sepak bola, dan taat beribadah. Rutinitasnya sebagai karyawan bank, pergi pagi dan pulang sore, lalu tiap Rabu main sepak bola.

Hingga suatu hari, 3 bulan setelah putus dengan kekasihnya, dia ingin meredam kegalauan dengan menonton film di bioskop, dan setelahnya berniat sedikit minum-minum. Itulah rencananya. Tapi apa yang terjadi? Gara-gara ketika itu dia memakai baju merah cerah pemberian sang mantan, Raul malah diculik. Dia jadi korban salah tangkap. Kisahnya berlangsung di Brasil, tepatnya di kota Porto Alegre.

Sebelum masuk Bab 1, ada satu kutipan yang berbunyi “Tidak ada penyiksaan di Brasil”, yang merupakan ucapan Alfredo Buzaid, Menteri Kehakiman Brasil dari 1969–1974. Kemudian, cerita Bab 1 dibuka dengan Raul yang dilepaskan oleh para penculiknya setelah disekap dan disiksa selama hampir 2 minggu. Dia dilepaskan pada Minggu pagi, 20 Juni 1970, tepat menjelang berlangsungnya pertandingan final Piala Dunia antara Brasil melawan Italia.

Saat dilepaskan, Raul diperingatkan—lebih tepatnya diancam—bahwa dia tidak boleh mengaku bahwa dia diculik dan disiksa, bahwa penyiksaan yang dia alami tidak pernah terjadi. Yah... pantas saja Menteri Kehakiman pada masa itu berani bilang tidak ada penyiksaan di Brasil!

Cerita berlanjut tidak secara kronologis, tapi maju mundur, melompat-lompat antar waktu dan tempat. Di bab-bab berikutnya, pembaca akan disuguhi cerita bagaimana Raul disiksa, dan seperti apa perjuangan ibunya mencari Raul. Dia disiksa untuk mengorek informasi tentang kejadian yang sama sekali tidak dia lakukan, tapi setiap kali Raul menjawab tidak tahu, makin disiksalah dia.

Nah, perlu saya ingatkan, cerita penyiksaan ini digambarkan cukup mendetail, bikin saya merasa ngilu sekaligus sangat geram saat membacanya, lalu membatin “nih orang-orang pastilah titisan setan dan monster”.

Sebenarnya siapa yang menculik Raul? Dan apa penyebab Raul menjadi korban salah tangkap? Silakan baca sendiri, ya. Yang pasti, ketika dulu hidup Raul baik-baik saja, aman dan nyaman sebagai karyawan bank, dia pun merasa negaranya juga baik-baik saja, sehingga dia tidak terlalu peduli dengan urusan politik dengan segala busuk-busuknya. Dia merasa, selama dirinya tidak terkena dampaknya, selama dia bebas-bebas saja melakukan segala rutinitasnya, buat apa mengurusi atau bersuara tentang semua politik-politikan itu.

Setelah kena dampaknya dan menjadi korban, Raul pun jadi punya makna baru tentang kebebasan, karena walaupun akhirnya dilepaskan, dia tidak lagi merasa bebas. Untuk selamanya.

Di halaman 68-69, Henrique Schenider menuliskan “Kebebasan—kata lain yang semakin bermakna dalam kosa kata sehari-hari Raul, keinginan baru yang dirajah dalam hidupnya. Kebebasan sekarang memiliki rasa dan warna lain ketika dikatakan. Kebebasan, pikirnya—dia tidak pernah memikirkan barang sedetik pun dalam kehidupan rutinnya tentang betapa pentingnya kata itu.”

Sejak beberapa waktu lalu, orang-orang mulai tertarik membaca dan membicarakan buku Animal Farm karya George Orwell karena dirasa cukup menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Nah, buku ini juga menurut saya perlu dibaca agar kita tidak terlalu cuek dengan kondisi perpolitikan di negara ini. Tapi ada satu pertanyaan saya yang belum terjawab sampai sekarang, kenapa ada mas-mas di cerita yang berlokasi di Brasil ini? :))

Novel 1970 ini cukup tipis, hanya 133 halaman, dan diterjemahkan dari bahasa Portugis. Penceritaannya ada yang dari sudut pandang narator, lalu dari pov Raul, juga pov Irene.

Oh ya, sampulnya keren! Warna hijau gelapnya mantap. Ada semacam mosaik kuning berbentuk bola kaki. Brasil banget! Awalnya, siluet itu saya pikir mirip orang sedang salto, tapi ternyata bukan. Lalu apa dong? Itu palang burung. Maksudnya? Ya, baca saja makanya :)) Sebelum membaca itu dilarang. Siapa tahu, kan?
Profile Image for Sejutaluka.
64 reviews9 followers
December 18, 2023
Brazil medio 1970, setahun setelah Jenderal Emílio Garrastazú Médici berkuasa meneruskan kekuasaan junta militer sebelumnya. Kisah ini bermula.

Dilatarbelakangi dengan peristiwa upaya penculikan yang gagal terhadap Curtis C. Cutter konsul Amerika Serikat di Porto Alegre kota terbesar di Brazil selatan. Peristiwa ini sejatinya didalangi oleh VPR (Vanguarda Popular Revolucionária) organisasi sayap kiri Brazil yang memerangi rezim militer.

Rezim Jenderal Emílio adalah rezim represif militeristik. Penangkapan, penghilangan, penyiksaan, dan kematian selalu menjadi bisik-bisik dan kabar miring dari mulut ke mulut.

Begitu pula dengan peristiwa gagalnya penculikan tersebut, pihak polisi melakukan upaya penyidikan tapi kali ini salah tangkap. Korbannya bernama Raul Dos Santos Figueira, seorang pegawai bank yang jauh dan bahkan tidak peduli dengan politik.

Disiksa dengan beragam cara, dipaksa untuk mengaku hal yang dia sendiri tak tahu, pasrah menerima mimpi buruk yang nyata. Kisah ini dinarasikan dari setidaknya 3 pov yang diletakkan secara maju mundur.

Walaupun dinarasikan maju mundur kita bisa mudah memahami alur karena penanggalan yang dicantumkan di awal masing-masing bab. Narasi terfokus pada sembilan hari drama penculikan, yaitu 12 Juni 1970 hingga 21 Juni 1970.

Yaa akhir alur cerita berujung pada hari final piala dunia 1970 di mana Brazil berhadapan dengan Italia di Meksiko. Disinggung pula jalannya pertandingan tersebut di buku ini.

Tapi tentunya buku ini bukan ingin menyampaikan gegap gempita Piala Dunia. Tapi tentang penculikan, penyiksaan, kekejaman dan penghilangan paksa yang dilakukan rezim militer di Brazil.

Terlihat pada cover buku terbitan Marjin Kiri ini walaupun ada gambar bola namun ada gambar orang menekuk kaki dengan posisi terbalik di sana. Itu adalah posisi orang yang tengah disiksa dan diikat pada sebatang kayu atau besi yang di brazil disebut dengan Pau de Arara.

Tapi mungkin saja mengaitkan kisah salah tangkap ini dengan final Piala Dunia seolah-olah penulis juga sekaligus ingin menyampaikan bahwa sepakbola Brazil era itu adalah simbol propaganda diktator militer Jenderal Emílio. Bukannya memang seperti itu adanya?

Apresiasi tinggi untuk Kak Gladhys yang ciamik mengalih bahasakan novel ini. Hanya ada satu ganjalan, yaitu ketika sipir penjara memanggil pelayan restoran dengan sebutan "Mas" kenapa "Mas" sih? Kenapa gak "Bang" atau "Lae"? hehehhhe... just kidding Kak... good job.

Marjin Kiri selalu mengesankan, menghadirkan sastra keren dari mancanegara. Begitu pula buku ini, sebuah buku yang menurut gw layak dibaca bukan hanya oleh pecinta hisfic tapi juga pecinta sepakbola, Pele khususnya... Paham kan kenapa Pele gak pernah bermain di club Eropa?
Profile Image for Haifa Chairania.
158 reviews8 followers
April 7, 2024
Buku tipis ini bisa kamu selesaikan sekali duduk. Atau seperti aku, kamu juga bisa memberi jeda setiap beberapa bab untuk menarik napas (dan menyumpah), sebelum menyelami kembali kisah Raul yang terlampau menyakitkan untuk dianggap fiksi belaka.

Raul boleh jadi hanya tokoh ciptaan penulis, tapi tak bisa dipungkiri bahwa sosoknya merepresentasikan korban kekejaman pihak otoriter di dunia nyata. Seorang bankir yang hidupnya baik-baik saja, religius taat yang menyayangi Ibunya seperti ia menyayangi Tuhannya sendiri. Raul tidak pernah menganggap ada yang salah dengan negerinya (kalaupun dia tahu, dia lebih memilih untuk tidak menggubrisnya). Sampai pada suatu hari, sekumpulan orang asing menangkap dan menahan Raul, menuduhnya sebagai komunis yang berafiliasi dengan percobaan penculikan konsul Amerika Serikat. Siksaan bertubi-tubi dialami Raul untuk memaksanya mengungkapkan kebenaran yang bahkan tidak dia ketahui.

Lantas apa yang bisa kita sebut sebagai kebenaran?

Mungkinkah ‘kebenaran’ adalah topeng yang digunakan para manusia (yang sebenarnya lebih cocok disebut monster ini) untuk membasuh tangan mereka yang bersimbah darah? Esensi kebenaran yang ingin kuyakini pun semakin kabur, menyadari betapa berbanding terbaliknya keseluruhan isi buku ini dengan halaman pembukanya yang mengutip perkataan Menteri kehakiman: “Tidak ada penyiksaan di Brasil.” Tidak ada dan ‘pura-pura dianggap tak ada’ sepertinya adalah dua hal berbeda, bukan, Pak Alfredo Buzaid?

Deskripsi dan penuturan buku ini sangat halus, terutama dalam menggambarkan sisi personal para karakternya. Beribu-ribu terima kasih untuk Kak Gladhys Elliona yang sudah menerjamahkannya dengan apik.

Kendati memuat banyak adegan penyiksaan, aku justru lebih pedih ketika membaca narasi Raul; tentang kepasrahannya, kerinduannya pada matahari dan sosok ibu. Harapan semu terhadap hari esok menjadi satu-satunya yang menopang Raul tetap bertahan, namun di titik paling putus asa, aku berpikir bahwa kematian instan barangkali akan jauh lebih menenangkan bagi Raul daripada ketidakpastian yang membunuhnya perlahan-lahan.

Buku ini sebenarnya tidak dituturkan secara linier. Perpindahan alur antara masa penculikan Raul, monolog Ibunya yang berusaha mencari keberdaaanya, serta momentum pembebasan Raul yang berpadu kontras dengan hingar bingar pesta Piala Dunia, dijalin menjadi kesatuan cerita–yang ternyata tidak berujung pada resolusi apa pun dan hanya meninggalkan kehampaan bagiku.
Apakah Raul ‘benar-benar’ bebas? Atau dia hanya terjebak dalam penjara terbuka, di mana kehidupan bukan lagi miliknya?
Profile Image for Luan Dalmas.
157 reviews
September 7, 2022
setenta esquecer, mas não consegue

Falar desse livro sem revelar muito seria algo supérfluo demais. Não revelar o que acontece seria o que o autor desaprova. Esquecer a ditadura ou pedir a sua volta por vezes se assemelham.

No livro, Raul (bancário despolitizado) é preso em junho de 1970, em Porto Alegre, após ser confundido com uma das pessoas que tentaram sequestrar um cônsul americano. Nos nove dias que passa preso, Raul é torturado. "Preso por engano e torturado de verdade", como diz o autor no vídeo < Ditadura e Ficção | Henrique Schneider >

Escritas de forma breve e potente, as cenas de tortura e do estado físico e emocional de Raul são horríveis de ler. Horríveis porque realmente aconteceram, e porque todos nós sabemos que algumas pessoas se alegram com esses atos (o policial suplicando para torturar "só mais uma vez" e os brasileiros desde um passado recente).

Durante a prisão de Raul, sua mãe tenta encontrá-lo. Ela conversa com um policial, depois com um jornalista, depois com um padre e finalmente com uma vizinha. O interessante desses capítulos é que só a mãe fala, em parágrafos únicos. Ela não ganha respostas, nem mesmo parece ser ouvida. Os personagens não querem saber sobre a ditadura, nem mesmo parecem saber que ela ocorre.

Escrito pela necessidade de falar sobre a ditadura, e pelo medo de ver sua volta, "Setenta" se assemelha ao filme "Batismo de Sangue", que conta a história da prisão de cinco frades brasileiros e militantes na época da ditadura.
Em ambas as obras, há a presença do pau de arara, da violência e do futebol. No livro, Raul vai a uma lanchonete após ser solto pela polícia e assiste à final da Copa do Mundo com uma companhia inesperada. A animação das pessoas por ali mostram que a vida não parou nos dias em que Raul era torturado.

Iniciando e terminando com quase a mesma frase ("O sol, a claridade. Esta cegueira."), o livro mostra que Raul não é o mesmo, e nunca mais será. Depois de sair da lanchonete, o sol ilumina a cidade que não parece ser a de Raul. A claridade equivale a saber o que acontece nos lugares escondidos. E a cegueira é duas coisas: para os demais personagens, o desconhecimento da violência; para Raul, a invisibilidade de um futuro alheio ao seu passado recente.
Profile Image for Rido Arbain.
Author 6 books98 followers
December 13, 2023
Di balik gemerlap final Piala Dunia 1970 yang membawa Brasil meraih gelar juara untuk ketiga kalinya, rupanya tersimpan konflik panas yang melibatkan rezim militer Brasil yang berusaha memberantas kelompok komunis yang dianggap menentang pemerintah.

Sayangnya, operasi yang dilakukan dengan cara menangkap diam-diam, menyekap, dan menyiksa individu yang diduga terkait dengan komunisme, pada satu waktu justru menyasar masyarakat sipil yang tak bersalah. Ialah Raul Dos Santos Figueira, seorang pegawai bank biasa, yang menjadi korban salah tangkap aparat militer Brasil.

Novel karangan Henrique Schneider yang aslinya ditulis dalam bahasa Portugis ini, jelas bukanlah jenis bacaan yang ramah bagi pembaca yang tak tahan dengan adegan kekerasan eksplisit. Hampir di sepanjang narasi, penulis mendeskripsikan kondisi Raul menghadapi berbagai bentuk penindasan demi menanggung tuduhan subversif yang tak pernah ia lakukan.

Selain dipaksa mengakui bahwa ia seorang komunis, Raul juga mendapat tekanan untuk mengaku kalau ia terlibat dalam upaya penculikan seorang konsul AS. Mungkin bagian ini terasa dejavu, sebab apa yang dialami oleh Raul seakan-akan mencerminkan pola umum yang jamak terjadi di negara-negara otoriter.

Menjadikan sepak bola sebagai alat politik memang bukan barang baru di beberapa negara maju. Termasuk di Brasil pun, kemeriahan pertandingan sepak bola tak ubahnya tameng untuk menutupi bobroknya birokrasi pemerintah. Raul hanya secuil contoh dari wujud ketidakadilan dan gambaran kegagalan sebuah negara dalam menghadirkan rasa aman bagi penduduknya.

Meski pada akhirnya dilepas, tepat saat pertandingan Brasil versus Italia berlangsung, Raul justru tak sedikit pun merasa bebas. Fisiknya boleh saja selamat, tetapi perasaan traumatis masih terus menghantuinya tak kenal tempat. Bahkan saat Pele, dkk. mengangkat piala juara, ia sudah mati rasa untuk sekadar menghadiahi tepuk tangan.

Bagi Raul, euforia kemenangan itu tak ubahnya alat propaganda untuk menunjukkan kedigdayaan sebuah negara kepada dunia. Ia tak pernah sekali pun mengira kalau hari-hari muramnya sudah dimulai bersama dengan gegap gempita perayaan semu atas nama sepak bola.
Profile Image for Agung Wicaksono.
1,089 reviews17 followers
May 30, 2024
Raul tiba-tiba ditangkap oleh sekumpulan orang tak dikenal. Ia dituduh sebagai anggota komunis dan harus menerima konsekuensi dari keterlibatannya itu. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah ia hanya seorang pegawai bank biasa dan seseorang yang tidak terlalu peduli dengan masalah politik di negaranya, Brasil.

Pada awal ketika ia dimasukkan ke penjara tersembunyi, ia masih memiliki tenaga untuk berteriak meminta penjelasan yang terjadi. Ia meyakinkan kepada para penjaga di sana bahwa mereka salah tangkap dan ia tidak terlibat aktivitas politik apa pun, apalagi melakukan hal kriminal. Para penjaga di sana tidak peduli dengan teriakannya dan malah makin menyiksanya.

Keputusasaan Raul semakin menjadi ketika bos di penjara menghampirinya dan meminta pengakuannya. Raul bersikeras bahwa ia tidak bersalah atas tuduhan yang menimpanya. Namun, si Bos mengancam dan memberitahu bahwa ia sudah mendapatkan informasi tentang latar belakang Raul dan keluarganya, sehingga ia bisa saja bertindak semena-mena terhadap orang-orang terdekat Raul.

Di sisi lain, ibu Raul yang seorang janda sangat mengkhawatirkan kondisi anaknya karena tiba-tiba hilang entah ke mana selama berhari-hari. Ia merasa sebelum anaknya hilang, Raul minta izin untuk pergi ke bioskop dan tidak ada tanda-tanda keanehan padanya. Bahkan, Raul tidak memiliki rekam jejak kriminal atau bergabung dengan anggota komunis. Susah payah, ibu Raul meminta bantuan ke polisi, wartawan, dan pendeta. Namun, hasilnya tetap nihil.

***

Membaca novel ini, membuat saya merasakan pendertiaan Raul yang menjadi korban salah tangkap. Para penjaga di sana tidak ragu untuk terus menyiksanya supaya ia mengaku bahwa ia adalah salah satu anggota komunis yang membuat kondisi negara terancam. Selain itu, kekhawatiran dari ibu Raul juga patut menjadi perhatian karena ia tetap berusaha mencari keberadaan anaknya tanpa lelah.

Lantas, mengapa di sampul novel ini terdapat ilustrasi sepak bola? Ternyata, latar tempat ceritanya adalah pada 1970, yaitu ketika Final Piala Dunia yang mempertemukan Brasil melawan Italia. Di hari final itu, Raul baru dibebaskan dari penjara.
Profile Image for azur.
24 reviews1 follower
October 29, 2023
Pertama, saya mau mengapresiasi Gladhys yang sangat piawai dan keren banget menerjemahkan novel ini. Aku berterima kasih karena dedikasi yang kamu tuangkan di sini pasti banyak sekali. Juga, kepada Marjin Kiri yang konsisten membawa banyak penulis Amerika Latin ke rak buku saya

Kedua dan terakhir, tentang buku ini. Setiap bab, setiap kata-kata, menurutku, berhasil menggambarkan kekejaman rezim di sana. Membaca buku ini mengingatkanku akan Space Invader-nya Nona Fernandez. Mengerikan sekali bagaimana aparat di buku ini memperlakukan Raul — keji, biadab, dan semua kutukan yang tersedia patut untuk mereka. Apa yang dialami oleh Raul bisa terjadi oleh kita semua jika aparat yang diberikan mandat gak punya akuntabilisasi terhadap mandatnya. Kita, manusia sipil, terutama orang yang gak cukup punya privilese, adalah orang-orang rentan terhadap penegakan tersebut.

Kisah Raul, mungkin sedikit bisa menggambarkan bagaimana manusia medioker seperti saya rentan sekali diperlakukan sepertinya. Dan itu tidak akan bisa diubah kalau tidak ada usaha kolektif untuk melawannya. Getir, sedih, gamang. Saya seperti ikut merasakan apa yang Raul rasakan.

Kemudian, di dalam buku ini, yang bikin saya bergidik adalah upaya yang dilakukan oleh ibunya demi menemukan anaknya. Sebegitu cintanya ia dengan anaknya hingga segala hal ditempuhnya, sebisanya. Terharu.

Saya juga menangkap ironi bagaimana Henrique ingin mengajak pembacanya bahwa hal-hal yang dikatakan sebagai persatuan — sepak bola — ternyata gak cukup bikin bahwa suatu negara itu baik-baik saja.

Secara keseluruhan, buku ini cukup mudah dibaca dan dicerna. Plotnya pun gampang diikuti. Mungkin ceritanya bukanlah yang spektakuler, dan penulis gak berusaha untuk itu. Kesederhanaan cerita dan narasi yang dibawa itulah yang bikin buku ini jadi istimewa.
Profile Image for Ardhias Nauvaly.
63 reviews3 followers
November 29, 2023
Saya tidak paham bahasa Portugis dan oleh karenanya tidak pernah membaca buku ini dalam bahasa aslinya-Portugis. Pun saya paham bahasa asing ini-sebagaimana saya memahami Bahasa Inggris-saya tidak pernah punya energi untuk menerabas dinding bahasa sendirian. Maka, saya serahkan semuanya ke Penerjemah. Dan kali ini, Gladhys membuktikan bahwa karya terjemahan, apalagi ke Bahasa Indonesia yang sejarahnya baru seumur jagung dengan entri leksikon yang tidak seberapa, sama sekali tidak boleh disepelekan.

Membaca "1970" versi Marjin Kiri membuat saya berkali-kali lupa bahwa ini buku dari pengarang negeri jauh. Selain penyiksaan, cuci-otak antikom, dan mabok bola yang mirip warganing Indonesia, estetika kebahasaan juga luwes betul dipindahkan dari Portugis oleh Gladhys. Umpatan yang saya yakin tidak diterjemahkan literal, bagi saya selalu mengagumkan. 'Anjing', 'Kontol', dan sebangsanya, bertaburan. Senang betul. Percakapannya tidak canggung dan suara narator tidak bernada antah-berantah seperti kasus beberapa terjemahan.

Novel yang pendek dengan efek pasca-baca yang luar biasa panjang. Dengan hanya seratusan halaman, dia punya seratus jalan masuk dan seratus jalan keluar. Kita bisa bicara kelas menengah Brazil lalu terpikir tentang narasi antikom yang nggilani dan didominasi wacana agama. Kita bisa bicara sepakbola lalu mengaitkannya dengan "opium for the masses".

Lho, ini Brazil, atau Indonesia, ya?
.
.
.
Silakan baca "Metode Jakarta", juga terbitan Marjin Kiri.

Ini ulasan asal-asal. Yang agak rapih, silakan mampir: https://www.jawapos.com/buku/01332554...
Profile Image for fitris s.
59 reviews
June 1, 2024
Ini buku tipis yang ga bisa diselesein dengan cepet. Karena isinya bener-bener penyiksaan, cukup ngilu membacanya tapi bisa membuat penasaran sampai akhir.


Di tengah-tengah hiruk pikuknya Brazil yang pada saat itu lolos final Piala Dunia 1970, ternyata dibalik itu ada kekejaman yang dilakuin oleh kepemimpinan diktator Presiden Medici untuk memberantas komunisme. Ya ga jauh beda sama di Indonesia lah ketika era Perang Dingin.


Waktu itu memang lagi gencar-gencarnya polisi nangkepin orang yang berafiliasi komunis karena dianggep merusak negara & menjijikan karena dianggap ‘anti Tuhan’. Nah buku ini ngeceritain tentang kehidupan Raul, pegawai bank, yang sama sekali gapeduli dengan politik tapi dia malahan jadi korban salah tangkap. Jadi Raul itu dikiranya anggota Vanguarda Armada Revolucionária Palmares (VPR), ya bisa dibilang organisasi sayap kiri yang anti sama kediktatoran militer. Singkat cerita, Raul ini udah diinterogasi dengan berbagai penyiksaan & disuruh buka suara teman-teman VPR yang lain pada di mana. Tapi yaa Raul ini gatau apa-apa, bahkan dia sendiri bingung kenapa bisa ditangkap karena rutinitas dia itu cuman pergi kerja, pulang, dan kadang nongkrong sama temen-temennya itu pun ga setiap hari.

1970 ini bacaan yang sangat menarik untuk membuka pikiran kalau memang ciri khas negara berkembang dengan kepemimpinan militer & mengikuti stance AS pada masa perang dingin untuk memerangi komunisme pasti sarat akan tindakan represif. Bisa dibilang ini mirip dengan Laut bercerita tapi lebih tipis, tidak ada pengenalan masa lalu tokoh secara mendalam (ya karena memang tokoh utama bukan aktivis), dan beda negara saja.

Profile Image for Heni.
Author 3 books45 followers
May 31, 2024
Aku suka sekali buku ini mengambil latar belakan final piala dunia, dimana pada akhirnya Brasil menjadi juara tahun itu. Hiruk pikuk, kegembiraan, kebahagiaan masyarakat Brasil di seantero negeri menjadi kontras yang sangat mencolok terhadap apa yang dialami oleh beberapa orang yang kurang beruntung, salah satunya Raul.

Novel pendek ini sangat emosional karena Raul adalah korban salah tangkap (kebetulan saja dia memakai kemeja berwarna sama dengan buronan aslinya, jadi dia diciduk tanpa ditanyai). Selama di penjara, dia disiksa dan diinterogasi tentang komunis, tentang hal-hal yang bahkan dia tidak mengerti. Karena sering membaca buku tentang penyiksaan tahanan, aku merasa kaget tapi juga tidak kaget dengan ini semua. Disini aku menemukan metode penyiksaan baru yang belum pernah kubaca sebelumnya yaitu palang burung (pau de arara). Aku tidak bisa membayangkan bagaimana posisi tahanan ketika digantung disini, jadi harus mencari di google.

Hal yang selalu aku garisbawahi setiap kali melihat scene tentang penyiksaan di buku manapun adalah bahwa penyiksanya sama sekali tidak perlu melakukan itu semua, but they still do it anyway. Show of power? Torture porn? Satu atau dua penyiksa malah melakukan itu semua dengan nikmat, seakan mereka bisa orgasme dengan melihat ketidakberdayaan korban dan mendengar teriakan putus asa mereka. Terima kasih sudah mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling keji yang diciptakan Tuhan.

Pada akhirnya, Raul tidak bisa ikut merayakan kemenangan Brasil menjadi juara dunia untuk ketiga kalinya. Dia dijebloskan ke dalam penjara dan dibebaskan kembali, tapi apakah dia benar-benar bebas? Dari yang kita baca, diri Raul sudah meninggal di dalam sel gelap itu. Raul yang kemudian muncul di bawah terik matahari bukan lagi Raul yang dulu. Dia sudah kehilangan separo dirinya dan selamanya dia akan terpenjara.
Profile Image for Neysa.
112 reviews1 follower
December 1, 2025
Quite a remarkable and relatable piece of work! I was a bit sceptical about South American Latin American fiction being published by Marjin Kiri, to be honest because I’d previously been let down by the title "Bakar Uang" (a work of South American fiction by Ricardo Piglia). But I have to say, the translator did her absolute best job translating 1970 work. It’s so incredibly easy to understand, it’s like I was reading an Indonesian book instead of a foreign translated one. Hats off to the translator!

As for the storyline itself, I can say that the work is spot-on and very relatable to Konoha’s current society today. It’s about a man named Raul who had an ordinary life as a bank employee, yet he was mistakenly arrested by the regime as a communist. Raul, who was never interested in politics, and was even apathetic towards the society he lived in, started to realise that he didn’t live in a normal society, as was being reported in the mass media. His freedom was pinched. His life became bitter, even though, in the end, he could never go back to how he was before.

The novel was divided into two parts: Raul’s part and the part about his mother, who was terribly worried about her only son. The novel truly depicts what it was like when freedom can be whisked away, even from an ordinary civilian. It’s a true depiction of the society we live in now. I reckon the 'top-tier politicians' never learn from history. All they want is just power, even from the weak and ordinary citizen.

Totally 5 out of 5! The best and most remarkable book from Marjin Kiri that I’ve read this year!
Profile Image for — Prbw.
31 reviews
December 17, 2023
Mario Vargas Llosa, sastrawan-cum-jurnalis kelahiran Peru, pernah membahas kemungkinan metode penulisan naskah fiksi yang digarap menggunakan tiga sudut pandang sekaligus (pertama, kedua, dan ketiga). Ia menyebutnya sebagai "peralihan ruang spasial".

Metode itu, seingatku, bisa ditemukan dalam novel pengacara-cum-penulis Henrique Schneider, "1970", terutama pertemuan antara sudut pandang pertama (aku/saya/kami) dan ketiga (dia/ia/mereka) dalam satu babak. Ini temuan saat pembacaan cepat saja. Mungkin perlu dibaca ulang satu-dua kali lagi jika tak yakin.

Ia bercerita tentang korban salah tangkap propaganda anti-komunisme jelang final Piala Dunia 1970 antara Brasil lawan Italia (4-1) oleh rezim diktator-militer Emílio Garrastazú Médici. Rezim yang bikin ragu sikap politik Pelé, salah satu pencetak golnya. Ia punya bahan segar untuk dipelajari cara menulisnya seperti fragmen-fragmen detil tentang ibu yang setengah mati mencari anaknya ke kamar mayat dan kantor polisi, malam-malam panjang penyiksaan, hingga sumpah-serapah aparat, yang ndilalah, juga berhasil diterjemahkan dengan konteks pembaca di Indonesia, seperti "njing" atau "bosku". Keren!

Cara Schneider membangun struktur cerita dengan per babak per sudut pandang juga bisa dijadikan referensi untuk mereka yang sedang menggarap jurnalisme naratif berbasis cerita kriminal. Novel yang pasti akan kubaca lagi jika mengalami kebuntuan menulis reportase.

Amerika Latin memang surplus penulis bernas!
Profile Image for Evan Kanigara.
66 reviews20 followers
April 23, 2024
Kita semua dapat bersimpati dengan sang tokoh utama, Raul, seorang pegawai bank biasa yang berada pada tempat dan waktu yang salah. Sebab ia memiliki "tampang orang kalem yang tidak suka cari masalah" serta juga seorang "pria [..] dengan hari-hari yang terukur", akan tetapi di satu sisi ia menghadapi "kediktatoran yang gagap" dari rezim militer Medici medio 1970. Raul jelas bukanlah siapa-siapa, ia bukanlah sang subversif yang dicari-dicari di tengah histeria antikomunis di Brazil. Dan justru disitulah letak kengerian dan horornya.

"Hingga beberapa hari yang lalu, Raul bahkan tidak tahu apa alasan seseorang ingin menggulingkan pemerintah. Semuanya berjalan baik di negeri ini, seperti dibilang oleh TV, radio, surat kabar [...] Tapi sekarang, sambil meringkuk di atas matras basah, masih berdarah dan kesakitan, salah tangkap dan disiksa karena kekejaman belaka, dia mulai mengerti"

Karya ini merupakan sebuah peringatan. Di tengah luka-luka memori kolektif yang belum sembuh, dan meski dengan sejarah kelam serupa di tahun 1965 dan 1998, sayangnya masyarakat kita sangat mudah lupa. Maka janganlah terkejut, laut yang tenang pun dapat berubah menjadi badai yang kejam tanpa ampun dalam sekejap. Dan kitapun juga dapat bernasib sama, menjadi Raul dalam sekejap.

Mengutip dan memodifikasi potongan terakhir dari sinopsis buku ini, "Bernarkah kita sudah bebas?"
Profile Image for Ida Fitri.
Author 12 books13 followers
January 9, 2024
Penulis cukup cerdas dalam mengambil fragmen fragmen untuk membangun cerita dalam 1970, setiap fragmen ada keterangan waktu di atasnya. Yang terbagi dalam suara Raul sebagai korban penculikan oleh militer, Ibu Raul yang mewakili suara keluarga korban, seorang sipir yang mewakili pelaku. Dan di antara itu ada dua fragmen lain, yaitu upaya penculikan dan penembakan konsul Amerika, dan fragmen mendekati ending, saat Bos memberitahukan anak buahnya, mereka salah tangkap.

1970 dibukan dengan penculikan Raul, kemudian fragmennya dibuat acak, tapi membuat kita bisa memahami cerita. Raul disiksa di sebuah penjara, ibunya yang mencari anaknya ke kantor polisi, menemui wartawan, mengadu ke gereja hingga keluh kesah kesedihannya pada tetangga. Lalu tentang sipir penjara dari rumahnya hingga kecurigaannya terhadap Raul, beberapa jam setelah Raul dibebaskan dan duduk menonton piala dunia, final Brazil melawan Italia di sebuah kafe, dan tanpa sengaja mereka duduk satu meja.

Cerita ditutup dengan Raul meninggalkan Kafe, beberapa jam setelah dibebaskan tapi trauma dan rasa takutnya tak bisa hilang, untuk selamanya.
Profile Image for Yosafat Prasetya.
42 reviews
March 28, 2025
Sejarah memang sepertinya sebuah siklus yang terus berulang. Pedih rasanya membaca kisah seseorang yang tak tahu apa-apa diculik dan disiksa oleh rezim fasis Brasil, lalu ketika akhirnya dilepaskan, tak ada yang peduli padanya—kecuali ibunya. Saat itu, Brasil sedang sibuk mengejar gelar Piala Dunia ketiganya. Euforia bangsa pecinta bola tentu jauh lebih penting dibanding penderitaan seseorang yang bukan siapa-siapa.

Sulit untuk tidak menarik paralel ke hari ini. Bagaimana bangsa Indonesia, yang juga gila bola, tengah larut dalam euforia program naturalisasi demi menembus Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 1938—sambil melupakan situasi politik yang kian runyam. Demonstrasi di berbagai daerah menolak pengesahan UU TNI sedang berlangsung, tapi nyaris tak mendapat perhatian. Seperti halnya beberapa waktu lalu, saat 135 nyawa melayang di Kanjuruhan tanpa ada pertanggungjawaban dari aparat negara hingga saat ini.

Profile Image for Khalid Hidayat.
45 reviews19 followers
September 10, 2025
21 Juni 1970. Pelé dkk membombardir jala Italia di partai final Piala Dunia 1970 yg sukses menjalarkan euforia bukan kepalang di masyarakat seantero negeri itu. Di baliknya, dengan sistematis dan penuh teror, ada individu-individu yang diciduk begitu saja dari jalan-jalan di pelbagai kota, dihukum tanpa ampun, diinterogasi tanpa tedeng aling-aling, di ruang-ruang lembab berisikan "mainan" penyiksaan. Alasannya? Semata-mata "dicurigai" sebagai simpatisan atau anggota kelompok komunis yang hendak mengacaukan negara. Dalam banyak kejadian, penangkapan itu berakhir keliru, salah tangkap, namun korban sudah remuk duluan menanggung siksa dan trauma karena siksa aparat negara, sebagaimana tokoh utama dalam novel ini.

Jadi, ketika gegap gempita menyeruak pasca Brasil merengkuh trofi Piala Dunia untuk kali ketiga, di sisi lain, ada noktah gelap gulita yang menyalurkan suara hasil penyiksaan dan putus asa, yang dilakukan semata-mata demi keamanan negara.
Profile Image for Tirani Membaca.
126 reviews1 follower
October 11, 2023
Buku tipis yang menceritakan tentang kediktatoran di Brazil dan gimana pemerintah saat itu sewenang-wenang menangani suatu masalah. Gak lupa tentang penyiksaan yang juga jadi isu utama dalam jalannya cerita ini.

Rasanya kayak baca Laut Bercerita versi Brazil, versi lebih sedih dan sepi, versi lebih suram dua kali lipat.

Saya dapet informasi banyak sekali tentang gimana penyiksaan dilakukan oleh penguasa dan aparat. Sungguh, kadang saya rasa ini terlalu banyak informasinya. Penyiksaan dideskripsikan dengan sangat gamblang dan lugas dalam buku ini, sungguh bikin nggak nyaman, tapi toh emang kalau mau ‘bangun’ dan sadar, rasa gak nyaman ini harus dilawan. Deskripsi tentang penyiksaan ini juga yang bikin proses membaca saya lamaaa sekali.

Akhir kata, ini novel yang ditulis dan diterjemahkan dengan baik, seperti halnya terbitan Marjin Kiri lainnya: nggak pernah mengecewakan.
Profile Image for Monique Pereira.
52 reviews
August 20, 2023

A importância da literatura como veículo de conscientização...

Setenta se desenrola no contexto da ditadura militar brasileira. Nesse cenário, o protagonista, Raul, um cidadão comum (alheio ao que se passa à sua volta), é repentinamente arrastado para o pesadelo da repressão, da tortura e da desumanidade do regime militar.

Embora esta seja uma obra de ficção, a exposição dos medos, confusões e angústias de Raul são quase palpáveis, oferecendo uma visão vívida dos horrores desse regime brutal. Essa é a importância da literatura como veículo de conscientização... quando por meio de uma narrativa (fictícia ou não), mantém-se viva uma lembrança nítida de um momento sombrio na história do país.

Momento que não devemos esquecer jamais. Recomendo a leitura.
Profile Image for Sarah Reza.
235 reviews4 followers
June 4, 2024
Kalau ada orang yang paling tidak beruntung pada saat itu, maka Raul adalah orangnya. Dia ditolak wanita yang disukainya. Tak lama, dia malah jadi korban salah tangkap. Padahal, Raul tidak tau menau tentang kenapa dia ditangkap dan disiksa. Harusnya, ia ikut merayakan piala dunia tahun 1970. Saat Brazil menang piala dunia, dia malah kehilangan euforianya.
Bagian yang paling aku suka adalah saat Raul dan sipir penjara sama-sama nonton pertandingan piala dunia di cafe yang sama.
Walaupun hanya 133 halaman, tapi menurtku novel ini cukup berat. Bukan karena topiknya, tetapi karena penyiksaan yang dihadapi Raul. Bagian yang membuatku sedih adalah saat ibu Raul sudah mulai putus asa mencari Raul.
Profile Image for Alfin Rizal.
Author 10 books50 followers
February 19, 2024
Novel tentang penculikan, penyekapan, dan penyiksaan yang dilakukan militer Brazil kepada masyarakat sipil. Terjadi jelang final piala dunia antara Italia melawan Brazil. Sialnya, operasi ini salah tangkap. Yang jadi korban ialah pemuda 25 tahun bernama Raul. Ia diculik, disekap, disiksa, dan dipaksa mengaku komunis.

Namun bagiku, yang lebih menyedihkan dan cukup menyiksa batin dari gambaran siksaan terhadap Raul yang detail itu, ialah ibunya. Ibunya yang kesana kemari, sambil menangis, bertanya di mana anaknya. Kalau lagi nggak pengin atau nggak siap sedih-sedih, jangan baca buku ini.

Sepanjang 130 halaman kita dipaksa mengikuti kisah pilu ini.
Profile Image for Adriana Santos .
171 reviews
January 30, 2025
Schneider traz a história de Raul, um homem comum, sem interesse em política e focado na sua rotina como banqueiro e cidadão de bem. Do nada, ele é arrancado dessa vida pacata e preso em pleno período da ditadura, após ser confundido com outra pessoa. A partir daí, Raul encara um lado do Brasil que sempre ignorou – e que, tristemente, muitos ainda ignoram até hoje.

Livros, sejam ficção ou memórias, que falam sobre os anos de chumbo no Brasil deveriam ser lidos sem parar. A ditadura foi um período de horror na nossa história, e é assustador ver como está sendo esquecida e distorcida nessa onda da extrema direita. Ditadura nunca foi e nunca será algo bom. Ditadura, nunca mais.
Profile Image for jessie.
167 reviews9 followers
June 15, 2025
Novel 1970 ini tipis, terjemahannya bagus, tapi isinya berat. Apalagi mengingat ceritanya “nyata”. Membayangkan seseorang yang tak bersalah tapi harus disiksa dengan cara palang burung dan penulisnya dengan gamblang menjelaskan bagaimana cara tersebut diajarkan dengan casual… Di bab saat Raul disiksa, saya seperti sedang nonton film thriller dan gory di mana saya biasanya sudah menutup mata karena tidak tahan melihatnya, except that di sini visualisasinya ada di kepala saya.

Kejam. Betapa kejamnya sebuah rezim yang sudah kena propaganda. Apalagi saya membaca ini setelah Jakarta Method. Kalau hati Anda lembut dan sensitif, saya sarankan jangan membaca ini…
Profile Image for Miguel Gordiano.
17 reviews2 followers
October 15, 2025
Setenta é um bom livro que se mantém consistente ao longo dos capítulos, uma vez que senti que a história flui muito bem e não se estende mais do que o necessário.

O autor narra de forma satisfatória uma trama muito relevante, que revisita a infeliz realidade do Brasil durante o período da ditadura, mas desta vez trazendo um personagem principal que, por estar alheio às questões políticas da época, sente na pele as dores de um sistema nefasto.

Não poderia me importar menos com as narrações sobre futebol, mas entendo sua importância na trama, ao se relacionarem com o falso patriotismo dos militares.

7/10
Displaying 1 - 30 of 46 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.