Alina membenci hidupnya. Ia menciptakan realitas baru dengan menjelma menjadi seseorang bernama Marni ketika berkenalan dengan laki-laki yang ia temui di bus pada petang pukul setengah lima. Apakah kebohongan itu berhasil menyelamatkannya atau malah menambah kesialan dalam hidupnya? Bagaimana nasib laki-laki yang telanjur jatuh hati pada Marni itu? Apakah Alina mampu menjaga identitas rahasianya? Apakah Alina bisa menyukai hidupnya meski dalam sebuah kepalsuan yang sempurna?
Inti novel ini: Gue broken home, ayah gue melakukan pelecehan secara verbal & Non-verbal ke gue dan emak. Makanya gue nggak betah di rumah. Nyari pelampiasan di luar. Nggak ada namanya tempat pulang. Hanya tempat persinggahan. Gue sendiri, nggak ada yang bisa ngertiin gue, bahkan Tuhan sekalipun😌. Gue mati rasa🙃. Apa tuh senang? yang gue tahu hanya tangisan dan permohonan ampun dari mulut mak gue. Bahkan gue, benci diri gue sendiri dan segala hal. Kalau bisa, gue mau buat identitas baru, agar siapapun, nggak tau diri gue yang sebenarnya.
..... DANNNN SAYAAA.... Kemakan dengan postingan IG gramed🫠 beli hampir 100k hasilnya sangat mengecewakan... baru baca Bab 1 aja, buku nya udah mau saya lempar🙏 dan saya mual bacanya. Nggak kuat baca sampai akhir, tapi dipaksain krn udah beli.
Yang saya harapkan dari buku ini, adalah reaksi danu pas ketahuan kalau si alina itu bohong. Kek drakor Business Proposal.
Tapi ternyata tak terjawab krn endingnya yang biasa aja, kek flat. Nggak ada perubahan/perkembangan karakter dari sisi alina nya, krn alina tetap dengan ego nya. Dan pemikirannya tentang dia suka dengan danu atau suka dengan tio itu, kek anak kecil yang labil tau nggak.
Dia trauma krn kena kdrt, tapi dia udah umur 24 tahun pas kena kdrt itu🫠😑. Dan harusnya umur segitu, lagi kuliah.
Alina berpendidikan, dan pasti tau dong, ada lembaga yang melindungi ibu dan anak pada kasus kdrt, dan ada hukumnya, alina juga bekerja, uangnya nggak dia pake untuk bayar utang bapaknya atau buat infest?
Alina bukan anak umur belasan, yang nggak bisa ngapa ngapain, bukan anak yang hanya bisa nerima keadaan dan kabur mencari kenyamanannya dengan egois sementara ibunya menderita di rumah itu.
Tapi dengan BODOH DAN BEGO NYA DIA MELAKUKANNYA. Ya maklum... Mental labil😌
APALAGI PAS BAB 3, ada narasi: "Aku suka aroma tubuhnya sekalipun dia sedang tidak pakai parfum sekali."
Bagaimana kau mencium aroma tubuhnya saat tidak memakai parfum sama sekali? Bersama, di rumahnya sampai jam 2 pagi, mencari pelarian meninggalkan ibumu sendirian di rumah yang kau sebut sebagai neraka dunia itu?
ALINA MAKE LOVE (ML) DENGAN TIO? KEK EMANG BISA YA, MENCIUM BAU TUBUH SESEORANG? KECUALI BAU KERINGAT KRN BAU NYA APEK.
Dan saya langsung bertanya tanya... Saya baca ini, baca 1 buku dengan 1 sudut pandang yang kek anak kecil selama 5 jam nonstop buat apa?😑
Rasanya saya ingin memutar waktu
Singkatnya:
1. SUDUT PANDANG MASIH ADA YG BERANTAKAN.
2. ADA KALIMAT YG HARUSNYA DI ITALIC TAPI MALAH NGGAK DI ITALIC.
3. PEMIKIRAN ALINA KEK ANAK SMA/REMAJA. BUKAN MANUSIA BERUMUR 27 TAHUN.
4. NGGAK ADA DIALOG ATAU DIPERLIHATKAN AYAH ALINA. INTERAKSI IBU DAN ALINA SANGAT KURANG. KEK INTERAKSI ORANG ASING. BUKAN ANAK-IBU. DAN ANAKNYA EGONYA MASIH EGO REMAJA.
5. ALINA SAMA SEKALI NGGAK ADA INISIATIF. KEK ORANG MASA BODOH, SOK TERSAKITI TAPI TIDAK MAU BERJUANG UNTUK LEPAS DARI MASALAH. CUMA BISA MENGHINDAR. NGGAK ADA SIFAT DEWASA PADAHAL UMUR UDAH 27 THN. MENGHINDAR BOLEH, TAPI TAPI NGGAK BISA SELAMANYA NGEHINDAR DARI MASALAH.
6. RISET TENTANG BROKEN HOME SANGAT KURANG. (krn saya dan banyak teman teman saya juga broken home, dan kasus broken home, kdrt di indo juga tinggi).
7. NGGAK BISA BEDAIN LEBAM DAN MEMAR? DIKIRA MEMAR CUMA ADA WARNA BIRU🤣? RISSEEETTT!!! (Yg belajar kriminologi, dan fk pasti nangis sih baca ini. Apalagi kata lebam dan warna biru sangat banyak ditulis)🤣🤣🤣🤣
8. ADA 1 NARASI YG SEKILAS TENTANG AGAMA. SEBAIKNYA TDK MEMBAHAS TENTANG AGAMA.
9. LEBIH BAIK TDK MENGGUNAKAN KALIMAT HILANG RASA. KEK JIJIK/MUAL/BOSEN... DAN ITU DIULANG ULANG NULISNYA 2x-5x. Di beberapa bab.
10. BILANGNYA HILANG RASA. TAPI DI PEMIKIRAN DI BELAKANGNYA KONTRADIKSI. KEK PICK ME GIRL. NARASI NYA PENUH BULLSHIT.
11. ADA 1 NARASI: TENTANG TIO.
YG INTINYA, KENANGAN TENTANG TIO YG UDAH KE KUNCI, KEMBALI TERBUKA. PADAHAL, DARI BAB DEPAN SAMPAI BAB BELAKANG, TIO MULU YANG DIBAHAS. NGGAK ADA HARI TANPA BAYANGAN TIO. PADAHAL UDAH NULIS BANYAK NARASI DI BANYAK BAB KALAU ALINA 'MATI RASA' JADINYA KEK...🫠😑
12. PERGANTIAN DARI ALINA MENGINGAT MASA LALU, TRUS TRANSISI KE MASA SEKARANG TUH KACAUUUU GILA....🫠
13. PERAN SITI, ATASAN DAN ISTRI ATASANNYA ITU APAAN SIH? MENUHIN BUKU AJA....
Akhir kata...
Pertemuan dengan Danu, flashback Tio dan cerita tentang Siti hanyalah sebagai filler (Cerita sampingan untuk memenuhi cerita).
PELAJARAN YANG DIDAPAT: TIDAK ADA.
KESEHATAN MENTAL, MAYBE? TAPI KALAU ANAKNYA SUDAH BEBAL, EGO TINGGI, EGOIS, MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI KEK GINI, APA MAU DIKATA?
Dan menjadi sembuh secara menyeluruh, adalah ketika Alina menerima dirinya sendiri sebagai ALINA. Bukan sebagai orang lain. Dia mencintai dirinya sebagai Alina & dia bersyukur atas hidupnya.
Apa gunanya nama "Marni" & "Dinda" yang cuma sebagai topeng? Apakah mereka itu adalah Alina?
Alina membuat seolah-olah dirinya memiliki 2 kepribadian. 2 identitas. Alina dan Mirna.
Alina adalah seorang Pembawa petaka dan lemah sedangkan marni adalah pembawa keberuntungan dan kuat.
Alina yang asli, memakai topeng menjadi "Marni". tapi apakah dia telah berubah menjadi sosok yang kuat seperti marni? Dia tetap Alina. Namun dengan sebutan baru, identitas baru, yaitu Marni. Kepribadian dia tetap Alina. Bukan Marni. Alina tidak berganti kepribadian, dia bukan dan TIDAK pengidap penyakit kepribadian ganda. Alina juga tidak mendalami perannya sebagai Marni. Tapi dia mendalaminya sebagai Alina yang memakai topeng Marni.
Saat orang lain mengetahui dan melepas paksa topeng "Marni" atau topeng nama lain seperti nama "Dinda" dari Alina, apakah Alina akan tetap tegar seperti marni ataukah dia akan bersembunyi, seperti orang yang takut, ataupun seperti orang yang paranoid dengan sesuatu?
Ataukah dia akan sengaja menghindar, menghilang dari kehidupan orang tersebut, seperti saat dia menggunakan nama "Marni" untuk berkenalan dengan Danu dan dia merasakan suatu perasaan asing untuk Danu, dia akan segera menghindar dengan sengaja?
Apakah itu yang dinamakan proses sembuh?
jika Alina telah nyaman dengan kepalsuannya, apakah itu disebut dengan sembuh? Bagaimana jika Alina makin membenci dirinya yang asli dan mencintai kepribadian palsunya?
Pernahkah, Alina mencoba menerima dirinya sendiri setelah ditinggal oleh Ayahnya? Apakah Alina pernah membangun komunikasi yang baik dan jujur dengan Ibunya sebelum atau sesudah ayahnya pergi, & kabur dari rumah? apakah alina pernah berusaha untuk menyelesaikan masalah keluarganya? apa yang alina lakukan? menerima, pasrah dengan keadaan? ataukah berjuang?
Karya ini jauuuuuh lebih baik dibandingkan tulisan Tsana sebelumnya yang aku baca: Kata. Entah memang pengaruh editan penerbit yang berbeda, atau ada faktor lain. Yang jelas, tulisannya bertumbuh.
Terus terang, cerita Alina ini terasa dipanjang-panjangkan karena premisnya lebih cocok ke cerita pendek. Atau, mungkin novela. Ya memang nggak sepanjang novel, tapi tetap saja terasa berlarut-larut; membuatku kelelahan saat membaca (yang mana terlihat seberapa lama aku bisa menghabiskan buku ini). Namun, seenggaknya aku nggak DNF kali ini.
Alina seorang gadis dari keluarga yg rapuh karena ayahnya selalu bersikap kasar pada ibunya. Ibunya yang bertahan tanpa meraskan luka dari hari kehari juga berpengaruh pada psikologis Alina. Alina membenci pulang karena dia tidak tahu apa definisi rumah untuknya. Alina tidak tau apa yang dia rasa, sedih, sakit, trauma, yang jelas dia tidak bahagia. Suatu hari datang seorang laki-laki bernama Tio yang sangat tulus sayang sama Alina, tapi tidak untuk Alina ia bahkan tidak merasakan apapun. Baginya menerima kedatangan Tio saja sudahlah cukup tanpa harus tau arah hubungan. Sampai akhirnya kisahnya dengan Tio selesai. Alina tidak tahu lagi apa yang sedang dirinya rasakan, di perjalanan pulang pada pukul setengah lima sore Ia bertemu sosok laki-laki yang membuatnya merindukan waktu pulang di bus kota. Tapi, untuk mengenal laki-laki ini yang bernama Danu Alina menyamar menjadi Marni. Dia merasa nyaman menjadi marni. Tapi kisah Marni dan Danu pun menggantung, Danu pergi begitu saja hilang tak kembali saat Alina atau yang sedang menyamar menjadi Marni menemukan rasa senang.
“ Aku tidak suka senang. Aku tidak suka menghadapi perasaan yang datang setelah rasa senang itu hilang” -Halaman 176-
Jujur dari awal bab sampai hampir seperempat buku aku belum bisa nikmati cerita Alina. Aku kurang bisa paham dan maksud ke kondisi yang diceritakan Alina, menurutku dia egois parah dan gak mau merubah pikirannya dan menghargai orang tulus yang datang. Alur bolak baliknya juga sedikit mengganggu buat aku yang dari awal gak paham sama ceritanya. Dan, aku agak kecewa dengan endingnya yang balik lagi ke karakter Alina sebelumnya.
Tapiiii, akhirnya dipertengahan pas udah paham maksud dan latarbelakang karakter Alina dan kondisi sulit yang dia hadapi cukup nyaman dengan perasaan yang diterima Alina atas kehadiran Danu. Nah, dari bisa menikmati alur mondar mandir yang disajikan tanpa resah karena udah masuk ke jalan cerita. Diksi nya pun aku banyak yang suka karena menggambarkan perasaan Alina banget sukak!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Setelah baca sinopsis-nya aku tuh penasaran banget kenapa si Alina ini harus menjelma atau berbohong dengan pria yg baru dia kenal di bus? Kenapa gak dari awal sebut aja nama aslinya dan bukan menjadi Marni? Toh pria tsb belom kenal siapa itu Alina kan.
Novel dengan jumlah 208 hlm ini membuatku gak mau berhenti baca, kalau bukan karna harus mengurus anak mungkin aku sudah menyelesaikan nya dalam sekali duduk. Di awal cerita aja udah disuguhin cerita yg pelik mengenai kehidupan Alina. Yang mana dia tuh tiap mau pulang ke rumah perasaannya berat banget karna ibunya sering disiksa sama bapaknya. Bahkan bapaknya pernah mukul kepala Alina dengan botol kaca karna membela ibunya. Ditambah setelah 2 tahun berpacaran, Tio mengakhiri hubungannya dengan Alina. Well menurutku keputusan Tio tepat sih putus dari Alina. Malah aku kasian sama Tio-nya yg udah sesayang itu sama Alina tapi Alina-nya gak ada feeling ke Tio. Sumpaahh Tio penyabar bangett, terlalu sabar dan baik menghadapi Alina.
Btw, Novel ini punya cerita alur maju mundur dan ga ada peringatan sama skali jadi memang harus teliti aja. Nah nah pokoknya yg penasaran langsung aja baca Novel ini. Novel yg penuh dgn kepura-puraan tapi lucunya berhasil bikin enjoy ngikutinnya (walaupun aku kurang suka sama karakter Alina disini, malah kesel)
Baca novel ini perasaannya campur aduk. ada hal lucu, sedih, hal yang bikin emosi juga ada. untuk pembaca pemula mungkin agak bakal bingung dengan alur waktunya yang sengaja dibuat maju mundur, tapi bagus untuk penggambaran masing2 tokoh di dalem novel nya. tokoh Alina salah satu cewe red flag, walaupun pasti ada sisi baiknya juga. rekomendasi untuk pembaca baru soalnya ceritanya ga terlalu berat, dan bahasa penulisan nya juga bagus. can't wait untuk baca novel lain dari teteh Tsana, rintik sedu 🙏🏻👍🏻
memang seharusnya kita jatuh cinta berkali-kali pada diri sendiri. menjadi versi paling baik untuk diri sendiri. sehingga kita tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain.
aku setuju kalau karya ini jauhh lebih bagus dari Kata. buku tsana yang pertama kali aku baca itu Kata dan aku inget klo aku gak nyaman baca bukunya yang akhirnya berujung DNF. jadi pas liat pukul setengah lima ini...jujur penasaran sama blurbnya (karena sangat potensial) tp ragu juga krn takut kayak Kata. tapi ternyata enggak, narasinya bagus dan puitis dan melankolis tapi emang yaaaaa tokoh utama disini depressing sih wkwk. sorry bandingin lagi tapi gak kayak di Kata, walaupun emang tokoh utama disini alias Alina itu egois—kek iya tau lo sedih dan terluka tp semua orang juga punya masalah dan sedih dan terluka jadi please grow up 😭—narasinya tuh bagus gitu loh. ya walaupun kadang ada yang berlebihan gitu tapi secara keseluruhan tuh pas. jadi bacanya nyaman dan ngalirr gitu tau tau udh mau selesai.
sebenernya buku ini tuh kalau jadi buku yang happy ending bakal seru karena emang premisnya tuh udah menarik—berubah jadi orang lain di bus dan kenalan sama stranger—coba bayangin potensi kalau ini jadi metropop HAHAH. tapi yah emang gak semua buku harus tentang happy ending kan? dan gak semua buku harus ada penyelesaian dari tokoh utamanya yang sudah membenci hidup kan? jadi walaupun buku ini menunjukan kehidupan yang beda dari buku buku metropop alias depressing, aku tetep suka sih.
The hype for this book is understandable, but the narration and the flow didn't work for me.
Karakternya terasa realistis, capeknya kerja dan sulitnya menemukan "rumah", Alina adalah kita semua. Sayangnya, buku ini kayak cerita yang cewek umur 25 tahunan buat di kepala pas mau tidur dan pas bengong di perjalanan pulang kerja. Jadi walaupun karakternya terasa realistisn, tapi ceritanya kerasa cuma angan-angan aja (idk how to say that).
Cerita dari awal sampai akhir terasa monoton buat aku. Kayak, okay it feels the same and nothing. Bahkan senangnya Marni (Alina) dan Danu saat bersama juga kerasa garing.... it supposed to be the happiest moment buat Alina, tapi menurutku penulis kurang bisa nyalain perasaan dan suasana senang itu.
and that "Alina" name... God... feels like some high school teenagers naming her wattpad girlies character.
Need to move on quickly bc the more I think about this book, the more I get mad.
SIAPA YANG PERNAH BILANG KARYA PENULIS INI MIRIP KARYA HARUKI MURAKAMI???!!!!😓👊🏻
wow mixed feelings bgt baca buku ini😵💫 narasinya baguuss bgt as expected from rintik sedu hehehe. alurnya mundur tapi gaa ada detail keterangan apakah lg maju/mundur, tp overall masih mudah untuk diikuti alurnya
karakter alina aku rasa bisaa relate sm banyak orang, krn permasalahan yg dia hadapi cukup simple yet complicated😬 bacaan yg bisaa dihabiskan dalam sekali duduk! krn seru ngikutin alur ceritanya hehehe
“Mengerti adalah kata kerja yang letaknya di luar jangkauan manusia. Buatku, manusia tidak bisa benar-benar mencapai tahap mengerti. Paling-paling hanya mengetahui, mendengarkan, atau mempertimbangkan. Mungkin, mengerti itu tugasnya Tuhan, jadi kita tidak perlu sejauh itu.” 🌟
lumayan seruuu. rada bingung deh, si Danu itu pergi atau hilang krn dr awal emg ilusi yaa?
bener kata tsana, tokoh utama di novel ini memang menyebalkan!!! tapi sebagian besar kejadian kejadian di hidup Alina memang cukup relate buat beberapa orang termasuk aku😬
Alina typical orang yang merasa hidupnya ngga perlu untuk merasakan kebahagiaan, Alina benci hidupnya yang menyedihkan. yang paling menyebalkan Alina typical orang yang “i don’t deserve to be loved by someone”, sebenernya wajar sih dia takut buat menjalin hubungan karena background keluarganya yang demikian. tapi di satu sisi kasian sama Tio yang udah se -effort itu buat hubungannya sama Alina, poor Tio…
“Tio sungguh-sungguh menyayangiku dengan keras kepala, sementara aku mungkin menyayanginnya tanpa mau berusaha.” itu salah satu kalimat dari tokoh Alina :(
seperti biasa novel tsana memang punya ciri khasnya sendiri, kayak kalau kita baca tulisannya pasti langsung ngeh ‘tulisan tsana banget’ begitu juga dengan novel Pukul Setengah Lima. alur yang dipake maju mundur, kebanyakan flashback ke hubungan Alina dan Tio tapi tetep bisa dengan mudah dimengerti sih, buat tulisannya pake sudut pandang orang pertama jadi beneran ngerasa dan mendalami tokoh Alina
Satu-satunya yang Kusuka dari karya ini adalah, menggambarkan kenyataan jika para wanita zaman sekarang terjebak pada mental 'Playing the victim.' Merasa dirinya adalah korban ini sampai itu, tapi tidak ada usaha sama sekali untuk keluar. Atau paling tidak, tidak meniru orang yang telah menyiksanya. Dalam kasus ini tidak meniru seorang 'Bapak.'
Kalau boleh jujur, karakter yang paling kubenci adalah Alina itu sendiri. Dia persis menggambarkan realita karakter wanita feminist moderen. Memiliki sifat: 'Aku ingin semua orang mengerti aku, tapi aku tak mau mengerti orang lain.'
tapi selain itu, novel ini tidak bagus dalam segi manapun. Pengembangan karakter flat. Konflik pun flat karena kita sudah disuguhi konflik sejak awal dan konflik itu tetap sama sampai akhir bab.
Jadi nih ceritanya ada cewe namanya Alina. Dia ga suka banget sama hidupnya, dan udah di tahap ga bisa (atau ga mau?) ngerasain apa-apa. Emotionless, cuek, soliter. Suatu hari pas dia ketemu orang di bus yang dia tumpangi tiap pulang kerja, dia melihat kesempatan untuk jadi orang lain. Mulai saat itu, tiap di bus berangkat dan pulang kerja, dia menjelma jadi orang lain.
Alina ini bisa dibilang terjebak di masa lalu. Flashback mulu kerjaannya🙃 mungkin dia agak ngerasa sayang sama hidupnya, kayak “kok hidup gue gini?” Tapi orang-orang di sekelilingnya juga ada masalah masing-masing. Jadi dia ga punya jalan keluar selain pura-pura.
Ceritanya pake narasi sudut pandang Alina, jadi segala macem rentetan pikirannya terpampang semua. Somehow bikin inget buku Di Tanah Lada, sih. Gloomy-gloomy ngelantur gitu. Ngalir banget sebenernya dibacanya. Plus chapternya pendek-pendek dan font-nya cukup besar.
Tapi nih yaa menurutku ada beberapa bagian lumayan klise. Terus kurang srek juga sama writing style-nya🥲🙏🏼🙏🏼 ga natural gitu rasanya. Ini sih preferensi aja lah ya. Tapi yg paling ngeselinnya adalah…
Gaada character developmentnya sama sekali🥲 yang udh baca pasti ngerti deh yg kumaksud apa. Terus serba gantung juga, gaada hal yang bener-bener tuntas. Tiba-tiba ada gap 1 tahun dan di bab akhir jadi kayak kumpulan update aja.
Kalo suka buku yang banyak quotes-quotes yang relate sama kehidupan sehari-hari sih mungkin bakal suka sama buku ini. Tapi sorry for me secara keseluruhan buku ini biasa aja😬
Aku paham kenapa setelah buku ini terbit, penulis kemudian bilang kalau karakter Alina adalah karakter yang akan sulit disukai sama orang. Betul. Alina yang merasa dunia berputar buat dirinya aja, yang ga menempatkan pernikahan sebagai tempat pemberhentian terakhir, tapi juga mau jalin hubungan. Apa ya, dia mau hubungan tapi dia ga mampu untuk terikat sama orang. Dia cuma butuh percakapan dan perjalanan lain dari rutinitasnya. Sayangnya, tempat tujuan setiap orang itu beda. Ga semua orang masa depannya abu-abu kayak dia, dan di sana letak masalahnya.
Pertemuan Alina sama Tio dan Danu buat aku akhirnya bisa menyimpulkan kayak gitu. Kalau diperhatiin, Alina nyaman sama obrolan-obrolan itu. Siapapun orangnya, dia cuma butuh percakapan sejenis itu. Kalau dari karakter, menurutku Alina ga bisa membatasi diri dari hubungan yang dia tau dia ga akan bisa selesain. Ini agak jadi tanda tanya karena kalau Alina memang mau digambarin jadi karakter yang "misterius" atau semacamnya, dia justru harus menutup diri lebih banyak. Tapi Alina justru sangat terbuka (di luar kebohongannya sebagai Marni). Berlawanan sama pikirannya sendiri yang udah dewasa itu. Jadi tanda tanya juga karena Alina ga mau nyakitin orang lain padahal dia pasti tau kemampuan dia di dalam hubungan sejauh mana.
Alina selalu bilang kalau dia bareng sama Tio tapi ga pernah cinta sama dia, sementara nyaris selalu ada nama Tio di semua bab. Dia lagi sama Danu aja bisa keinget Tio. Terus kalau dia ga cinta kenapa dia masih kebayang-bayang? Bahkan detil percakapan pun ditulis jelas. Jadi antara narasi dari penulis tentang Alina dengan Alina sendiri cenderung berlawanan. Katanya Alina A, tapi yang dilakuin B. Sayangnya kesalahan ini juga ada di novel Kata.
Di awal aku udah bilang kalau Alina itu karakter yang berpikir dunia berputar buat dia aja. Semua orang harus ngerti dan memaklumi dia atas sakit dan luka yang dia punya. Yang akan selalu mengutamakan egonya di atas apa pun. Jadi buku ini memang bukan tentang hubungan dua orang, tapi cuma tentang Alina. Dan kalau memang itu yang mau penulis sampein, jelas berhasil.
Beberapa tanda tanya yang menurutku seharusnya dikasih jawaban; gimana hubungan Alina dan ibunya setelah pindah, gimana bapaknya kalau tiba-tiba dateng lagi, juga gimana nantinya karakter Alina kalau dia membiasakan diri jadi pembohong. Ini sama kayak di novel Kata, penulis kurang bisa kasih gambaran hubungan keluarga. Bahkan di novel 200 halaman ini, cuma ada narasi soal bapaknya yang KDRT dan hubungan Alina sama ibunya yang kemudian merenggang. Ga ada dialog lebih lanjut, bahkan bapaknya ga dikasih dialog apa-apa. Jadi kekerasan itu akhirnya cuma kayak "imajinasi" Alina karena pembaca ga dikasih kesempatan buat sentuh langsung.
Di luar cerita, ada beberapa kalimat yang menurutku sebetulnya ga ditulis pun ga masalah. Terkesan terlalu berlebihan, bahkan sejak paragraf pertama di prolog. Ga perlu dibuat terlalu "dramatis" atas pikiran sendiri.
Tapi ya, di luar semua kekurangannya aku tetep suka. Obrolan dia sama Tio, kebiasaan dia sama Danu, hubungannya sama Siti. Hubungan Alina sama orang-orang itu justru cenderung realistis. Pasangan yang kemudian ga sejalan, orang asing yang balik jadi asing lagi, temenan yang sebatas temen kantor aja. Kalau dibandingin sama novel Kata, jelas ada kemajuan dari segi cerita karena konfliknya lebih "dewasa" dan realistis. Tapi masih perlu banyak perbaikan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Secara struktural, Pukul Setengah Lima adalah narasi yang sangat ringkas, bahkan bisa dikatakan nyaris seperti potongan fragmen dari sebuah film pendek. Meski kisahnya singkat, saya bisa membayangkan visual yang kuat dan cinematik dalam arti yang paling estetis. Dengan penggarapan visual yang tepat dan pemilihan aktor-aktris yang mampu menangkap nuansa subtil emosional para tokohnya, kisah ini berpotensi menjelma menjadi tontonan layar lebar yang menggugah rasa.
Namun, sebagai karya fiksi naratif dalam bentuk novel, Pukul Setengah Lima terasa timpang dari segi kedalaman karakter dan pembangunan emosi. Sulit menetapkannya secara pasti ke dalam genre romance, karena elemen romansa yang seharusnya menjadi poros emosi justru tidak terwujud secara utuh. Barangkali, jika harus diklasifikasikan, karya ini lebih dekat pada genre slice of life, meski ada kekosongan yang tertinggal dalam representasi dinamika kehidupan sehari-hari yang biasanya menjadi daya pikat genre tersebut.
Tokoh utama, Alina, ditulis dengan palet warna yang nyaris monokromatik—emosinya redup, seperti langit mendung yang tergesa-gesa hendak menurunkan hujan namun tak pernah benar-benar deras. Ia berada dalam pusaran melankolia eksistensial yang terlalu dalam, hingga pada titik tertentu terasa tidak lagi bisa dijangkau. Sebagai pembaca, mengikuti alur batin Alina yang stagnan ini bisa terasa melelahkan, bahkan membuat frustrasi—terutama karena tak ada narasi kontras atau dinamika karakter yang mampu mengimbangi atau menyalakan bara dalam ceritanya.
Hubungan antara Alina dan Danu, berpotensi menjadi jembatan yang memperkaya alur. Namun sayangnya, relasi-relasi tersebut dibiarkan menggantung, nyaris seperti scaffolding yang dibangun tapi tidak pernah diselesaikan. Jika saja penulis memilih untuk mengembangkan konflik interpersonal mereka atau memberikan resolusi emosional yang lebih signifikan, kisah ini mungkin dapat terselamatkan dari kesan hampa.
Alih-alih membiarkan pembaca terhanyut dalam refleksi pasca membaca, penutup novel ini justru menyisakan kekosongan yang membeku—sebuah lubang naratif yang tak tertambal. Mungkin sang penulis memang sengaja menciptakan ambiguitas ini sebagai bentuk open ending, namun dalam eksekusinya, kesan yang ditinggalkan lebih menyerupai kelelahan kreatif daripada ketegangan artistik yang disengaja.
I finished this book in one day and was surprised by myself in the end. Been a while since the last time I could read a book this quick. Funny enough, I finished it on train, on my way back home from work, which made it kind of relatable with the heroin, Alina, who was written as a regular office worker that commuted everyday; the difference was she travelled by bus instead of train.
Anyway, here comes the review:
Buku ini adalah buku pertama dari Rintik Sedu yang saya baca dan saya cukup menikmatinya. Walau kalau diperhatikan lagi, buku yang tidak terlalu tebal ini sebenarnya bisa lebih tipis lagi kalau tidak ada narasi cukup panjang tentang kegalauan hati Alina, yang cukup bertele-tele.
Walau begitu, adegan di bagian tengah menuju akhir, di mana Alina akhirnya mendapatkan momen "keluar" dari cangkangnya, walau hanya untuk sehari, bersama seseorang yang menarik untuk Alina setelah masalah bertubi-tubi yang dia alami, sangat menyenangkan untuk dibaca. Menyenangkan, karena sebagai sesama pekerja biasa, atau yang biasa disebut budak korporat dengan rutinitas yang berulang, saya pun pernah melakukan hal yang sama, dan rasanya memang luar biasa. Bedanya, saya melakukannya atas inisiatif sendiri, bukan ajakan seseorang, seperti Danu pada Alina.
Sayangnya, resolusi dari konflik yang dihadapi dari awal, sampai titik puncak di bagian tengah-akhir buku menurut saya kurang tergambarkan. Seolah-olah semua roller-coaster emosi yang dilalui Alina jadi sia-sia karena pada akhirnya, tidak ada perkembangan karakter yang berarti.
Tapi, kalau boleh sok menelaah lebih jauh (atau mungkin malah kejauhan?), sebenarnya kisah Alina bukan tanpa resolusi. Bagian terakhir buku ini seperti memberi kesan kalau momen Danu dan Alina itu sebenarnya fana. Tidak nyata. Hanya imajinasi, alternate universe yang diciptakan Alina di kepalanya sendiri untuk mengatasi kejenuhan dan frustasi pada kehidupannya.
All and all, buku ini lumayan ringan dan bisa jadi pilihan buat dibaca. Jangan terlalu kepikiran paragraf terakhir di atas, itu murni analisa prematur yang langsung saya tulis di note pribadi setelah selesai membaca buku ini 😅
Buku ini bisa menjadi pemicu bagi orang-orang yang mungkin memiliki trauma terlebih trauma pada keluarga, meski sebenarnya tidak banyak tentang keluarga dibahas dalam novel ini🙌
Jadi novel ini bercerita tentang Alina, seorang gadis yang lagi berada pada fase dewasa yang bebannya sedikit demi sedikit mulai bertambah. Namun, di cerita ini Alina membenci hidupnya. Dia memiliki konflik berat dalam keluarganya, ditambah dia harus break up setelah menjalin hubungan selama 2 tahun dengan Tio. Nah, saat berpacaran dengan Tio, Alina tidak bisa memberikan perasaannya sepenuhnya. Ia masih dihantui dengan segala rasa trauma itu🥹. Sampai diajak nikah gak mau loh🙃 Makanya Tio menganggap bahwa Alina tidak pernah serius.
Kantor tempat kerja Alina menjadi menjadi tempat ternyaman untuk pulang karena rumah sudah tidak bisa memberikan itu. Kantorlah tempat favoritnya dan jika harus berlama-lama di sana, Alina senang.
Siklus keseharian Alina adalah rumah-kantor. Ia selalu pulang naik bus pada pukul setengah lima sore. Suatu hari dia ketemu Danu. Beberapa kali ketemu, Alina merasakan sesuatu berbeda yang bisa membuatnya melupakan kesedihan yang terus menerus menimpanya. Saat itulah Alina menjadi Marni, sosok yang menyenangkan di mata Danu. Walaupun sebenarnya Marni takut kalo Danu terlalu jauh dan bakal tau siapa Marni sebenarnya.
Aku suka dengan kehadiran karakter Siti yang bisa menambah greget dan humor,sih🤣 walau di awal2 aku agak tidak suka yaah sama Siti🫵🤣
Saat memasuki babak akhir, aku juga suka karena cerita Siti ini bisa diselesaikan, cerita Tio pun juga bisa diselesaikan. Lalu gimana dengan Alina? apakah dia berakhir indah atau..... lebih indah lagi? Xoxo🤔. Kamu harus baca bukunya🙌
Tapi...tapi endingnya bikin shock wkwk, bikin tutup mulut🫣 Kayak hee bener2 yah luu paus🤯. Endingmya dibuat sangat plot twist🗯. Btw paus itu nama panggilan lain penulisnya yaa✌️
Changing Your Name means Changing Your Identity . Itulah yang dilakukan seorang Alina saat bertemu dengan Danu pukul setengah lima sore di dalam Trans Jakarta. By changing her name, she hopes that she can runaway from her reality. She changes her name... Pretends to be someone else... Being a new person... Creating a new image... A very new character people do not know... . Semua karena Alina sudah lelah menjalani hidup sebagai anak perempuan dari keluarga broken home; seorang ayah yang gemar mabuk dan memukul anak istrinya, Seorang ibu yang hanya membela sang Ayah dan tidak berdaya membela dirinya. . Alina, seorang perempuan yang selalu merasa rendah diri dan insecure. Alina, seorang perempuan yang tidak percaya lagi dengan pernikahan. . Alina membenci dirinya sehingga menciptakan sosok Marni, secara sadar, untuk melarikan diri dari realita dan insecurities-nya. Marni, seorang perempuan yang bertolak belakang dengan Alina. Marni, perempuan yang ceria dan bebas. Marni, perempuan yang tidak punya kelurga broken home. Marni, perempuan yang menjafi teman ngobrol asyik bagi Danu. Marni, perempuan istimewa bagi Danu. . Sayangnya, semua bahagia itu palsu... Bahkan Danu pun palsu. Dalam satu senja Danu menghilang, tak ada yang tahu. . "Satu-satunya orang yang menjadi penipu dalam cerita adalah diriku sendiri. Meski begitu, ada satu hal yang akhirnya aku mengerti, bahwa aku tidak pernah jatuh cinta pada Danu." "Aki merindukan Danu selama setahun ini, bukan karena sosoknya yang kuinginkan, melainkan karena Marni. Aku jatuh cinta pada Marni. Aku menanti Danu karena aku merindukan diriku ketika menjadi Marni. Marnilah satu-satunya orang yang kuinginkan..." (Alina_Pukul Setengah Lima) . This novel is easy to understand and give the readers an open ending. It is a novel must read.
Menceritakan kehidupan Alina yang takut bahagia, tidak menyukai pulang, tidak suka rencana, bahkan tidak bisa merasakan apa-apa. Tentu saja, ada banyak hal yang menjadikan Alina menjadi seperti itu.
Alina yang tidak menyukai dirinya, tanpa sengaja membuat kebohongan tentang identitasnya, dan menyebut dirinya 'Marni', ketika bertemu laki-laki yang ia temui di bus setiap pukul lima sore.
Alina yang tidak terbuka, dingin, bahkan tidak merasakan senang, bisa tersenyum manis saat bersama pria yang hanya dia temui di bus itu saja. Seakan-akan itu bukanlah Alina.
Namun, saat ia pikir kebohongan itu bakal menjadi angin lalu saja, ternyata alina terjebak dalam kebohongan yang membuat dia nyaman tapi di sisi lain membuat dia sekaan terjebak.
Baru halaman pertama aja sudah disuguhkan kata-kata yang "jleb" banget. Dan tsana, berhasil buatku jatuh cinta pada setiap kata yang ia tuliskan, walaupun hanya sekedar 'pulang', 'rumah', 'hilang', bahkan 'lestari'.
Dibuat tersenyum, baper, lalu dibuat nyesek lagi, seperti diajak terbang tinggi, lalu dijatuhkan begitu saja. Dan, setiap sesi bertemu pria yang ia temui di bus berakhir sejenak, aku selalu menyukainya. Seperti pria itu berhasil memberikan kesan yang baik disetiap awal, dan akhir pertemuan mereka.
Kata yang tepat untuk menggambarkan novel ini adalah 'nyesek'. But, hampir setiap halaman itu ada aja yg berhasil buat aku bolak-balik nempelin sticky note, dan garisin kata-kata yang indah dengan stabiloku. Yap, indah sekali setiap kata di novel ini. Dan mungkin, banyak yang related dengan sosok Alina.
"Tentang manusia yang kalau idupnya berantakan pasti pengen banget berubah jadi orang lain."
***
Alina cewek kantoran yang punya hidup amat berantakan. Bapaknya tukang pukul--memukul dia dan ibunya, ibunya perempuan yang tunduk atas nama cinta, pacarnya mencintainya dan ingin menikahinya.
Apa yang salah dari pacar yang mencintai dan ingin hidup bersama dengan Alina selamanya? Salah, kata mencintai saja salah karena Alina tak percaya dengan cinta. Cinta itu bodoh dan membodohi. Lihat saja ibunya, babak belur karena cinta. Ia tak mau dan tak bisa, maka dari itu pacarnya memilih memutuskan hubungan mereka.
Karena hidupnya yang berantakan, dia mencoba menjadi orang lain, Marni, di pukul setengah lima. Saat ia bertemu dengan seorang laki-laki yang sepertinya tak jauh berbeda dengan dirinya, Alina.
*** Alina karakter yang rumit dan sentimental. Sangat menyebalkan. Dia selalu ingin dimengerti tapi gak pernah mencoba untuk membuka diri. Dia terlalu mempermasalahkan kehidupannya dan mengabaikan orang lain. Pacarnya tentu saja.
Kalau Alina hidup di dunia nyata dan jadi temenku, 100% aku bakal menghindar. Karena ngabisin hati doang. Susah dikasih tau, tapi ngeluh mulu, dan sentimental.
Aku cukup lama bisa paham dan dapetin maksud dari apa yang kak Tsana mau ceritakan, saking nyebelinnya sosok Alina ini. Menurutku pesannya bagus, cara penyampaiannya mirip2 kak tsana yang sendu dan sentimental. Tapi sayangnya terlalu bertele2, terlalu diperumit, jadinya ya itu tadi karakter yang nyebelin.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Buku Pukul Setengah Lima Pantas Aku Benci Seisinya
Mengapa demikian? Novel setebal 208 halaman ini aku hanya dihibur cerita penuh kebohongan yang dilakukan tokoh utama. Yah biarpun cuma fiksi, aku tetap dibuat geregetan parah dengan sosok Alina yang mengaku telah mati rasa terhadap apapun. Dikasih cobaan malah dicobain beneran.
Eh, kok udah main di-spoiler-in aja, sih?
Oke. Aku akan berhenti bahas itu. Selain bahas cerita bohongnya si Alina yang ngaku-ngaku jadi Marni, alur waktu maju-mundur cukup menarik minatku untuk lanjut baca meskipun aku membencinya. Iseng-iseng cari tahu di internet, rupanya memang begini gaya khas penulis meramu tiap-tiap kata menjadi satu kalimat yang simpel dan praktis dibaca.
Belum selesai, penggunaan bahasa baku-nonbaku yang disajikan dalam cerita terasa apik perpaduannya. Gak lebai, gak menye-menye. Masih mudah dibayangkan karena selingan ceritanya masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari; jadi budak korporat, naik ojol dan bus kota, kenalan sama orang asing (Eh tapi yang ini gak semuanya ngalamin, sih). Ada juga persoalan sensitif dialami tokoh yang tak bisa kuwajarkan sama sekali.
Lihat? Sampai sini kamu mau bilang, "Ngapain kamu benci kalo nyatanya kamu tetap baca tuh buku sampai selesai? Sampe niat nge-review lagi."
Hadeh, masih ingat gak sih celetukan kalimat "benci jadi cinta"? Nah, ya udah. Aku yang tadinya mau marah-marah sama buku ini malah gak jadi. Soalnya ada banyak pesan tersimpan yang aku temukan di sini. Membuat kebencianku sama buku ini malah semakin menjadi cinta.
Aku baru saja menyelesaikan membaca novel "Pukul Setengah Lima" karya Rintik Sedu. Bermodalkan iseng meminjam asal novel apapun yang ada di kamar teman, jatuhlah pilihanku pada novel tipis ini. "Ah, tipis. Pasti ringan dan senang membacanya," pikirku kala memilihnya.
Nyatanya, tidak seperti itu. Novel tipis ini membawaku menyelam kepada kisah Alina yang menyedihkan. Seorang wanita yang membenci diri dan kehidupannya, lantas menjelma menjadi sesosok wanita lain bernama Marni. Dan hiduplah Marni dengan segala kebahagiaannya ketika bertemu sesosok lelaki tinggi di halte bus kota pada pukul setengah lima sore, Danu namanya.
Kisah Marni dan Danu seolah menjadi mimpi indah di siang bolong, menjadi oase di tengah gurun kehidupan Alina. Alina seolah jatuh cinta pada Danu, namun tidak. Di sinilah letak permasalahannya. Dan pada akhirnya, Alina sadar bahwa ia mencintai ketiadaan dirinya.
Rintik Sedu berhasil membawaku, pembacanya, menelan kata demi kata dengan renyah, namun seolah alot di kepala. Berat sekali konflik yang dibawanya dengan bahasa yang seringan itu. Tak kusangka, tutur kata sederhana yang diketiknya, menjejakkan bekas yang cukup dalam di hati pembaca.
Ah, bisa-bisanya sang Penulis memberikan Alina takdir seperti ini. Aku cukup terkejut dengan akhir kisahnya (hhm, walaupun sebenarnya tidak pas jika disebut akhir). Pokoknya, jika kamu menyukai novel yang ringan, tapi ingin mendapatkan kisah yang bermakna, coba baca ini.
Buku ini tuh menceritakan tentang seorang perempuan bernama Alina yang benci untuk menjadi dirinya sendiri, nah pada suatu hari Alina ini bertemu dengan seorang pria bernama Danu di sebuah Bus pada pukul setengah lima, mereka berkenalan namun, Alina tidak menyebutkan nama aslinya kepada Danu karena ia terus teringat beberapa memori dengan mantannya jika ia menggunakan nama itu, saat itu Alina mulai beralih menjadi Marni. Hari demi hari berlalu ia terus bertemu Danu setiap menaiki bus, maka dari situlah mereka mulai berbicara satu sama lain serta mulai akrab, awalnya Alina tidak ingin dekat dengan seorang lelaki setelah mantannya, namun entah kenapa Danu itu berbeda dengan mantannya, membuat Alina tidak ragu untuk dekat dengan Danu. Sampailah pada suatu hari dimana Danu tiba tiba menghilang, Alina terus menunggu hari demi hari pada pukul yang sama yaitu pada pagi hari dan sore hari setiap ia pulang kerja, namun Danu tidak kunjung datang.
Menurut pendapat aku pribadi tentang Novel ini, novel ini sangat bagus, singkat dan on point namun, saya sedikit terganggu dengan Alina yang terus menerus teringat momen bersama mantannya setiap kali ia melakukan sesuatu, dan saya sedikit kesal dengan Alina karna hal itu, lalu saya juga penasaran kenapa Danu ini tiba tiba saja menghilang tanpa alasan, saya pikir dihalaman selanjutnya akan ada alasan kenapa Danu tiba tiba saja menghilang namun ternyata tidak, dan saya pikir Marni akan mengakui dirinya sebagai Alina kepada Danu namun ternyata tidak.
Buku ini menceritakan tentang Alina yang membenci dirinya dan hidupnya, sampe-sampe rasa benci itu ngebuat dia ingin jadi orang lain. Sampai pada suatu pertemuan yang sangat amat ngga disengaja, yaitu dalam bus waktu pulang kerja, Alina kenalan sama sosok yang membuat Alina ngerasain sesuatu yang… beda, sesuatu yang menurutnya hangat, sesuatu yang ngga pernah dia rasain sebelumnya. Tapi sayangnya, di pertemuan itu Alina memperkenalkan dirinya sebagai Marni, bukan dirinya yang asli, sosok yang Alina anggap bisa sebagai pelarian.
Menurutku, buku ini ringan untuk dibaca meski konflik pendukung di dalam buku ini sebenernya cukup berat, mungkin karena emang ngga dijelasin detailnya, lebih fokus gimana alur Alina/Marni itu berhubungan sama sosok yang ditemuinya di dalam bus.
Cerita ini punya makna tentang permasalahan diri, gimana mau menjalin hubungan sama orang lain kalo diri sendiri masih ruwet dan berantakan, segimanapun kerasnya orang lain mau usaha untuk bantu, kalo dari diri sendiri ga ada keinginan, ya akan berakhir kaya Alina sama Tio. Nah, Tio ini mantan pacar Alina. Ngga sepenuhnya menyalahkan Alina karena latar belakang hidupnya yang juga keras dan berat.
Buku ini aku rating 2.7 dari 5. Menurutku yang paling menarik dari buku ini adalah plotnya.
setuju banget kalo karakter alina bikin sebel. suuupeeerr avoidant trs juga selalu lari dari masalah tanpa mau mencoba buat menyelesaikan. dia juga egois, keras kepala, gamau dikasih tau banget. oiya masa gaada sama sekali ngobrol sama bapaknya gitu, convo sm ibunya jg dikiiittt banget nggak ke-highlight sama sekali. transisi dari pov alina in the present trs tbtb balik ke masa lalu terus balik lagi ke masa skrg jg bingungin parah.
danu tiba-tiba hilang gitu aja tanpa tau identitas asli alina, tiba2 udh skip 1 tahun trs samsek ga ketemu lagi ternyata, padahal dr awal baca blurb-nya aku udah penasaran gimana reaksi danu kalau tau ternyata alina bohong. udh ga mikir kalo bakal dibahas lagi sih waktu udah nyampe bab akhir masi belom ada tanda2 danu. terus endingnya… alina ketemu cowo lagi trs ganti nama lagi??? gaada character developmentnya bro😭.
habis itu complicated relationship between siti sm atasannya & istri atasannya is soooo messy and unnecessary. trs bukunya jg seakan2 justifying kelakuannya siti yg jelas2 jadi selingkuhan dan bs2nya berharap dia bakal jd first choice… katanya karena yaaa gmn namanya jatuh cinta gabisa kita atur.
hmmmmx jujur masih enak dibaca si enjoy2 aja tapi ya gitu ga sesuai harapan, 2.5.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Rintik Sedu atau Paus, menulis cerita ini dengan lengkap terutama latar belakang karakter Alina yeng mendapatkan kekerasan domestik di dalam rumahnya sendiri. Sikapnya terhadap orang lain menjadi dampak dari kesehatan mental dia yang memburuk adalah kurangnya kepekaan sosial pada orang lain.
Bacaan dengan tulisan populer memanglah mudah untuk dibaca, dan saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca dalam bacaan mingguan, karena fokus isu yang diangkat, yang mungkin dialami oleh sebagian besar perempuan di masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam novel cenderung santai, tidak baku, dan dekat dengan masyarakat modern. Alur cerita yang mudah dipahami dengan penyajian petualangan cinta dan batin yang ada di setiap karakter.
Hal yang saya kurang sukai adalah karakter yang mudah ditebak, dengan latar belakang karakter Alina, tidak adanya kejutan yang keluar dari garis karakter. Mungkin akan ada di buku keduanya, karena dalam buku pertama ini ceritanya menggantung. Aku berharap di buku kedua, ada perubahan karakter Alina agar tidak datar dan mudah ditebak setiap aksi yang dia lakukan.
Alina benci hidupnya. Alina benci menjadi dirinya sendiri. Alina berharap tidak ada, dan Alina yang mati rasa, tapi tidak setelah menjadi Marni. Mungkin Alina memang menyebalkan, tapi sebagian dari dirinya ada di dalam diriku. Terkadang menjadi orang lain lebih menyenangkan karena buatku itu adalah diriku yang baru, diriku yang lain yang tidak ada di masa lalu, tidak memiliki kisah, selain menciptkan realitas baru seperti yang marni lakukan, menciptakan rasa baru pada perasaanya. Walau pada akhirnya tidak akan ada bedanya, Marni akan hilang atau bahkan tidak akan pernah ada tatkala masa kembali pada titik mulanya. Ketika Danu tidak lagi pernah kembali. Alina kembali ke realita kalau dia hanya seorang Alina, yang tidak suka untuk pulang, tidak suka akan rumah. Dia tetap Alina. Aku suka bagaimana cerita ini dikemas, imajinasiku seperti berenang di tengah laut. kadang kepalaku menyelam terkadang kembali ke daratan, lucunya, ketika menyelam terbayang jelas masa lalu dan ketika kembali ke permukaan, hanyalah sebuah fiksi yang tak berujung. Iya, Marni hanyalah sebuah kebohongan, dan Alina hidup dalam masa lalu yang malang.
Awalnya aku baca ceritanya di blog rintiksedu. Setelah itu, aku penasaran buat lanjutan ceritanya. Akhirnya, aku mutusin buat beli buku ini. Ceritanya menarik walaupun endingnya gantung.
Nyeritain sosok Alina yang awalnya punya pacar namanya Tio. Tapi mereka putus karena perbedaan latar belakang, Tio dari keluarga cemara sedangkan Alina sebaliknya. Alina punya ayah yang suka kasar ke Ibunya dan Alina. Terus Alina ketemu Danu di bus kota yang dinaiki sepulang dari kantor di jam setengah lima. Dari situ mereka jadi lumayan deket terus suatu saat tiba-tiba Danu nya ngilang ga pernah keliatan lagi di bus itu. Itu yang bikin gantung dan bertanya-tanya kemana sosok Danu dan kenapa tiba-tiba ngilang gitu aja tanpa penjelasan.
Tapi disisi lain selama baca buku ini aku sangat enjoy karena ceritanya yang ringan. Walaupun begitu, jujur awalnya aku gabisa nebak jalan ceritanya dan gimana endingnya. Tapi buatku overall seru sih buat ngisi waktu luang.
Dan di buku ini aku paling suka sama qoutes "Itu mengapa sejak awal aku tahu kami tidak akan berakhir di tempat yang sama. Itu mengapa pula, selama ini aku hanya menunggu dia menyerah denganku, sebagaimana aku menyerah pada hidupku sendiri"
This entire review has been hidden because of spoilers.
Novel yang awalnya iseng dibeli, tapi berakhir dengan SUKA BANGET 💙
"Sembuh itu bukan tanggung jawab kita. Kita hanya perlu menoleransi rasa sakit. Kita hanya perlu beranjak sedikit lebih jauh"
Tokoh di novel ini, Alina, nyebelin banget, tapi somehow aku bisa maklum. Alina yang merasa takut bahagia karena dia menganggap kebahagiaan adalah bencana yg tertunda.
Aku ga bisa nyalahin Alina karena semua didasari oleh latar belakang keluarganya. “Dia seorang bapak, tapi dia jahat. Dia orang jahat, tapi dia bapakku” (hal. 64). Aku suka cara penulis menuliskan perasaan dan kisah Alina ataupun Marni, realistis banget.
Narasinya santai, alur ceritanya mudah dipahami walaupun banyak flashback, tapi disitulah uniknya, karakternya menjadi lebih hidup. Kita lebih paham kisah cinta dan perasaan tiap karakternya. Endingnya sedikit gantung, tapi menurutku PAS.
rulisan tsana jauh lebih berkembang. buku yang ini aku bisa baca tanpa meninggalkan kesan cringe. untuk alina yang udah berumur 27 tahun rasanya sedikit aneh ketika dia masih terlalu mikirin kdrt yg dialami ibunya. kayak sering diceritain tapi ga pernah detail. dia kayak hanya menyalahkan ayahnya, pikirannya benar-benar kayak anak umur belasan tahun. padahal umur segitu harusnya dia bisa melakukan perlawanan atau kalau memang sikapnya dibikin apatis sekalian aja dia ga peduli dan mati rasa.
percakapan antara marni (nama samaran alina) sama danu masih khas tsana di karya-karya sebelumnya. yang aku sayangkan dari novel ini karena tidak ada pengembangan karakter dari alina sama sekali, kalau kayak gitu mah ini lebih cocok buat dijadikan cerpen alih-alih novel ya meski novelnya pun ga panjang-panjang-panjanh banget.
overall oke lah. aku bisa baca ulang karena narasinya bukan plot ceritnya yang serba nanggung.