Chasing Passion adalah cerita Eat, Pray, Love versi remaja. Luna, cewek 19 tahun yang drop out dari fakultas hukum, merasa tidak punya masa depan. Dia kehilangan passionnya, dan tidak tahu harus bagaimana menyangkut masa depannya. Dia ingin jadi influencer atau selebgram, tapi dilarang orang tuanya. Bersama sepupunya, Cantika, Luna berlibur ala backpacker ke Amsterdam, Paris, dan Munich untuk mencari jati diri, sekaligus berharap bisa membuat konten yang viral. Dalam perjalanan, dia bertemu banyak orang asing yang membantunya menemukan passion-nya. Termasuk Maks, mahasiswa yang kuliah di Munich, yang berbagi pengalaman seru dengan mereka. Akankah Luna berhasil menemukan passion-nya dalam perjalanan ke Museum Van Gogh, Menara Eiffel, hingga Kastel Neuschwansteins Ataukah dia malah sekadar menjadi pelancong di era digital yang melakukan segalanya demi konten?
Selesaiiiii! Aku suka covernya 😍. Ini novel pertama Kak Muti Siahaan yang aku baca. Dan aku cukup menikmati cerita di dalamnya. Awalannya memang agak menganggu apalagi bagian mengais-ngais satu atau dua like juga unggahan Luna yang hanya mendapat sedikit like rasanya grrr. Tapi lama kelamaan seru juga mengikuti perjalanan Luna. Bagaimana dia bertemu dengan orang-orang, bertukar sedikit cerita, serta mendapatkan masukkan dari orang-orang yang dia temui. Romance dalam novel ini nggak terlalu banyak tapi berkesan. Sederhana, manis juga terasa hangat. Nggak berlebihan kalau menurutku. Aku suka banget waktu mereka pergi ke Hackerbrücke 😍. Juga suka sama nasehat Ibunya Luna, ‘Ibunya mengajarinya untuk berempati pada orang lain, terutama orang-orang yang mencari nafkah dari berjualan. Setelah berfoto di tempat orang berjualan Luna pasti membeli barang atau makanan yang dijajakan. Walau yang dipilih adalah jualan yang paling murah, Luna berusaha menunjukkan itikad baik agar si penjual tidak sakit hati’. Novel ini cocok dibaca oleh para remaja maupun orang dewasa 😉. Jangan lupa baca novel ini yaa ☺️. . “Kurasa inilah masalahmu. Kenapa harus bikin target di umur 30? Jangan menciptakan standar yang membuat kamu sendiri frustasi dan tidak bisa berpikir jernih. Hidup ini bukan kompetisi. Ada orang yang sudah sukses umur 17, ada yang sukses setelah 45 tahun. Proses perjalanan setiap orang berbeda. Kita tidak pernah tahu seperti apa perjuangan sampai ke situ.” (Opa Jan). . “Jangan terlalu mengharapkan like. Nanti kamu stress,”— “Potret juga tidak harus foto diri. Menurutku, kamu orang yang cocok di belakang layar. Foto-foto kamu bagus. Bikin kepsyen juga bagus.” (Eljse). . “Kadang bosan tapi aku tetap melukis. Passion penting tapi konsistensi lebih penting.” (Pierre). . “Buat apa? Aku rasa titel influencer itu overrated— dinilai terlalu tinggi, dan nggak guna. Lebih pas food blogger, atau seperti kamu yang fotografer. Profesi yang jelas dan bermanfaat bagi orang banyak.” (Riana). . “Foto kamu bisa bernilai lebih kalau kamu bisa kasih informasi yang nggak tergambar di Instagram. Ketika orang datang ke sini mereka jadi mencari hal yang berbeda pula.” (Malika). . “Aku setengah setuju dengan pendapat itu. Passion itu bisa dicari. Bisa ditumbuhkan. Kadang kita perlu realistis. Kalau mengejar passion tapi nggak dapat duit, mau makan apa? Aku cari sesuatu yang bisa kusukai, kupelajari baik-baik, sehingga nanti bisa menghasilkan uang dari situ.” (Maks). . Foto yang bagus tidak sekadar diperoleh hasil editan melainkan juga soal menangkap momen. Apalagi momen fenomena alam yang tak bisa diulang. Harus susah payah menunggu. (Hal 245).
Dibuletin jadi 2. Sama kayak Luna yang gak tau passion-nya apa, aku juga gak nemu secuil passion dari diriku untuk menikmati bacaan ini. Yah, selera deh. Kelar tapi diskip-skip.
Luna terpaksa D.O. dari fakultas hukum karena merasa bidang itu bukan bidangnya. Dia memutuskan plesiran ke Eropa bersama sepupunya, Cantika, berharap bisa menemukan ilham mengenai passion yang dimilikinya dan bisa kuliah di jurusan yang bisa menunjang passion-nya tersebut. Namun, ketika berkeliling Amsterdam, Prancis, dan Munich, Luna mendapatkan lebih dari apa yang dicarinya, juga cinta.
Baca travel fiction gini emang selalu menyenangkan. Penulis banyak menggambarkan beberapa tempat wisata dari yang wajib-dimasukkan-itinerary sampai ke tempat yang jarang disebut orang-orang. Berasa ikutan jalan-jalan bareng Luna dan Cantika.
Bagiku, yang terasa di buku ini bagian travelling-nya, sih. Kayak penjelasan tempat wisata ini dan itu. Selebihnya masih meraba-raba, terutama bagian Luna yang akhirnya sadar "oh, aku harus ambil jurusan ini nanti setiba di Indonesia". Rasanya instan aja, walaupun aku tahu banyak banget pelajaran tersirat dan/atau tersurat sewaktu Luna ketemu orang-orang.
Oh iya, ada hal yang sangat disoroti di sini sekaligus jadi bahasan di medsos akhir-akhir ini. Soal perilaku asal foto, asal sebar, dan asal komentar soal orang asing, seolah lupa ada yang namanya privasi. Terakhir ada kejadian ibu-ibu sampai keguguran karena nggak terima fotonya diambil secara diam-diam. Luna juga begitu, dia mengalami beberapa kali ketika plesiran. Walaupun hanya foto orang lewat secara random dan cuma niat mengabadikan pakaiannya yang match dengan hewan peliharaannya saja langsung diminta hapus. Dan ini juga, kita berhak untuk minta hapus foto yang ada kita di dalamnya jika dirasa tidak nyaman. Well, saking sering dan wajarnya upload foto (terutama yang pilih wajah sendiri bagus, sedangkan kita enggak) tanpa minta consent, kita jadi ikutan membiarkan gitu aja, meskipun dalam hati misuh-misuh.
Karakter Cantika di sini nyebelin kuadrat. Tipikal cewek cantik yang tahu dirinya cakep dan memanfaatkan hal itu buat publisitas. Yang nggak habis pikir, dia sampai harus memanfaatkan sepupunya sendiri buat kesejahteraan akun insta-nya. Nggak bisa nggak sebel kalau Cantika mulai berulah. Mana Luna juga tipikal manusia nggak enakan. Dahlah, habis diinjek-injek.
Cantika ini tipe yang dia pusat dunia. Apa ya, kayak yakin kalau mau populer tuh, harus begini dan begitu. Ancamannnya selalu sama, "kamu mau dapat like nggak?", eh pas Luna udah unggah foto yang dimaksud malah nggak dia like. Gregetannn. Tapi, sifat Cantika yang nyebelin ini punya alasan dan back story, nggak asal jahat aja (kalau begini sih, mungkin sampe detik ini hatiku masih dongkol). Ada chara develop juga walaupun nggak terlalu banyak (ya karena di akhir juga, sih).
Luna sendiri indeed bisa menemukan arti passion dan menemukan jalannya. Gladly, tujuan dari ceritanya tercapai. Meskipun info tempatnya kadang jadi info dump, tapi nggak mengurangi tensi alur utama cerita. Good job!
Seru!!! Seneng banget abis diajak jalan-jalan ke Eropa sama Luna. Yang buat seru itu cara si penulis yang jelasin setiap tempat yang didatangi, bukan cuma ngasih tahu nama tempatnya doang, tapi juga jelasin keadaan di sana kaya apa.
Pas awal baca kepikiran si penulis risetnya buat novel ini nggak main-main. Sempat juga kepikiran mungkin pengalaman pribadi jalan ke sana soalnya emang kaya berasa nyata aja gitu.
Awalnya sih sempat kesal baca ini dan stop hampir sebulan karena sifat karakter lainnya, Cantika. Ampun deh ini si Cantika minta dibenci banget, tapi yang bikin kesel tuh bukan sifatnya, tapi lebih ke kaya sifat Cantika emang sengaja dibuat sejelek itu, dan itu yang bikin males. Pas akhir ya seneng sih, soalnya sebenernya salah pengertian aja. Cantika sebenernya baik, malah keren ga dendam dan setuju kalo Cantika emang pemurah.
Abis baca ini mendadak pengen juga traveling ke Eropa🙈
Jujur aku tertarik baca buku ini karena covernya. Eh, tapi isinya lumayan bagus. Cara mendeskripsikan wisata di Eropa bikin terbayangkan sedikit. Aku paling suka pas scene Luna sama Maks di Neuschwanstein Castle dan Hackerbrücke. Romansanya nggak terkesan terlalu dewasa untuk young adult. Di sini gak ada tokoh jahatnya, cuma Cantika yang punya peran nyebelin dan gak bisa bertanggung jawab. Tapi, karena itu Luna bisa solo-travelling di Eropa dan ketemu banyak orang baru. Di buku ini juga menyinggung tentang "jangan memotret atau memvideokan orang lain tanpa izin lalu upload ke sosmed", kasus yang harus dikhawatirkan untuk orang-orang zaman sekarang ini.
Overall aku suka gaya bahasanya. Tapi, sedikit saran, ada banyak kata padanan yang seharusnya dibahasakan. Misalkan, caption bisa diubah jadi takarir.
Membacanya seakan kita mengiyakan bahwa remaja itu pasti akan melakukan satu kesalahan bodoh yang pasti akan membuat keluarga jadi panik.
Novelnya asyik serasa diajak jalan-jalan keliling Eropa meskipun hanya sekilas-sekilas saja. Karakter dua cewek ini, Luna dan Cantika kurang dapat tergali sehingga mereka berdua seolah kurang 'dekat'. Sebaliknya, petualangan keduanya mendatangi setiap sudut kota mampu membuat cerita ini hidup dan nyata. Dengan memakai medsos sebagai benang merah cerita, pesan yang disampaikan agaknya mampu menyentil kebiasaan kita yang senang posting apa pun. Setidaknya Luna sudah tahu passion yang dia mau.
Aku suka bukunya, ceritanya cukup inspiratif sih. Tapi jujur aja ceritanya hanya mengulang-ulang bagian gt haha, I mean kyk Luna cuma jalan2 di Europe doangg dan yaa aku agak bosen sih, cuma pas Luna jln2 di Europe itu ada beberapa nama tempat yg baru aku tahu dan itu menambah wawasan ku sih!! Bingung mau recommended buku ini atau ga..
gaya kepenulisan buku ini keren banget. aku terkejut karena dengan konsep cerita yang sederhana, kak muti bisa mengeksekusi jalan cerita, penjelasan, plot dan karakter dengan sangat baik 🥺 aku sebenarnya bukan tipe orang yang suka baca buku dengan genre slice of life, tapi kak muti benar2 berhasil bikin aku masuk ke dunia chasing passion tanpa berhenti membuka halaman berikutnya ✨
fun fact, sebagai orang yang tinggal di amsterdam, aku benar2 dibuat kagum membaca penjelasan detail tentang seluk beluk amsterdam di cerita ini. amsterdam central station, red light district, stationplain, museumplein. gilaaa, semuanya sangat detail dan akurat. gak tahu kak muti riset nya kayak gimana, tapi cerita ini bagus banget dari segi karakter, plot dan juga penulisan. konsep sederhana tapi eksekusinya sangat baik!! aku kasi bintang 4 karena konsepnya aja yang terlalu sederhana menurutku (anak muda yg mencari jati diri lewat travelling) 🤣
ps: begitu aku selesai baca buku ini, aku langsung cek siapa sih authornya, dan ternyata author nya jg penulis project L dong!! yang notabene merupakan beberapa novel teenlit pertamaku yang kubaca waktu aku masih SD! pantesan tulisannya high quality banget 🥺