Ayunda Nisa Chaira, also known as Yunda, is an Indonesian Young Writer. She started writing in the age of 8. She has written 16 books, which led her to be awarded as Indonesia Most Productive Young Writer twice at 2009 and 2010.
sudah lama nih nggak baca novel remaja. makanya, begitu ketemu buku dengan cover cantik ini (look at the crown, THE CROWN!), aku tergerak untuk membacanya di saat santai di kantor.
dari blurb dan tagline, boleh dong aku mengasumsikan ini bercerita tentang seorang cewek yang merasa dirinya paling perfect di antara teman-teman satu sekolahnya. mata langsung terbelalak semangat... wuoh, novel about a bitchy girl! nggak boleh buang waktu lagi, saatnya membaca!
....
....
tapi kok, setelah sampai pertengahan buku, semangat bacaku turun drastis ya?
ada beberapa catatan yang aku temukan:
- bab prolognya yang trying too hard. ini novel tentang cewek sombong, right. seperti yang kita ketahui semua, cewek sombong punya rasa percaya diri yang tinggi. tapi kesan yang aku tangkap di prolog justru seorang cewek yang berusaha mencari pembenaran kenapa harus sombong. cewek cool yang berusaha ditampilkan pun jadi terlihat lame.
- values. kebanyakan cewek populer di novel karena orangtua, kaya, dan cantik. klise? not really. http://www.education.com/reference/ar... <-- buktinya. :) nah, saat membedah karakter cewek di novel ini, aku bingung karena cewek ini nggak punya pondasi yang cukup kuat untuk sombong. dari segi orangtua, didikannya sumpah membingungkan. ayahnya dengan gamblang bilang, dia harus cantik seperti mamanya. karena dengan begitu--mengutip langsung ucapan si ayah--'kehidupan amy akan sukses nantinya.' ucapan itu terdengar masuk akal sampai aku membaca background ayahnya yang sampai bela-belain s3 ke luar negeri. pertanyaan besar pun muncul: masa iya sih orangtua yang punya background sukses secara akademis akan mendorong anaknya untuk 'cantik' bukannya pintar?
si oma juga nggak kalah membingungkan. kemunculan pertamanya sangat mengganggu dengan nasehat bertubi-tubi, mengingatkan tokoh utama supaya nggak sombong. ya, ya, oma-oma memang punya kecenderungan suka menasehati, tapi apakah dia akan menasehati seganggu si oma? kinda reminds me of bapak-bapak tua di film horor lokal itu: yang tanpa motif jelas memperingatkan sekelompok abg supaya nggak masuk ke hutan angker itu.
dan saat melihat basic si cewek, nggak jelas juga si cewek ini melihat dirinya wajar sombong karena dia 'cantik' atau 'pintar'. jadi, saat dia mau menjelaskan kepada pembaca tentang betapa sempurnanya dirinya, values dalam dirinya itu nggak terlihat jelas. dan karena faktor 'likeability' itu penting untuk meningkatkan reputasi di sekolah, cewek ini jelas nggak melakukan sesuatu yang ambisius untuk mewujudkannya. it's so ridiculous punya pandangan kalau seseornag bisa populer hanya dengan bersikap biasa-biasa saja.
- what's with the name? selain prolog, bab satu adalah bab paling annoying karena entah kenapa gurunya segitu terpesonanya dengan nama si tokoh utama yang konon adalah nama latin sebuah varietas jamur. biar nggak penasaran, nih dia gambar jamurnya:
oke, taro gurunya segitu tahunya dengan dunia jamur. TAPI... sampai bertanya apa orangtuanya adalah mycologist, membuatku pengen balik bertanya, "heh-looow, ibuk, emang ibu tahu ada berapa banyak sih ahli jamur di indonesia? plus, bu, bertentangan dengan pendapat ibu, amanita virosa nggak cantik-cantik amat. kalau ibu memang segitu ngefansnya sama jamur, bandingkan deh sama amanita viridis yang warna-warni kayak gambar jamur di buku bergambar alice in wonderland." *note: aku juga baru tahu penampakan si a. viridis saat searching gambar a. virosa yang jadi nama tokoh utama*
sisanya, mengecewakan sekali. kesukaan si karakter bermonolog (biar kesan sombongnya kelihatan) diulang berkali-kali. which is malah bikin aku bertanya, kalau si karakter utama pengen dicap sombong di mata pembaca, bukannya lebih baik dia memperlihatkannya ke orang-orang di sekitarnya dan bukan malah bermonolog seperti di sinetron.
************************
dear penulis 'irreplaceable',
kalau kamu membaca reviu ini, ada beberapa masukan untuk perkembangan tulisanmu selanjutnya: 1. hati-hati banget saat menulis character-based novel. sampai detik ini, aku masih berpendapat, pov pertama adalah teknik menulis yang sulit karena nggak banyak yang bisa melakukannya terus-terusan tanpa terdengar mirip voice and tone-nya. dan novelmu ini adalah kombinasi character-based storytelling dan pov orang pertama, which is... wuih, kelas dewa banget. kalau nggak hati-hati dengan pilihan kata dan menulis dengan selalu membayangkan si karakter utama di kepala, kamu akan rawan tergelincir menulis sebagai dirimu, bukan si karakter.
2. kamu kentara sekali menghindari romance. which is thumbs up for you karena kebanyakan penulis novel remaja masih senang menulis yang cinta-cintaan. hanya saja, karena kamu berpikir untuk antimainstream, masa sih usahanya setengah-setengah. harusnya kamu bisa mengolah cerita ini lebih matang lagi, memberi nyawa atas pikiran-pikiran dan keputusan-keputusan yang dia buat, dan yang paling penting membuat pembaca bersimpati dengan karaktermu itu. kalau kamu mau mencoba serius di genre coming-of-age ini, coba baca laurie halse anderson dan melina marchetta deh. mereka adalah penulis ya yang dihormati karena berani mengangkat tema-tema remaja yang nggak biasa.
that's all, folks. sampai bertemu di reviu berikutnya. *halah*