Jump to ratings and reviews
Rate this book

Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang

Rate this book
Bagaimana hidup tak pernah mengambil, malah meletakkan. Bagaimana mati tak pernah hilang, melainkan tumbuh.

Seseorang telah menombak matahari siang gulita. Kudengar seseorang telah menombak matahari. Dengan telanjang badan ia melompat dan satu entakan tangan ia melempar tombaknya ke matahari. Mata tombaknya yang beracun meluruhkan terang dan membuat matahari mati. Siang menjadi padam. Malam menjadi kelam. Semua orang di kampung memakai hitam-hitam. Para tetua berkumpul dan membicarakan sesuatu pelan-pelan. Seakan ada marabahaya yang menangkap suara mereka. Setiap rumah memasang telinga dan setiap pasang jalan saling meraba. Pasar sunyi, kebun lenyap—kampung hitam bagai arang. Tidak ada yang berani ke luar rumah, memasak, atau mengambil air di sumur. Semua orang menahan lapar. Anak-anak menangis dalam keheningan. Tak ada yang bergerak. Semua menjadi lupa warna pohon itu apa. Di kejauhan terdengar deru ombak, sesuatu sedang merangkak dari dasar laut. Sementara itu, orang-orang mulai saling memakan tubuh saudaranya sendiri.

184 pages, Paperback

Published November 25, 2023

13 people are currently reading
237 people want to read

About the author

Theoresia Rumthe

11 books44 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
30 (19%)
4 stars
72 (46%)
3 stars
51 (32%)
2 stars
3 (1%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 30 of 48 reviews
Profile Image for Haifa Chairania.
158 reviews8 followers
May 19, 2024
Ini pertama kalinya aku mencicipi karya Theoresia Rumthe. Beberapa halaman awal lumayan bikin keningku berkerut. Teringatlah aku, bahwa puisi tidak melulu harus dipahami secara utuh untuk bisa ‘dirasakan’. Dan benar saja, mengalir tanpa banyak bernalar adalah cara paling nikmat menelusuri puisi-puisi Bu Theo.

Bicara soal rasa; kumpulan puisi ini agak mirip es campur. Seperti aku, mungkin kamu bakal banyak berpikir, “Bjir, apaan? Ini abstrak betul.”

Menyusuri bait-bait berikutnya, kamu malah akan menghela napas sambil menahan tangis, “Emang boleh se-relate ini?”

Tanpa sadar, ekspresimu bakal terus beralih rupa dari halaman ke halaman, lantaran puisi Bu Theo yang … begitulah. Tahu-tahu aja asal terabas dan berubah haluan menjadi menggelitik, seram, bahkan hingga yang terkesan sensual.

Tetap saja, yang paling ngena di hatiku adalah nuansa sendu itu sendiri; tentang arti rumah yang justru lekat dengan kehilangan, kenangan, dan perpisahan.

Banyak puisi menceritakan tentang cinta yang tidak sampai, rumah yang kian mengabur, dan orang-orang yang akhirnya hanya jadi hantu masa lalu. Seperti puisi berjudul Rumah yang Merindukanmu. Membacanya membuatku ditinggalkan oleh sebuah pertanyaan: “Apakah aku sedang terjebak dalam perjalanan mencari-cari rumah baru untuk bernaung, tanpa menyadari bahwa ‘rumah lama’ yang kutinggalkan sejatinya masih mengharapkan kepulanganku?”

Kumpulan puisi Bu Theo ini membuatku meraba-raba kembali bagaimana caranya merasakan sesuatu yang sudah lama hilang–tapi mungkin ‘sesuatu’ itu tidak hilang, hanya sedang tidur terlalu lama, menunggu untuk dibangunkan oleh untaian kata yang akhirnya menuntunku melakukan pencarian makna.

Hmm, sekarang aku jadi merasa ulasan ini kelewat puitis. Yah, intinya, terima kasih, Bu Theo untuk puisi-puisinya yang penuh warna. Semakin tidak ragu untuk lanjut membaca Tempat Paling Liar di Muka Bumi.
Profile Image for Utha.
824 reviews398 followers
December 22, 2023
bagaimana mungkin seseorang kehilangan
padahal ia belum pernah menemukan?

—hlm 55
Profile Image for Nike Andaru.
1,632 reviews111 followers
December 24, 2023
104 - 2023

Membaca buku puisi ini dalam perjalanan pesawat CGK-PLM yang ngeselin karena ditunda hingga 2 jam. Paling tidak sepanjang perjalanan satu jam itu saya habiskan dengan melahap puisi-puisi bagus.

Ada beberapa yang jadi favorit, misalnya:
- Seperti Meniup Lilin
- Cinta Berbentuk Bulat
Profile Image for Reski Sululing.
35 reviews1 follower
August 30, 2024
Butuh waktu yang cukup lama untuk bisa menamatkan buku puisi ini. Saya butuh waktu yang tenang dan hati yang tidak sedang gelisah, untuk membaca puisi. Sebut saja, ritual pribadi, hehe.

Seperti biasa, tulisan dari Kak @theoresiarumthe selalu berhasil membikin saya tepuk tangan. Berdecak kagum. Atau menganggukkan kepala sesekali.

Buku puisi ini mengeksplorasi tema rumah dan identitas. "Rumah" di sini tidak hanya merujuk pada tempat fisik, tetapi juga bisa berarti tempat emosional atau psikologis yang memberi rasa aman dan penerimaan. Judulnya menunjukkan bahwa kadang-kadang tempat yang kita anggap sebagai rumah mungkin tidak selalu memberikan kenyamanan atau kepulangan yang diharapkan. Puisi-puisi dalam buku ini menggali perasaan kehilangan, pencarian identitas, dan perjuangan untuk menemukan tempat di dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini. Saya mengartikannya demikian.

Puisi favorit di buku ini? Banyak. Tapi kalau bisa memilih satu, pilihanku jatuh ke Pada Meja Makan. Puisi pendek yang kumaknai sebagai perasaan manusia yang sangat fluktuatif dan dinamis. Dan, saya mengaitkannya pada satu ayat di kitab suci yang kurang lebih begini bunyinya, "boleh jadi kamu menyukai sesuatu, namun itu tak baik bagimu, dan sebaliknya."

pada mata pisau,
aku meletakkan cinta.
supaya tak jatuh ke jurang,
hatiku yang gampang terpeleset.
pada api kompor,
aku menaruh gelagatku.
Profile Image for Lesh✨.
276 reviews5 followers
January 28, 2025
Kumpulan puisi yang punya makna pulang dalam perspektif individu. Puisi yang kadang maknanya bisa dipahami, bisa dibaca cepat, tidak mengerti, pesan tersirat, dan hal-hal menarik untuk dikupas.

Puisi di dalamnya memberikanku perasaan campur aduk; kadang relate, satire, kesedihan, luka, pencapaian, amarah, dambaan, dll.

Aku suka part: 1. Merajut Rumah Laba-laba, 2. Pelajaran Dari Kulit Bawang, 3. Seperti Meniup Lilin.

Berikut potongan bait dari Seperti Meniup Lilin:

Ibu takut dengan umur,
Aku dan umur mesti berkawan terus.
Seperti potongan kue,
Di perayaan istimewa.

Ketika besar, aku disuruh ingat umur.
Aku berkunjung ke rumahnya,
Umur sudah tak tinggal di sana.
Ibu mencari umur sampai dapat.

Aku disuruh menikah dengan umur,
Punya anak dengan umur,
Dan menggali kubur karena umur.
Ibuku takut dengan umur.
Profile Image for Bianca.
24 reviews
January 2, 2024
Waaah lucuu, menurutku tulisan theoresia itu selalu khas
Profile Image for nadinosaurus.
261 reviews4 followers
October 25, 2024
Manis, 'erotis', tragis.

Sesuai judulnya, banyak kata yang dimetaforakan dengan rumah dan isi-isinya. Meski tidak semua bisa kumaknai, setidaknya indahnya bisa kunikmati, dan pesannya mampu menggapai hati. Aku suka! Akan coba baca buku penulis yang lain.

"aku disuruh menikahi umur,
punya anak dengan umur,
dan menggali kubur karena umur.
ibuku takut dengan umur."

"pekarangan samping telah rimbun,
ia menanam petatas, singkong,
dan cabai merah. bapak menanam kegigihan
bekal si anak kecil.

di atas tanahnya ia sendiri
seorang anak kecil tenang menunggu.
sepetak tanah kosong telah ia siapkan,
untuk menanam bapak."

Ada dua puisi yang aku yakin begitu berkesan: Ketika Matahari Terbenam di Kampungku dan Yang Ingin Kukatakan Jika Aku Cinta Padamu.
Profile Image for Raihanah.
34 reviews
September 5, 2025
Buku ini berisi kumpulan puisi yang jujur, dalam, dan menyentuh. Theoresia Rumthe berhasil merangkum rasa rindu, kehilangan, pulang, dan perjalanan hidup dalam kata-kata yang sederhana namun penuh makna.

Setiap puisinya terasa dekat, seolah mewakili perasaan banyak orang yang pernah merasa asing di tempat yang disebut “rumah.” Bahasa yang dipakai tidak berlebihan, justru apa adanya, sehingga mudah masuk ke hati pembaca.

Buku ini cocok untuk teman merenung, terutama ketika sedang mencari arti pulang, rumah, atau sekadar ingin ditemani kata-kata yang hangat. Indah, tulus, dan membekas.
Profile Image for Dyan Eka.
287 reviews12 followers
December 25, 2023
Ada beberapa puisi yang gagal saya pahami, tak apa, mungkin lain waktu ketika saya baca ulang, saya bisa memahaminya utuh.

Ada beberapa puisi favorite saya, seperti rumah yang merindukanmu, magdalena dan cita-cita, pelajaran dari kulit bawang, yang ingin kukatakan jika aku cinta padamu, ke mana aku pulang, dan bagai kucing.
Profile Image for nana.
68 reviews9 followers
August 10, 2024
Sudah lama sejak terakhir kali membaca buku yang berisi kumpulan puisi—jujur saja memerlukan banyak waktu untuk bisa memahami makna yang terkandung di dalam sebuah puisi, juga buku ini merupakan karya Theoresia Rumthe pertama yang saya baca.

Memang, tidak bisa semua puisi saya pahami, namun ada beberapa puisi yang saya sukai seperti; Sapu Tangan Terbang, Seperti Meniup Lilin, Ada Hantu di Kamarku, Gadis Rumah Petang, dan Cinta yang Tak Panjang Itu. Bagi saya, dari puluhan puisi yang terdapat di buku ini, hanya ada 5 yang berksan bagi saya.

Nggak banyak yang bisa saya review—barangkali karena ketidakbiasaan saya membaca puisi—namun, ada satu benang merah yang bisa saya simpulkan dari kesuluruhan isi buku ini; luka, kehilangan perpisahan. Sepertinya saya mengerti mengapa buku ini diberi judul "Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang". Karena, bagi beberapa orang rumah hanya memberikan luka dan kehilangan yang dalam.
Profile Image for P.P. Rahayu.
Author 1 book36 followers
March 9, 2024
Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang
oleh Theoresia Rumthe
3/5 bintang

Jujur, aku lebih relate dengan tulisan Theoresia di Tempat Liar di Muka Bumi.

Potongan puisi yang paling relatable buatku tentu saja soal kucing ini.

ada hari-hari ketika aku ingin tidur seharian dan bermalas-malasan bagai kucing. apa daya aku mesti menerima diriku adalah manusia biasa, yang mesti bangun dan berdiri di antara
tulang punggung yang rapuh.

-- Bagai Kucing, hlm. 176
Profile Image for KHAIR: .
65 reviews5 followers
September 2, 2024
Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang: Sebuah ulasan dan kesan berdasarkan pandangan pribadi (3.8/5)

Salah satu buku kumpulan puisi terbaik yang saya baca tahun ini. Tak heran kalau-kalau sampai masuk ke dalam jajaran 5 Sastra edisi Pilihan Tempo. Pertama kali membaca buku ini, rasanya seperti mencicipi kopi yang rasanya pahit sekali. Tegukan pertama, akan muncul rasa bingung. Lalu di tegukan kedua dan selanjutnya, lah, yang akan mengambil peran untuk melahap isinya sampai habis.

Meskipun setiap kali membaca buku ini dibutuhkan sedikit effort, tapi karena disajikan dengan kelayakan sastra yang ada membuat saya sebagai pembaca seperti sedang ikut mengelana ke dalam bait-bait puisi yang tak kunjung selesai indahnya. Di benakku yang masih tergolong kecil ini, dengan sungkan aku ucapkan bahwa membaca salah satu karya sastra ini terasa ilegal saking ranum dan harum tulisannya. Rasa-rasanya seperti dipeluk oleh narasi dan dibawa kembali pulang ke tempat yang tak pernah terpikirkan. Aduh, sepertinya dalam beberapa tahun kembali, Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang karya Theoresia Rumthe harus saya masukkan kembali ke dalam jajaran buku yang harus saya ulas kembali.

Dan berikut adalah beberapa puisi terbaik yang saya pilih dari buku ini:
• Puisi Tidak Lahir Begitu Saja
• Rumah yang Merindukanmu
• Setiap Kali Kau dan Aku Bercinta
• Magdalena dan Cita-cita
• Cinta Berbentuk Bulat
• Ketika Matahari Terbenam di Kampungku
• Pelajaran Dari Kulit Bawang
• Yang Ingin Kukatakan Jika Aku Cinta Padamu
• Anak Kecil Menunggu
• Seperti Meniup Lilin
• Di Bangku Sekolah Dasar
• Ada Hantu di Kamarku
• Pepohonan yang Kaulewati
• Pada Sebuah Kamar
• Sebaiknya Kau—
• Jelita Kucingku
• Suara Kasur
• Sebuah Lembar Putih
• A Day in My Life
• Puisi Ikan Cakalang
• Bayangkan Jika
Profile Image for Eva Novia Fitri.
163 reviews1 follower
January 26, 2024
Akhirnya terbit buku terbaru penyair favoritku yang satu ini, walaupun sebenarnya ngarep ada duet lagi dengan Wessly. Tapi tak apalah sebagai pengobat rindu akan puisi-puisi mereka yang selalu penuh hasrat, nendang gurih pekat kental bumbunya.

Sejak awal semua puisinya molek dan membangkitkan rasa, tapi  "Puisi Tidak Lahir Begitu Saja"  menggelitik area berbeda. Proses kelahiran sebuah puisi sejak masih embrio dianalogikan dengan presisi dan sedikit nakal. Khas Theo. Ini penggambaran paling sahih tentang betapa puisi adalah cuilan ruh penyairnya, perasan-perasan perasaannya.

Apalagi "Yang Ingin Kukatakan Jika Aku Cinta Padamu" , seperti sengaja membebaskan kebucinan meluap-luap lewat rayuan sederhana, receh, tapi nampol bikin terkikik 😅.

   Cintaku padamu adalah lantai kamar mandi
   Kiranya aku setia menyikatmu sampai mati

Kagum saya pada kedalaman perenungan di "Seperti Meniup Lilin" . Umur kadang memang jadi penjara bagi manusia, jam pasir yang membuat setiap fase hidup seseorang dipaksa bergulir tidak berdasar kemauan alamiah. Theo, menggambarkan itu dengan indah.

    Aku disuruh menikahi umur
    Punya anak dengan umur
    Dan menggali kubur dengan umur
    Ibuku takut dengan umur

Yang ternyata luput saya catat, adalah Theo bisa sangat kocak. Seperti di "Ada Hantu di Kamarku"  dan "Pelaku Pencuri Hati"

Dibanding karya beliau sebelumnya, puisi-puisinya kali punya lebih beragam warna.
Profile Image for Hirai.
196 reviews5 followers
April 19, 2025
“Aku pulang namun aku tak pernah merasakan pulang.”
Kisah pilu yang dibalut dalam sajak-sajak puisi indah menceritakan jeritan kesepian rasa terabaikan dari lubuk hati terdalam. Mungkin tak semua orang mengalaminya namun sebagian besar dari kita merindukan kata “rumah” bukan tentang seberapa besar bangunannya namun bagaimana orang-orang hangat yang menyambut di dalamnya.
Kita membutuhkan peluk untuk mengurangi pelik setiap harinya. Nyatanya waktu tetap berjalan, dunia tetap berputar sementara luka kita tetap bersemanyam. Seperti pada baris puisi “barangkali mereka tidak dengar, ada malam-malam aku menangis.” Ada anak-anak yang menangis memendam semua apa yang dirasakannya sendiri. Ada anak-anak yang tak pernah merasa aman padahal di rumahnya sendiri.
Seolah manusia menjadi robot yang harus seragam dengan manusia lainnya apakah sedari awal kita memang tak pernah diberikan kesempatan untuk memilih alur hidup kita sendiri? Kita berpacu dengan usia tidak hanya mengenai batas usia kita sendiri melainkan standar usia yang ditetapkan oleh orang tua dan masyarakat kita.
“Aku disuruh menikahi umur, punya anak dengan umur, dan menggali kubur karena umur, ibuku takut dengan umur.”
Kumpulan puisi yang membawamu menjelalah luka batin seseorang yang belum pulih meskipun sudah beranjak dewasa. Seseorang itu mungkin saja dirimu sendiri.
Profile Image for Aburizal Khatami.
25 reviews
November 2, 2024
Menghaiskan puisi Tehoresia Rumthe seperti berenang ke danau dan menghaiskan seluruh airnya, hingga kembung dan mati. Kita disuguhkan oleh pelbagai hal sekitar, rumah yang kesepian dan berpelukan seba kehilangan hal yang ia kesali. Atau perkataan yang ingin kekasih sampaikan jika mencitai, seperti labu, seperti pukul sembilan pagi, atau seperti lantai kamar mandi. Penulis dengan lantang mengajak memelihara kesunyian, kegemberiaan dan kesedihan sekitar bahkan melalui kucing atau hati yang berlubang, tentu dibalut frasa yang dinamis, kadang terbaca sederhana, sampai kau kunyah ini dua - tiga kali kamu akan menyetujui Theoresia berhasil menjabarkan rumah-rumah yang tak memberimu pulang dengan diam-diam mereka berpelukan atau kadang kita tidak merindukan rumah tetapi rumah yang merindukanmu.`
Profile Image for Fira.
123 reviews
June 16, 2025
saya selalu suka bagaimana Kak Theo menuliskan sajak-sajaknya dari hal yang paling sederhana disekelilingnya, saya selalu suka sajak kritiknya walaupun saya selalu keteteran dengan segala yang terlalu vulgar yang juga diceritakan dengan sangat mudah sekali olehnya. Kadang Rumah Tak Memberimu Pulang berisi beragam sajak dan emosi yang diwarnai dengan ilustrasi indah yang saya tidak tahan untuk tidak memotretnya.
Senang sekali membaca karya Kak Theo yang ini setelah bertemu dan berbincang langsung dengannya tentang rumah, tanah, pulang, kota dan lainnya. it is double the experience cause i understand her point of view more.
"Barangkali cinta adalah kesenangan yang menyenangkan" - Theoresia Rumthe
Profile Image for Dian Ismarani.
14 reviews
July 21, 2025
Sepotong Cinta basi di atas piring, dua hati telah menjadi jamur


Sebagaimana yang paling hangat, "rumah" juga bisa menjadi tempat paling dingin, sepi, bahkan menakutkan. Hal itulah yang mungkin coba disajikan puisi-puisi Theoresia di bukunya kali ini.

Beberapa puisi membuat kita bingung. Tapi layaknya puisi, ia memang sejatinya mengikuti setiap celah pikiran dan perspektif pembacanya. untungnya, benang merah yang dijaga menjadikan buku ini sederhana sekaligus kaya.

Banyak kata-kata yang membuat saya tidak nyaman karena begitu jujur dan menguras empati. Bagi sebagian mereka yang memiliki trauma, membaca buku ini bisa jadi menjadi teman, atau justru trigger yang kita butuhkan untuk menyelami dan merawat perasaan.
Profile Image for Ra.
20 reviews
June 13, 2025
halo this is my first time baanget giving 5 star to indonesian book, it's actually not a “buku” tapi ini adalah kompilasi puisi puisi karya theoresia rumthe yang sangaat indah, cara beliau menulis.. cara beliau menyampaikan kepada pembaca dengan sangat amat rapih sukses membuat para pembaca meneteskan air mataaa t___t puisi yang paling indaaah yang pernah ku baca. puisi favorit ku di dalam buku ini adaalah “yang ingin ku katakan jika aku cinta padamu” cuma puisi inii yang bikin aku nangis 7 hari 7 malem 😭👍🏻 kaliaaan harus baca, worth to reaad banget, setiap puisi memiliki makna nya sendiri sendiri dan tentuuu makna nya sangat sangat dalaam
Profile Image for Jess.
609 reviews141 followers
October 25, 2024
3.5/5
kadang kau tak rindu rumah,
tetapi rumah merindukanmu.
ketika kau tak pulang,
ia menangis seperti anak kecil.
ketika mendengar suara itu,
ia bukan hantu.

selalu suka dengan kumpulan puisi karya penulis ini, puisinya selalu terasa dekat karna banyak unsur budaya dan kebiasaan yang sama dengan yang aku alami. love the illustration yang selalu ada.

kumpulan puisi ini sendiri tenta rumah, keluarga, kehidupan masa kecil. nggak nyangka di beberapa puisi akan ada plot twist yang cukup bikin kaget.

ada beberapa unsur kepercayaan juga yang dimasukkan di buku ini.

overall, pengalaman membaca yang selalu indah dan berkesan.
Profile Image for C.
164 reviews1 follower
February 20, 2024
sempat terpikir mungkin sudah tidak menyukai puisi, namun ternyata masih suka. membeli buku ini karena covernya yang bagus dengan judul yang menarik perhatian. puisi yang ditulis juga semua tentang jiwa yang hilang, kerinduan terhadap ‘rumah’ yang tidak dapat ditemukan, tidak dapat didefinisikan dengan kata yang tepat.
Profile Image for lita.
14 reviews4 followers
Read
March 29, 2024
memutuskan untuk kembali membaca buku puisi setelah sekian lama, rasanya seperti kembali ke rumah. memang ada beberapa yang tidak kumengerti, namun siapa tahu jika nanti?

aku sangat suka puisi Seperti Meniup Lilin

Aku disuruh menikahi umur,
punya anak dengan umur,
dan menggali kubur karena umur.
Ibuku takut dengan umur.
Profile Image for rien.
1 review
September 16, 2024
i took a little bit long to finish this book, but that is the good thing!
you cannot just read with your eyes or brain for this book and turning the page very fast, you need to feel it slowly (a little daydreaming is good).
i am not a poem reader, but trust me, this one is beautifully written, that it attaches myself, and left marks on my mind.
Profile Image for ᥱᥣіᥲs ꒷˚✧ˏ.
43 reviews
October 7, 2024
this book is beautifully written

ada beberapa puisi yang sangat menyentuh hati saya, seperti pada hal 160 yang berbunyi:

"manakala kau merindukanku,
lihatlah urat nadi hijau kebiruan itu.
di situ ada pemberontakanku,
setangkai anggrek, laut yang ombang-ambing. "

Theoresia Rumthe, this is very beautiful.

thank u for making this poem book.
Profile Image for Sona.
34 reviews
January 4, 2025
Buku puisi pertama yang aku tamatkan, memang benar ya kadang puisi harus dinikmati aja, gak udah dipikirin terlalu keras akan maknanya. Kadang ada puisi yang bikin aku baca ulang dua kali karena gak ngerti, tapi kadang ada puisi yang menghujam keras ke dada aku. Yaa suka deh pokoknya bisa dibaca sekali duduk, tapi yaaa harus bener bener diresapi untuk menikmatinya.
Profile Image for Dii.
64 reviews4 followers
January 22, 2025
Aku jarang sekali menyukai buku puisi, namun karya kak Theo yang pertama kali kubaca ini berhasil membuatku menyukainya. Awalnya aku kira isinya akan lebih banyak hal-hal bahagia—seketika aku diingatkan kembali kalau ilustrasi-ilustrasinya hasil karya hairembulan—terasa magis dan "dalam". Puisi-puisinya terasa sangat dekat dengan kehidupanku. AKU SUKA!
Profile Image for Nava.
52 reviews
September 24, 2025
Senang sekali bisa kembali membaca puisi-puisi kak Theoresia Rumthe. Bagian yang paling membuat jatuh hati pada buku ini adalah “Pepohonan yang Kaulewati” yang tiap katanya manis sekali. Bagian paling disuka kedua adalah “A Day in My Life” yang sangat menggambarkan bagaimana hidup dijalani sehari-hari.


“bagaimana hidup tak pernah mengambil, malah meletakkan.”
Profile Image for naabilaputri.
26 reviews50 followers
January 22, 2024
pertama kalinya baca tulisannya Kak Theo seorang diri, biasanya beliau bikin puisi tandeman sama Kak Welly. Buku ini romantis, sedih, seram. Banyak sedihnya karena iya. rumah menyimpan banyak cerita. kadang rumah dengan kita bahkan rumah sendiri juga menyimpan luka dan ceritanya.
Profile Image for Finesta Biyantika.
353 reviews
September 18, 2024
sebab aku api,
yang melahapmu sampai jadi abu.
~hlm 80~

Pertama kali dengar judulnya saat sang penulis menyebutkannya di Pesta Literasi kemarin, dan langsung penasaran seperti apa isinya. Kebetulan sekali bisa dibaca di Gramedia Digital.
Displaying 1 - 30 of 48 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.