Jump to ratings and reviews
Rate this book

빨간 자전거 [Bbalgan Jajeongeo] #2

La Bicyclette Rouge, Tome 2 : Les roses trémières

Rate this book
La tournée continue! Le facteur parcourt toujours la campagne de Yahwari, en livrant aussi bien des lettres que du bonheur aux habitants... Red Bicycle constitue un havre de paix, une série unique, tout à fait dans la lignée de certains titres de Taniguchi (Quartier Lointain, Le Journal de mon père)!

166 pages, Paperback

First published February 25, 2005

5 people are currently reading
149 people want to read

About the author

Kim Dong Hwa

25 books110 followers
Name (in native language): 김동화

Kim Dong-Hwa is a widely revered Korean comic artist. Since his debut (with My Sky, serialized in the Daily Hanguk, one of the most prestigious Korean newspapers) in 1975, he has become a mainstay of the Korean manhwa (comics) landscape. He is best known for his tender stories and uncanny ability to write from a profoundly feminine perspective.

The three books that make up The Color Trilogy – The Color of Earth, The Color of Water, and The Color of Heaven – are his first manhwa to be translated into English and published in the United States.

“Since I was very young, I’ve been interested in writing and drawing stories about girls growing up, both mentally and physically. I think that the process of a girl becoming a woman is one of the biggest mysteries and wonders of life. And when my mother was sleeping in her sickbed, I looked down her wrinkled face and suddenly realized that she must had been young and beautiful once. Then I started imagining her childhood. What would she have looked like in her 60s, 50s, 40s, and so on? Ehwa, the protagonist of The Color Trilogy, is the result of my tracing back to my mother’s youth.”

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
99 (34%)
4 stars
138 (47%)
3 stars
44 (15%)
2 stars
6 (2%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 53 reviews
Profile Image for Peni Astiti.
247 reviews21 followers
January 13, 2017
"...tunas-tunas muda ini berhasil menembus kulit kayu pohon yang jauh lebih keras dibanding kulit sapi. Bukankah itu luar biasa?"

"Coba lihat di sebelah sana. Daun-daun kecil mereka jauh lebih rapuh dibanding kuku-kuku bayi yang baru lahir. Padahal mereka berhasil mengangkat gumpalan tanah yang beratnya seribu kali dirinya".

Beberapa hari yang lalu, di sebuah grup, muncul keluhan-keluhan seputar "ujian hidup". Ketika salah seorang di grup itu mengeluhkan masalahnya, yang lain ikut merespons dengan mengutarakan keluhan masing-masing. Intinya, anggota grup lain bermaksud mau bilang, "bukan cuma loe doang yang punya masalah dan paling menderita di dunia ini. Gue bahkan sebenernya jauh lebih menderita daripada loe, tapi selama ini gue nggak ngeluh aja kayak loe."

Selang sehari kemudian, saya membaca bagian ini di cerita Sepeda Merah #2. Nasihat seorang ayah pada anak perempuannya, yang sedang menghadapi kemelut dalam rumah tangganya.

Semua makhluk hidup punya masalahnya masing-masing. Tuhan sudah mendesain setiap makhluk yang diciptakanNya selengkap mungkin dengan manual serinci mungkin. Sehingga, ketika satu manusia merasa dirinya paling menderita di dunia ini, dia (entah tidak tahu, entah memang ingin jual derita) sepertinya tidak membaca dengan baik manual yang sudah disiapkan Tuhan saat menciptakan dirinya. Karena ketika Tuhan menciptakan makhluk hidup itu lengkap dengan masalah berikut solusinya. Ada, kok, di manualnya.

Mungkin karena manusia cenderung tidak ingat untuk membaca baik-baik manual yang sudah disiapkan untuk dirinya, Tuhan sudah menyiapkan manual lain yang perlu dibaca manusia. Salah satunya, hikmah yang bisa diambil dari makhluk lain. Contoh di kisah Sepeda Merah #2 ini, lewat perjuangan tunas menembus kulit pohon atau gumpalan tanah.

Semua cerita yang ada di Sepeda Merah #2 ini sarat filosofi yang sayang jika tidak dimaknai dengan baik. Saya sangat meresapi setiap kisah di sini sekaligus melihat ke alam, ke teman-teman saya, ke anak-anak saya, bahkan ke orang tua saya.

Review dalam bentuk lain bisa ditemukan di sini
Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
February 4, 2013
Cerita di buku kedua ini lebih mengharukan daripada Sepeda Merah 1. Di sini lebih banyak diceritakan tentang pasangan kakek nenek yang mendiami Yahwari.

Bisa dibayangkan perasaan orang-orang tua itu yang ditinggalkan anak-anaknya merantau, baik menjadi bahagia atau sedih, mereka tak berhenti mendoakan anak2nya..,

Hanya tukang pos pelipur kangen mereka yang menyampaikan kabar dari orang-orang yang mereka sayang...

Profile Image for Winna.
Author 18 books1,966 followers
October 30, 2012
Sukaa sekali dengan karya Kim Dong Hwa. Membacanya membuat pikiran lebih terbuka, tenang dan merasa kaya. Buku-buku beliau dipenuhi ilustrasi yang indah dan sederhana, tanpa sketsa kompleks tapi kaya detail. Kali ini warna-warna cerah juga mengisi gambarnya, tidak pastel lembut seperti Warna Air, Warna Tanah dan Warna Angin.

Kisah sang pak pos bersepeda sederhana sebenarnya, dengan secuil cerita-cerita perihal penduduk desa, ada yang masih hidup sederhana dengan bercocok tanam, ada juga yang hidup cukup mewah dari desa yang lebih modern. Tapi justru kesederhanaan penduduk desa terpencillah yang membuat lebih 'kaya', dengan kesimpelan hidup dan pemikiran mereka yang tidak neko-neko tapi sangat rendah hati.

It makes us appreciate the little details in life. Saya berharap bisa seperti pak pos yang sabaaaar dan selalu mengapresiasi hal kecil dalam hidup, seperti bebungaan di sepanjang jalan, melihat pemandangan indah walau perjalanannya jauh dan susah sampai melewati hutan dan tempat curam. Juga menikmati apa yang ada walau rutinitasnya mungkin selintas membosankan, mengirim surat ke entah siapa setiap hari, juga harus melewati salju tebal saat musim dingin.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
Read
February 4, 2018
Warna-warni halamannya halus dan lembut, beraroma bunga bahkan meskipun kita hanya melihat gambarnya. Kalau ceritanya sih ya masih ala-ala drama balada khas Korea lah. Sayang saya cuma menemukan buku keduanya. Yang punya buku pertamanya, saya mau pinjem dong :)
Profile Image for bruno.
148 reviews
December 13, 2025
Molt entranyable aquesta finestreta a la vida quotidiana de la Corea rural i anciana... La última història m'ha emocionat especialment, és un bon tancament.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
January 3, 2015
Jika di buku Sepeda Merah #1 lebih banyak dikisahkan tentang si tukang pos, maka kali ini di buku #2 banyak berkisah tentang penduduk desa Yahwari.

Desa Yahwari digambarkan dalam 4 musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Dalam kisah #30 yang berjudul Pohon, penggambaran keempat musim itu terlukiskan dengan baik.

Pada musim semi, ia menghias diri dengan syal gemerlap bak sayap-sayap belalang. Musim panas, ia mengenakan gaun hijau. Musim gugur, ia berganti penampilan menjadi merah. Musim dingin, ia memakai mantel putih super rapi.


Selain itu, dikisahkan juga kehidupan penduduk desa yang mayoritas adalah para orang tua yang ditinggalkan anak-anaknya merantau. Ada kakek yang ingin menanam mawar hollyhock disepanjang jalan menuju rumahnya untuk menyambut kedatangan putrinya. Ada kakek dan nenek yang menikmati salju selayaknya anak kecil. Ada seorang ibu yang punya feeling kuat ketika anaknya melakukan kesalahan besar. Ada juga para kakek tua yang saling bertengkar siapa yang paling tua di antara mereka berdasarkan jumlah keriputnya. Kisah-kisah ini lucu sekaligus menghangatkan hati.

Saya menyukai kedua buku Sepeda Merah ini. Jika dibandingkan dengan serial Warna, ukuran buku yang lebih kecil memudahkan pembaca untuk menikmatinya. Apalagi setiap halamannya berwarna. Bayangkanlah penggambaran keempat musim di korea dalam warna-warni yang indah.

Satu kalimat saja untuk Sepeda Merah: "serial ini layak dikoleksi". Apalagi konon katanya Sepeda Merah ini terdiri dari 4 buku. Semoga buku #3 dan #4 segera diterjemahkan oleh GPU.
Profile Image for echyrosalia.
158 reviews
April 5, 2016
Seiring waktu, aku menyadari bahwa menua itu tidaklah buruk, kita belajar untuk lebih pemaaf terhadap kehidupan...

.. dan kehidupan kita menunjukkan jam berapa? .. dan warna apakah ini yang tengah kita renungi? Apakah ini warna emas? Ataukah matahari tebenam?


Karya Kim Dong Hwa selalu mempesona saya. Mulai dari Warna Tanah , Warna Air, Warna Langit hingga 2 kisah Tukang Pos dengan sepeda merahnya ini.
Sepeda Merah 1 dan 2 lebih saya sukai. Gambar yang lebih indah dan berwarna. Narasi yang seru, lucu dan membuat tersenyum tentang para orang - orang tua menjalani hidup di desa yang pada umumnya ditinggalkan oleh anak - anak mereka ke kota.
Profile Image for Dee.
12 reviews
November 10, 2012
Sepeda merah Vol. 2 ini dari segi cerita lebih menyentuh hati, menggugah, dan ada humor sederhana di dalamnya. Setiap cerita memiliki sesuatu yang istimewa, hal yang sederhana yang kadang dilupakan manusia. Buku ini seakan mengajak pembaca untuk merenungkan kesederhanaan-kesederhanaan yang sedikit terlupakan tersebut. Kisah yang paling istimewa dalam buku ini menurutku adalah kisah bunga-bunga Hollyhock. Kisahnya benar-benar menyentuh apalagi kata-katanya: "kala menelusuri jalan setapak berbunga ini, anak perempuanku merasa seakan-akan ia tengah berjalan sembari menggenggam tangan ibunya." Tidak heran jika kisah tersebut menjadi judul dalam vol. 2 ini. Really Like this book very much.

Profile Image for Rhea.
263 reviews73 followers
February 21, 2013
Ceritanya lebih kepada kakek nenek yang hidup di Yahwari. Dari mulai musim semi sampai musim salju. Dan tetap menyentuh hati.



Musim Semi

Kusiapkan warna-warnaku untuk mengisi
lembar musim dingin.
Namun lukisan itu tak sempat mengering.
Musim semi hadir begitu cepat.
Hop. Hop-inilah goresan-goresan pensilku.

Mungkin terlalu gelap untuk warna musim semi.
Hop, hop-pensil-pensil warnaku beraksi.
Azalea, magnolia, dan forsythia bermekaran.
Dogwood dan sakura pun berbunga.
Lalu giliran bunga lila, batang-batangnya menguarkan aroma parfum...



Musim Dingin

Kita bisa memulai gambar baru di kertas uang kembali putih ini.
Profile Image for me.lita.
139 reviews
January 29, 2013
gak kalah bagus sama buku pertama.. jadi tetap lima bintang..

paling suka sama cerita saat pak pos harus ikut pelatihan. Karena gak tahan liat surat yang menumpuk di kantor pos, akhirnya si boss sendiri yang turun tangan mengantar surat-surat yang jadi jatah antaran pak pos. Hihihihi.. si boss bingung karena alamat-alamatnya yang 'tidak biasa', sehingga dia harus mencari kesana kemari, bertanya kesana kesini.. dan baru selesai kala malam tiba.. Sedangkan sekretarisnya yang ditugaskan mengantar surat ke kota hanya butuh waktu 10 menit.. hahahaha..
Profile Image for Reita.
20 reviews
September 21, 2015
jarang-jarang tanpa ragu kasih 5 bintang. ya da gimana lagi atuh yah, ceritanya bikin perasaan hangat, ada juga yang lucu saat sekumpulan kakek sibuk membanggakan banyaknya kerut di dahi, ada yang bikin sedih, terutama ketika orang-orang muda mengganggap remeh apa yang kaum tua anggap penting. Menjadi pengingat buat saya juga. Tohokan yang lumayan jleb. Gambarnya juga baguuuusss... Bacanya cepet, dan begitu selesai baca langsung saya sodorin ke depan suami, "Baca! Sekarang juga! Ada cerita tentang Bapak dan anak perempuannya." Hehehe...
Profile Image for Nike Andaru.
1,631 reviews111 followers
December 4, 2012
seperti yang pertama, ringan dengan ilustrasi yang bagus dan menarik ditambah lagi pesan yabg sederhana tapi kena banget.

kali ini tukang pos dengan kesehariannya di desa melewati 4 musim. mulai dari kebiasaan orang-orang di desa, anak -anak mereka yang pulang dari kota hingga pasangan-pasangan tua yanh terlihat saling mencinta dengan sederhana.

jangan lupa, bahwa cabang-cabanglah yang mengalami kedinginan, bukan akar-akarnya.
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
January 25, 2013
Seperti seri pertamanya, buku ini masih menyajikan gambar-gambar indah dan kisah-kisah sederhana. Hanya saja si pak pos tidak selalu muncul, ataupun tampak hanya di latar belakang. Beberapa tokoh lama juga muncul kembali sehingga semakin meneguhkan kesan kehidupan sebuah desa yang sudah kita kenal di buku pertamanya.

Review lengkapnya di
http://skyandroads.blogspot.com/2013/...

#27/2013
Profile Image for Melita.
41 reviews2 followers
November 7, 2012
Selesai membaca buku ini, yang membuncah adalah keinginan lama untuk hidup sederhana di pedesaan. : )

Buku kedua ini memuat lebih banyak pertemuan personal dengan penduduk Yahwari. Kisah hidup dan kebijakan mereka adalah kekuatan utama buku ini. Kalau harus dibandingkan, I treasure this one more than the first : )
Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
April 15, 2013
Iya, sebenarnya saya lebih suka buku pertama. Buku ini tetap ada nafas polosnya, menggambarkan pedesaan Yahwari yang penuh warna. Malah makin berwarna karena makin banyak porsi kehidupan warganya diceritakan, walau tidak semua warna itu cerah ya. Ada warna yg memudar, dan ada pula yg kelam...

Tapi beginilah hidup. Harus mau dan berani menghadapi peruba n warna. Walau warna itu membuat galau..
Profile Image for Angelic Zaizai.
976 reviews35 followers
December 27, 2012
Lebih suka buku pertamanya, karena tukang pos-nya lebih banyak peranan, kalo di sini, pak pos-nya muncul sekilas-sekilas hahaha
malah ada cerita pak pos lagi pelatihan, sampe tugasnya digantiin oleh bosnya hahahaha

*penggemar pak pos bersepeda merah*
Profile Image for Utti.
14 reviews
November 17, 2012
Lebih suka yang ini daripada yang pertama. Lebih mengharukan. Jadi pengen tinggal di desa yang indah seperti dalam buku.
Profile Image for Orina Rena.
52 reviews40 followers
October 16, 2017
Novel ini memiliki visual yang cantik dan cerita yang menyentuh. Novel grafis ini menceritakan tentang kehidupan sehari-hari seorang tukang pos yang bertugas mengantarkan surat-surat kepada penduduk desa Yahwari beserta apa saja yang ia jumpai di desa itu. Banyak pelajaran berharga tentang kehidupan yang dapat diambil dari buku ini. Satu hal yang paling membuatku terkesan, meskipun ini adalah novel dengan latar dan setting sebuah desa di Korea Selatan, aku merasa deja vu dan seketika rindu dengan kampung halamanku. Sepertinya penulisnya memang ingin menyebarkan harumnya bunga-bunga yang digambarkan dalam novel ini kepada para pembacanya. Recomended banget buat para pecinta novel ringan^^
Profile Image for Gacela.
275 reviews37 followers
July 19, 2018
En este segundo volumen de La Bicicleta Roja el autor nos sigue trasladando a un punto imaginario dentro de un entorno rural en Corea, a través de las historias que nos cuenta el cartero que reparte allí (aunque las cartas no tengan direcciones concretas sino que van dirigidas a “la casa de la puerta verde”, “la casa donde descansan los pájaros” o “la casa de las orquídeas”, para desesperacion del jefe de Correos un día que sustituye al cartero). Esta vez está organizado en torno a las cuatro estaciones, y las pequeñas historias siguen rebosando ternura en un dibujo suave y amable y un tono narrativo poético, sencillo y cálido. Bonito...
Profile Image for Monalisa.
320 reviews2 followers
March 24, 2024
Preciosa novela gráfica, que igual que en el primer volumen, contiene 30 historias cortas de tipo costumbrista. Un cartero rural reparte la correspondencia montado en su bicicleta y es testigo, no sólo del paso de las estaciones, sino de bonitas escenas del mundo rural coreano, de amor, nostalgia, reencuentros familiares… todas ellas sencillas pero profundas, con bonitos dibujos a color. Muy recomendable.
Profile Image for Tristanti Tri Wahyuni.
193 reviews6 followers
March 12, 2018
Buku yang indah dan menyenangkan mata. Membuai dari setiap aspeknya. Gambar-gambar dengan warna-warna cerah, kisah-kisah yang sederhana namun manis, serta kalimat-kalimat yang puitis. Surat, sepeda, dan kehidupan di desa, adakah yang lebih romantis dibandingkan perpaduan dari ketiganya?
Profile Image for Truly.
2,762 reviews12 followers
June 29, 2020
Program babat timbunan
Hadiah dari Mas Yudhi (maafken tertimbun lama).

Hidup bagi saya adalah pilihan. Sama seperti warga Yetdong yang memilih tanaman yang menguntungkan, sementara warga Sedong memikirkan apa yang menghibur mata.

Rumah di sana tidak mempergunakan nomor, namun tiap rumah memiliki iri khusus. Jadi ingat, ketika mengirim surat untuk salah satu sahabat yang tinggal di desa, kita tak perlu menuliskan nomor rumah, karena memang tidak ada. Pak Pos tahu tiap orang di sana.
Profile Image for Jose.
81 reviews
February 28, 2022
Igual de interesante que el anterior. Bellas historias con un mensaje agradable.
Profile Image for Pascale.
335 reviews18 followers
October 26, 2023
Ces histoires font tellement de bien. Simple mais d'une beauté... Lisez-le.
Profile Image for Perle.
264 reviews
April 5, 2024
Petite BD feel good, sympa à lire et poétique.
Profile Image for Eva Q..
476 reviews5 followers
June 7, 2025
(Leido en la edición española, donde va en un volumen con el tomo 1)
Profile Image for Rachel Yuska.
Author 9 books245 followers
November 15, 2013


Seperti buku pendahulunya, Sepeda Merah Vol.1: Yahwari, buku ini menawarkan kisah-kisah penuh kehangatan seperti awal musim panas di Korea. Si Tukang Pos juga masih mengantar sejuta cinta kepada penduduk desa Yetdong.

Cerita pertama dibuka dengan Bunga-Bunga Hollyhock. Berkisah tentang bapak tua (yang dalam buku pertama dikisahkan suka menyampaikan berita-berita dari Tukang Pos ke almarhum istrinya di nisannya) yang dicemooh temannya gara-gara ia menanam benih bunga Hollyhock. Ia ingin putrinya bisa melihat keindahan bunga Hollyhock ketika ia pulang ke desa nanti. Bunga Hollyhock juga merupakan bunga favorit almarhum istrinya. Bittersweet banget bab pembukanya.

Kisah 2: Kisah-Kisah Sastra Korea merupakan salah satu bab favorit saya. Si Tukang Pos yang masih dikuncir kuda menyukai sastra dan gemar membaca novel. Dari pengamatannya, rumah-rumah dan pemandangan di Yahwari cocok menjadi latar novel favoritnya. 

Di Kisah 3: Rerumputan dan Tanah Kampung Halaman, si Tukang Pos, Nenek dan Kakek Tua berbincang tentang hal yang mengingatkan pada kampung halaman. Si Nenek berpendapat kalau makanan bisa mengingatkan orang pada kampung halaman, sedangkan kakek bilang tanah yang mencirikan kampung halaman.

Kisah 5: Pejabat Militer juga salah satu kisah yang paling saya sukai. Para manula berlomba-lomba memamerkan jumlah kerutan di wajah dan uban lalu disamakan dengan pangkat militer.

Kisah 7: Surat Cinta adalah kisah paling romantis yang ada di buku ini. Seorang suami yang tidak pandai berkata-kata cinta memberikan kejutan manis untuk istrinya di ladang.

Kisah 9: Impian Masa Kecil membuat saya merenung tentang impian-impian saya. Saya ingin seperti Pak Tua di buku, menikmati masa tua sambil menatap matahari terbenam tanpa dibebani dengan jumlah rupiah di tabungan.

Kisah 14: Roda yang Berkilau Cemerlang juga merupakan salah satu kisah yang membuat saya menarik napas lega. Inti dari kisah ini adalah kebaikan selalu membawa kebahagiaan

Kisah 17: Foto-Foto mengingatkan saya pada satu episode seri Si Doel Anak Sekolahan dimana Mandra berpose dengan toga sarjana milik Doel. Kocak banget XD

Kisah 30: Pohon menurut saya merupakan kisah terbaik di buku ini. Kita tidak sadar bahwa pohon hanya memberi, tidak pernah meminta. Pohon itu seperti orang tua yang bijak, dan orang-orang bisa berbuat jahat dengan menggunduli, mencabut, bahkan membakar si baik ini.

Kisah 31: Ibuku adalah cerita terpanjang di buku ini. Saya berkaca-kaca ketika membacanya. Betapa seorang ibu sangat menyayangi anaknya walaupun anaknya melakukan perbuatan tercela.

Sepeda Merah Vol.2: Bunga-Bunga Hollyhock ini terbagi dalam empat segmen berdasarkan musim yang ada di Korea: musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Fokus cerita pada buku ini adalah kisah para manula yang masih memiliki jiwa kanak-kanak. 
Dari buku ini saya jadi tahu kemiripan tradisi Korea dengan India: anak lelaki dewasa wajib mengurus orang tuanya, dan menantu perempuan harus berkorban dengan memprioritaskan keluarga suami. 
Gegara membaca seri Sepeda Merah, saya jadi ingin memandangi bunga dandelion dan meniupnya. 

Pembaca masih dimanjakan dengan keindahan ilustrasi dan warna-warna hangat yang menghiasi buku ini. Selipan puisinya juga indah dan terasa pas menjadi bagian dari buku ini.

Buku tipis ini sarat perenungan, membuat saya berpikir bahwa ketulusan dan kesederhanaan itu simpel namun sulit ditemui di kota besar seperti Jakarta. 

Ketika saya menutup halaman terakhir buku ini, ada perasaan haru, seperti ditinggal oleh Tukang Pos dan penduduk Yetdong.

Tentu saja, saya masih menantikan karya Kim Dong Hwa selanjutnya.



Kutipan favorit:

Aroma rempah-rempah memang enak, tapi tidak ada yang mengalahkan bau tanah kampung halaman untuk mengobati kerinduan pada rumah. (hal. 23)

Menjadi manusia memang jauh lebih kotor daripada lumpur. (hal. 32)

Kau mengasihani diri sendiri karena kulitmu keriput seperti bedeng, padahal di mataku kau selalu cantik. (hal. 43)

Katanya para orang tua kembali kekanak-kanakan saat salju pertama turun. (hal. 132)
Displaying 1 - 30 of 53 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.